Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dalam

kehidupan manusia. Dasar-dasar perkawinan dibentuk oleh unsur-unsur alami

dari kehidupan manusia itu sendiri yang meliputi kebutuhan dan fungsi biologis,

melahirkan keturunan, kebutuhan akan kasih sayang dan persaudaraan. Bagi

pemeluk agama, perkawinan bersifat sacral dan mengandung ajaran-ajaran

agama bagi para pemeluknya. Ritual perkawinan tidak hanya dipandang sebagai

peristiwa sakral. Setelah selesai ritual sakral, timbulah ikatan perkawinan yang

dinamakan suami dan isteri. Ikatan perkawinan ini menimbulkan akibat hukum

terhadap diri masing-masing suami isteri berupa hak dan kewajiban.

Pasangan seorang pria dan wanita yang membentuk rumah tangga dalam

suatu ikatan perkawinan pada dasarnya merupakan naluri manusia sebagi

makhluk sosial guna melangsungkan kehidupannya. Pengelompokan

kehidupan manusia tersebut dalam realitanya dapat dilihat dengan adanya

berbagai bentuk kesatuan sosial dan adat istiadat dalam suatu pernikahan yang

ada pada masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana adat budaya pernikahan Tionghoa?

2. Bagaimana mitos dalam pernikahan Tionghoa?

3. Apa saja upacara-upacara dalam pernikahan Tionghoa?

1
4. Apa makna adanya the dalam upacara pernikahan Tionghoa?

5. Apa pengaruh pada adat upacara pernikahan tionghoa ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Adat Kebudayaan Suku Tionghoa

Pernikahan adalah momen yang paling luar biasa dalam kehidupan

manusia dimana saat itu baik sang pria maupun sang wanita memutuskan untuk

membentuk keluarga sendiri dan menyambung keturunan mereka. Sehingga

melihat hari, jam dan tanggal baik merupakan salah satu hal yang wajib

diperhitungkan bagi tradisi adat China. Diharapkan, hari, tanggal dan jam baik

tersebut adalah sebagai doa sehingga kedua mempelai bisa menikmati

kehidupan pernikahan mereka dengan bahagia sampai akhir hayat mereka.

Dengan banyaknya kebutuhan yang harus dilengkapi dan kekurang

pengetahuan akan hal itu, tidak jarang banyak pasangan yang akhirnya

menyerahkan kepada orang tua mempelai. Pesta pernikahan bukan hanya

sebagai simbol sementara, bahwa pasangan telah resmi dalam ikatan. Namun

bagi keluarga sepuh yang sangat memperhatikan adat istiadat, mereka

menganggap bahwa pernikahan adat China haruslah sakral, bukan hanya untuk

kedua pasangan namun juga ikatan antara kedua belah keluarga.

Upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang didasarkan atas

dan bersumber kepada kekerabatan, keleluhuran dan kemanusiaan serta

berfungsi melindungi keluarga. Upacara pernikahan tidaklah dilakukan secara

seragam di semua tempat, tetapi terdapat berbagai variasi menurut tempat

diadakannya; yaitu disesuaikan dengan pandangan mereka pada adat tersebut

dan pengaruh adat lainnya pada masa lampau. Umumnya orang-orang Tionghoa

yang bermigrasi ke Indonesia membawa adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan

3
mereka. Salah satu adat yang seharusnya mereka taati adalah keluarga yang satu

marga (shee) dilarang menikah, karena mereka dianggap masih mempunyai

hubungan suku. Misalnya: marga Lie dilarang menikah dengan marga Lie dari

keluarga lain, sekalipun tidak saling kenal. Akan tetapi pernikahan dalam satu

keluarga sangat diharapkan agar supaya harta tidak jatuh ke orang lain.

Misalnya: pernikahan dengan anak bibi (tidak satu marga, tapi masih satu nenek

moyang).

Ada beberapa yang sekalipun telah memeluk agama lain, namun masih

menjalankan adat istiadat ini. Sehingga terdapat perbedaan di dalam melihat

adat istiadat pernikahan yaitu terutama dipengaruhi oleh adat lain, adat

setempat, agama, pengetahuan dan pengalaman mereka masing-masing. Dalam

prosesi pernikahan Cina yang otentik, terdapat aturan khusus yang disebut 3

(tiga) kata & 6 (enam) etika (三書六禮). Dimulai dari Meminang, Membawa

Antaran Pinangan, Membawa Hantaran Kawin ( 过大礼 / 纳彩 ), Tunangan,

Menjemput Penganten dan Upacara Pernikahannya sendiri.

Pada masa awal, bila seorang pemuda atau orang tua pemuda tertarik

pada seorang pemudi, maka diutus seorang mak comblang kerumah pemudi

tersebut untuk bertemu dengan orang tuanya membawa hantaran pinangan. Mak

Comblang segera menukarkan kartu yang berisi nama, usia dan hal-hal lainnya

sehubungan dengan pemuda-pemudi tersebut untuk melihat adanya

kecocokan Suan Ming (Chinese fortune telling). Dan bila kedua pihak sudah

sepakat, maka dibuatlah acara pertunangan.

Pada jaman era dinasty dimana Paham Confusius sebagai pondasi

negara, pernikahan harus dilakukan oleh kedua insan dengan nama marga yang

4
berbeda, dan setelahnya tugas keduanya adalah untuk melanjutkan garis

keluarga pihak laki-laki. Sebelum jaman ini, kebanyakan pernikahan hanyalah

berupa pasangan pria dan wanita yang hidup bersama tanpa upacara

pengukuhan ikatan apapun.

B. Mitos Pernikahan Tionghoa

Mitos pernikahan paling populer adalah mitos pernikahan Nüwa dan Fu

Xi. Pada dasarnya keduanya merupakan saudara. Kisahnya bermula dimana saat

itu bumi belumlah memiliki populasi, sehingga keinginan mereka untuk

menikah dimaklumi namun keduanya merasa malu akan hal tersebut. Sehingga

mereka naik ke Gunung Kun Lun untuk berdoa kepada langit. Bila langit

mengijinkan pernikahan mereka, buatlah keajaiban untuk membuat mereka

tidak tampak/dalam samaran. Kemudian langit mengijinkan pernikahan mereka

dan membuat wajahnya Nüwa menjadi samar. Namun untuk menutup rasa

malunya, Nüwa menutup wajahnya dengan kipas. Hingga saat ini dibeberapa

pedesaan Cina masih digunakan kipas untuk menutup wajahnya pengantin

wanita.

C. Upacara-upacara dalam Pernikahan Tionghoa

Upacara perkawinan Cina sesuai dengan tradisi turun-temurun. Seiring

kemajuan zaman saat ini ada beberapa acara yang tidak lagi dilakukan. Biasanya

tergantung dari tradisi yang dianut masing-masing keluarga. Pesta dan upacara

pernikahan merupakan saat peralihan sepanjang kehidupan manusia yang

sifatnya universal. Oleh karena itu, upacara perkawinan selalu ada pada hampir

5
setiap kebudayaan. Demikian pula halnya dengan adat pernikahan orang

Tionghoa yang mempunyai upacara-upacara antara lain:

1. Upacara Menjelang Pernikahan

Dalam upacara ini terdiri atas 5 tahapan yaitu:

a. Lamaran atau Mahar

Kurang memahami pernik yang digunakan dalam adat upacara

perkawinan sering dijumpai dalam masyarakat modern keturunan di

Indonesia. Namun sekarang sudah terbantu dengan banyaknya dijual

bermacam – macam asesoris untuk perkawinan dengan menyesuaikan

adat China baik yang masih otentik dan juga ada yang sebagai perhiasan

untuk memperindah prosesinya.

Dalam tradisi China proses lamaran dilakukan seminggu

sebelum berlangsungnya pernikahan. Lamaran merupakan pemberian

barang dari mempelai pria untuk mempelai wanita yang nantinya akan

digunakan oleh kedua calon mempelai untuk kehidupan setelah masa

pernikahan. Barang yang diserahkan biasanya melambangkan

kelanggengan, kesuburan dan juga kebahagiaan untuk pasangan. Yang

unik dari barang lamaran pada adat ini ialah banyaknya nominal 9 (jiu)

atau 8 (fat) yang menjadi kunci pokok langgeng dan berkembangnya

kebahagiaan bagi kedua mempelai. Barang yang menjadi hantaran

biasanya berupa:

1) Uang; dalam masyarakat modern biasanya jumlahnya sudah

ditentukan bersama contohnya Rp. 9.999.900. Perhiasan berupa

kalung, gelang, anting didalam kotak merah.

2) Peralatan sehari – hari (peralatan mandi, peralatan makan, dll)

6
3) Satu set peralatan Tea Pay.

4) Kue Pia atau bolu (dibagikan kepada sanak saudara yang

membantu)

5) Makanan laut yang sudah dikeringkan (juhi, sirip ikan “yu che”).

6) Kacang – kacangan (almond, hijau & merah).

7) Sepasang kaki babi untuk melambangkan keselamatan,

8) Kelapa bulat yang ditempel aksara Chinese berarti ‘Double

Happy’.

9) Tiga nampan masing-masing berisikan 18 buah (apel, jeruk, pear

atau buah yang manis lainnya sebagai lambang kedamaian,

kesejahteraan dan rejeki).

10) Akar teratai “Lian Au”, melambangkan rukunnya tiga generasi;

orang tua, anak dan cucu, sedangkan buah teratai kering “Lian

Ce”, melambangkan keturunan.

11) Permen atau gula batu melambangkan manisnya kehidupan

semanis mempelai wanita

12) Dua bundel pita berupa huruf Cina yang berarti double

happiness, artinya agar happy sampai tua nanti

Selain itu juga diberikan angpau/uang sebagai "pengganti" biaya

pengantin wanita yang diberikan untuk orang tua mempelai wanita yang

hanya disediakan bila pengantin wanita akan ikut dengan pengantin pria

setelah menikah nanti. Dalam pengembaliannya, keluarga wanita

menyiapkan 2 (dua) botol syrup untuk diganti dengan brandy. Semua

hantaran dihitung dengan jumlah tepak / baki / dulang yang sama dengan

yang dihantar sebelumnya ditambah dengan lilin phoenix sepasang. Dan

7
untuk Orang hokkian, diberikan juga pisang sebagai pengembaliannya

serta sepatu untuk pengantin pria.

Penentuan Hari Baik, Bulan Baik : Suku Tionghoa percaya

bahwa dalam setiap melaksanakan suatu upacara, harus dilihat hari dan

bulannya. Apabila jam, hari dan bulan pernikahan kurang tepat akan

dapat mencelakakan kelanggengan pernikahan mereka. Oleh karena itu

harus dipilih jam, hari dan bulan yang baik. Biasanya semuanya serba

muda yaitu: jam sebelum matahari tegak lurus; hari tergantung

perhitungan bulan Tionghoa, dan bulan yang baik adalah bulan naik /

menjelang purnama.

b. Prosesi Seserahan Adat Tionghoa (Sangjit)

Dalam rangkaian adat Tionghoa, Sangjit dilakukan setelah acara

lamaran. Hari dan waktu yang baik untuk melakukan Sangjit ini

ditetapkan pada saat proses lamaran tersebut. Dalam prakteknya, Sangjit

sering ditiadakan atau digabung dengan lamaran. Namun sayang

rasanya meniadakan prosesi yang satu ini, karena makna yang

terkandung di dalamnya sebenarnya sangat indah.

Secara hariah sangjit dalam bahasa Indonesia berarti proses

seserahan. Atau proses kelanjutan lamaran dari pihak mempelai pria

dengan membawa persembahan ke pihak mempelai wanita,” jelas

Anthony S. dari Anthony S. Musical Connections. “Prosesi ini biasanya

dihadiri rombongan pria yang terdiri dari keluarga inti dan keluarga

besar (saudara dari orang tua, sepupu) atau teman-teman dekat jika

dibutuhkan,” ungkap Henry dari Wine Wedding Planner. Sangjit

biasanya diadakan antara 1 bulan sampai 1 minggu sebelum acara

8
resepsi pernikahan dan berlangsung siang hari antara jam 11.00 sampai

dengan 13.00 WIB dilanjutkan dengan makan siang. Tata Caranya

Dalam Acara Sangjit: Wakil keluarga wanita beserta para penerima

seserahan (biasanya anggota keluarga yang telah menikah) menunggu

di depan pintu rumah. Dipimpin oleh anggota keluarga yang

dituakan, rombongan pria pun datang membawa seserahan ke rumah si

wanita. Rombongan ini terdiri dari wakil keluarga serta para

gadis/pemuda yang belum menikah pembawa nampan seserahan. Di

beberapa adat orang tua pria tidak ikut dalam prosesi ini. Seserahan

diberikan 1 per 1 secara berurutan, mulai dari seserahan untuk kedua

orang tua mempelai wanita, mempelai wanita, dan seterusnya. Barang

seserahan yang sudah diterima oleh pihak mempelai wanita dibawa ke

dalam kamar untuk diambil sebagian. Kemudian dilanjutkan dengan

ramah tamah dan pada akhir kunjungan, barang-barang seserahan yang

telah diambil sebagian diserahkan kembali pada para pembawa

seserahan. Dan sebagai balasannya, keluarga wanita pun memberikan

seserahan pada keluarga pria berupa manisan (seperti permen/coklat)

dan berbagai keperluan pria (baju, baju dalam, sapu tangan. Wakil

keluarga wanita juga memberikan ang pao ke tiap-tiap pembawa

seserahan yang biasanya terdiri dari para gadis/pemuda yang belum

menikah tersebut (ang pao diberikan dengan harapan agar enteng

jodoh). Jumlahnya variatif, biasanya sekitar Rp. 20.000 – Rp. 50.000.

Barang-barang seserahan Sangjit Sebelum keluarga calon

pengantin pria memutuskan barang apa yang akan dibawa, sebaiknya

didiskusikan bersama keluarga si wanita terlebih dahulu. Barang-barang

9
ini tentu saja memiliki makna simbolis yang juga disesuaikan dengan

kondisi ekonomi mempelai pria. Setelah ditentukan, barang-barang

tersebut diletakkan dalam nampan-nampan yang berjumlah genap,

biasanya maksimal berjumlah 12 nampan.

Hal yang menarik saat acara ini adalah bahwa sebagian besar

barang-barang seserahan ini sebaiknya sebagian dikembalikan lagi pada

keluarga pengantin pria. Karena, bila keluarga wanita mengambil

seluruh barang yang ada, artinya mereka menyerahkan pengantin wanita

sepenuhnya pada keluarga pria dan tak akan ada hubungan lagi antara si

pengantin wanita dan keluarganya. Namun bila keluarga wanita

mengembalikan separuh dari barang-barang tersebut ke pihak pria

artinya keluarga wanita masih bisa turut campur dalam keluarga

pengantin.

c. Menghias Kamar

Setelah semua acara lamaran sudah dipersiapkan, kini saatnya

merapikan tempat peraduan kedua mempelai. Tradisi merias kamar

pengantin dilakukan juga seminggu sebelum Hari H berlangsung.

Menghias kamar merupakan salah satu tradisi yang masih dilakukan

oleh para orang tua kedua mempelai. Di era modern, menghias kamar

dapat dilakukan oleh para perias pengantin. Namun bagi masyarakat

Tionghoa dulu, merias kamar menjadi tradisi yang ditunggu – tunggu

oleh para keluarga kedua calon mempelai. Orang yang menghias kamar

pengantin biasanya ialah kerabat yang sudah menikah dan kehidupan

pernikahannya terkenal langgeng, ini melambangkan agar dapat

menjadi contoh bagi kedua calon mempelai. Menghias kamar pengantin

10
dengan warna merah melambangkan kebahagiaan dan semangat hidup,

lampu lentera juga kerap diletakkan di dalam kamar.

Dengan maraknya lampu yang ada, diharapkan pernikahan ini

akan menerangi bagi pasangan dalam melangkah kehidupan bersama.

Sebagai simbol lancarnya keturunan mempelai, kamar yang sudah rapih

biasanya ditiduri oleh bayi atau balita.Semua benda didalam kamar

ditempelkan dengan tulisan double joy 双喜 mulai dari barang-barang

pribadi sampai meja rias dan lainnya. Selain itu hiasan yang umumnya

digunakan saat jaman dynasty adalah potongan kertas/gambar bebek

peking, naga dan burung phoenix dan semuanya ditempelkan sepasang.

Dari semua arti positif yang terkandung dalam setiap barang dan

perbuatan, ada juga larangan yang tidak boleh dilakukan oleh para

mempelai di dalam kamar ini yaitu salah seorang mempelai, baik itu

mempelai pria maupun wanita, tidak diperkenankan tidur sendiri tanpa

pendamping. Secara tidak langsung hal ini berarti menjauhkan mereka

dari kehilangan salah satu pasangan, entah karena bercerai atau

meninggal.

d. Upacara

Pagi hari sesaat sebelum upacara dilakukan setelah selesai

mandi, mempelai pria dan wanita diharuskan memakai pakaian putih.

Sambil disisir 4 kali dari kepala hingga ujung rambut oleh kerabat dekat

yang masih lengkap keluarganya 梳 头 , diucapkanlah juga empat

kalimat ini : sisiran pertama “hidup bersama sampai rambut beruban (

梳梳到尾)” sisiran kedua “rumah tangga harmonis (二梳百年好合)”

11
dan sisiran ketiga “diberkati dengan banyak keturunan (三梳子孙满堂

)” sisiran keempat "diberkati dengan panjang umur (四梳白发齐眉)".

Setelah melakukan ritual pagi, tibalah saatnya untuk upacara. Upacara

dimulai dengan sembahyang untuk para leluhur demi meminta ijin

berlangsungnya acara, setelah itu keluarga beserta kedua calon

mempelai menikmati hidangan kue onde, ini melambangkan agar acara

yang akan dilangsungkan berjalan dengan lancar, layaknya bola yang

bergelinding.

e. Acara Tea Pay

Fungsi dari Tea pay sendiri ialah layaknya perkenalan bagi para

calon mempelai dengan keluarga dari kedua belah pihak. Selain itu

upacara yang dapat berarti “jualan teh” ini juga sebagai penghormatan

dari kedua calon mempelai kepada orang tua dan kerabat sepuh agar

mendoakan mempelai menjadi pasangan yang bahagia lahir batin dalam

susah dan senang.

2. Upacara Pernikahan

Mulai 3 - 7 hari menjelang hari pernikahan diadakan "memajang"

keluarga mempelai pria dan famili dekat, mereka berkunjung ke keluarga

mempelai wanita. Mereka membawa beberapa perangkat untuk meng-hias

kamar pengantin. Hamparan sprei harus dilakukan oleh keluarga pria yang

masih lengkap (hidup) dan bahagia. Di atas tempat tidur diletakkan mas

kawin.

Ada upacara makan-makan. Calon mempelai pria dilarang menemui

calon mempelai wanita sampai hari H. Malam dimana esok akan diadakan

12
upacara pernikahan, ada upacara "Liauw Tiaa". Upacara ini biasanya

dilakukan hanya untuk mengundang teman-teman calon kedua mempelai.

Tetapi adakalanya diadakan pesta besar-besaran sampai jauh malam. Pesta

ini diadakan di rumah mempelai wanita. Pada malam ini, calon mempelai

boleh digoda sepuas-puasnya oleh teman-teman putrinya. Malam ini juga

sering dipergunakan untuk kaum muda pria melihat-lihat calonnya (mencari

pacar).

3. Upacara Sembahyang Tuhan ("Cio Tao")

Di pagi hari pada upacara hari pernikahan, diadakan Cio Tao. Namun,

adakalanya upacara Sembahyang Tuhan ini diadakan pada tengah malam

menjelang pernikahan. Upacara Cio Tao ini terdiri dari:

a. Penghormatan kepada Tuhan

b. Penghormatan kepada Alam

c. Penghormatan kepada Leluhur

d. Penghormatan kepada Orang tua

e. Penghormatan kepada kedua mempelai.

Meja sembahyang berwarna merah 3 tingkat di bawahnya diberi 7

macam buah, dan l Srikaya, lambang kekayaan. Di bawah meja harus ada

jambangan berisi air, rumput berwarna hijau yang melambangkan alam nan

makmur. Di belakang meja ada tampah dengan garis tengah 2 meter dan di

atasnya ada tong kayu berisi sisir, timbangan, sumpit, dll. yang semuanya

itu melambangkan kebaikan, kejujuran, panjang umur dan setia.

Kedua mempelai memakai pakaian upacara kebesaran Cina yang disebut

baju "Pao". Mereka menuangkan teh sebagai tanda penghormatan dan

memberikan kepada yang dihormati, sambil mengelilingi tampah dan

13
berlutut serta bersujud. Upacara ini sangat sakral dan memberikan arti

secara simbolik.

4. Ke Kelenteng

Sesudah upacara di rumah, dilanjutkan ke Klenteng. Di sini upacara

penghormatan kepada Tuhan Allah dan para leluhur.

5. Penghormatan Orang tua dan Keluarga

Kembali ke rumah diadakan penghormatan kepada kedua orang tua,

keluarga, kerabat dekat. Setiap penghormatan harus dibalas dengan "ang

pauw" baik berupa uang maupun emas, permata. Penghormatan dapat lama,

bersujud dan bangun. Dapat juga sebentar, dengan disambut oleh yang

dihormati.

6. Upacara setelah Pesta Pernikahan

Selesai upacara penghormatan, pakaian kebesaran ditukar dengan

pakaian "ala barat". Pesta pernikahan di hotel atau tempat lain. Usai pesta,

ada upacara pengenalan mempelai pria ( Kiangsay ). Mengundang kiangsay

untuk makan malam, karena saat itu mempelai pria masih belum boleh

menginap di rumah mempelai wanita. Tiga hari sesudah menikah diadakan

upacara yang terdiri dari:

a. Teh Pei

Teh pai adalah setelah acara pernikahan dimana seluruh sanak keluarga

dari keluarga suami maupun istri memberikan hadiah sebagai dasar

pembangunan keluarga yang menikah, dimana dalam Teh pai ini pihak

tertua biasanya memberikan petuah kepada orang akan menikah, dalam

membina rumah tangga mereka. Selesai memberi petuah mereka

14
memberikan hadiah biasanya berbentuk perhiasan, uang, alat kebutuhan

rumah tangga sebagai tanda membantu perekonomian keluarga mereka.

b. Cia Kiangsay

Pada upacara yang dilakukan dirumah mempelai wanita.

Menjamu mempelai pria ("Cia Kiangsay") intinya adalah

memperkenalkan keluarga besar mempelai pria di rumah mempelai

wanita. Mempelai pria sudah boleh tinggal bersama.

c. Cia Ce'em

Merupakan upacara yang dilakukan di rumah mempelai pria,

memperkenalkan seluruh keluarga besar mempelai wanita. Tujuh hari

sesudah menikah diadakan upacara kunjungan ke rumah-rumah famili

yang ada orang tuanya. Mempelai wanita memakai pakaian adat

Cinayang lebih sederhana.

Prosesinya pun cukup mudah, kedua mempelai berlutut atau

membungkuk, sambil menjamu dan mempersilahkan kedua orang tua

menikmati teh yang telah dituang oleh mempelai pria dan diberikan oleh

mempelai wanita. Lalu setelah prosesi jamuan minum selesai, kedua

mempelaidibayar atau diberi hadiah berupa angpao biasanya berisi

perhiasan ataupun uang. Untuk perhiasan, orang tua biasanya langsung

memakaikan kepada mempelai wanita dan untuk uang angpao akan di

letakkan di atas nampan atau saku mempelai pria.

Semua prosesi adat di atas dapat dilakukan di jaman sekarang,

hanya saja bila masih ada perhelatan lain, sebut saja seperti pemberkatan

di gereja atau juga acara resepsi. Tidak menutup kemungkinan sebagian

masyarakat telah menyederhanakan bagian dari adat tersebut.

15
D. Makna Teh Pada Pernikahan Tionghoa

Teh banyak digunakan pada perayaan-perayaan masyarakat Tionghoa,

termasuk acara pernikahan, karena merupakan minuman rakyat dan menyajikan

teh merupakan sebuah bentuk tanda hormat. Biji bunga teratai yang biasanya

digunakan dalam teh pada acara pernikahan memiliki maksud. Kata "teratai"

dengan "tahun" memiliki bunyi yang hampir sama meskipun artinya berbeda,

sehingga orang Tionghoa percaya bahwa menaruh benda-benda itu pada teh

akan membantu pasangan yang baru menikah untuk melahirkan banyak anak,

sehingga orang tua kedua mempelai akan memiliki banyak cucu. Biji teratai /

Lian Zi diibaratkan sebagai Nian Zi, atau secara lengkap adalah Nian Nian You

Zi, yang dapat diartikan setiap tahun memiliki anak. Apabila terdapat tunas

yang telah muncul pada biji teratai tersebut, maka jangan lupa untuk

menghilangkannya karena tunas tersebut memiliki rasa yang pahit.

Menyajikan teh dengan memegang alas cangkir teh memakai kedua

belah tangan adalah sebuah bentuk penghormatan. Saat menyajikan teh,

pengantin wanita berada di sebelah kanan dari pengantin pria. Secara mudahnya

adalah pengantin wanita berada di sebelah kanan dari pundak kanan pengantin

pria. Contohnya adalah ketika mempersembahkan teh ke orang tua pengantin

pria, maka pengantin wanita berlutut di depan ayah pengantin pria, dan

pengantin pria berlutut di hadapan ibunya.

Disamping menyajikan teh kepada orang tua, mereka juga menyajikan

teh kepada yang lebih tinggi tingkatannya dan yang lebih tua dengan

16
menyebutkan tingkatan, misalnya paman pertama, bibi ketiga, kakak kedua, dan

sebagainya.

Sedangkan jika yang mendapat penghormatan tidak lebih tinggi

tingkatannya, namun tentunya harus lebih tua, seperti kakak, maka pengantin

pria dan wanita tidak perlu berlutut. Sebagai balasan, pasangan itu akan

menerima Hong Bao / Angpao yang berisi uang atau perhiasan.

E. Pengaruh Pada Adat Upcara Tionghoa

Ada beberapa pengaruh dari adat lain atau setempat seperti mengusir

setan atau mahkluk jahat dengan memakai beras kunyit yang ditabur menjelang

mempelai pria memasuki rumah mempelai wanita dan pemakaian sekapur sirih,

dan lain-lain. Adapun pengaruh dalam yang terjadi pada upacara pernikahan

tionghoa antara lain:

1. Pengaruh agama

Jelas terlihat perkembangannya sekalipun upacara Sembahyang

Tuhan/Cio Tao telah diadakan di rumah, tetapi untuk yang beragama

Kristen tetap ke Gereja dan upacara di Gereja. Perubahan ini makin tampak

jelas karena upacara di Kelenteng diganti dengan di gereja

2. Pengaruh pengetahuan dan teknologi

Dewasa ini orang-orang lebih mementingkan kepraktisan ketimbang

upacara yang berbelit-belit. Apalagi kehidupan di kota-kota besar yang

telah dipengaruhi oleh teknologi canggih. Sebagai suatu pranata adat yang

tumbuh dan mempengaruhi tingkah lakumasyarakat yang terlibat

di dalamnya, sasaran pelaksanaan adat pernikahan Tionghoa mengalami

masa transisi. Hal ini ditandai dengan terpisahnya masyarakat dari adat

17
pernikahan tersebut melalui pergeseran motif baik ke arah positif maupun

negatif dan konflik dalam keluarga. Dewasa ini masyarakat Tionghoa lebih

mementingkan kepraktisan ketimbang upacara adat. Hampir semua

peraturan yang diadatkan telah dilanggar. Kebanyakan upacara pernikahan

berdasarkan dari agama yang dianut.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan Negara yang

multikultural ataupun majemuk. Hal ini menyebabkan banyaknya budaya-

budaya serta adat istiadat yang masih dilestarikan, misalnya kebudayaan

pernikahan adat etnis Tionghoa. Didalam pernikahan adat ini banyak upacara-

upacara yang dilakukan misalnya upacara sembahyang tuhan, sangjit, upacara

tey pay, dan lain-lain. Upacara-upacara tersebut menjadi keunikan dalam

prosesi pernikahan adat Tionghoa itu sendiri.

B. Saran

Pada saat ini pelaksanaan adat pernikahan etnis Tionghoa hampir pudar.

Hal ini dikarnakan bahwa masyarakat Tionghoa lebih memintingkan

kepraktisan dibandingkan upacara adat, mereka menganggap bahwa

pelaksanaan upacara adat berbelit-belit. Bahkan, hampir semua peraturan yang

diadatkan dalam pernikahan Tionghoa telah dilanggar dan kebanyakan upacara

pernikahan yang mereka laksanakan berdasarkan dari agama yang dianut. Dari

masalah diatas tidak ada salahnya jika etnis Tionghoa tetap melaksanakan

upacara-upacara adat meskipun agama yang mereka anut tidak identik dengan

etnis Tionghoa, karna dengan itu tradisi-tradisi pernikahan ini tetap ada dan

tidak akan hilang.

19

Anda mungkin juga menyukai