Anda di halaman 1dari 5

SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT

KABUPATEN KERINCI - JAMBI

Pada masa lampau masyarakat alam kerinci hidup secara mengelompok dan
tinggal di pemukiman yang disebut “ Duseung “ (Dusun). Sebuah dusun dihuni
oleh masyarakat dari satu akar kelompok keturunan (Geneologis) yang satu
keturunan berdasarkan garis keturunan Matrilinieal.

Didalam “duseung” (Dusun) terdapat beberapa larik / deretan rumah


panjang yang dibangun secara berdempetan yang dihubungkan dengan pintu dari
satu rumah ke rumah yang lain. Setiap larik/deretan dibangun rumah khas kerinci
berupa rumah panjang, dan setiap larik memiliki tetua suku, dan nama larik
disesuaikan dengan nama suku yang menetap, dari kelompok larik terdapat
beberapa “Tumbi”.

Tumbi adalah sekelompok kecil masyarakat didalam larik, dalam satu


keluarga kecil yang terdiri dari beberapa anggota keluarga kerabat dekat.
Selanjutnya kelompok terpenting diantara tumbi-tumbi yang ada disebut “Kalbu”,
dalam kalbu terdapat pemangku adat yang mengatur jalannya kehidupan
masyarakat dalam kalbu. Gabungan dari beberapa dusun dan kelompok
masyarakat adat disebut “Kemendapoan” yang dipimpin “Mendapo”. Dalam
realita kehidupan masyarakat, bila warganya menetap diluar dusunnya, namun
secara adat/budaya mereka masih tetap sebagai luhah asalnya.

Bentuk asli territorial yang ditempati oleh sekumpulan orang disebut


“Naghoi” atau “Duseung”. Naghoi telah mempunyai tatanan kemasyarakatan yang
dipimpin kepala-kepala suku yang bergelar Depati atau Ninik Mamak dalam
bentuk republik kecil.

Dusun merupakan tempat berdirinya “Umouh Gdeing” atau Rumah Gedang,


rumah gedang ini memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat adat dan pengaruh sakral pada pandangan anak-anak negeri di dusun.

1
Yang dimaksud rumah adat di alam Kerinci (Depati Rusdi Daud ) adalah
rumah larik berbanjar, berbeda dengan “Umouh Gdeang”, larik sebagai rumah
panjang yang dibagi atas petak-petak yang ditempati oleh satu keluarga Batih
(batih terdiri dari suami-istri beserta anak-anak mereka). Susunan keluarga batih
ini merupakan stelsel matrilineal, jadi tidak benar ada pendapat yang mengatakan
alam Kerinci mempergunakan sistem beliteral, andaipun ada hal ini dikarenakan
Ico pakai buatan yang menyimpang dari ketentuan adat asli, salah satu bagian
petak rumah yang tertua pada rumah larik dijadikan “Umouh Gdeang”, rumah ini
berfungsi sebagai :

 Tempat menyimpan benda-benda budaya/benda pusaka ninik moyang


seperti keris, tombak tambo, piagam, Cap Raja, Dll.
 Tempat musyawarah ketua-ketua kelebu atau perut yang jabatan/gelarnya
depati, permenti atau ninik mamak, tempat kepatan anak jantan dan anak
betino.
 Tempat penobatan anak jantan untuk menjadi Depati Ninik Mamak yang
telah dipilih oleh anak negeri yang diadakan pada saat kenduri Sko.
 Tempat para Ninik Mamak memutuskan hukum adat, jika timbul sesuatu
masalah yang menyangkut Undang Adat.

Adat Perkawinan :
I. Pra Nikah
a. Penjajakan atau Batuaik
Awal dari sebuah perkawinan menjadi urusan keluarga, bermula dari
penjajakan. Di Kerinci kegiatan ini disebut dengan istilah Batuaik atau batanyo
yaitu melakukan penjajakan pertama. Tata cara pelaksanaannya berbeda-beda di
Kerinci. Ada Desa dimana perempuan yang datang dahulu melamar. Tapi ada juga
Desa dimana pihak laki-laki yang melakukan pelamaran. Namun sesuai dengan
system kekerabatan matrilineal yang berlaku di Kerinci, maka yang umum
melakukan lamaran ini adalah pihak keluarga perempuan.

2
b. Meminta izin ( Ngumpul Ninik Mamak )
Pada hari yang telah ditentukan, pihak keluarga anak gadis yang akan
dijodohkan itu dengan dipimpin oleh mamak-mamaknya datang bersama-sama
kerumah keluarga calon muda yang dituju. Lazimnya untuk acara pertemuan
resmi pertama ini diikuti oleh ayah dan ibu si gadis dan diiringkan oleh beberapa
orang wanita yang patut-patut dari keluarganya. Dan biasanya rombongan yang
datang juga telah membawa seorang juru bicara yang mahir berbasa-basi dan fasih
berkata-kata, jika sekiranya si mamak sendiri bukan orang ahli untuk itu.
Namun pada saat ini, acara meminang atau bertunang telah jarang
dilakukan, karena banyak terjadi salah satu pihak ada yang melanggar perjanjian.
Sehingga membuat salah satu keluarga menjadi malu, karena pernikahan
dibatalkan. Saat ini banyak orang yang setelah selesai perundingan, langsung ke
tahap akad nikah. Jarak antara perundingan ke acara akad nikah, biasanya satu
bulan atau satu minggu, tergantung kesepakatan keluarga masing-masing.

II. Perkawinan / Pernikahan

a. Akad Nikah

Akad nikah biasanya dilakukan di rumah pengantin wanita, atau di mesjid.


Pada zaman dahulu dilakukan di rumah pengantin wanita. Namun saat ini,
sebagian masyarakat melaksanakan akad nikah di Mesjid. Pengantin pria bersama
rombongan datang kerumah pengantin wanita, yang dihadiri oleh ninik mamak
(Orang Adat). Maka di adakanlah akad nikah secara Islam. Yang dihadiri oleh
penghulu, wali, dan saksi-saksi. Setelah acara akad nikah selesai, maka para
keluarga kedua belah pihak makan bersama / syukuran di acara kenduri
pernikahan. Keluarga yang menyediakan makanan adalah pihak perempuan yang
telah menyiapkan semua hidangan. Setelah acara kenduri selesai, biasanya
diadakan hiburan untuk keluarga dan masyarakat. Setelah selesai acara hiburan,
maka pengantin pria kembali pulang kerumahnya, dan keluarganya semua. Karena
besok pagi akan di adakan upacara penjemputan pengantian pria oleh pengantin
wanita beserta keluarganya.

3
b. Penjemputan Pengantin Pria

Acara yang paling pokok dalam perkawinan menurut adat istiadat


mempersandingkan pengantin wanita dan pengantin pria di pelaminan dengan
disaksikan oleh para tamu yang hadir. Untuk itulah pihak pengantin wanita
bersama keluarga besarnya datang menjemput pengantin pria, dengan diarak
menuju rumah pengantin pria. Pada upacara ini, pengantin menggunakan pakaian
adat Kerinci. Pakaian pengantin wanita berupa baju kurung, kain songket, hiasan
kepala (kuluk), asesoris lain, sedangkan pakaian pengantin pria menggunakan
baju teluk belango, topi adat dan memakai selempang, kain songket, serta keris.

Setelah selesai upacara penjemputan, pengantin wanita dan pria, diarak


kembali menuju rumah mempelai wanita. Rombongan keluarga pengantin pria,
membawa seserahan berupa kasur, bantal, selimut, perlengkapan mandi,
kosmetik, dan sebagainya. Sesampainya dirumah pengantin wanita, pengantin
disandingkan disandingkan kembali. Para utusan keluarga kedua belah pihak,
kembali berbalas pantun. Adapun isi dari pantun tersebut bermakna, keluarga
pengantin pria menyerahkan atau mengantar pengantin pria untuk tinggal dirumah
pengantin wanita.

Berkaitan dengan sistem kekerabatan matrilineal, setelah upacara


pernikahan usai diselenggarakan, maka suami tinggal dirumah istrinya.
Sungguhpun ia bertempat kediaman dirumah sang istri, bukan berarti ia menjadi
kepala keluarga dirumah istrinya. Dirumah istrinya berkedudukan sebagai
semenda (uhang sumendo).

c. Resepsi

Seiring dengan perkembangan zaman, maka keesokan harinya diadakan


resepsi atau pesta, untuk mengundang para tamu undangan, kerabat jauh dan
dekat. Resepsi ini di adakan di rumah pengantin wanita, atau di gedung pertemuan
namun ada juga di adakan di rumah pengantin laki-laki. Tergantung dengan
kesepakatan keluarga.

4
5

Anda mungkin juga menyukai