BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Mammanu'-manu'
Prosesi ini dilakukan sebelum upacara pernikahan. Calon mempelai laki-laki akan
mendatangi orangtua mempelai perempuan dan meminta izin untuk mempersunting gadis
pujaannya. Momen ini juga dimanfaatkan untuk membahas besaran nilai uang panai dan
mahar, jika memang keluarga mempelai perempuan menerima pinangan sang laki-laki.
2. Mappetuada
Setelah tahap mammanu'-manu' selesai, prosesi pernikahan adat Bugis selanjutnya
adalah tahap mappetuada. Acara mappetuada ini bertujuan untuk mengumumkan apa
yang telah disepakati sebelumnya mengenai tanggal pernikahan, mahar dan lain-lain.
Biasanya di mappetuada, pinangan diresmikan dengan diberikan hantaran berupa
perhiasan kepada pihak perempuan.
4. Mappanre Temme
Karena mayoritas suku Bugis memeluk agama Islam, pada sore hari sehari
sebelum hari pernikahan, diadakan acara mappanre temme atau khatam al-Quran dan
pembacaan barzanji yang dipimpin oleh seorang imam.
5. Mappacci / Tudammpenni
Mappasili sendiri merupakan prosesi siraman. Prosesi siraman ini bertujuan untuk
tolak bala dan membersihkan calon mempelai lahir dan batin. Biasanya air siraman atau
mappasili diambil dari tujuh mata air dan juga berisi tujuh macam bunga. Selain itu
terdapat juga koin di dalam air mappasili.
Selesai mappasili, tamu undangan yang hadir akan berebut koin yang terdapat di
dalam air mappasili. Koin yang didapatkan akan diberikan kepada anaknya yang belum
menikah. Ada kepercayaan di orang-orang Bugis Makassar kalau anaknya akan mudah
mendapatkan jodoh setelah memiliki koin tersebut. Selain itu, saudara dan sepupu dari
calon mempelai yang belum menikah biasanya akan ikut dimandikan setelah calon
mempelai selesai. Semua itu dilakukan agar saudara dan sepupu dari calon mempelai
juga menjadi enteng jodoh.
6. Mappenre Botting
Mappenre botting berarti mengantar mempelai laki-laki ke rumah mempelai
perempuan. Mempelai laki-laki diantar oleh iring-iringan tanpa kehadiran orangtuanya.
Iring-iringan tersebut biasanya terdiri dari indo botting (inang pengantin) dan passepi
(pendamping mempelai).
7. Madduppa Botting
Setelah mappenre botting, dilakukan madduppa botting atau penyambutan
kedatangan mempelai laki-laki. Penyambutan ini biasanya dilakukan oleh dua orang
penyambut (satu remaja perempuan dan satu remaja laki-laki), dua orang pakkusu-kusu
(perempuan yang sudah menikah), dua orang pallipa sabbe (orangtua laki-laki dan
perempuan setengah baya sebagai wakil orangtua mempelai perempuan) dan seorang
perempuan penebar wenno.
8. Mappasikarawa / Mappasiluka
Setelah akad nikah, mempelai laki-laki dituntun menuju kamar mempelai
perempuan untuk melakukan sentuhan pertama. Bagi suku Bugis, sentuhan pertama
mempelai laki-laki memegang peran penting dalam keberhasilan kehidupan rumah
tangga pengantin.
9. Marola / Mapparola
Pada tahapan ini, mempelai perempuan melakukan kunjungan balasan ke rumah
mempelai lelaki. Bersama dengan iring-iringannya, pengantin perempuan membawa
sarung tenun sebagai hadiah pernikahan untuk keluarga suami.
11. Ziarah
Sehari setelah hari pernikahan berlangsung, kedua pengantin, bersama dengan
keluarga pengantin perempuan melakukan ziarah ke makam leluhur. Ziarah ini
merupakan bentuk penghormatan dan syukur atas pernikahan yang telah berlangsung
lancar.
Demikianlah prosesi pernikahan adat Bugis yang bisa diketahui. Banyak dari
masyarakat kadang lebih memilih pernikahan modern daripada tradisional karena
dianggap lebih sederhana. Namun nggak ada salahnya juga ketika kamu mengikuti
prosesi secara tradisional. Selain melestarikan budaya pernikahan juga akan lebih
berwarna.
Menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
bahwa perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha
esa. Penjelasan pasal 6 ayat 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang
perkawinan disebutkan bahwa perkawinan mempunyai maksud agar suami
dan istri dapat membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, dan sesuai pula
dengan hak azasi manusia, maka perkawinan harus disetujui oleh kedua
belah pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut, tanpa ada paksaan
dari pihak manapun. Menurut William Gode, dalam perspektif sosiologi,
perkawinan pada hakekatnya merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara
pria dan wanita dalam masyarakat dibawah suatu peraturan khusus atau khas
yang memiliki ciri ciri tertentu, sehingga si pria bertindak dan merupakan suami,
sedangkan wanita bertindak dan merupakan istri, keduanya dalam ikatan
yang sah. Nama Bugis sendiri, secara bahasa berasal dari kata “to Ugi “ yang
berarti orang Bugis. Penamaan Ugi merujuk pada raja pertama kerajaan
Cina (sekarang masuk dalam wilayah kabupaten Wajo), yaitu La
Sattumpungi. Mayoritas suku ini bermukim di Sulawesi Selatan, namun
juga dapat ditemui di provinsi lainnya di Indonesia dan beberapa negara
tetangga. Percepatan penyebaran suku Bugis ke berbagai wilayah didorong
oleh etos kerja yang tinggi yang tertanam dalam falsafah siri’ na pacce
yang mereka miliki
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dapat penulis paparkan
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prosesi acara adat mattudang penni?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap tradisi pernikahan
mattudang penni suku Bugis
3. Bagaimana Urgensi/pentingnya tradisi pernikahan Mattudang Penni
bagi masyarakat suku Bugis
C. Kerangka Teori
a.