Anda di halaman 1dari 11

Mesedek

Mesedek merupakan acara pertama pada adat pernikahan


Bali. Selama prosesi ini, kedua orang tua dari mempelai pria
mendatangi rumah mempelai perempuan untuk
memperkenalkan diri sekaligus meminangnya untuk menjadi
pendamping hidup.
Mesedek juga dilakukan agar orang tua calon pengantin
perempuan mengetahui seberapa mantap mempelai pria ingin
membangun rumah tangga. Di sini, pihak keluarga
perempuan akan melihat bagaimana sikap pria dan
kesungguhannya. Mesedek dianggap sukses ketika orang tua
mempelai perempuan menyatakan setuju
Medewasa Ayu

Setelah mesedek sukses dilakukan, prosesi berlanjut ke tahap medewasa ayu. Tahap ini
berisi penentuan hari dan tanggal baik (dewasa) untuk menggelar acara pernikahan.
Masyarakat Hindu meyakini bahwa mendapatkan hari yang baik untuk menikah, akan
membantu pasangan mendapatkan rumah tangga yang berkah, lancar, dan jauh dari
kesialan
Pemilihan tanggal baik biasanya dilakukan oleh mempelai pria berdasarkan nasihat dari
seorang Sulinggih atau orang yang dianggap mengerti tentang nikabang padewasaan
(tanggal pernikahan yang baik)
Ngekeb

Upacara ngekeb dilakukan dengan memandikan seluruh tubuh mempelai perempuan,


dari ujung rambut hingga ujung kaki menggunakan lulur khusus. Lulur khusus ini
terbuat dari campuran daun merak, bunga kenanga, kunyit, dan beras yang telah
dihaluskan. Luluran ini juga dibalurkan ke sekujur tubuh mempelai perempuan pada
sore hari.
Setelah itu, mempelai perempuan masuk ke dalam kamar pengantin yang
sudahdisediakan sesajen dan tidak diperbolehkan keluar sampai mempelai pria
menjemputnya.
Ketika mempelai pria sudah sampai di kamar pengantin, mempelai perempuan wajib
ditutupi dengan selembar kain tipis berwarna kuning dari ujung kepala hingga ujung
kaki Upacara ngekeb ini bermakna sang mempelai perempuan telah mengubur masa
lalunya dalam-dalam dan siap menjalani lembaran hidup baru bersama calon suami.
Ngungkab Lawang

Ngungkab lawang berarti membuka pintu.


Upacara ini dilakukan dengan menjemput
calon mempelai perempuan oleh calon
mempelai pria. Mereka dipertemukan
untuk menjalani sembilan rangkaian acara
meliputi pejati dan suci alit, peras
pengambean, caru ayam brumbun asoroh,
bayekawonan, prayascita, pangulapan,
segehan panca warna, segehan seliwang
atanding, dan segehan agung.
Sebelum melakoni kesembilan rangkaian
itu, calon pengantin pria mengucapkan
syair weda dan dibalas dengan syair weda
dari calon pengantin perempuan,
kemudian keduanya saling
thelempar daun sirih.
Medagang Dagang

Upacara selanjutnya adalah medagang-


dagangan yang dalam bahasa daerah Bali
berarti berdagang. Dalam proses ini mempelai
diminta untuk melakukan tawar-menawar
tentang barang dagangan hingga mencapai
tahap pembayaran.
Mempelai perempuan duduk di atas serabut
kelapa dan menawarkan barang dagangannya
kepada mempelai pria. Ketika transaksi
selesai, mempelai pria merobek tikeh dadakan
(tikar kecil) yang dipegang oleh mempelai
perempuan dengan sebuah keris. Tikeh
dadakan adalah simbol yang melambangkan
kesucian perempuan.
Makala Kala

Upacara makala-kala atau yang dapat juga


disebut dengan upacara bhuta saksi/pertiwi
saksi ini dilakukan kedua pengantin dengan
cara membakar tetimpug di atas tungku bata
dan dalam posisi duduk.
Tetimpug merupakan tiga potong bambu yang
memiliki tiga atau lima ruas yang diikat
menjadi satu. Upacara ini bertujuan untuk
membangun benteng perlindungan agar
terhindar dari bahaya bhutakala yang dapat
mengganggung dan menghilangkan kesucian
kehidupan perkawinan kedua mempelai.
Metegen Tegen lan Mesuun Suun

Upacara selanjutnya adalah metegen-tegenan


dan suun-suunan. Metegen-tegenan dipikul
mempelai pria, sedangkan suun-suunan
dijunjung mempelai wanita. Keduanya
berjalan mengelilingi api suci yang disebut
dengan sanggah surya searah jarum jam
sebanyak tujuh kali.

Pria dan wanita diikat dengan sabuk, dengan


posisi pria di depan dan wanita mengikutinya
di belakang. Keduanya menjalani tujuh
langkah saptapadi yang setiap langkahnya
mengandung sumpah perkawinan yang
berbeda dengan yang lainnya sambil
melantunkan doa.
Majauman

Majauman berupa kunjungan resmi ke rumah mempelai wanita


setelah semua rangkaian upacara selesai. Berdasarkan namanya,
kata “jaum” berarti jarum yang menyiratkan sebuah fungsi jarum
untuk merajut dan menyatukan kembali kedua keluarga setelah
adanya ketegangan yang terjadi.
Upacara ini dilakukan pada sistem perkawinan ngarorod yang
biasanya terjadi karena adanya ketidaksetujuan dari pihak
keluarga wanita karena perbedaan kasta. Oleh sebab itu,
mempelai wanita “dilarikan” ke rumah pria dan dinikahi.
Majauman juga bertujuan untuk memberitahukan Hyang Guru
dan leluhur tentang perkawinan mereka serta memohon
perlindungan agar terhindar dari marabahaya.
Natab Pawetonan

Natab pawetonan merupakan sebuah


ritual yang dilakukan pada sistem
perkawinan mepadik. Ritual ini dilakukan
di atas tempat tidur dengan cara
menyerahkan seserahan berupa barang
bernilai seperti perhiasan dan pakaian oleh
mempelai pria kepada ibu dari mempelai
wanita.
Barang bernilai ini merupakan simbol
“pengganti air susu ibu”. Hal ini
melambangkan harapan tugas sang ibu
dalam mendidik, membesarkan, dan
melindungi anaknya telah selesai dan
berpindah kepada calon suami.
Tadtadan

Bekal (Tadtadan) dilakukan dengan cara


memberikan seperangkat perhiasan atau pakaian
ibadah dari ibu kepada anak perempuannya.
Upacara ini melambangkan sebuah harapan sang
anak akan selalu mengingat jasa-jasa ibunya yang
telah berjuang susah payah dalam melahirkan dan
membesarkan. Sementara, pakaian ibadah
merupakan simbol sang anak diharapkan akan terus
beribadah kepada Tuhan yang Maha Esa.
Mejaya-jaya

Upacara mejaya-jaya merupakan acara adat pernikahan Bali yang terakhir. Ritual ini dilaksanakan
setelah pasangan pengantin telah sah menjadi suami istri. Prosesi Mejaya jaya melambangkan
harapan agar selalu diberi kemudahan dan bimbingan dari para Sanghyang Pramesti Guru.
Setelah upacara mejaya-jaya, kedua pengantin tidak diperbolehkan keluar atau bepergian selama tiga
hari berturut-turut dan wajib tinggal di rumah untuk melakukan kewajibannya sebagai suami istri.
Aturan ini diyakini dapat meningkatkan keintiman hubungan kedua mempelai dan agar sang pria bisa
banyak memberikan nasihat kepada istrinya. Hal ini juga sebagai bentuk penghormatan kepada
keluarga dari pihak perempuan dengan harapan tali kekeluargaan akan terus terjalin erat.

Anda mungkin juga menyukai