Anda di halaman 1dari 10

Tugas 7

Konseling Lintas Budaya

Dinamika Perkawinan Antar Budaya

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Mudjiran, MS, Kons.

Disusun Oleh :

Uswatun Hasanah

19006132

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2022
Dinamika Perkawinan Antar Budaya

A. Pengertian Perkawinan

Perkawinan merupakan sebuah ikatan yang dibangun oleh dua orang


manusia, di mana dua orang manusia tersebut akan selalu memiliki perbedaan atau
perselisihan kebutuhan dan keinginan (Lane dan Stevens, 1999:121). Pada
kenyataannya, manusiamemang memiliki cita-cita, tujuan, dan sejarah yang tidak
sama antara satu dengan yang lain sehingga akan selalu menimbulkan perbedaan
(DeVito, 2013: 294).

Di dalam konteks perkawinan beda bangsa, perbedaan cita-cita, tujuan, dan


sejarah yang melekat pada masing-masing individu dilatarbelakangi oleh budaya
yang membentuk mereka sejak lahir. Perkawinan beda bangsa yang dimaksud
dalampenelitian ini adalah antara orang Indonesia dengan orang Eropa, di mana
nilai khas dari tiap budaya yang membentuk kedua individu termanifestasi dalam
tindakan-tindakan yang tidak dipahami secara sempurna oleh pasangannya sehingga
bisa menimbulkan konflik.

B. Tantangan Perkawinan Antar Budaya

Kesulitan dalam memahami perbedaan budaya pasangan bisa menjadi


masalah dan menimbulkan konflik di dalam perkawinan. Kesulitan budaya tersebut
bisa berwujud dalam bentuk perbedaan perilaku, selera, kebiasaan, hingga cara
berkomunikasi atau mengekspresikan diri (Venus, 2013:3). Perbedaan ini pada
umumnya diakui oleh para pakar komunikasi, seperti Romano (2009), Ting Toomey
dan Oetzel (2011), atau Ni dan Claborne (2012) yang menyatakan bahwa perbedaan
budaya membuat perkawinan antar budaya menjadi rentan terhadap konfik dan
perceraian (dalam Venus, 2013:3). Namun, meski dianggap rentan terhadap konflik

2
dan perceraian, pada kenyataannya, perkawinan beda bangsa tetap banyak
dilakukan di Indonesia hingga saat ini.

Selain itu ada beberapa tantangan yang akan dihadapi pasangan yang
menikah antar budaya adalah:

1. Kendala bahasa

Hambatan pertama yang harus dihadapi dalam pernikahan beda bangsa


adalah bahasa yang berbeda. Biasanya pasangan mengatasi hal ini di tahap awal
hubungan dengan berusaha menggunakan bahasa universal, misalnya bahasa
Inggris. Namun komunikasi bakal terasa lebih seret saat pasangan tengah adu
argumen. Pasalnya orang cenderung lebih nyaman menggunakan bahasa ibu
dalam kondisi seperti ini.

Kendala bahasa juga bisa menyulitkan saat kunjungan keluarga.


Terutama jika tak ada satupun anggota keluarga yang bisa berkomunikasi dalam
bahasa yang sama dengan pasangan. Kalau sudah begini tentunya salah satu
harus siap menjadi jembatan komunikasi antara pasangan dan keluarga.

2. Masalah dengan pihak imigrasi

Semua pasangan tentunya berharap agar prosedur yang harus dilalui


untuk menjadikan pernikahan mereka diakui kedua negara berjalan mulus.
Namun dalam sebagian besar kasus pasti ada kendala yang ditemui saat
berurusan dengan pihak yang berwenang dalam masalah birokrasi ini.Mintalah
saran kepada pasangan lain yang sudah pernah menjalani proses serupa dan
kedua belah pihak harus sabar serta saling mendukung dalam menjalani setiap
rangkaian prosedur.

3. Persepsi yang berbeda mengenai pernikahan

Tergantung pada negara asal dan jenis kelamin, biasanya kedua belah
pihak dalam pernikahan beda budaya memiliki cara yang berbeda dalam
3
memandang pernikahan. Bukankah masalah ini sudah diatasi sebelum menikah?
Memang benar, tetapi pasangan yang sudah menyamakan visi misi pun pada
kenyataannya masih sering mengalami perbedaan pendapat dalam detail-detail
kecil yang berkaitan dengan persepsi mereka tentang pernikahan. Biasanya salah
satu cenderung lebih santai, sementara pasangannya cenderung lebih konservatif.

4. Perbedaan pandangan mengenai agama

Masalah yang satu ini juga hampir sama dengan pandangan mengenai
pernikahan yang sudah dibahas sebelumnya. Meskipun keyakinan sudah
disamakan, tak berarti masalah agama sudah beres. Tentunya masih ada
printilan mengenai kebiasaan beribadah, ritual, atau nilai yang digunakan dalam
menyikapi suatu masalah.

5. Komunitas eksklusif

Seorang ekspatriat yang sudah menikah dengan warga lokal pun


biasanya tetap lebih nyaman bergaul dengan orang-orang dari negaranya sendiri.
Komunitas yang eksklusif ini bisa membuat upayanya untuk berbaur dengan
budaya pasangan lebih sulit.

6. Harapan dalam hidup yang berbeda

Perbedaan budaya dalam pernikahan bisa berujung pada harapan yang


berbeda mengenai kehidupan secara umum. Masalah ini bisa menjadi semakin
serius pada pasangan yang berasal dari ras dan benua yang berbeda. Pasalnya
nilai-nilai yang diterima sejak kecil pun kemungkinan semakin besar bedanya.

7. Hubungan dengan keluarga dan teman

Kadang hubungan dengan keluarga pasangan berjalan dengan cukup


mulus, kadang juga bisa terasa menyesakkan. Kadang anggota keluarga
cenderung ikut campur dalam pernikahan pasangan. Bagi beberapa pasangan hal

4
ini masih bisa dimaklumi. Sementara yang lainnya bisa saja menganggap
perilaku seperti ini melanggar privasi pasangan.Agar masalah-masalah di atas
bisa diatasi, Cihlar mengatakan bahwa kuncinya adalah tetap menjaga
komunikasi dan pikiran terbuka. Empati, rasa percaya, dan fleksibilitas juga
penting untuk menjaga agar masalah-masalah di atas tidak sampai mengganggu
keseimbangan di dalam pernikahan.

C. Tradisi pernikahan menggunakan adat Minangkabau

Proses rangkaian adat ini cukup melibatkan pihak-pihak keluarga besar


terutama untuk pihak perempuan. Setiap rangkaian ini juga memiliki makna yang
mendalam.Dalam prosesi adat Minang juga akan terbagi dua, tradisi sebelum akad
nikah dan tradisi sesudah akad nikah.

1. Tradisi sebelum akad nikah


a. Maresek
Marasek adalah tahapan pertama yang dilakukan dalam pernikahan adat
Minang. Pihak keluarga perempuan akan mendatangi pihak keluarga laki-
laki.
b. Manimang dan Batimbang Tando
Tahapan ini dilakukan oleh pihak keluarga perempuan untuk meminang
calon laki-laki. Apabila diterima mereka akan melakukan batimbang tando
atau bertukar simbol sebagai pengikat perjanjian dan nggak bisa diputuskan
secara sepihak. Biasanya yang ditukarkan adalah benda pusaka seperti keris,
kain adat, atau benda lainnya yang memiliki nilai sejarah bagi keluarga.
c. Mahanta Siriah
Selanjutnya adalah Mahanta Siriah, di mana mempelai meminta izin atau
memohon doa restu kepada mamak-mamaknya, saudara ayah, kakak yang
telah berkeluarga dan sesepuh yang dihormati. Calon mempelai perempuan
diwakili oleh kerabat perempuannya yang telah berkeluarga dengan cara
mengantar sirih.

5
d. Babako – Babaki
Acara ini akan diadakan beberapa hari sebelum acara akad nikah
berlangsung. Bako berarti pihak keluarga dari ayah calon mempelai
perempuan.
e. Malam bainai
Acara ini dilakukan pada malam sebelum akad nikah. Bainai menjadi ritual
untuk melekatkan jasil tumbukan daun pacar merah (daun inai) di kuku
calon pengantin. Tradisi ini memiliki makna sebagai ungkapan kasih sayang
dan doa restu para sesepuh keluarga mempelai perempuan.
f. Manjapuik Marapulai
Acara ini menjadi ritual paling penting dalam prosesi pernikahan adat
Minang. Prosesinya bermula dari calon pengantin laki-laki dijemput dan
dibawa ke rumah calon pengantin perempuan untuk melangsungkan akad
nikah.
g. Penyambutan di Rumah Anak Daro
Tradisi menyambut kedatangan calon mempelai laki-laki di rumah calon
mempelai perempuan (penyambutan di rumah anak daro) merupakan
momen meriah dan besar. Dilatari bunyi musik tradisional yang berasal dari
talempong, keluarga mempelai perempuan menyambut kedatangan
mempelai laki-laki.
h. Akad nikah
Akad nikah ini akan dilangsungkan sesuai syariat agama Islam. Diawali
dengan pembacaan ayat suci, ijab kabul, nasihat perkawinan dan doa. Acara
ini umumnya dilakukan pada hari Jumat siang.
i. Bersandiang di pelaminan
Setelah akad nikah berlangsung maka kedua pengantin akan bersanding di
rumah anak dari. Anak daro dan marapulai akan menanti tamu alek salinga
alam dan diwarnai musik dari halaman rumah.
2. Tradisi sesudah akad nikah
a. Memulangkan Tandsi
6
Usai melaksanakan akad nikah, ada lima acara adat yang lazim dilaksanakan.
Mulai dari memulangkan tando, mengumumkan gelar pengantin laki-laki,
mengadu kening, mengeruk nasi kuning dan bermain coki.
b. Malewakan Gala Marpulai
Acara ini mengumumkan gelar untuk pengantin laki-laki sebagai tanda
kehormatan dan kedewasaan yang disandang sang pengantin laki-laki.
c. Balantuang Kaniang
Acara ini akan dipimpin oleh sesepuh perempuan dan sang pengantin akan
saling menyentuhkan keningnya. Mereka diharuskan duduk berhadapan
dengan wajah dipisahkan kipas, lalu kipas diturunkan perlahan. Maka
barulah boleh saling menyentuhkan kening.
d. Mangaruak Nasi Kuniang
Prosesi ini mengisyaratkan hubungan kerja sama suami istri yang harus
melengkapi satu sama lain. Ritual diawali dengan kedua pengantin berebut
mengambil daging ayam yang tersembunyi di dalam nasi kuning.
e. Bamain Coki
Coki adalah permainan tradisional Ranah Minang. Yakni semacam
permainan catur yang dilakukan oleh dua orang dengan papan permainan
menyerupai halma. Permainan ini bermakna agar kedua mempelai bisa
saling meluluhkan kekakuan dan egonya masing-masing agar tercipta
kemesraan.
f. Tari Payung
Tarian ini dipercaya sebagai tarian pengantin baru. Memiliki salah satu syair
berbunyi “Berbendi-bendi ke sungai tanang” yang memilki arti pasangan
yang baru menikah pergi ke kola yang dinamai sungai Tanang dan
mencerminkan bulan madu. Penari akan menggunakan payung yang
melambangkan peranan suami sebagai pelindung istri.
g. Manikam Jajak

7
Pernikahan adat Minang belum usai walaupun acara pernikahannya sudah
selesai, lho. Manikam jajak adalah prosesi pernikahan adat Minang yang
terakhir. Satu minggu setelah akad nikah, sang pengantin akan pergi ke
rumah orangtua serta ninik mamak pengantin laki-laki dengan membawa
makanan. Tujuannya untuk menghormati dan memuliakan orangtua serta
ninik mamak pengantin laki-laki.
D. Contoh kasus perkawinan antar budaya

Salah satu contoh perbedaan budaya yang bisa menimbulkan konflik dalam
perkawinan beda bangsa dialami oleh Erni, seorang perempuan asal Indonesia yang
menikah dengan pria asing berkebangsaan Perancis (dalam Pratamawaty, 2017:8).
Pada kasus perkawinan Erni, perbedaan konteks bahasa diakuinya sebagai kendala
utama dalam perkawinan beda bangsa. Kesalahpahaman dalam berkomunikasi
masih sering terjadi meskipun Erni sudah memiliki kemampuan berbahasa Perancis
dan meskipun mereka menggunakan satu bahasa yang sama saat berkomunikasi,
yaitu bahasa Perancis.

Pemahaman Erni tentang bahasa Perancis hanya sebatas apa yang


dipelajarinya selama kuliah, sedangkan pemahaman mengenai konteks penggunaan
bahasanya sendiri tidak dapat dipahami secara utuh karena ia belum pernah tinggal
secara langsung di Perancis. Akibatnya, interaksi sehari-hari yang dilakukan Erni
dengan sang suami ketika gagal memahami konteks bahasa yang digunakan saat
berkomunikasi, terkadang membuat dirinya sakit hati atau tersinggung atas
perkataan suami, padahal suaminya tidak bermaksud menyinggung perasaan Erni
(Pratamawaty, 2017:9).

Selain masalah perbedaan pemahaman konteks bahasa, gaya berkomunikasi


juga menjadi kendala (Pratamawaty, 2017:9) yang bisa menimbulkan konflik dalam
rumah tangga pasangan perkawinan beda bangsa. Erni mengaku meskipun dirinya
sudah cukup lama menghadapi gaya berkomunikasi suami yang cenderung berterus
terang dan lugas dalam berbicara, namun hal tersebut tidak membuatnya kebal dan

8
tidak tersakiti oleh perkataan suami dengan gaya berbicaranya. Lalu untuk
meminimalisir terciptanya konflik berkelanjutan karena perbedaan gaya
berkomunikasi tersebut, berdasarkan pengalaman Erni, diperlukan keinginan untuk
saling memahami dari kedua belah pihak. Keinginan untuk selalu
mengomunikasikan kesalahpahaman yang ada merupakan salah satu cara
menghadapi perbedaan.

Corak khas budaya Indonesia dalam perkawinan Erni contohnya, tercermin


dari perilaku Erni yang tidak terbiasa berbicara secara terbuka dan jujur tentang
perasaan yang dirasakan terhadap seseorang, hal tersebut menurut Tugiman
(1999:94), menunjukkan bahwa masyarakat Jawa, yang dalam hal ini mewakili
budaya Indonesia, memang begitu kuat terikat oleh tradisi dan tata gaul feodalistik,
sehingga mereka belum bisa bersikap dan berbicara bebas di dalam
masyarakat.Corak khas dari budaya Jawa yang telah disebutkan itu mungkin hanya
mewakili sebagian dari budaya Indonesia pada umumnya, meski tidak dapat dipukul
rata dengan menganggap bahwa budaya Indonesia adalah yang dicirikan dengan
budaya Jawa saja, karena di dalam budaya Indonesia sendiri tercakup semua budaya
daerah (Simatupang, 2002:77).

Pada kasus perkawinan beda bangsa yang dilakukan Erni, nilai budaya Barat
yang dibawa suaminya sebagai orang asal Perancis tampak pada caranya
berkomunikasi. Ia lebih cenderung menyukai kebebasan dalam berkomunikasi
dengan orang lain, tanpa menyembunyikan atau berbasa-basi menutupi apa yang
iarasakan dan pikirkan. Kemudian nilai budaya tersebut ternyata tidak sejalan
dengan nilai budaya Erni yang berasal dari Indoensia, saat itulah mulai terjadi
perbedaan persepsi di antara keduanya sehingga ekspektasi-ekspektasi atau harapan
yang dimiliki terhadap satu sama lain tidak dapat terpenuhi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Asmawi Mohammad. 2014 Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan. Yogyakarta:


Darussalam.

Isma junida. 2012. Pernikahan Beda Budaya, http://ismajunida.blogspot.com

Marmiati Mawardi, Problematika Perkawinan Dibawah Umur, Jurnal, Balai Penelitian


Dan Pengembangan Agama Semarang.

Walgito Bimo. 1998. Bimbingan dan Konseling Perkawinan. Yogyakarta: Andi Offset.

Shireave Erich B & Levy David A. Psikologi Lintas Kultural. Kencana Drenada Media
Group.

10

Anda mungkin juga menyukai