Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam agama Hindu di Bali istilah perkawinan biasa disebut Pawiwahan. Pengertian
Pawiwahan itu sendiri dari sudut pandang etimologi atau asal katanya,
kata pawiwahan berasal dari kata dasar “ wiwaha”. Dalam Kamus Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa kata wiwaha berasal dari bahasa sansekerta yang berarti pesta pernikahan;
perkawinan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997:1130).
Wiwaha dalam agama Hindu dipandang sebagai suatu yang amat mulia. Dalam Manawa
Dharmasastra dijelaskna bahwa wiwaha itu bersifat sakral yang hukumnya wajib, dalam
artian harus dilakukan oleh seseorang yang normal sebagai suatu kewajiban hidupnya.
Penderitaan atau penebusan dosa para leluhur akan dapat dilakukan oleh keturunannya.
Tujuan utama dapat pertama dalam wiwaha adalah untuk memperoleh keturunan yang
suputra yakni anak yang hormat kepada orang tuanya, cinta kasih terhadap sesama dan
berbhakti kepada tuhan
1.2 Rumusan masalah
1. Apa pengertian dan tujuan dari pernikahan/pewiwahan?
2. Bagaimana rangkaian proses upacara pernikahan/peiwawahan?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dan tujuan pernikahan/pewiwahan
2. Untuk mengetahui bagaimana rangkaian proses upacara pernikahan/pewiwahan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan tujuan pernikahan/pewiwahan


Dalam agama Hindu di Bali istilah perkawinan biasa disebut Pawiwahan.
Pengertian Pawiwahan itu sendiri dari sudut pandang etimologi atau asal katanya,
kata pawiwahan berasal dari kata dasar “ wiwaha”. Dalam Kamus Bahasa Indonesia
disebutkan bahwa kata wiwaha berasal dari bahasa sansekerta yang berarti pesta
pernikahan; perkawinan (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1997:1130).
Pengertian pawiwahan secara semantik dapat dipandang dari sudut yang berbeda beda
sesuai dengan pedoman yang digunakan. Pengertian pawiwahan tersebut antara lain:
menurut Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 dijelaskan
pengertian perkawinan yang berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara
seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha
Esa.
Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat saya simpulkan bahwa
pawiwahan adalah ikatan lahir batin (skala dan niskala ) antara seorang pria dan
wanita untuk membentuk keluarga bahagia dan kekal yang diakui oleh hukum
Negara, Agama dan Adat.
Perkawinan merupakan peristiwa suci dan kewajiban bagi umat Hindu karena
Tuhan telah bersabda dalam Manava dharmasastra IX. 96 sebagai berikut:
“Prnja nartha striyah srstah samtarnartham ca manavah Tasmat sadahrano
dharmah crutam patnya sahaditah”

“Untuk menjadi Ibu, wanita diciptakan dan untuk menjadi ayah, laki-laki itu
diciptakan. Upacara keagamaan karena itu ditetapkan di dalam Veda untuk
dilakukan oleh suami dengan istrinya.
  Adapun 3 tujuan pernikahan menurut ajaran Hindu menurut kitab Kitab
Manavadharmasastra yaitu:
1. Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama melaksanakan
Dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban agama seperti
melaksanakan Yajña , sebab di dalam grhastalah aktivitas Yajña  dapat
dilaksanakan secara sempurna.
2. Praja, kedua mempelai mampu melahirkan keturunan yang akan melanjutkan
amanat dan kewajiban kepada leluhur. Melalui Yajña  dan lahirnya putra yang
suputra seorang anak akan dapat melunasi hutang jasa kepada leluhur (Pitra
rna), kepada Deva (Deva rna) dan kepada para guru (Rsi rna).
3. Rati, kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan-
kepuasan lainnya (Artha dan kama) yang tidak bertentangan dan berlandaskan
Dharma.      
2.2 Rangkaian proses upacara pernikahan/pewiwahan
A. Mesedek
Acara mesedek ini dilaksanakan dengan tatacara, kedua orang tua calon mempelai
pria dan putranya datang ke rumah calon mempelai wanita dengan maksud untuk
memperkenalkan diri dan berbicara secara sungguh-sungguh tentang hubungan putra-
putri mereka, apabila kedua calon mempelai sama-sama mencintai dan disetujui oleh
kedua orang tua mereka, maka pada saat itu juga harus dibicarakan tentang
acara Mepadik yang hari baiknya (duwase ayu) sudah ditentukan sebelumnya oleh
keluarga calon mempelai pria. Apabila permintaan hari baik ini disetujui oleh orang tua
calon mempelai wanita, maka proses Mesedek dianggap sukses.
 
B. Mepadik
Acara Mepadik merupakan kelanjutan dari Mesedek, sebagai akibat dari
kesepakatan yang terjadi antara kedua keluarga calon mempelai. Dalam acara ini calon
mempelai pria mengajak kedua orang tua dan keluarga besarnya serta para prajuru adat
Banjar dan prajuru desa adat (bila antar desa adat), dengan maksud untuk meminang
calon mempelai wanita. Upakara yang dibawa berupa pejati, canang pengrawos
(tampinan) dan runtutannya yang disertai dengan membawa sandang-pangan sebagai
simbol bahwa calon mempelai pria sudah siap memberikan kehidupan bagi calon
mempelai wanita. Ritual ini juga lazin disebut dengan upacara Mepejati. Proses mepadik
dilaksanakan sebagai berikut:
1. Calon mempelai laki didampingi oleh kedua orang tuanya, yang didampingi
oleh pemangku, prajuru adat, tokoh agama dan tokoh adat secara beriringan
memasuki pekarangan rumah.
2. Sebelum memasuki rumah, didepan pintu pekarangan calon mempelai laki
disambut dengan ritual segehan dan diperciki tirta penglukatan dari kemulan,
makna segehan adalah suguhan yang diberikan kepada “sang durgha bucari”
yang telah menjaga keselamatan calon mempelai laki dan rombongan dalam
perjalanan menuju ke rumah calon mempelai wanita, sedangkan tirtha
penglukatan maknanya agar calon mempelai laki dianugrahkan kesucian lahir
dan bathin.
3. Setelah prosesi ritual tersebut selesai, calon mempelai laki, kedua orang tua,
prajuru adat dan tokoh adat dipersilahkan duduk di dalam ruang tamu, apabila
tempat memungkinkan duduk disebelah timur (purwa) menghadap ke barat.
4. Pinandita duduk di sebelah selatan (daçina), baik dari calon mempelai laki
maupun dari calon mempelai wanita, yang diikuti dibelakangnya para kerabat
dekat kedua mempelai.
5. Disebelah barat (pascima) duduk menghadap ke timur calon mempelai wanita
didampingi kedua orang tua, prajuru adat, dan tokoh adat. 
6. Setelah padikan atau pinangan disetujui, wakil keluarga menyerahkan
tanggung jawab acara adat ini kepada bendesa adat dan memberikan sambutan
atau nasehat yang berkaitan dengan kewajiban seoerang grehasta dalam adat-
istiadat Bali yaitu aktif menjadi krama adat dalam sistem kehidupan sosial
yang dilaksanakan oleh desa adat.
 
7. Apabila dalam acara mepadik sekaligus dilakukan juga acara magpag calon
pengantin, maka dalam acara mepadik ini masih ada 3 ritual yang harus
dilakukan yaitu: 
8. Apabila acara Mepadik dilaksanakan secara terpisah dengan
acara Magpag Pengantin, sesuai dengan dudonan yang telah ada,
maka magpag calon pengantin wanita dilaksanakan pada hari pelaksanaan
“Sidang Pewiwahan” yang sudah dipersiapkan oleh pihak prajuru adat di
rumah atau di Bale Adat calon mempelai laki.  
    
C. Magpag Pengantin
Prosesi magpag pengantin wajib dilaksanakan apabila jarak tempuh calon
mempelai wanita masih dapat dijangkau dalam tempo waktu tidak lebih dari 6 jam, dengan
pertimbangan bila jarak tempuh waktu magpag pengantin ini dibutuhkan 6 jam, maka
waktunya dikalikan dua (PP) menjadi 12 jam ditambah maksimal 2 jam kegiatan di rumah
calon mempelai wanita. Penghitungan waktu ini dimaksudkan agar pelaksanaan ritual ini
tidak melebihi satu hari (ngeliwatin dina). Bila prosesi ini tidak mungkin dilaksanakan,
maka prosesi ini boleh ditiadakan dan ini berarti bahwa pada saat prosesi Mepadik pihak
keluarga mempelai pria sekaligus membawa calon mempelai wanita ke rumah mempelai
pria yang didampingi oleh kedua orang tua mempelai wanita, untuk melaksanakan prosesi
pewiwahan di rumah mempelai pria hingga selesai, artinya telah memenuhi syarat Tri
Upasaksi. Dalam acara magpag pengantin ini, di rumah calon mempelai wanita ada prosesi
upacara yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Natab segehan didepan pintu pekarangan
Natab segehan di depan pintu pekarangan sebelum masuk ke rumah dimaksudkan
sebagai wujud pemberian suguhan kepada durgha bucari yang menguasai jalan raya, atas
keselamatan yang diberikan kepada calon mempelai laki dan rombongan selama dalam
perjalanan. 
2. Pembicaraan Keluarga
 Calon mempelai pria dan keluarga besarnya datang ke rumah calon mempelai wanita,
yang disertai dengan prajuru adat Banjar dan prajuru desa adat dengan maksud untuk
menjemput calon mempelai wanita.
 Calon mempelai wanita dan keluarga besarnya menyambut calon mempelai pria
didepan pintu pekarangan rumah, lalu masuk ke dalam rumah yang diikuti oleh seluruh
keluarga besar calon mempelai pria.
 Prajuru desa adat dari pihak calon mempelai pria memulai pembicaraan mewakili
keluarga menyampaikan maksud kedatangannya tiada lain adalah untuk menjemput
calon mempelai wanita (magpag pengantin), untuk diboyong ke rumah calon
mempelai pria dalam rangka melaksanakan prosesi pewiwahan.
 Pihak calon mempelai wanita biasanya sudah mengerti maksud kedatangan ini, dan
meminta calon mempelai pria dan keluarganya untuk santap siang atau minum terlebih
dahulu, sementara pemangku dan sarati melaksanakan puja matur piuning di Kemulan
yang diiringi oleh kedua calon  mempelai dan kedua orang tuanya.
3. Natab Pawetonan di Tempat Tidur
Melaksanakan ritual Natab Pawetonan di Bale tempat tidur calon mempelai
wanita, disaksikan oleh calon mempelai pria dan kedua orang tua serta keluarga, sebagai
simbolisasi bahwa tugas dan kewajiban sebagai orang tua mempelai wanita dalam
membesarkan, mendidik, membimbing sang putri untuk memperoleh pengetahuan dan
agama untuk bekal dalam menjalani kehidupan grehasta, telah selesai dan sudah beralih
kepada calon mempelai pria dan keluarganya.
 
4. Tanda Kasih Pengganti Air Susu
Dalam ritual ini orang tua mempelai laki wajib memberikan tanda kasih
seperangkat pakaian kepada ibu calon mempelai wanita sebagai simbol ucapan terima
kasih kepada ibunda yang selama ini telah membesarkan sang putri. Pemberian ini secara
simbolis bermakna sebagai pengganti air susu ibu.
5. Bekal (Tadtadan)
Ritual ini sering dilakukan oleh orang tua yang mampu secara materiil untuk
memberi bekal (tadtadan) sang putri seperangkat perhiasan emas berupa; anting-anting,
gelang, kalung, liontin, cincin perhiasan dan seperangkat pakaian sembahyang. Bagi orang
tua yang tidak mampu secara materiil ritual ini tidak perlu dilakukan. Makna dari ritual ini
adalah wujud tali kasih dari orang tua agar sang putri senantiasa ingat kepada ibu yang
melahirkannya dan tidak lupa bersembahyang kehadapan Ida Sanghyang Widhi Wasa,
agar tiada halangan dalam menjalani kehidupan rumah tangga.     
6. Ngiringang Penganten
 Setelah seluruh rangkaian ritual tersebut selesai, kemudian calon mempelai dan kedua
orang tuanya, diiringi oleh ketua adat kedua belah pihak, berangkat menuju ke rumah
calon mempelai pria, untuk melaksanakan Sidang Pewiwahan. 
 Para pengarep yang ikut dalam kegiatan ini adalah kedua orang tua kedua calon
mempelai wanita dan calon mempelai pria, para prajuru adat terutama dari pihak calon
mempelai pria, sedangkan dari pihak calon mempelai qwanita biasanya hadir dalam
acara resepsi pewiwahan.
D. Di Rumah Mempelai Laki
1. Nyambutin Pengantin di Depan Pintu Pekarangan
 Sesampainya di rumah calon mempelai pria, sebelum masuk ke pekarangan rumah
kedua calon mempelai, dilaksanakan acara ritual nyambutin pengantin dengan
melakukan prosesi Natab Byakala dan ngaturang segehan. Maknanya adalah sebagai
simbol bahwa keluarga purusa dengan rasa sukacita menyambut kedatangan kedua
calon mempelai (banten byakala), yang telah dituntun oleh Ida Sanghyang Semara dan
Sanghyang Ratih (banten penyambutan), diiringi oleh para rencang Ida betara
dan durgha bucari selaku penguasa alam (sajikan segehan), telah berhasil menjaga
keselamatan kedua calon mempelai diperjalanan.
 Setelah itu melakukan ritual matur piuning, bahwa calon mempelai pria sebagai
pratisentane telah membawa calon mempelai wanita yang akan dijadikan sebagai
isterinya dan memohon kelancaran dalam prosesi pewiwahan yang akan dilaksanakan.
 Selesai upacara matur piuning, kedua calon mempelai, para orang tua dan keluarganya
memasuki ruangan yang dijadikan sebagai temapt sidang manusa saksi. Ditempat
tersebut telah siap menunggu para prajuru adat dan pegawai catatan sipil yang menjadi
saksi dalam sidang manusa saksi.
 
2. Sidang Pewiwahan (Manusa Saksi)
Setelah ritual nyamputin, dilanjutkan dengan acara Sidang Pewiwahan. Tatacara
dalam melaksanakan Sidang Pewiwahan (Manusa Saksi) adalah sebagai berikut:
Posisi tempat duduk Majelis Pewiwahan
 Di timur mempelai pria didampingi kedua orang tuanya, mempelai ditengah.
 Di selatan pinandita, para saksi kedua calon mempelai dan Pegawai Catatan Sipil.
 Di barat mempelai wanita didampingi oleh kedua orang tuanya, mempelai ditengah.
 Di utara (posisi tengah Bendesa Adat selaku Ketua Majelis, posisi kanan Kelian
Adat Banjar selaku wakil Ketua Majelis, posisi kiri Sekretaris desa adat selaku
sekretaris Majelis.
 Unsur Parisada yang akan memberikan sambutan dalam bentuk nasehat perkawinan
yang disampaikan kepada kedua mempelai dalam menjalani kehidupan rumah
tangga (grehasta).  
3. Upacara Bhuta Saksi
Mekalah-Kalahan
Dalam pelaksanaan upacara mekalah-kalahan yang dipimpin pinandita, dengan
rangkaian sebagai berikut:
Persiapan upakara
 Tetimpug
 Banten pabyakalaan
 Banten Pesaksi
 Api tangkeb
 Sok dagangan
 Tetegenan
 Cemeti yang dibuat dari 3 buah lidi
 Dua buah batang kayu sakti dan benang 
Pelaksanaan Upacara
 Setelah pinandita selesai menghaturkan puja, kedua mempelai natab banten
pabyakalaan dengan tata cara, yaitu kedua tangan mempelai dibersihkan dengan
sarana segau/tepung tawar, kemudian ibu jari kedua mempelai disentuhkan dengan
telor ayam mentah 3 kali, kemudian dilukat dengan tirta penglukatan. setelah selesai
melukat kedua natab byakala.
 Acara berikut adalah kedua mempelai mengelilingi upakara atau banten pesaksi dan
kala sepetan (api tangkeb) murwa daçina.
 Pada saat berjalan mempelai wanita menggen dong bakul, diiringi oleh mempelai
pria negen tetegenan sambil membawa cemeti dibuat dari 3 buah lidi.
 Setiap satu putaran kedua pengantin melewati api tangkeb, ibu jari kanan kedua
mempelai disentuhkan ke bakul kala sepetan (api tangkeb).
 Selanjutnya kedua mempelai memutuskan “benang pepegatan” sebagai yang
megandung makna bahwa mereka telah memutus masa lajang, kemudian memasuki
kehidupan Grehasta.
4. Upacara Dewa Saksi
 Upacara Menghaturkan Sembah kepada Betara Kawitan
Upacara Dewa Saksi adalah rangkaian terakhir dari kegiatan Upacara
Pewiwahan, karena setelah upacara ini tidak ada lagi ritual khusus yang akan
dilaksanakan. Kedua mempelai sudah sah menjadi sepasang pengantin.
 Mejaya-Jaya
Suatu ritual ngelungsur wangsur pada Ida Betara Kawitan agar senantiasa
diberikan kebahagiaan dalam menjalani kehidupan rumah tangga dan selalu diberikan
anugrah dan bimbingan secara skala oleh para Sanghyang Pramesti Guru.
 
2.3
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
1) Pengertian pawiwahan secara sistematik dapat dipandang dari sudut yang berbeda-beda
sesuai dengan pedoman yang digunakan. Pengertian pawiwahan tersebut antara lain: menurut
Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 1 dijelaskan pengertian perkawinan yang
berbunyi: “Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa.
2) Tujuan wiwaha menurut agama Hindu adalah mendapatkan keturunan dan menebus dosa
para orang tua dengan menurunkan seorang putra yang suputra sehingga akan tercipta keluarga
yang bahagia di dunia (jagadhita) dan kebahagiaan kekal (moksa).
3) Urutan Prosesi perkawinan meliputi upacara di rumah pengantin wanita yaitu mesedek,
mepadik, magepag pengantin, natab paweton, upacara dirumah pengantin lelaki (mareresik,
mapiuning di sanggar surya, upacara suddhi-wadhani, mabeakala, mapadamel, matapak oleh
kedua orang tua, majaya-jaya, ngaturang ayaban, natab peras sadampati, pemuspaan, nunas
wangsuhpada/bija).
DAFTAR PUSTAKA

http://wayantarne.blogspot.com/2014/11/makna-pernikahan-menurut-hindu.html
http://kocartikel.blogspot.com/2016/10/wiwaha-perkawinan-menurut-hindu.html
https://dewaarka.wordpress.com/2010/01/13/perkawinan-menurut-adat-bali/
http://www.majelisadatpekraman-lampung.com/berita/34/tatacara-upacara-perkawinan-
menurut-tradisi-adat-bali.html

Anda mungkin juga menyukai