Setiap masyarakat baik yang sudah maju maupun yang masih sederhana, ada
sejumlah nilai budaya yang satu dengan yang lain saling berkaitan, sehingga
merupakan suatu sistem dan sistem itu sebagai pedoman dari konsep-konsep ideal
dalam kebudayaan yang memberi daya pendorong yang kuat terhadap kehidupan
masyarakatnya.
Metode Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana proses pernikahan adat suku bugis
dan apa saja tahapan-tahapanya. adapun nilai-nilai yang terkandung dalam upacara
pernikahan adat suku bugis yang dapat diketahui.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pernikahan merupakan ketetapan ilahi dan sunnah Rasul yang harus dijalani
oleh setiap manusia. Bahkan Rasulullah menghimbau kepada para pemuda yang telah
sanggup untuk kawin agar segera kawin. Menurut Rasulullah saw. Kawin itu dapat
menenangkan pandangan mata dan menjaga kehormatan diri. Bahkan di lain riwayat
Rasulullah saw. Berkata bahwa perkawinan itu adalah peraturannya. Barang siapa
yang tidak menyukai aturannya, maka ia tidak termasuk golongannya .
Salah satu fenomena yang menarik pada masyarakat bugis yaitu memiliki
komitmen tradisional yang kuat dalam melakukan kegiatan perkawinan, karena selain
mereka berpegang teguh pada ajaran agama juga berpegang teguh pada tradisi/adat
yang dianut serta diyakini kebenaranya secara turun menurun. Sebagaimana
dinyatakan dalam sebuah ungkapan “Narekko tomappabboting sitongkkoi ade’E sibawa
gaukengnge, syara sanre ade’, ade’ sanre wari, wari sanre tulida”
Maksudnya: dalam melaksanakan prosesi pernikahan antara adat dan perbuatan
sejalan seiring, syara’ bergandengan dengan adat, adat bergandengan dengan tatanan
social, Tantanan social yang baik diikuti dan dilaksanakan secara turun menurun dalam
masyarakat.
Tahap-tahap perkawinan
Tahap pra nikah atau Mappesek-pesek (penjajakan) merupakan langka awal dari
pihak laki laki dahulu mengadakan penjajakan terhadap wanita yang akan dilamarnya
dengan menanyakan apakah tidak ada orang yang melamar lebih dahulu kepadanya.
Dalam bahasa bugis dikatakan “De’togaga Taroi”. Mappesek-pesek ini biasanya
dilakukan oleh utusan pihak laki-laki yang terdiri dari satu orang atau lebih laki-laki atau
perempuan dari keluarga terdekat yang dapat menyimpan rahasia, dengan maksud
manakala usaha ini gagal, maka tidak mudah diketahui oleh orang lain yang mungkin
dapat mendatangkan perasaan malu (siri’ dalam bahasa bugis) bagi pihak laki-laki.
Mapasiarekeng atau biasa disebut mappetu ada. Pada waktu ini antara kedua
bekah pihak (pihak perempuan dan pihak laki-laki) bersama mengikat janji yang kuat
atas kesepakatan pembicaraan yang dirintis sebelumnya untuk melaksanakan suatu
perkawinan, selalu ada upacara mappasiarekeng karena upacara madduta masih
dianggap belum resmi sebagai suatu ikatan dari kesepakatan kedua belah pihak.
Adapun acara madduta tersebut diibaratkan suatu benda belum diikat, belum disimpul
atau masih bersifat benda yang dibalut “nappai ribalebbe Bugis” (Bugis), masih terbuka.
Mappasau botting atau merawat pengantin. Kegiatan ini dilakukan dalam suatu
ruangan tertentu selama tiga hari berturut-turut sebelum hari “H” pernikahan.
Macceko berarti mencukur rambut-rambut halus yang ada pada dahi dan
dibelakang telinga, agar supaya “dadasa” yaitu riasan hitam pada dahi yang akan
dipakai pada calon mempelai perempuan pada waktu rias dapat melekat dengan baik.
Acara ini hanya diperuntuhkkan bagi calon mempelai perempuan. Dahulu kala model
dadasa ini berbeda antara perempuan yang bangsawan dan perempuan dari kalangan
biasa.
Secara garis besar, upacara atau resepsi pernikahan dibagi menjadi dua tahap
yaitu mappenre botting dan marola. Mappenre botting adalah mengantar mempelai pria
ke rumah mempelai wanita untuk melaksanakan beberapa rangkaian kegiatan seperti
maddupa botting, akad nikah, dan mappasiluka. Mempelai pria diantar ole iring-iringan
tanpa kehadiran kedua orang tuanya. Madduppa botting berarti menyambut kedatangan
mempelai pria dirumah mempelai wanita. Marola atau Mapparola adalah kunjugan
balasan dari pihak mempelai wanita ke rumah mempelai pria. Pengantin wanita di antar
ole iring-iringan yang biasanya membawa hadiah sarung tenun untuk keluarga
suaminya. Setelah pemberian hadiah selesai, acara dilanjutkan dengan nasehat
pernikahan oleh ustadz yang tujuannya sama seperti nasehat pernikahan ditempat
mempelai wanita.
Massita besseng adalah kunjungan kedua orang tua pengantin laki-laki bersama
beberapa kerabat dekat ke rumah pengantin wanita untuk bertemu dengan besannya
(orang tua pengantin wanita) kegiatan ini dilakukan pada malam harinya yakni selesai
acara malukka atau satu hari setelah pernikahan selesai.
KESIMPULAN
REFERENSI
(Pabittei, St. Aminah. 2011. “Adat Dan Upacara Perkawinan Daerah Sulawesi Selatan”,
Dinas Kebudayaan)
(buku "Tata Cara Adat Perkawinan Bugis Makassar” oleh Andi Nurhani Sapada)
(salahudin al habibi. 2013. “Tata Cara Perkawinan Menurut Hukum Adat”, Indralaya)
https://lenycyhadinatshu.wordpress.com/2012/11/23/upacara-perkawinan-adat-
masyarakat-bugis-bone/
http://sanggartamalatejakarta.blogspot.com/2010/02/tata-cara-upacara-adat-
perkawinan-bugis.html
http://ayuriyantii.blogspot.com/2012/12/posesi-adat-pernikahan-suku-bugis.html