Abstract
Adat pernikahan tradisional memiliki nilai-nilai kearifan lokal sebagai wujud karakter
masyarakatnya. Salah satu contoh adat pernikahan yang dijalankan Masyarakat Adat Lawas,
Desa Kedang Ipil yang memiliki nilai-nilai kearifan lokal dapat diketahui melalui makna
simbol tahapan prosesi adat pernikahan mulai sebelum meminang calon pengantin
perempuan sampai saat pernikahan berlangsung. Hal menarik dalam tahapan ini yaitu
adanya seorang pengantar pesan yang dipercaya untuk menyampaikan pinangan dari calon
pengantin laki-laki ke calon pengantin perempuan. Pengantar pesan dalam menjalankan
tugasnya memiliki peran penting dalam adat pernikahan tersebut. Tutur bahasa dan
perilaku yang disampaikan oleh pengantar pesan memiliki makna simbol yang tidak dapat
dipisahkan dan memiliki fungsi aplikatif bagi masyarakat. Makna simbol tersebut sejalan
dengan teori semiotik Charles Sanders Pierce yang melihat bahasa sebagai tanda yang telah
penuh dan penandanya telah memiliki acuan makna karena bahasa sebagai tanda tipe
simbol telah dikuasai secara kolektif oleh masyarakat pemakai bahasa yang berikutnya
dituangkan dalam penanda kosong yang dapat dimaknai kembali baik dalam kiasan, majas,
subjektif, khusus, figuratif dan makna-makna lainnya. Metodologi kualitatif digunakan
dengan pendekatan semiotika yang memanfaatkan sistem pengetahuan Masyarakat Adat
Lawas dalam adat pernikahan untuk melakukan penafsiran makna simbol kebahasaan dalam
prosesi sehingga diketahui fungsinya. Hasil penelitian dari simbol prosesi adat pernikahan
berupa, nilai kepercayaan dan tanggung jawab, nilai kesopanan, serta nilai gotong royong
yang memiliki fungsi moral dan fungsi sosial di Masyarakat Adat Lawas. Dengan demikian,
simbol dalam adat pernikahan dapat dijadikan sebagai wujud karakter dalam bermasyarakat
yang memiliki nilai-nilai adiluhung dan dapat digunakan serta dimanfaatkan bagi
keberlangsungan hidup bermasyarakatnya sebagai makhluk sosial.
Upacara perkawinan suku Jawa ini sering dikenal orang sebagai suatu ritual/ upacara yang
cukup ribet karena ada begitu banyak prosesinya, yaitu ada 11 banyaknya yang meliputi
siraman, midodareni, injak telur, sikepan siundur, pangkuan, kacar kucur,dulang
dulangan, sungkeman, janur kuning, kembar mayang, dan tarub. Prosesi-prosesi ini tidak
hanya dilakukan tanpa makna tetapi sebenarnya memiliki makna dan nilai budaya yang
sangat indah.
Yang pertama adalah siraman yaitu suatu prosesi dimana kedua pengantin disiram
menggunakan air yang terdapat beraneka bunga di dalamnya. Prosesi ini mempunyai
makna kedua pengantin tersebut membasuh atau membersihkan diri mereka sebelum
memasuki suatu upacara atau ritual yang dianggap sakral ini.
ang kedua ada midodaren yaitu suatu proses dimana kedua keluarga besar baik dari pihak
wanita maupun pihak pria melakukan silaturahmi pada saat malam sebelum pernikahan
dimulai keesokan harinya dengan cara pihak pria menghampiri kediaman
wanitanya.Midodareni sendiri diambil dari kata Jawa Widadari yang berarti bidadari yaitu
putri dari surga yang memiliki paras yang cantik dan wangi. Masyarakat tradisional Jawa
percaya bahwa pada malam Midodareni para bidadari akan turun ke bumi dan
bertandang ke kediaman calon pengantin wanita untuk menyempurnakan dan
mempercantik pengantin wanita(Mengenal Midodareni, Rangkaian Pernikahan Tanah
Jawa - seruni.id, https://seruni.id).
Yang ketiga adalah injak telur.Injak telur ini adalah suatu prosesi dimana mempelai
wanita menginjak telur dan sesudah menginjak telur tersebut ia membasuh kaki suaminya
sebagai suatu lambang kesetiaan sang istri kepada sang
suami(www.idintimes.com).Makna spiritual yang terkandung dalam prosesi injak telur
merupakan suatu gambaran kehidupan rumah tangga kelak agar tercapai kehidupan yang
harmonis dan bahagia.
Suami istri harus bekerja sama dan saling membantu dalam menjalankan kehidupan
rumah tangganya. Tentunya dengan adat Jawa dilakukan ritual sebagai wujud
penghormatan kepada leluhur dan sekaligus untuk memohon keselamatan, perlindungan,
kelancaran dan berkah untuk keluarga baru yang akan segera dibina(eprints.ums.ac.id).
Yang keempat adalah sikepan siundur, yaitu suatu prosesi dimana kedua mempelai diikat
bersama dalam satu kain sindur oleh sang ibu dan dituntun menuju pelaminan oleh sang
ayah. Prosesi ini memiliki makna harapan orangtua agar kedua mempelai selalu
erat(http://idntimes.com)
Yang kelima adalah pangkuan, yaitu dimana kedua mempelai duduk di atas pangkuan
sang ayah dari pihak wanita. Prosesi ini melambangkan suatu harapan agar kelak
saatkedua mempelai mempunyai keturunan,mereka dapat berbagi kasih secara adil
seperti sang ayah(http://idntimes.com).
Yang keenam adalah kacar kucur, yaitu suatu prosesi dimana Mempelai pria akan
mengucurkan sebuah kantong yang diisi dengan biji-bijian, uang receh dan beras kuning
ke pangkuan wanita. Prosesi ini juga mempunyai makna bahwa tugas suami adalah
mencari nafkah dan tugas istri adalah untuk mengelolanya. Hal ini juga dapat
melambangkan kesejahteraan dalam rumah tangga.
Yang ketujuh adalah dulang dulangan, yaitu dimana kedua mempelai saling
menyuapi.Melambangkan dan mempunyai makna hidup rukun dan bisa saling tolong
menolong.
Yang kedelapan adalah sungkeman, yaitu dimana kedua mempelai sungkem kepada
orangtua mereka sebagai suatu tanda rasa hormat dan untuk meminta restu dari
orangtua.
Yang kesembilan adalah janur kuning, yang merupakan suatu gerbang yang dibuat untuk
memasuki suatu resepsi pernikahan atau nama lainnya "Jalarane Nur" yang dipercaya
untuk menangkal hal hal yang tidak diinginkan dalam jalannya suatu pernikahan dan
sebagai tanda pencerahan suatu rumah tangga yang baru.
Yang kesepuluh adalah kembar mayang, yang merupakan suatu rangkaian janur,daun,dan
ornamen yang mempunyai makna yang berbeda-beda.salah satu makna yang terkandung,
pengantin harus pandai dan berhati-hati dan bijaksana.
Dan yang terakhir adalah tarub yaitu tanda untuk menunjukan bahwa keluarga sedang
mengadakan acara.Jalan ini dilengkapi dengan tanam-tanaman dan memiliki lambang
harapan hidup makmur untuk sang keluarga baru.
Dari perkawinan adat jawa ini kita dapat belajar banyak nilai-nilai budaya yang dimiliki
suku Jawa.Yang beberapanya adalah hormat pada orangtua dan suami,hidup rukun dan
saling menolong,menjaga silaturahmi baik dan berperilaku adil,dll.Sekarang kitapun dapat
mengetahui bahwa prosesi yang dianggap ribet ini sebenarnya memiliki makna yang
indah.
Abstract
Perkawinan adat sesungguhnya merupakan suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang
dipersatukan melalui ritual perkawinan adat dengan melewati berbagai tahapan-tahapan
dalam adat tersebut, sebagai suatu proses pernikahan secara adat yang sah antara suami dan
istri. Pernikahan adat tidak hanya ikatan antara suami dan istri saja, tetapi melibatkan seluruh
keluarga besar kedua belah pihak, kerabat serta suku atau klan yang menjadi bagian dari
anggota dari pasangan yang disahkan dalam perkawinan adat tersebut. Melalui perkawinan
adat relasi kekerabatan dan kekeluargaan menjadi bertambah dan semakin menampilkan
suatu relasi sosial yang menciptakan suatu ikatan kekeluargaan antara kedua belah pihak.
Relasi kekerabatan dan kekeluargaan inilah yang menjadi tanda bahwa perkawinan adat tidak
hanya sekedar mensahkan suami dan istri tetapi lebih dari itu yakni merangkul keluarga besar
serta relasi dalam kehidupan sosial masyarakat menjadi penuh ikatan persaudaraan satu sama
lain. Dengan adanya perkawinan adat yang terstrukutur dalam suatu daerah, maka menjadi
bukti bahwa masyarakat mampu menjaga dan melestarikan nilai perkawinan adat tersebut
dalam kehidupan sosial serta mampu memberikan edukasi kepada masyarakat dan generasi
muda untuk tetap menjaga unsur-unsur dan nilai yang terkandung dalam perkawinan adat
tersebut. Di tengah perkembangan zaman yang semakin pesat, maka peran masyarakat adat
menjadi lebih aktif dalam menjaga keluhuran nilai adat tersebut. Oleh karena itu, partisipasi
semua pihak dalam kelompok sosial menjadi penting karena tanpa adanya keterlibatan semua
pihak mulai dari dalam lingkungan keluarga, masyarakat, anggota suku/klan, pemerintah
setempat dan Lembaga Pemangku Adat serta masyarakat secara umum dalam kelompok
sosial, sehingga warisan budaya itu tidak hanya menjadi milik perorangan tetapi menjadi
milik semua masyarakat dalam kelompok sosial, karena itu merupakan tanda dan identitas
setiap masyarakat dalam kehidupan sosial.
Pertunagan adalah suatu fase sebelum perkawinan, dimana pihak laki-laki telah mengadakan
prosesi lamaran kepada pihak keluarga perempuan dan telah tercapai kesepakatan antara
kedua belah pihak untuk mengadakan perkawinan. Pertunangan baru mengikat apabila pihak
laki-laki telah memberikan kepada pihak perempuan tanda pengikat yang kelihatan (Jawa:
peningset atau panjer).
Pertunagan juga bisa diartikan sebagai suatu persetujuan antara pihak keluarga laki-laki
dengan keluarga pihak wanita sebelum dilangsungkan suatu perkawinan dan ditandai dengan:
• Adanya lamaran/ meminag yang biasanya dilakukan oleh utusan pihak laki-laki.
• Adanya tanda pengikat yang kelihatan, seperti peningset (Jawa), payangcang (Sunda),
biasanya dengan pertukaran cincin.
Alasan-alasan Dilakukannya Perkawinan
- Ingin menjamin perkawinan yang dikehendaki dapat berlangsung dalam waktu dekat.
- Untuk membatasi pergaulan pihak yang telah diikat pertunangan.
- Memberi kesempatan bagi kedua belah pihak untuk saling mengenal.
Akibat Pertunangan
Akibat dari pertunagan adalah kedua belah pihak telah terikat untuk melangsungkan
perkawinan. Tetapi, walaupun sudah terikat dalam pertunagan bukan berarti kedua mempelai
harus melaksanakan perkawinan, tetap dimungkinkan terjadi pembatalan pertunangan.
Kemungkinan pembatalan pertunangan:
- Oleh kehendak kedua belah pihak.
- Oleh salah satu pihak.
• Jika dilakukan pihak yang menerima tanda tunagan
Mengembalikan tanda tunagan sejumlah atau berlipat dari yang terima.
• Jika dilakukan pihak yang memberi tanda tunangan
Tanda tunangan tidak dikembalikan.
Perkawinan dalam hukum adat sangat dipengaruhi oleh sifat dari pada susunan kekeluargaan.
Susunan kekeluargaan dikenal ada beberapa macam, yaitu:
- Perkawinan dalam kekeluargaan Patrilinier:
• Corak perkawinan adalah “perkawinan jujur”.
• Pemberian jujur dari pihak laki-laki melambangkan diputuskan hubungan keluarga si
isteri dengan orang tuanya dan kerabatnya.
• Isteri masuk dalam keluarga suami berikut anak-anaknya.
• Apabila suami meninggal, maka isteri tetap tinggal dirumah suaminya dengan saudara
muda dari almarhum seolah-olah seorang isteri itu diwarisi oleh adik almarhum.
- Perkawinan dalam keluarg matrilinier:
• Dalam upacara perkawinan mempelai laki-laki dijemput.
• Suami berdiam dirumah isterinya, tetapi suaminya tetap dapat keluarganya sendiri.
• Anak-anak masuk dalam klan isterinya dan si ayah tidak mempunyai kekuasaan terhadap
anak-anaknya.
- Perkawinan dalam keluarga parental:
• Setelah kawin keduanya menjadi satu keluarga, baik keluarga suami maupun keluarga
isteri.
Dengan demikian dalam susunan keluarga parental suami dan isteri masing-masing
mempunyai dua keluarga yaitu keluarga suami dan keluarga isteri.
Sifat Perkawinan Menurut Hukum Islam
Al-Qur’an menunjukkan kehendak Allah akan perkawinan yang monogami dengan
mengikatkan umat Islam pada perkawinan suami-istri pertama sebagai tauladan. Hal itu
tampak pada surat An-Nissa ayat 1 yang artinya: “Hai sekalian manusia, bertakwalah kamu
kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan istrinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak...” pada ayat 129 pada surat yang sama, kaum pria bahkan
diingatkan tentang sulitnya berbuat adil pada beberapa istri: “Dan kamu sekali-kali tidak akan
dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian;
karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu
biarkan yang lain terkantung-kantung...”.
Selain bersifat monogami, perkawinan selayaknya juga bersifat tak-terceraikan. Adanya
konflik tidak perlu menjadi alasan untuk bercerai. Karena itu Al-Qur’an memberi nasihat
kepada umat islam di dalam surat An-Nissa ayat 15, agar jika terjadi konflik antara suami dan
istri hendaknya diselesaikan secara bijaksana.
Surat An-Nissa ayat 15: “jika kamu khawatir ada sengketa diantara keduanya, maka kirimlah
seorang juru pendamai dari keluarga laki-laki dan seorang juru pendamai dari keluarga
perempuan. Jika kedua juru pendamai bermaksud mengadakan perbaikan, niscahya Allah
memberi taufik kepada suami-istri itu. Sesungguhnya Allah maha mengetahui lagi maha
mengenal.”
Sistem perkawinan menurut hukum adat
Dalam hukum adat dikenal ada tiga sistem perkawinan yaitu:
1. Sistem Endogami: yaitu seorang hanya dibenarkan mengadakan perkawinan dengan
seseorang dalam suku sendiri. Sistem perkawinan ini sudah jarang terjadi.
2. Sistem Eksogami: yaitu perkawinan dengan seseorang yang berlainan suku atau suku
yang lain.
3. Sistem Eleutherogami: yaitu sistem ini tidak mengenal larangan-larangan atau
keharusan-keharusan. Laranga-larangan dalam sistem ini adalah yang bertalian dengan ikatan
kekeluargaan yaitu:
o Nasab (samadengan turunan yang dekat) seperti kawin dengan ibu, nenek, anak kandung,
cucu, saudara kandung, saudara bapak atau ibu.
o Musyahara (samadengan periparan) yaitu kawin dengan ibu tiri, menantu, mertua, anak
tiri, dll.
Ngarak Penganten
Pada hari pesta pernikahan, baik pengantin pria maupun pengantin wanita, mengenakan
pakaian kebesaran pengantin dan dihias. Pengantin pria diãrak dari rumahnya menuju rumah
pengantin wanita dengan diantar oleh keluarga, kaum kerabat, dan teman temannya. Arak-
arakan didahului oleh barisan rebana yang diiringi nyanyian. Peserta arak-arakan berjalan
kaki dengan tertib sampai di rumah pengantin wanita.
Setelah sampai di depan rumah, dilakukan pembacaan zikir sebagai pembuka pintu.
Selanjutnya mempelai wanita melakukan sumkem kepada mempelai pria dan keduanya
kemudian duduk di pelaminan.
Perkawinan Adat
Perkawinan adat sesungguhnya merupakan suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan
yang dipersatukan melalui ritual perkawinan adat dengan melewati berbagai tahapan-
tahapan dalam adat tersebut, sebagai suatu proses pernikahan secara adat yang sah antara
suami dan istri.
Adat istiadat perkawinan dalam suatu masyarakat merupakan suatu lembaga sosial yang disebut
juga dengan pranata sosial yaitu sistem tata kelakuandan hubungan yang berpusat pada aktivitas
untuk memenuhi kebutuhan hidup dalam masyarakat.
Perkawinan adalah suatu peristiwa yang menyangkut perubahan status sosial setiap orang
sebagai warga masyarakat. Dari segi kebudayaan, perkawinan merupakan pengatur
kelakuan manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan seksnya. Perkawinan dalam
hidup setiap orang adalah suatu peristiwa yang sangat penting bahkan peristiwa sakral ini
merupakan permulaan hidup baru. Perkawinan merupakan suatu perpaduan dua kelompok
atau masyarakat, perkawinan bukan masalah perseorangan saja tetapi juga menyangkut
kepentingan masyarakat.
Kebudayaan sebagai kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat dan kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapat
manusia sebagai warga masyarakat. Dalam kebudayaan khususnya perkawinan adat
terdapat nilai luhur yang merupakan suatu rangkaian dari konsepsi-konsepsi abstrak yang
hidup dalam alam pikiran sebagian besar dari warga masyarakat mengenai apa yang harus
dianggap penting dan berharga dalam hidup.nilai luhur berfungsi sebagai suatu pedoman
yang memberi arah dan orientasi kepada kehidupan para warga masyarakat.
Pemahaman mengenai nilai-nilai luhur yang terdapat dalam pelaksanaan perkawianan adat
adu tumper suku using dilakukan penelitian dengan mengunakan pendekatan kualitatif,
yang jenis penelitiannya merupakan jenis penelitian antropologi budaya khususnya bidang
etnografi. Sumber data yang digunakan yaitu sumber data primer dan sumber data
sekunder. Dalam pelaksanaan penelitian kegiatan peneliti di lokasi penelitian yaitu
melakukan eksplorasi atau penjajakan dengan mendatangi daerah asal perkawinan adat
adu tumper suku using, mendatangi para nara sumber terkait, melakukan observasi dan
mendokumentasikan data-data yang diperoleh
Hasil dari penelitian mengenai nilai-nilai luhur yang terdapat dalam pelaksanaan
perkawinan adat adu tumper adalah 1. sejarah perkawinan adat adu tumper, 2. tata cara
pelaksanaan perkawinan adat adu tumper, mulai dari perlengkapan yang digunakan saat
acara pernikahan sampai dari prosesi pernikahan, 3. nilai luhur dalam pelaksanaan
perkawinan adat adu tumper, 4. perspektif yang diharapkan masyarakat suku using dalam
perkawinan adat adu tumper.
Perkawinan adat adu tumper sudah ada sejak nenek moyang mereka. Perkawinan ini
dilakukan sehubungan dengan adanya kepercayaan suku using yang melarang melakukan
perkawinan sesama anak sulung. Dalam pelaksanaannya juga juga terdapat perlengkapan-
perlengkapan dan sesajen yang digunakan yang semuanya memiliki makna-makna yang
melambangkan kehidupan. Nilai luhur terlihat dalam bentuk gotong royong terlihat dalam
wujud perilaku sosial berupa tindakan yang dilakukan secara bersama-sama. Harapan
masyarakat suku using di tengah jaman modernisasi ini ialah supaya perkawinan adat yang
mereka miliki tetap dipertahankan dan dipelihara kelestariannya karena perkawinan adat
yang mereka miliki merupakan salah satu kebudayaan bangsa.
Bardasarkan pembahasan dari hasil penelitian maka saran yang diberikan adalah perlu
adanya penyuluhan dan pemahaman terhadap generasi muda supaya mereka juga mengerti
makna-makna yang terkandung dalam perkawinan adat, dan supaya mereka juga memiliki
jiwa dan kesadaran untuk ikut mempertahankan kelestariannya. Pemerintah Daerah juga
harus melakukan pengembangan, pembinaan, dan pengelolaan perkawinan adat suku using
karena merupakan salah satu kebudayaan daerah.
Apa pengertian pernikahan menurut adat?
Perkawinan adat sesungguhnya merupakan suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan yang
dipersatukan melalui ritual perkawinan adat dengan melewati berbagai tahapan-tahapan
dalam adat tersebut, sebagai suatu proses pernikahan secara adat yang sah antara suami dan
istri.