Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PERNIKAHAN ADAT SUNDA


Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah
Budaya Sunda
Dengan dosen pengampu Unay Sunarsah, M.Pd

Disusun Oleh :
Andra Indra Nugraha ( 19210620849 )
Bella Siti Juliani ( 19210620859 )
Kristin Hidayah (19210620922 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


STKIP SEBELAS APRIL SUMEDANG
UNIT CIMANGGUNG
2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Adat istiadat merupakan salah satu unsur kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat
Indonesia. Adat istiadat adalah kebiasaan tradisional masyarakat yang dilakukan secara turun
menurun sejak lama. Setiap daerah di Indonesia memiliki adat istiadat yang berbeda-beda,
salah satunya upacara adat. Upacara adat erat kaitannya dengan seni tradisional. Seni
tradisional merupakan kesenian yang menjadi bagian kebiasaan hidup masyarakat. Semakin
berkembangnya zaman dan teknologi, upacara adat beserta kesenian tradisonalnya seolah
kalah eksistensinya dengan kesenian modern dewasa ini.
Upacara perkawinan adat pengantin sunda sebenarnya bersumber dari orang terdahulu.
Bersamaan dengan itu lahir pula seni tata rias pengantin dan model busana pengantin yang
aneka ragam. Seiringperkembangan zaman, adat istiadat perkawinan tersebut. Sekalipun
sudah dianggap milik masyarakat, tapi masih banyak calon pengantin yang ragu-ragu
memakai busana pengantin kebaya. Secara kodrati, manusia diciptakan berpasang-pasangan
(Q.S. Ar-Ruun 21) dengan harapkan mampu hidup berdampingan penuh rasa cinta dan kasih
sayang. Dari sini tampak bahwa sampai kapan pun manusia tidak mampu hidup seorang diri,
tanpa bantuan dankehadiran orang lain dan Salah satu cara yang dipakai untuk
melambangkan bersatunya dua insan yang berlainan jenis dan sahmenurut agama dan hukum
adalah pernikahan. Dalam makalah ini penulis akan mencoba mendeskripsikan tata upacara
pernikahan adat Jawa.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud pernikahan pernikahan?


2. Apa saja susunan acara dalam proses pernikahan adat sunda?

1.3 Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahuin pernikahan adat sunda dan
untuk memenuhu salah satu tugas mata kuliah Budaya Sunda
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pernikahan

Pernikahan adalah sebuah momen bersatunya sepasang kekasih dalam ikatan suami istri yang
disahkan dihadapan Tuhan dan diakui oleh negara. Tidak dipungkiri, pernikahan adalah momen
penting dalam kehidupan setiap manusia. Secara individu, pernikahan akan mengubahsesorang dalam
menempuh hidup baru. Dan keluarga yang dibangun perlu dibina agar mendatangkan suasana yang
bahagia, sejahtera, nyaman dan tentram dan juga menciptakan keluarga yang sakinah, mawadah dan
warohmah.

Adapun beberapa pengertian pernikahan antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin
antar seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

2. Pernikahan adalah salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua belah pihak
baik suami maupun isteri. Pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia sejahtera
dan kekal selamanya. Pernikahan memerlukan kematangan dan kesiapan fisik dan mental karena
menikah/ kawin adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang (Adhim,
2002, 4)

3. Pernikahan adalah sebuah kebersamaan dan persahabatan. Hidup bersama, bekerjasama, melakukan
banyak hal bersama dan tak menginginkan yang lain (Musa, 2006, 10)

4. Pernikahan artinya pengertian, biasanya buta terhadap kesalahan pasangan, biasanya penuh
pengertian atas setiap hal-hal atas waktu, perasaan dan keinginan pasangan (Goodman,2003,7)

5. Pernikahan artinya berbincang, berdoa, berdialog dan menyetujui bersama. Pernikahan tak
membiarkan dinding apapun terbangun di antara mereka dengan mengabaikan pasangan, melainkan
mencari solusi kreatif (Harville, 2006, 5) Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat sakral
dan dinantikan setiap pasangan. Sakral yaitu memanifestikan diri sebagai sebuah realitas yang secara
keseluruhan berbeda tingkatannya dengan realitas-realitas “alami” (Eliade, 2002, 2). Sakral sendiri
bagi masyarakat Sunda yaitu sebagai sarana manusia berhubungan dengan ilahi. Oleh karena itu tidak
sedikit pasangan yang melakukan persiapan pernikahan jauh hari sebelumnya, dan yang paling
penting dilakukan oleh pasangan menjelang pernikahan adalah mendekatkan diri kepada Tuhan dan
memohon restu-Nya agar pernikahan yang dilangsungkan sukses, lancar, dan bahagia lahir batin
selamanya.

Perkawinan merupakan salah satu bentuk ibadah yang kesuciannya perlu dijaga oleh kedua
belah pihak baik suami maupun istri. Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia
sejahtera dan kekal selamanya. Perkawinan memerlukan kematangan dan persiapan fisik dan mental
karena menikah adalah sesuatu yang sakral dan dapat menentukan jalan hidup seseorang. Oleh
karenanya diperlukan sikap yang penuh tanggung jawab dari masing individu yang menjalin
hubungan dan berlanjut ke tahap 7 pernikahan. Setiap pasangan yang akan menikah selalu
menginginkan pernikahannya berkesan dan tidak terlupakan karena pernikahan diharapkan menjadi
momen sekali seumur hidup. Prinsip dasar masyarakat Sunda senantiasa dilandasi oleh tiga sifat
utama yakni silih asih, silih asuh, dan silih asah atau secara literal diartikan sebagai saling menyangi,
saling menjaga, dan mengajari. Ketiga sifat itu selalu tampak dalam berbagai upacara adat Sunda.

2.2 Upacara Pernikahan Adat Sunda

Upacara pernikahan adalah termasuk upacara adat yang harus dijaga, karena dari situlah akan
tercermin jati diri, bersatunya sebuah keluarga bisa mencerminkan bersatunya sebuah negara. Untuk
terlaksananya suatu hubungan antara manusia dalam suatu masyarakat diciptakan norma-norma,
seperti: secara, kebiasaan, tata kelakuan dan adat istiadat. Di dalam prosesi pernikahan adat Sunda,
ada beberapa ritual yang perlu dipahami maknanya bersama, karena dalam pernikahan atau
perkawinan yang ada di Indonesia khususnya adat sunda, memiliki arti yang sakral, baik
penghormatan kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun kepada orang tua. Pernikahan adat Sunda
sangat kental dengan penghormatan kaum wanita, suasana pernikahan dilaksanakan dengan suasana
bahagia, penuh dengan humor. Jadi perasaan bahagia akan selalu mengiringi upacara pernikahan adat
Sunda. Menurut masyarakat Sunda, laki-laki dan perempuan diciptakan oleh Tuhan agar bersatu
menjadi loro-loronong atunggal.

Dengan pernikahan, laki-laki dan perempuan dipersatukan oleh sang pencipta menjadi satu
roh, satu jiwa. Karena filosofi pernikahan bagi masyarakat sunda adalah demikian, maka perceraian
tidak boleh dilakukan atau haram hukumnya apabila dilakukan, kecuali kehendak Tuhan atau salah
satunya meninggal (Harsojo, 2003, 45) Upacara pernikahan adat Sunda di Jawa Barat, ada hal-hal
yang masih tetap dipertahankan, namun ada pula yang sudah mulai tidak dipergunakan atau dikurangi
intensitasnya. Hal itu disebut Profan, menurut Mircea Eliade dalam Sakral dan Profan (2002, 7).
Profan berarti ruang dan waktu bersifat homogeni, tidak ada ruang istimewa, dan tidak ada waktu
istimewa atau bisa dikatakan dengan pengingkaran terhadap adanya sesuatu yang sakral. Contohnya
tahapan upacara melamar, atau nanyaan, nyawer, huap lingkung, seserahan dan sebagainya. Kalaulah
ada, tapi sudah mengalami perubahan atau disesuaikan dengan kondisi tempat, kemampuan pemangku
hajat, dan lingkungan jaman.

2.3 Prosesi Upacara Pernikahan Adat Sunda

2.3.1 Pra Pernikahan

1. Neundeun Omong

Ada neundeun omong (menyimpan ucapan) yaitu pembicaraan orang tua atau pihak pria yang
berminat mempersunting seorang gadis. Bila seorang pria atau orang tua dari pria bermaksud untuk
mempersunting seorang gadis, maka gadis itu akan diselidiki lebih dulu keadaannya, apakah ia masih
bebas atau belum ada yang meminang. Apabila ternyata si gadis belum ada yang memiliki atau tanda-
tanda setuju, maka pembicaraan akan meningkat terus (serius). Setelah ada persetujuan antara dua
belah pihak orang tua barulah anak-anak yang bersangkutan (pria dan gadis) diberi tahu. Hal ini
dilakukan karena pada zaman dahulu pernikahan dilangsungkan atas kehendak orang tua, sehingga
tidak sedikit terjadi pernikahan dimana kedua mempelai sebelumnya tidak saling mengenal. Dalam
pelaksanaannya neundeun omong biasanya sebagai berikut:

- Pihak orang tua calon pengantin bertamu kepada calon besan (calon pengantin perempuan).
Berbincang dalam suasana santai penuh canda tawa, sambil sesekali diselingi pertanyaan
yang bersifat menyelidiki status anak perempuannya apakah sudah ada yang melamar atau
belum.
- Pihak orang tua calon besan pun demikian dalam menjawabnya penuh dengan benyolan
penuh dengan siloka.
- Walaupun sudah sepakat diantara kedua orang tua itu, pada jaman dahulu kadang-kadang
anak-anak mereka tidak tahu.
- Di beberapa daerah di wilayah pasundan, kadang-kadang ada yang menggunakan cara dengan
saling mengirimi barang tertentu. Seperti orang tua anak laki-laki mengirim rokok cerutu dan
orang tua anak perempuan mengerti dengan maksud itu, maka apabila mereka setuju akan
segera membalasnya dengan mengirimkan benih labu siam (binih waluh siam). Dengan
demikian maka anak perempuannya itu sudah diteundeunan omong (disimpan ucapannya).

Namun zaman telah berubah dan ritual ini pun sedikit demi sedikit mulai ditinggalkan, dimana
sekarang pada umumnya pria dan gadis mencari dan menemukan jodohnya sendirisendiri. Setelah
antara keduanya saling bersepakat, baru kemudian membicarakan dengan kedua orang tua maing-
masing. Dan selanjutnya menentukan waktu untuk melamar dan meminang.

2. Narosan (melamar)

Narosan adalah tindak lanjut daripada neundeun omong, pada kunjungan kedua yang telah
ditentukan dan disepakati oleh kedua pihak. Maka orang tua calon pengantin pria beserta keluarga
terdekat. Pada pelaksanaannya orang tua anak laki-laki biasanya sambil membawa barang-barang,
seperti :

- Lemareun (seperti daun sirih, gambir, apu)


- Pakaian perempuan
- Cincin meneng
- Beubeur tameuh (ikat pinggang yang suka dipakai kaum perempuan terutama setelah
melahirkan)
- Uang yang jumlahnya 1/10 dari jumlah yang akan dibawa pada waktu seserahan.

Barang-barang yang dibawa dalam pelaksanaan upacara ngalamar itu tidak lepas dari simbol dan

makna seperti :

- Sirih, bentuknya segi tiga meruncing ke bawah kalau dimakan rasanya pedas. Gambir rasanya
pahit dan kesat. Apu rasanya pahit. Tapi kalau sudah menyatu rasanya jadi enak dan dapat
menyehatkan tubuh dan mencegah bau mulut.
- Cincin meneng yaitu cincin tanpa sambungan mengandung makna bahwa rasa kasih dan
sayang tidak ada putusnya
- Pakaian perempuan mengandung makna sebagai tanda mulainya tanggung jawab dari pihak
laki-laki terhadap prempuan.
- Beubeur tameuh mengandung makna sebagai tanda adanya ikatan lahir dan bathin antara
kedua belah pihak.

3. Seserahan

Seserahan adalah penyerahan calon pria dengan membawa peralatan atau perlengkapan untuk
pernikahan. Sebagai kelanjutan dari narosan atau ngelamar pihak orang tua calon pengantin pria mulai
mempersiapkan kepada piahak calon mempelai wanita, dilakukan 3-7 hari sebelum pernikahan, yaitu
calon pengantin pria membawa uang sebesar 10 kali lipat dari uang yang dibawa pada narosan atau
ngelamar, pakaian, perabot rumah tangga, perabot dapur, makanan, dan lainnya. Begitu juga
seballiknya dari pihak calon pengantin wanita menyerahkan sesuatu kepada pihak calon pengantin
pria.

4. Ngecagkeun aisan

Ngecagkeun aisan. Calon pengantin wanita keluar dari kamardan secara simbolis digendong oleh sang
ibu, sewmentara ayah calon pengantin wanita berjalan di depan sambil membawa lilin menuju tempat
sungkeman. Upacara ini dilaksanakan sehari sebelum resepsi pernikahan, sebagai symbol lepasnya
tanggung jawab orang tua calon pengantin. Properti yang digunakan :

1. Palika atau pelita atau menggunakan lilin yang berjumlah tujuh buah. Hal ini mengandung makna
jumlah hari dalam seminggu.

2. Kain putih yang bermakna niat suci

3. Bunga tujuh rupa yang bermakna bahwa perilaku kita, selama tujuh hari dalam seminggu harus
wangi yang artinya baik.

4. Bunga hanjuang yang bermakna bahwa kedua calon pengantin akan memasuki alam

baru yaitu alam rumah tangga.

Langkah-langkah upacara ini adalah :

- Orang tua calon pengantin perempuan keluar dari kamar sambil membawa lilin/ palika yang
sudah menyala
- Lalu dibelakangnya diikuti oleh calon pengantin perempuan sambil dililit (diais) oleh ibunya
- Setelah sampai ditengah rumah kemudian kedua orang tua calon pengantin perempuan duduk
di kursi yang telah dipersiapkan
- Untuk menambah khidmatnya suasana, biasanya sambil diiringi alunan kecapi suling dalam
lagu ayun ambing

5. Ngaras Upacara

Ngaras artinya membasuh kedua telapak kaki orang tua sebagai tanda berbakti kepada orang
tua. Pelaksanaan upacara ini dilaksanakan setelah upacara ngecagkeun aisan. Permohonan izin calon
mempelai wanita kemudian sungkem dan mencuci kaki kedua orang tua. Upacara ini dilaksanakan
setelah upacara ngecagkeun aisan. Pelaksanaannya sebagai berikut :

Calon pengantin perempuan bersujud dipangkuan orang tuanya sambil berkata :

“Ema, Bapa, disuhunkeun wening galihnya, jembar manah ti salira. Ngahapunten kana

sugrining kalepatan sim abdi. Rehing dina dinten enjing pisan sim abdi seja nohonan sunah

rosul. Hapunten Ema, hapunten Bapa hibar pangdu’a ti salira.”

Orang tua calon perempuan menjawab sambil mengelus kapala anaknya :

“Anaking, titipan Gusti yang Widi. Ulah salempang hariwang, hidep sieun teu tinemu bagja tio

Ema sareng ti Bap amah, pidu’a sareng pangampura, dadas keur hidep sorangan geulis.”
Selanjutnya kedua orang tua calon pengantin perempuan membawa anaknya ke tempat siraman untuk
melaksanakan upacara siraman.

- Pencampuran air siraman. Kedua orang tua menuangkan air siraman ke dalam bokor dan
mengaduknya untuk upacara siraman.
- Siraman. Diawali music kecapi suling, calon pengantin wanita dibimbing oleh perias menuju
tempat siraman dengan menginjak 7 helai kain. Siraman calon pengantin wanita dimulai oleh
ibu, kemudian ayah, disusul oleh para sesepuh. Jumlah penyiram ganjil, misalnya 7, 9 dan
paling banyak 11 orang. Secara terpisah, upacara yang samadilakukan di rumah calon
mempelai pria. Perlengkapan yang dilakukan adalah air bunga setaman (7 macam bunga
wangi), dua helai kain sarung, satu helai selendang batik, satu helai handuk, pedupaan, baju
kebaya, paying besar, dan lilin.

6. Siraman Upacara

Siraman, artinya memandikan calon pengantin perempuan dengan air yang telah dicampur
dengan air bunga tujuh rupa (7 macam bunga wangi). Maksud dari upacara siraman adalah sebagai
simbol bahwa untuk menuju sebuah mahligai rumah tangga yang suci harus pula diawali dengan
tubuh serta niat yang suci pula. Acara memandikan calon pengantin agar bersih lahir dan batin ini,
berlangsung siang hari di kediaman masing-masing calon mempelai. Bagi umat muslim, acara ini
terlebih dahulu diawali dengan pengajian.

Pelaksanaan upacara siraman seperti berikut:

1. Sesudah membaca doa, ayah calon pengantin langsung menyiramkan air dimulai dari atas kepala
hingga ujung kakinya. Setelah itu diteruskan oleh ibunya sama seperti tadi. Dan dilanjutkan oleh
kerabat harus yang sudah menikah.

2. Pada siraman terakhir biasanya dilakukan dengan melafalkan jangjawokan (mantra)

seperti berikut:

Cai suci cai hurip


Cai rahmat cai nikmat
Hayu diri urang mandi
Nya mandi jeung para Nabi
Nya siram jeung para Malaikat
Kokosok badan rohani
Cur mancur cahayaning Alloh
Cur mancur cahayaning ingsun
Cai suci badan suka
Mulih badan sampurna
Sampurna ku paraniam
- Potong rambut atau ngerik. Calon mempelai wanita dipotong rambutnya oleh kedua orang tua
sebagai lambang memperindah diri lahir dan batin. Dilanjutkan prosesi ngeningan (dikerik
dan dirias), yakni menghilangkan semua bulu-bulu halus pada wajah, kuduk, membentuk
amis cau/sinom, membuat godeg, dan kembang turi. Perlengkapan yang dibutuhkan : pisau
cukur, sisir, gunting rambut, pinset, air bunga setaman, lilin atau pelita, padupaan, dan kain
mori/putih. Biasanya sambil dilantunkan jangjawokan juga :
Peso putih ninggang kana kulit putih
Cep tiis taya rasana
Mangka mumpung mangka melung
Maka eunteup kana sieup
Mangka meleng ka awaking, ngeunyeuk seureuh
- Rebutan parawanten. Sambil menunggu calon mempelai dirias, para tamu
undanganmenikmati acara rebutan hahampangan dan beubeutian. Juga dilakukan acara
pembagian air siraman.
- Suapan terakhir. Pemotongan tumpeng oleh kedua orangtua calon mempelai
wanita,dilanjutkan dengan menyuapi sang anak untuk terakhir kali, masing-masing sebanyak
tiga kali.
- Tanam rambut. Kedua orangtua menanam potongan rambut calon mempelai wanita di tempat
yang telah ditentukan.

7. Ngeuyeuk Seureuh

Prosesi ngeuyeuk seureuh ini dilakukan setelah prosesi ngerik di lakukan adapun maksud

dan tujuan ngeuyeuk seureuh, yaitu:

- Memberikan kesempatan kepada calon mempelai untuk meminta izin kepada orang tua
masingmasing, disertai do’a restu dari orang tua kepada putra-putrinya dengan disaksikan
oleh sanak saudaranya dan dilakukan dengan sehidmat-hidamatnya.
- Setelah itu kedua orang tua memberikan nasihat kepada calon mempelai melalui bendabenda
yang terdapat pada alat-alat yang ada atau alat-alat ngeuyeuk seureuh.

Kata ngeuyeuk seureuh sendiri berasal dari ngaheuyeuk yang artinya mengolah. Acara ini
biasanya dihadiri oleh kedua calon pengantin beserta keluarganya yang dilaksanakan pada malam hari
sebelum akad nikah. Pandangan hidup orang sunda senantiasa dilandasi oleh tiga sifat utama yakni
silih asih, silih asuh, dan silih asah atau secara literal diartikan sebagai saling menyayangi, saling
menjaga, dan mengajari. Ketiga sifat itu selalu tampak dalam berbagai upacara adat atau ritual
terutama acara ngeuyeuk seureuh. Diharapkan kedua calon pengantin bisa mengamalkan sebuah
peribahasa kawas gula jeung peuet (bagaikan gula dengan nira yang sudah matang) artinya hidup
yang rukun, saling menyayangi dan sebisa mungkin menghindari perselisihan. Tata cara ngeuyeuk
seureuh :

1. Nini pangeuyeuk memberikan 7 belai benang kanteh sepanjang 2 jengkal kepada kedua calon
mempelai. Sambil duduk menghadap dan memegang ujung-ujung benang, kedua mempelai meminta
izin untuk menikah kepada orangtua mereka.

2. Pangeuyeuk membawakan kidung yang berisi permohonan dan doa kepada Tuhan sambil nyawer
(menaburkan beras sedikit-sedikit) kepada calon mempelai, simbol harapan hidup sejahtera bagi sang
mempelai.

3. Calon mempelai dikeprak (dipukul pelan-pelan) dengan sapu lidi, diiringi nasihat untuk saling
memupuk kasih sayang.

4. Kain putih penutup pangeuyeukan dibuka, melambangkan rumah tangga yang bersih dan tak
ternoda. Menggotong dua perangkat pakaian diatas kain pelekat, melambangkan kerja sama pasangan
calon suami istri dalam mengelola rumah tangga.
5. Calon pengantin pria membelah mayang jambe dan buah pinang. Mayang jambe melambangkan
hati dan perasaan wanita yang halus, buah pinang melambangkan suami istri saling mengasihi dan
dapat menyesuaikan diri. Selanjutnya calon pengantin pria menumbuk alu ke dalam lumping yang
dipegang oleh calon pengantin wanita.

6. Membuat lungkun, yakni berupa 2 lembarsirih bertangkai berhadapan digulung menjadi satu
memanjang, lalu diikat benang. Kedua orangtua dan tamu melakukan hal yang sama, melambangkan
jika ada rezeki berlebih harus dibagikan.

7. Diabai-abai oleh pangeuyeuk, kedua calon pengantin dan tamuberebut uang yang berada dibawah
tikar sambil disawer. Melambangkan berlomba mencari rezeki dan disayang keluarga.

8. Kedua calon pengantin dan sesepuh membuang bekas ngeuyeuk seureuh ke perempatan jalan,
simbolisasi membuang yang buruk dan mengharap kebahagiaan dalam menempuh hidup baru.

9. Menyalakan tujuh buah pelita, sebuah kosmologi sunda akan jumlah hari yang diterangi matahari
dan harapan akan kejujuran dalam membina rumah tangga.

2.3.2 Upacara Pernikahan Adat Sunda (Akad)

Pada hari yang telah ditetapkan oleh kedua keluarga calon pengantin. Rombongan keluarga
calon pengantin pria datang ke kediaman calon pengantin perempuan. Selain membawa mas kawin,
biasanya juga membawa peralatan dapur, perabot kamar tidur, kayu bakar, gentong (gerabah untuk
menyimpan beras). Di daerah priangan susunan acara upacara akad nikah biasanya sebagai berikut :

1. Penjemputan calon pengantin pria

Penjemputan calon pengantin pria dilakukan oleh utusan dari pihak calon pengantin wanita,
setelah siap segala sesuatunya untuk pelaksanaan akad nikah dan sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan, atau disepakati bersama maka pihak calon pengantin wanita mengirim utusan untuk
menjemput calon pengantin pria. Dan tugas ini sebaiknya tidak dibebankan kepada seorang pemuda
(anak muda) karena kurang berwibawa. Kemudian, calon pengantin pria beserta para pengiring
menuju kediaman calon pengantin wanita, disambut acara mapag pengantin yang dipimpin oleh
penari yang disebut mang lengser. Calon mempelai pria disambut oleh ibu calon mempelai wanita
dengan mengalungkan rangkaian bunga.

2. Penyerahan calon pengantin pria

Yang mewakili pemasrahan calon penganti pria biasanya diwakilkan kepada orang yang
dituakan (ahli berpidato). Dan yang menerima dari perwakilan calon pengantin perempuan juga
biasanya diwakilkan.

3. Akad nikah

Setelah penghulu dan saksi duduk di tempat masing-masing, maka calon pengantin wanita
diambil dari kamar pengantin oleh orang tuanya atau ayahnya dan didudukan disamping kiri calon
pengantin pria. Sebelum ijab (akad nikah) dimulai, kedua calon pengantin dikerudungi tiung panjang
atau tudung berwarna putih, ini melambangkan penyatuan dua insane yang masih murni, lahir maupun
batin. Kerudung atau tudung berwarna putih boleh dibuka apabila akad nikah sudah selesai, setelah
selesai upacara akad nikah dilakukan kedua calon pengantin yang sudah resmi menjadi pengantin
baru, dipersilahkan berdiri untuk serah terima mas kawin dan menerima buku nikah masing-masing.
Kemudian pengantin pria melakukan pemasangan cincin kawin yang dipakaikan pada jari manis
pengantin wanita dan juga sebaliknya, pengantin wanita memasangkan cincin pada jari manis
pengantin pria.

4. Menyerahkan mas kawin

Mas kawin adalah harta yang diberikan oleh pihak mempelai laki-laki (atau keluarganya)
kepada mempelai perempuan (atau keluarga dari mempelai perempuan) pada saat pernikahan.

5. Sungkeman

Acara selanjutnya adalah munjungan oleh kedua pengantin kepada para petugas KUA, yang
diteruskan dengan sembah sungkem meminta do’a restu kepada orang tua pengantin wanita, lalu
kepada orang tua pengantin pria (Thomas Wiyasa Bratawidjadja, Upacara Pernikahan Adat Sunda,
2002).

2.3.3 Upacara Pernikahan Adat Sunda (setelah akad)

1. Sawer Pengantin

Saweran, merupakan upacara memberi nasihat kepada kedua mempelai yang dilaksanakan
setelah acara akad nikah. Melambangkan mempelai beserta keluarga berbagi rejeki dan kebahagiaan.
Kata sawer berasal dari kata panyaweran, yang dalam bahasa sunda berarti tempat jatuhnya air dari
atap rumah atau ujung genting bagian bawah. Mungkin kata sawer ini diambil dari tempat
berlangsungnya upacara adat tersebut yaitu panyaweran. Berlangsung di panyaweran (di teras atau
halaman). Kedua orang tua menyawer mempelai dengan diiringi kidung. Untuk menyawer,
menggunakan bokor yang diisi uang logam, beras, irisan kunyit tipis, dan permen. Kedua mempelai
duduk berdampingan dengan dinaungi payung, seiring kidung selesai dilantunkan, isi bokor ditabur,
hadirin yang menyaksikan berebut memunguti uang receh dan permen. Bahan-bahan yang diperlukan
dan digunakan dalam upacara sawer ini tidaklah lepas dari simbol dan maksud yang hendak
disampaikan kepada pengantin baru ini, seperti :

1. Beras yang mengandung simbol kemakmuran. Maksudnya, mudah-mudahan setelah berumah


tangga pengantin bisa hidup makmur.

2. Uang recehan mengandung simbol kemakmuran. Maksudnya apabila kita mendapatkan


kemakmuran kita harus ikhlas berbagi dengan fakir dan yatim

3. Kembang gula artinya mudah-mudahan dalam melaksanakan rumah tangga mendapatkan manisnya
hidup berumah tangga.

4. Kunyit sebagai simbol kejayaan mudah-mudahan dalam hidup berumah tangga bisa meraih
kejayaan.

Kemudian semua bahan dan kelengkapan itu dilemparkan, artinya kita harus bersifat
dermawan.

Syair-syair yang dinyanyikan pada upacara adat nyawer adalah sebagai berikut :

Kidung sawer

Pangapunten kasadaya
Kanu sami araya
Rehna bade nyawer heula
Ngedalkeun eusi werdaya
Dangukeun ieu piwulang
Tawis nu mikamelang
Teu pisan dek kumalancang
Megatan ngahalang-halang
Bisina tacan kaharti
Tengetkeun masing rastiti
Ucap lampah ati-ati
Kudu silih beuli ati
Lampah ulah pasalia
Singalap hayang waluya
Upama pakiya-kiya
Ahirna matak pasea
2. Nincak endog (menginjak telur)

Mengandung simbol keperawanan dan benih artinya agar pengantin perempuan bisa
memberikan keturunan yang baik. Mempelai pria menginjak telur dibalik apan dan elekan (batang
bambu muda), kemudian mempelai wanita mencuci kaki mempelai pria dengan air di kendi,
mengelapnya sampai kering lalu kendi dipecahkan berdua. Melambangkan pengabdian istri kepada
suamiyang dimulai dari hari itu.

3. Meuleum harupat (membakar lidi)

Mengandung maksud bahwa dalam memecahkan suatu permasalahan jangan punya sifat
seperti harupat yang mudah patah tetapi harus dengan pikiran yang bijaksana. Pelaksanaannya yaitu
kedua mempelai memegang harupat saling berhadapan dan langsung mematahkannya. Mempelai pria
memegang batang harupat, pengantin wanita membakar dengan lilin sampai menyala. Harupat yang
sudah menyala kemudian dimasukan kedalam kendi yang dipegang mempelai wanita, diangkat
kembali dan dipatahkan lalu dibuang jauh-jauh.

Melambangkan nasihat kepada kedua mempelai untuk senantiasa bersama dalam


memecahkan persoalan dalam rumah tangga. Fungsi istri dengan memegang kendi berisi air adalah
untuk mendinginkan setiap persoalan yang membuat pikiran dan hati suami tidak nyaman.

4. Buka pintu

Diawali mengetuk pintu tiga kali. Diadakan tanya jawab dengan pantun bersahutandari dalam
dan luar pintu rumah. Setelah kalimat syahadat dibacakan, pintu dibuka. Pengantin masuk menuju
pelaminan. Dialog pengantin perempuan dengan pengantin laki-laki seperti berikut ini :

Kentar Bayubud
Istri : saha eta anu kumawani
Taya tata taya bemakrama
Ketrak-ketrok kana panto
Laki-laki : geuning bet jadi kitu
Api-api kawas nu pangling
Apan ieu teh engkang
Hayang geura tepung
Tambah teu kuat ku era
Da diluar seueur tamu nu ningali
Istri : euleuh karah panutan
5. Huap lingkung

Setelah buka pintu dilaksanakan kedua mempelai dipertemukan, dan dibawa ke kamar
pengantin untuk melaksanakan upacara huap lingkung. Perlengkapan yang harus disediakan seperti:
bekakak ayam,nasi kuning, dan lain-lain.

1) Pasangan mempelai disuapi oleh kedua orang tua. Dimulai oleh para ibunda yang dilanjutkan oleh
kedua ayahanda.

2) Kedua mempelai saling menyuapi, tersedia 7 bulatan nasi punar (nasi ketan kuning) diatas piring.
Saling menyuap melalui bahu masing-masing kemudian satu bulatan diperebutkan keduanya untuk
kemudian dibelah dua dan disuapkan kepada pasangan. Melambangkan suapan terakhir dari orang tua
karena setelah berkeluarga, kedua anak mereka harus mencari sendiri sumber kebutuhan hidup
mereka dan juga menandakan bahwa kasih sayang kedua orang tua terhadap anak dan menantu itu
sama besarnya.

6. Melepaskan sepasang burung merpati

Upacara ini mengandung maksud bahwa kedua mempelai akan mengarungi dunia baru

yaitu dunia rumah tangga. Ibunda kedua mempelai berjalan keluar sambil masing-masing membawa
burung merpati yang kemudian dilepaskan terbang di halaman. Melambangkan bahwa peran orangtua
sudah berakhir hari itu karena kedua anak mereka telah mandiri dan memiliki keluarga sendiri.

7. Pabetot Bakakak (menarik ayam bakar)

Kedua mempelai duduk berhadapan sambil tangan kanan mereka memegang kedua paha
ayam bakakak diatas meja, kemudian pemandu acara member aba-aba, kedua mempelai serentak
menarik bakakak ayam tersebut hingga terbelah. Yang mendapat bagian terbesar, harus membagi
dengan pasangannyadengan cara digigit bersama. Melambangkan bahwa berapa pun rejeki yang
didapat, harus dibagi berdua dan dinikmati bersama.

8. Numbas

Upacara numbas biasa dilaksanakan satu minggu setelah akad nikah. Upacara numbas
mengandung maksud untuk memberi tahu kepada keluarga dan tetangga bahwa pengantin perempuan
“tidak mengecewakan“ pengantin laki-laki. Upacara numbas dilakukan dengan cara membagi-bagikan
nasi kuning (Thomas Wiyasa Bratawidjadja, Upacara Pernikahan Adat Sunda,2002).

Anda mungkin juga menyukai