Anda di halaman 1dari 4

Pernikahan adat di Bali terdiri dari beberapa tahapan yang harus dilalui oleh calon

mempelai wanita dan pria. Setelah itu dilangsungkan upacara adat, disertai dengan dokumen-
dokumen tertulis termasuk pengesahan pemimpin upacara pernikahan adat tersebut. Setelah
semua proses tersebut dilalui barulah pasangan tersebut sah sebagai suami istri sah di mata
agama,hukum dan masyarakat.
Tujuan adanya pernikahan (pawiwahan) ataupun perkawinan secara umum, baik itu
dilakukan dengan upacara adat Bali ataupun upacara lainnya, tentunya soal harapan
mendapatkan kebahagiaan karena menyatunya sebuah cinta yang berkomitmen untuk
menjalani hidup sampai akhir hayat bersama baik itu susah dan duka, kemudian bisa
mendapatkan keturunan atau generasi penerus yang berbakti, sehingga nantinya
membawa berkat bagi keluarga dan banyak orang dan diharapkan kehidupan serta
kebahagiaan manusia tersebut lebih sempurna dan juga menikmati kepuasan seksual
yang tidak bertentangan dengan landasan agama dan dharma.
Bali sendiri menganut sistem perkawinan Patrilineal, dimana masyarakat mengatur
keturunan ataupun hak asli waris berdasarkan keturunan ayah atau laki-laki, sedangkan
pihak wanita dilepaskan hukumnya dari keluarganya.
Berikut tata cara pernikahan adat di Bali dalam agama Hindu;

 Menentukan hari baik


Warga yang akan melakukan upacara pernikahan ini memilih hari baik sesuai dengan
kalender Hindu, hari baik dipilih mulai dari calon mempelai pria datang untuk nyedek
(memberitahukan) dan hari melangsungkan pernikahan sesuai hari yang disepakati
oleh kedua belah pihak keluarga. Pemilihan hari baik diyakini akan mempengaruhi
kelancaran melakukan upacara tersebut dan juga kehidupan mereka sebagai suami
istri saat berumah tangga nantinya.

 Ngekeb
Dalam pernikahan adat Bali, proses upacara ngekeb adalah untuk mempersiapkan
calon pengantin wanita, seperti melakukan luluran pada tubuh dari bahan-bahan
seperti kunyit beras, kenangan dan daun merak yang sudah ditumbuk halus. Persiapan
ini untuk menyambut datangnya calon pengantin pria esok harinya. Setelah masuk
kamar, calon pengantin wanita tidak boleh keluar kamar lagi sampai calon mempelai
pria dan keluarganya datang untuk menjemput. Upacara Ngekeb ini bertujuan selain
untuk mempersiapkan mental calon pengantin dan berdoa kepada kepada Ida Sang
Hyang Widi agar dianugrahkan kebahagiaan lahir dan batin.

 Penjemputan Calon Mempelai Wanita


Seperti tradisi upacara pernikahan adat yang biasa dan lazim dilakukan di kediaman
keluarga laki-laki, sehingga pihak keluarga mempelai pria menjemput calon dari
mempelai calon wanita. Saat penjemputan, calon mempelai wanita sudah siap dengan
menggunakan pakaian adat Bali diselimuti kain kuning tipis dari ujung rambut sampai
ujung kaki, kain tersebut dikenakan mengandung filosofi kalau calon mempelai ini
sudah siap untuk meninggalkan masa lajangnya, mengubur masa lalunya untuk proses
menyongsong kehidupan baru, yaitu kehidupan berumah tangga.
 Mungkah Lawang
Dalam proses upacara adat pernikahan berikutnya adalah acara mungkah lawang
(buka pintu). Utusan dari calon mempelai laki-laki datang untuk mengetok pintu
kamar calon pengantin wanita, di saat tersebut juga dibarengi tembang-tembang Bali
yang mengisyaratkan akan kedatangan pihak laki-laki, meminta agar dibukakan pintu.
Dan selanjutnya calon mempelai wanita di bawa kerumah kediaman mempelai laki-
laki tanpa dikuti oleh keluarga perempuan, dengan cara digendong dan dibawa
menggunakan tandu.

 Mesegeh Agung
Sebelum memasuki pekarangan rumah mempelai laki-laki, kedua mempelai
menghadapi prosesi mesegeh Agung. Kain kuning yang menutupi tubuh mempelai
wanita akan dibuka oleh calon ibu mertuanya ditukar dengan uang kepeng satakan,
pertanda menyambut dunia baru dan mengubur segala masa lalu, dan sebagai
ungkapan selamat datang pada mempelai wanita.

 Medengen-dengenan (mekala-kalaan)
Dalam upacara adat pernikahan di Bali, prosesi ini akan dipimpin oleh seorang
pemimpin agama seperti pendeta ataupun pemangku adat sesuai dengan adat dan
budaya masing-masing daerah, upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri kedua
mempelai disertai dengan sejumlah prosesi seperti Menyentuhkan Kaki pada Kala
Sepetan, Jual Beli antara mempelai wanita dan pria, Menusuk Tikeh Dadakan yang
dilakukan oleh mempelai pria sebagai simbol kekuatan Lingga dan Yoni dan terakhir
Memutuskan Benang yang terentang pada batang pohon dadap yang menganalogikan
kedua mempelai siap memasuki dunia baru dengan kehidupan berkeluarga.

 Upacara Mewidhi Widana


Prosesi upacara adat pernikahan yang wajib dilalui adalah Mewidhi Widana, pada saat
ini prosesi dipimpin oleh seorang pendeta atapun sulinggih, bunyi genta mengiringi
prosesi ini untuk menyempurnakan upacara pernikahan, membersihkan diri kedua
mempelai setelah upacara-upacara sebelumnya. Pada saat ini keduanya menuju
sanggah atau pura merajan di pekarangan rumah, memberitahukan akan hadirnya
keluarga baru kepada leluhur, memohon ijin dan restu agar kehidupan berkeluarga
keduanya dilanggengkan, bahagian dan memiliki keturunan yang baik. Pada saat
tersebut kedua mempelai memakai pakaian kebesaran pengantin bahkan bisa juga
dengan pakaian adat biasa sesuai kemampuan.

 Upacara Mejauman (Ma Pejati)


Ini adalah prosesi terahkir dalam upacara adat pernikahan di Bali, pada saat ini identik
juga dengan “ngabe tipat bantal” atau membawa tipat bantal beberapa daerah
menyebutnya sebagai upacara “meserah”. Saat ini wanita yang mengikuti sang suami
datang kembali ke keluarga wanita didampingi oleh keluarga besar, kerabat dan
tetangga dari keluarga pria. Melakukan upacara mepamit di sanggah pekarangan
ataupun merajan, mepamit (mohon ijin meninggalkan) secara niskala kepada leluhur
keluarga wanita. Pada saat tersebut kedatangan keluarga pria membawa juga
panganan tradisional yang utama adalah tipat dan bantal sebagai simbol kekuatan
Lingga dan Yoni atau purusa pradana berikut panganan lainnya seperti ketan kukus
merah dan putih, sumping, apem dan lainnya.

Di atas adalah prosesi pernikahan adat Bali yang semestinya dilakukan oleh keluarga
calon mempelai pria dan wanita, namun dalam perkembangan jaman yang semakin
berubah ataupun dengan pengaruh adat dan budaya ataupun berkaitan dengan desa
kala patra ada beberapa hal terkadang tidak dilakukan seperti prosesi Ngekeb,
menggendong calon mempelai wanita dan mungkah lawang. Namun prosesi lainnya
tetap dilakukan.

TUGAS HUKUM ADAT


PERKAWINAN ADAT BALI

Dosen Pengampu : Dr.Drs.Sangking P.Mahar.S.H.,MH

Disusun Oleh :
Nama : Tioris Sagita Marbun
Nim : EAA 118 027
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
FAKULTAS HUKUM
TAHUN AJARAN 2019/2020

Anda mungkin juga menyukai