Anda di halaman 1dari 6

1.

Mesedek

Mesedek merupakan acara pertama pada adat pernikahan Bali. Pada acara ini kedua orang
tua dari mempelai pria mendatangi rumah mempelai wanita untuk memperkenalkan diri.
Mesedek juga dilakukan untuk meminang wanita dan bersungguh-sungguh ingin menjadi
pasangan hidupnya.
Mesedek juga dilakukan agar orang tua calon pengantin wanita mengetahui seberapa
mantap mempelai pria ingin membangun rumah tangga dan bagaimana sikapnya. Acara ini
dianggap sukses ketika orang tua mempelai wanita menyatakan setuju.

2. Medewasa ayu

Acara madewasa ayu dilakukan setelah orang tua dari pihak wanita menyatakan setuju
anaknya dipinang dan akan dinikahinoleh pria pujaan hatinya. Dalam proses ini dilakukan
penentuan hari dan tanggal baik (dewasa) untuk menggelar acara pernikahan.
Pemilihan waktu yang baik diyakini sebagai cara untuk mendapatkan pernikahan yang
berkah, lancar, dan tanpa kesialan. Tanggal baik biasanya ditentukan mempelai pria
berdasarkan nasihat dari seorang Sulinggih atau orang yang sudah dianggap mengerti
tentang nikabang padewasaan (tanggal pernikahan yang baik).

9. Natab Pawetonan
Natab pawetonan merupakan sebuah ritual yang dilakukan pada sistem perkawinan
mepadik. menyerahkan seserahan berupa barang bernilai seperti perhiasan dan pakaian
oleh mempelai pria kepada ibu dari mempelai wanita.
Barang bernilai ini merupakan simbol “pengganti air susu ibu”. Hal ini melambangkan
harapan tugas sang ibu dalam mendidik, membesarkan, dan melindungi anaknya telah
selesai dan berpindah kepada calon suami.

4. Ngekeb
Upacara ngekeb dilakukan dengan memandikan dan mencuci rambut mempelai wanita
dengan tirta.
Setelah itu, mempelai wanita masuk ke dalam kamar pengantin yang sudah disediakan
sesajen dan tidak diperbolehkan keluar sampai mempelai pria menjemputnya.
3. Ngungkab lawang
Ngungkab lawang berarti membuka pintu. Upacara ini dilakukan dengan penjemputan
wanita oleh pria dan dipertemukan untuk menjalani sembilan rangkaian acara meliputi
Pejati dan suci alit, Peras pengambean, Caru ayam brumbun asoroh, Bayekawonan,
Prayascita, Pangulapan, Segehan panca warna, Segehan seliwang atanding, dan Segehan
agung.
Sebelum melakoni kesembilan rangkaian itu, pengantin pria mengucapkan syair weda dan
dibalas dengan syair weda dari pengantin wanita lalu melemparkan daun betel/daun sirih.
Pelemparan ini dilakukan dengan tujuan untuk menolak kekuatan jahat yang mungkin akan
datang selama prosesi berlangsung.
Ngungkab lawang pada adat pernikahan Bali sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga
mempelai wanita dan bentuk harapan akan menjadi pasangan suami istri yang harmonis.

4. Upacara Mesegehagung
Prosesi pernikahan adat Bali selanjutnya adalah upacara Mesegehagung yang
merupakan ritual penyambutan mempelai wanita setibanya di kediaman mempelai
pria. Kedua mempelai diturunkan dari tandu dan bersiap melangsungkan upacara
Mesegehagung. Lalu mempelai wanita dan ibu dari mempelai pria pun bersama
menuju kamar pengantin. 

Di dalam kamar, ibu dari mempelai pria membuka kain kuning yang dikenakan
mempelai wanita lalu menukarnya dengan uang kepeng satakan (mata uang pada
masa lampau) senilai dua ratus kepeng.

5. Medagang-dagangan

Upacara selanjutnya adalah medagang-dagangan yang dalam bahasa daerah Bali berarti
berdagang. Dalam proses ini mempelai wanita dan pria diminta untuk melakukan tawar-
menawar tentang barang dagangan hingga mencapai tahap pembayaran.
Mempelai wanita duduk di aras serabut kelapa dan menawarkan barang dagangannya
kepada mempelai pria. Ketika transaksi selesai, maka mempelai pria merobek tikeh dadakan
yang dipegang oleh mempelai wanita dengan sebuah keris. Setelah itu, keduanya
mengambil tiga sarana kesuburan berupa keladi, andong, dan kunyit untuk ditanam di
belakang sanggah kemulan.
Kedua mempelai kemudian memutuskan benang yang diikatkan pada dua cabang pohon
dapdap. Kemduian mandi untuk membersihkan diri. Pelaksanaan upacara ini adalah simbol
permohonan kepada Sang Hyang Widi agar anaknya ketika dia dewasa diberi kawigunan
atau profesi sesuai dengan garis tangan yang dimilikinya.

6. Metegen-tegenan dan suun-suunan


Upacara selanjutnya adalah metegen-tegenan dan suun-suunan. Metegen-tegenan dipikul
mempelai pria, sedangkan suun-suunan dijunjung mempelai wanita. Keduanya berjalan
mengelilingi api suci yang disebut dengan sanggah surya searah jarum jam sebanyak tujuh
kali.
Pria dan wanita diikat dengan sabuk, dengan posisi pria di depan dan wanita mengikutinya
di belakang. Keduanya menjalani tujuh langkah saptapadi yang setiap langkahnya
mengandung sumpah perkawinan yang berbeda dengan yang lainnya sambil melantunkan
doa.
Doa ini dilantunkan dalam bahasa sanskerta oleh mempelai pria kemudian diterjemahkan ke
bahasa Indonesia oleh mempelai wanita. Upacara ini merupakan simbol awal perjalanan
dari kedua pengantin untuk mengarungi bahtera kehidupan bersama.

7. Bekal (Tadtadan)
Bekal (Tadtadan) dilakukan dengan cara memberikan seperangkat perhiasan atau pakaian
ibadah dari ibu kepada anak wanitanya.
Upacara ini melambangkan sebuah harapan sang anak akan selalu mengingat jasa-jasa
ibunya yang telah berjuang susah payah dalam melahirkannya. Sementara, pakaian ibadah
merupakan simbol sang anak diharapkan akan terus beribadah kepada Tuhan yang Maha
Esa.
8. Mejaya-jaya
Upacara mejaya-jaya merupakan acara adat pernikahan bali terakhir. Upacara ini
dilaksanakan setelah pasangan pengantin telah sah menjadi suami istri. Upacara ini
melambangkan harapan agar selalu diberi kemudahan dan bimbingan dari para Sanghyang
Pramesti Guru.
Setelah upacara mejaya-jaya, kedua pengantin tidak diperbolehkan keluar/bepergian
selama tiga hari berturut-turut dan wajib tinggal di rumah untuk melakukan kewajibannya
sebagai suami istri. Aturan ini diyakini dapat meningkatkan keintiman hubungan kedua
mempelai dan agar sang pria bisa banyak memberikan nasihat kepada istrinya. Hal ini juga
sebagai bentuk penghormatan kepada keluarga dari pihak wanita dengan harapan tali
kekeluargaan akan terus terjalin erat.

9.Upacara mewidhi widiana(Natab banten beduur)


Seusai melaksanakan upacara Mekala-kalaan, ritual pernikahan adat Bali dilanjutkan
dengan upacara Mewidhi Widana yang dilaksanakan di pura keluarga pihak
mempelai pria, dipimpin oleh pemangku sanggah serta diantar pinisepuh. Pada
prosesi yang penuh dengan suasana syahdu ini, kedua mempelai menyampaikan doa
akan kehadiran keluarga baru kepada leluhur untuk melanjutkan keturunannya. 

10. Upacara Mejauman (Ma Pejati)


Pada tahap ini, kedua pasangan telah resmi menjadi suami istri. Mengikuti adat Bali,
istri akan menjadi bagian dari keluarga besar sang suami. Maka dari itu, beberapa
hari setelah pernikahan, kedua pihak keluarga menentukan hari di mana seluruh
keluarga berkunjung ke kediaman orang tua mempelai wanita untuk melangsungkan
prosesi upacara Mejauman. 

Acara ini bertujuan untuk memohon pamit kepada keluarga besar mempelai wanita,
terutama kepada para leluhur mempelai wanita. Kedatangan keluarga mempelai pria
disertai dengan membawa panganan kue khas Bali seperti kue bantal, alem, kuskus,
apem, cerorot, nagasari, kekupa, beras, kopi, teh, gula, sirih pinang, serta buah-
buahan dan lauk pauk khas Bali. 

Anda mungkin juga menyukai