Anda di halaman 1dari 14

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PENEBANGAN

LIAR DI KABUPATEN TABALONG, KALIMANTAN SELATAN

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Penegakan
Hukum terhadap Pelaku Penebangan Liar di Kabupaten Tabalong, Kalimantan
Selatan”.

Penulisan makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah hukum
lingkungan. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk pengembangan
wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Samarinda, 14 Juni 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PENENBANGAN LIAR DI
KABUPATEN TABALONG, KALIMANTAN SELATAN
..................................................................................................................................
1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................3
C. Pembahasan......................................................................................................3
1. Faktor penyebab praktek penebangan secara liar di Kabupaten Tabalong,
Kalimantan Selatan
3
2. Dampak dari penebangan secara liar.............................................................5
3. Penegakan hukum terhadap pelaku penebangan liar di Kabupaten
Tabalong, Kalimantan Selatan
6
D. Simpulan...........................................................................................................9
1. Kesimpulan...................................................................................................9
2. Saran............................................................................................................11
E. Daftar Pustaka.................................................................................................11

ii
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU PENENBANGAN LIAR DI
KABUPATEN TABALONG, KALIMANTAN SELATAN

A. Latar Belakang
Hutan adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang dianugerahkan kebada
bangsa Indonesia sebagai sebuah karunia kekayaan alam yang tak ternilai
harganya yang harus disyukuri, karena itu hutan harus dirawat dan dimanfaatkan
dengan baik, sebagai rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sejalan dengan
ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan
konstitusional yang mewajibkan agar bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa
mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan berkelanjutan.
Dari ketentuan tersebut, nampak bahwa Negara menguasai sumber- sumber
kekayaan alam yang terkandung di bumi Indonesia, dan hutan merupakan diantara
sumber kekayaan alam yang dikuasai oleh Negara. Dalam hal penguasaan hutan
oleh Negara bahwa negara bahwa Negara bukan pemilik dalam arti mutlak, tetapi
Negara memberi wewenang kepada pemerintah untuk mengatur dan mengurus
segala sesuatu yang berkaitan dengan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan,
mengatur dan menetapkan hubungan hutan, antara orang dengan hutan atau
kawasan hutan dan hasil hutan, serta mengatur perbuatan hukum mengenai
kehutanan, selanjutnya pemerintah mempunyai wewenang untuk member izin dan
hak kepada pihak lain untuk melakukan kegiatan di bidang kehutanan.
Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (UU Kehutanan) memberikan definisi mengenai hutan, bahwa hutan
adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya
alam hayati yang di dominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.
Sebagaimana diketahui bahwa setiap pembangunan membawa dampak
terhadap perubahan lingkungan terutama eksploitasi sumber daya hutan dalam
rangka pengelolaan dan pemanfaatan hasil hutan jelas menimbulkan efek dari
perubahan tersebut. Dengan kata lain bahwa eksploitasi sumber daya hutan ini

1
merupakan salah satu bentuk perusakan hutan. Akan tetapi, eksploitasi tersebut
tidak digolongkan sebagai perbuatan melawan hukum jika dilakukan sesuai dengan
mekanisme yang terstruktur dan tersistem dengan matang dengan
mempertimbangkan upaya-upaya perlindungan hutan seperti reboisasi atau
penebangan yang teratur dengan sistem Tebang Pilih Indonesia (TPI) dan
sebagainya.
Perusakan hutan yang berdampak negatif salah satunya adalah kejahatan
pembalakan liar (illegal logging) yang merupakan kegiatan unpredictable terhadap
kondisi hutan setelah penebangan, karena di luar dari perencanaan yang ada.
Tindak pidana pembalakan liar saat ini bukan hanya permasalahan internal bangsa,
akan tetapi menjadi isu global, karena tindak pidana pembalakan liar ini
mempunyai dampak yang besar terutama menyangkut aspek sosial budaya,
ekonomi, politik, maupun aspek penegak hukum. Dalam pengembangannya tindak
pidana ini menjadi kejahatan yang berskala besar, dan mempunyai jaringan yang
luas. Tindak pidana pembalakan liar menjadi ancaman besar bagi kelestarian hutan
di Indonesia, padahal telah diatur secara tegas di dalam Pasal 50 Ayat (3) UU
Kehutanan, dan diberikan sanksi pidana yang terdapat di dalam Pasal 78 UU
Kehutanan.
Tindak Pidana pembalakan liar menyebabkan kerusakan hutan semakin
parah terutama terganggunya keseimbangan ekosistem hutan dan lingkungan hidup
sekitarnya terhadap tindakan pembalakan liar yang dilakukan oleh orang/badan
hukum tanpa memperhatikan lingkungan hidup dan hutan yang mengakibatkan
kerusakan hutan dan mengabaikan peraturan perundang-undangan yang belaku,
maka pemerintah berupaya untuk menanggulangi tindakan pembalakan liar dengan
disahkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan. Upaya pencegahan dan pemberantasan perusakan
hutan ini bertujuan untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup di Indonesia,
terutama di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

B. Rumusan Masalah
Adapun beberapa rumusan masalah dari makalah ini, yaitu:
1. Apa saja faktor penyebab praktek penebangan secara liar di Kabupaten
Tabalong, Kalimantan Selatan?
2. Apa saja dampak dari penebangan secara liar?

2
3. Bagaimana penegakan hukum terhadap pelaku penebangan liar di
Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan?

C. Pembahasan

1. Faktor penyebab praktek penebangan secara liar di Kabupaten Tabalong,


Kalimantan Selatan

Penebangan pohon secara liar oleh masyarakat di wilayah Desa


Solan dan Lano dilakukan untuk memenuhi tinggnya permintaan pasokan
bahan baku kayu oleh industri pengolahan kayu yang banyak terdapat di
wilayah Kecamatan Jaro dan Muara Uya. Masyarakat menilai usaha di
bidang perkayuan secara instan mampu memenuhi kebutuhan ekonomi
mereka, yang dapat memberikan penghasilan secara langsung lebih besar
dalam waktu singkat dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Masyarakat
telah terbiasa menerima pinjaman uang dari para pemodal (cukong) yang
pelunasannya akan diperhitungkan dengan kayu yang mereka hasilkan.
Keberadaan kawasan hutan dengan potensi kayu di dalamnya ditambah
dengan lemahnya aspek penegakan hukum memberikan peluang kepada
masyarakat untuk melakukan ekstraksi terhadap potensi kayu yang ada.
Faktor kemiskinan selalu dijadikan alasan bagi masyarakat sehingga
mereka sangat menggantungkan hidupnya dari aktivitas penebangan pohon.
Kemiskinan dan minimnya jumlah lapangan pekerjaan, rendahnya
pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki, serta ketiadaan modal
usaha mengakibatkan mereka berprofesi sebagai penebang pohon. Sebagian
besar masyarakat Desa Solan dan Lano secara turun-temurun bekerja di
bidang perkayuan, bahkan sebagian anak-anak remaja telah mulai
melakukan pekerjaan tersebut. Karena itu, masyarakat merasa tidak
mempunyai keterampilan kerja lain selain menebang pohon sehingga
pekerjaan ini sangat sulit untuk ditinggalkan.
Alasan kemiskinan tersebut dimanfaatkan oleh para investor yang
tidak bertanggung jawab untuk mengeruk keuntungan cepat dengan
memprovokasi masyarakat untuk melakukan penebangan liar. Kurangnya
alternatif mata pencaharian serta terbatasnya keterampilan kerja menjadikan

3
sebagian masyarakat menggantungkan hidupnya pada kegiatan penebangan
liar. Penebangan liar tidak mebuat masyarakat local menjadi kaya atau
meningkat kesejahteraannya. Fakta menunjukkan bahwa rumah tangga yang
mata pencaharian utamanya bersumber dari penebangan hutan cenderung
lebih miskin disbanding masyarakat lainnya.
Masyarakat berasumsi bahwa hutan tumbuh secara alami sehingga
siapa saja berhak untuk memanfaatkannya. Belum mantapnya status
kawasan hutan di Kabupaten Tabalong tersebut yang diindikasikan dengan
tingginya pengakuan penguasaan lahan kawasan hutan oleh masyarakat
juga menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya penebangan secara liar.
Kesadaran masyarakat sekitar hutan di Kabupaten Tabalong akan status
keberadaan hutan sebagai hutan negara masih sangat rendah. Selain itu,
adanya berbagai rencana usaha pertambangan batu bara di wilayah tersebut
menyebabkan masyrakat marak melakukan upaya-upaya penguasaan lahan
(okupasi) yang diseratai dengan aktifita penebangan pohon secara liar.
Lemahnya penegakan hukum juga menjadi penyebab masyarakat pelaku
penebangan liar secara terus- menerus serta terang-terangan menjadikan
menebang pohon sebagai salah satu lapangan pekerjaan.

2. Dampak dari penebangan secara liar

Penebangan hutan secara illegal itu sangat berdampak terhadap


keadaan ekosistem di Indonesia. Penebangan member dampak yang sangat
merugikan masyarakat sekitar, bahkan masyarakat dunia. Kerugian yang
diakibatkan oleh kerusakan hutan tidak hanya kerusakan secara nilai
ekonomi, tetapi juga mengakibatkan hilangnya nyawa yang tak ternilai
harganya. Adapun dampak-dampak illegal logging sebagai berikut;

Pertama, dampak yang sudah mulai terasa sekarang adalah pada saat
musim hujan wilayah Indonesia nsering dilanda banjir dan tanah longsor

Kedua, illegal logging juga mengakibatkan berkurangnya sumber


mata air di daerah perhutanan. Pohon-pohon di hutan yang biasanya
menjadi penyerap air untuk menyediakan sumber mata air untuk
kepentingan masyarakat setempat, sekarang habis ditebangi oleh para
penebang liar.

4
Ketiga, semakin berkurangnya lapisan tanah yang subur. Lapisan
tanah yang subur sering terbawa arus banjir yang melanda Indonesia.
Akibatnya tanah yang subur semakin berkurang.

Keempat, illegal logging juga membawa dampak musnahnya


berbagai fauna dan flora yang hidup dan berkembang di hutan tersebut,
yang sekarang hidupnya bisa terancam jika penebangan liar dibiarkan terus-
menerus.

Kelima, dampak yang paling kompleks dari adanya illegal logging


ini adalah global warming yang sekarang sedang mengancam dunia dalam
kekalutan dan ketakutan yang mendalam.

Keenam, kasus illegal logging yang terjadi dimana-mana, sehingga


mengakibatkan tidak hanya kerugian bagi Negara, tetapi juga
mengakibatkan kerugian bagi semua makhluk hidup disekitarnya yang
kemudian berdampak pada terjadinya bencana alam.

Maka, dari dampak-dampak yang disebutkan diatas. Kita seharusnya


sebagai warga negara juga bisa mengupayakan agar penebangan secara liar
di Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan bisa dihentikan.

3. Penegakan hukum terhadap pelaku penebangan liar di Kabupaten


Tabalong, Kalimantan Selatan

Kejahatan pembalakan liar (illegal logging) merupakan tindak


pidana khusus yang dalam kategori hukum pidana yang perbuatannya
khusus, yaitu untuk delik-delik kehutanan yang menyangkut pengelolaan
hasil hutan kayu. Pada dasarnya kejahatan illegal logging, secara umum
kaitannya dengan unsur-unsur tindak pidana umum dalam Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP), dapat dikelompokkan ke dalam beberapa
bentuk kejahatan secara umum, yaitu:

a. Pengrusakan
b. Pencurian
c. Penyelundupan
d. Pemalsuan
e. Penggelapan

5
f. Penadahan

Upaya menangani perusakan hutan sesungguhnya telah lama


dilaukan, tetapi belum berjalan secara efektif dan belum menunjukkan hasil
yang optimal. Hal itu antara lain disebabkan oleh peraturan perundang-
undangan yang ada belum secara tegas mengatur tindak pidana perusakan
hutan yang dilakukan secara terorganisasi. Oleh karena itu, disusunlah
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakaan Hutan yang merupakan paying hukum baru agar
perusakan hutan secara terorganisasi dapat ditangani secara efektif dan
efisien serta pemberian efek jera kepada pelakunya. Upaya pemberantasan
perusakan hutan melalui undang- undang ini dilaksanakan dengan
mengedepankan asas keadilan dan kepastian hukum, keberlanjutan,
tanggung jawab negara, partisipasi masyarakat, tanggung gugat, prioritas,
serta keterpaduan dan koordinasi.
Guna mengatasi permasalahan hutan di Indonesia yang berdampak
penderitaan pada manusia, perlu adanya usaha-usaha yang harus ditempuh,
di antaranya:

a. Penebangan pohon di hutan harus segera dihentikan. Apabila


tetap berlanjut, harus direncanakan, terarah, teratur, dan tidak
semena-mena;
b. Melakukan tebang pilih, yaitu pohon yang akan ditebang harus
memenuhi ukuran tertentu, tidak ditebang semuanya;
c. Membatasi izin penebangan hutan secara selektif kepada para
pengusaha yang nakal harus di hukum sesuai dengan hukum
yang berlaku;
d. Meningkatkan pengawasan yang melibatkan semua pihak
terhadap penggunaan hutan;
e. Tidak melakukan pembakaran hutan dengan dalih apapun; dan
f. Laksanakan hukum secara benar dan adil untuk semua pihak.

Upaya untuk menanggulangi praktek pembalakan liar (illegal

6
logging) dapat dilakukan melalui upaya pencegahan (preventif) dan upaya

penanggulangan (represif). Untuk menanggulangi praktek penebangan


secara liar yang terjadi di Kabupaten Tabalong terdapat dua upaya
pendekatan yang dilakukan pemerintah, yakni:
a. Pendekatan yang bersifat preventif
Tindakan preventif merupakan tindakan yang berorientasi ke
depan yang sifatnya strategis dan merupakan rencana aksi
jangka menengah dan jangka panjang, namun harus dipandang
sebagai tindakan yang mendesak untuk segera dilaksanakan.
Pendekatan preventif dapat dilakukan melalui:
1) Pendekatan kepada masyarakat;
2) Melakukan pembinaan kepada masyarakat;
3) Reboisasi atau penenaman kembali hutan yang gundul;
dan
4) Pemberdayaan masyarakat.

b. Tindakan represif

1) Melakukan Operasi
Upaya ini dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam
meminimalisir praktek penebangan secara liar agar
memperketat patrol kehutan dengan menempatkan pos jaga
di sekitar kawasan hutan.
2) Membentuk petugas pengamanan hutan
Mengingat kasus pembalakan liar (illegal logging) yang
makin meningkat, maka aparat penegak hukum membentuk
tim untuk menjaga kawasan hutan yang rawan akan praktek
penebangan liar. Hal ini dilakukan agar aparat penegak
hukum bisa mencegah kerusakan hutan akibat penebangan
liar yang dilakukan oleh orang- orang yang tidak
bertanggung jawab.
3) Menerapkan sanksi yang berat bagi mereka yang masih
melanggar
Diharapkan kepada aparat penegak hukum yang terkait lebih

7
memperhatikan hutan dikawasan Kabupaten Tabalong dan
menerapkan sanksi yang seberat-beratnya bagi para pelaku
penebangan liar. Karena hutan sangat penting bagi
kehidupan semua makhluk.

D. Simpulan

1. Kesimpulan

a. Hutan adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa, yang dianugerahkan


kebada bangsa Indonesia sebagai sebuah karunia kekayaan alam yang
tak ternilai harganya yang harus disyukuri, karena itu hutan harus
dirawat dan dimanfaatkan dengan baik, sebagai rasa syukur kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Sejalan dengan ketentuan Pasal 33 Undang-
Undang Dasar 1945 yang merupakan landasan konstitusional yang
mewajibkan agar bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat, maka penyelenggaraan kehutanan senantiasa
mengandung jiwa dan semangat kerakyatan, berkeadilan dan
berkelanjutan.
b. Dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang
Kehutanan (UU Kehutanan) memberikan definisi mengenai hutan,
bahwa hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan
berisi sumber daya alam hayati yang di dominasi oleh pepohonan dalam
persekutuan alam lingkungannya yang satu dengan yang lainnya tidak
dapat dipisahkan.
c. Penebangan pohon secara liar oleh masyarakat di wilayah Desa Solan
dan Lano dilakukan untuk memenuhi tinggnya permintaan pasokan
bahan baku kayu oleh industri pengolahan kayu yang banyak terdapat di
wilayah Kecamatan Jaro dan Muara Uya.Faktor kemiskinan selalu
dijadikan alasan bagi masyarakat sehingga mereka sangat
menggantungkan hidupnya dari aktivitas penebangan pohon.
Kemiskinan dan minimnya jumlah lapangan pekerjaan, rendahnya
pendidikan dan keterampilan yang mereka miliki, serta ketiadaan modal
usaha mengakibatkan mereka berprofesi sebagai penebang pohon.

8
d. Penebangan hutan secara illegal itu sangat berdampak terhadap keadaan
ekosistem di Indonesia. Penebangan member dampak yang sangat
merugikan masyarakat sekitar, bahkan masyarakat dunia. Kerugian
yang diakibatkan oleh kerusakan hutan tidak hanya kerusakan secara
nilai ekonomi, tetapi juga mengakibatkan hilangnya nyawa yang tak
ternilai harganya.
e. Kejahatan pembalakan liar (illegal logging) merupakan tindak pidana
khusus yang dalam kategori hukum pidana yang perbuatannya khusus,
yaitu untuk delik-delik kehutanan yang menyangkut pengelolaan hasil
hutan kayu. Upaya untuk menanggulangi praktek pembalakan liar
(illegal logging) dapat dilakukan melalui upaya pencegahan (preventif)
dan upaya penanggulangan (represif)

2. Saran
Diperlukan upaya penegakan hukum secara sinergis oleh berbagai
pihak pada semua tingkatan serta berefek jera dan tidak menimbulkan
kecemburuan akibat ketidakadilan, untuk pengelolaan hutan tersebut harus
melibatkan seluruh stakeholders yaitu pemerintah, masyarakat, dan sektor
swasta atau dunia usaha, komponen tersebut saling berinteraksi dan
menjalankan fungsinya masing-masing secara gotong royong. Serta untuk
aparat penegak hukum diharapkan agar lebih memperhatikan kawasan
hutan di wilayah Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan.

9
Daftar Pustaka

Bambang Tri Bawono dan Anis Mashdurohatun, 2011, Penegakkan Hukum Pidana
di Bidang Illegal Logging Bagi Kelestarian Lingkungan Hidup dan Upaya
Penanggulangannya, Vol. XXVI No. 2, Jurnal Hukum, Fakultas Hukum
Unissula, Semarang.

Fuzi Nandriani, 2018, Upaya Masyarakat Dalam Pencegahan dan Pemberantasan


Pembalakan Liar di Indonesia, Vol 18 No. 2, Jurnal Penelitian Hukum DE
JURE, Jakarta Selatan.

Hendra dkk, 2014, Penanggulangan Tindak Pidana Pembalakan Liar oleh Dinas
Kehutanan dalam Rangka Melestarikan Fungsi Lingkungan di Kabupaten
Muaro Bungo, Volume 1, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta, Padang.

Husni. 2015. Kebijakan Formulasi Pertanggungjawaban Pidana Terhadap


Korporasi. Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
REUSAM: Volume IV Nomor 1.

Imam Nurisad dkk, 2006, Analisis Pendapatan Masyarakat Eks-Pelaku Illegal


Logging di Desa Mayak Kecamatan Muara Pawan Kabupaten Ketapang,
Volume 1, Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Imam Wahyudi dkk, 2016, Penertiban Penebangan Pohon Perindang Secara Liar di
Kota Denpasar, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Bali.

Josefhin Mareta, 2016, Tindak Pidana Illegal Logging Dalam Konsep Keamanan
Nasional, Volume 5 No. 1, Jurnal RechtsVinding, Jakarta.

Kurniawan Basuki dkk, 2013, Analisis Faktor Penyebab dan Strategi Pencegahan
Pembalakan Liar (Illegal Logging) di Kabupaten Tabalong, Volume 1,
EnviroScienteae 9, Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarmasin.

Muhammad Ridwanta Tarigan, 2017, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap


Pelaku Penebangan Hutan Secara Illegal menurut UU No.18 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Kerusakan Hutan, Vol. 1 No.1,
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan.

1
Mukhlis dkk, 2010, Hukum Administrasi Lingkungan Kontemporer, Malang: Setara
Press.

Teguh Soedarsono, 2010, Penegakan Hukum dan Putusan Peradilan Kasus – Kasus
Illegal Logging, Volume 17 No. 1, Jurnal Hukum, Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban Republik Indonesia, Jakarta.

Winarno Pudyatmojo, 2013, Penegakkan Hukum Tindak Pidana Illegal Loging


(Antara Harapan dan Kenyataan), Vol. 2 No. 2, Yustisia, Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret, Solo.

Anda mungkin juga menyukai