Linda Ruzyanti1
zyanond@gmail.com1
a.yazid.aq@gamil.com2
Imam Syafi’i3
afafzuhri@gmail.com3
Jl. Raya Panglima Sudirman No. 360, Semampir, Kraksaan, Probolinggo, Jawa Timur,
Indonesia, 67281
ABSTRAK
Pertunangan atau bhekalan merupakan salah satu adat di Desa Maron Kidul sebelum melangsungkan
pernikahan. Mayoritas masyarakat Desa Maron Kidul jika hendak melangsungkan pernikahan tak
pernah luput melakukan tradisi bhekalan terlebih dahulu. Tunangan atau bhekalan adalah salah satu
bentuk proses yang dilakukan untuk saling mengenal dan pendekatan antara pria yang mengkhitbah
dengan wanita yang dikhitbah agar bisa menguatkan juga meperkokoh keinginan untuk menikah.
Di tengah perubahan zaman, tradisi bhekalan kerap kali menjadi fenomena yang menjadi sorotan
perbincangan masyarakat. Tujuan awal diadakannya tradisi bhekalan yang seharusnya menjadi pola
pengakraban kini menjadi salah kaprah yang sering terjadi. Terdapat beberapa pegaulan antara pria
dan wanita semasa bhekalan yang sering diketahui menyimpang dalam hukum Islam. Telah menjadi
fenomena yang lumrah ketika diketahui pria dan wanita yang sedang dalam masa bhekalan mereka
sering berboncengan, berduaan, berpegangan tangan, bahkan sampai menginap dirumah
pasangannya. Ironisnya jika hal- hal semacam itu tidak dilakukan, malah menjadi perbincangan
negatif bagi masyarakat sekitar.
Adapun tujuan penulis meneliti kasus ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan tradisi akad bhekal
pada masyarakat di Desa Maron Kidul dan hukumnya menurut perspektif hukum Islam dan hukum
adat, serta menambah dan memperluas wawasan terhadap tradisi akad bhekal yang menjadi tradisi
bagi masyarakat di Desa Maron Kidul untuk mempermudah pasangan yang sedang dalam masa
bhekalan supaya dengan lebih mudah melakukan pergaulan - pergaulan yang diperbolehkan
menurut hukum Islam tanpa adanya perbincangan negatif dari masyarakat sekitar, dan juga untuk
menumbuhakan sikap profesionalisme kerja melalui berfikir
Engagement or bhekalan is one of the customs in Maron Kidul Village before getting married. The
majority of the people of Maron Kidul Village, if they want to get married, never fail to do the
bhekalan tradition first. Fiance or bhekalan is a form of process that is carried out to get to know each
other and approach between the man who proposes and the woman who is proposed so that they
can strengthen and strengthen their desire to marry.
In the midst of changing times, the bhekalan tradition often becomes a phenomenon that becomes
the focus of public discussion. The main purpose of holding the bhekalan tradition, which should
have been a pattern of intimacy, has now become a misunderstanding that often occurs. Many
associations - associations between men and women during the bhekalan which are often found to be
contradictory in Islamic law. It has become a common phenomenon when it is found that men and
women who are in their period of travel often ride together, be alone, hold hands, and even stay at
their partner's house. Ironically, if such things are not carried out, they will instead become a
negative conversation for the surrounding community.
The purpose of the authors researching this case is to add and broaden insight into the tradition of
the bhekal contract which is a tradition for the people in Maron Kidul Village to make it easier for
couples who are in the bhekalan period to more easily carry out associations that are permissible
according to Islamic law without negative conversations. from the surrounding community.
PENDAHULUAN
Salah satu negara yang memiliki beragam pulau dan suku budaya dengan norma
dan adat istiadat yang berbeda ialah Indonesia. Salah satu pulau di Indonesia adalah pulau
Jawa dimana terdapat berbagai norma dan adat istiadat yang berlaku. Membicarakan
tentang norma adat dan tradisi yang terdapat dan berlaku pada masyarakat Jawa, itu berarti
kita membahas perihal kehidupan mikro dan makro kosmos orang Jawa. Karena adat tradisi
orang Jawa, pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka dan merupakan
sebuah unsur yang melekat dalam jati diri orang Jawa. 1 Masyarakat Jawa mempunyai tradisi
yang telah berlaku sejak nenek moyang. Salah satu adat istiadat yang berlaku dalam
masyarakat Jawa adalah adat pernikahan dan pra pernikahan.
Salah satu sunnatullah yang berlaku untuk semua makhluk- makhluk Allah SWT.,
baik pada manusia, hewan, bahkan tumbuhan adalah pernikahan. Pernikahan adalah
sebuah cara yang dipilih Allah SWT. untuk makhluk - Nya guna berkembang biak serta
melestarikan kehidupannya. Semua makhluk yang telah di ciptakan oleh Allah SWT.
merupakan makhluk yang berpasang-pasangan, dimana hal itu berlaku juga untuk satu
makhluk dengan kodrat yang paling sempurna, yaitu manusia. Terdapat 2 jenis kelamin
yang dimiliki manusia, yakni pria dan wanita, mereka di ciptakan berpasang-pasangan.
Sebagai makhluk sosial, pria dan wanita akan saling berinteraksi dan mengenal antara satu
sama lain. Ketertarikan rasa yang muncul di antara mereka berdua merupakan kodrat yang
telah Allah SWT. ciptakan sehingga akan menimbulkan perasaan kasih sayang dan lainnya.
Awal kali pernikahan berlangsung ialah ketika adanya manusia yang di ciptakan oleh Allah
SWT. pertama kali. Adam dan Hawa merupakan manusia pertama yang menginginkan
kehidupan untuk bersama bersama dengan manusia lainnya. Walaupun Adam berada dan
hidup di dalam surga dengan isi yang serba ada dan lengkap serta berkecukupan, ia merasa
1
M C Hoadley, Islam Dalam Tradisi Hukum Jawa & Hukum Kolonial, Graha ilmu (Graha Ilmu, 2009), 1.
kesepian hingga akhirnya Allah SWT. menciptakan manusia lainnya untuk dijadikan
pasangan hidupnya yang terbuat dari tulang rusuknya yang sebelah kiri. 2
Pernikahan adalah salah satu momen terpenting dalam hidup seseorang. Untuk
menuju jenjang pernikahan ada beberapa aktifitas yang perlu dilakukan. Salah satu aktifitas
yang dilakukan masyarakat Jawa yang juga merupakan adat istiadat ialah prosesi tunangan
atau bhekalan. Istilah bhekalan merupakan istilah yang dipakai masyarakat Jawa dan
Madura di Desa Maron Kidul, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Sebelum melangkah
pada perkawinan, masyarakat Desa Maron Kidul, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur
terlebih dahulu melakukan prosesi bhekalan atau tunangan yang mana dalam hukum Islam
disebut juga dengan kata khitbah khitbah.
Prosesi bhekalan merupakan salah satu adat tradisi untuk melamar seorang
perempuan guna membuktikan adanya bentuk keseriusan yang dimiliki oleh seorang pria
guna menjalani hubungan yang lebih serius juga sebagai pengikat untuk pihak wanita yang
telah dilamar agar supaya tidak dilamar oleh pria lain. Proses yang dilakukan adalah
seorang pria datang beserta keluarganya ke rumah seorang wanita yang ia cintai sembari
membawa buah tangan yang menjadi bawaan khas sebagai bentuk interaksi simbolik adat
istiadat. Berbagai macam sajian yang dibawa sebagai buah tangan menunjukkan
bahwasanny hal tersebut mewakili maksud juga tujuan kedatangannnya serta
menggambarkan bentuk perasaan yang dirasakan. Ketika prosesi tersebut usai berlangsung,
pihak wanita datang ke kediaman keluarga pria seminggu setelahnya yang dikenal dengan
istilah bhelesan. Makanan khas yang dibawa saat bhelesan juga menggambarkan bentuk
perasaan serta maksud dan tujuan. Ikatan bhekalan yang telah terjadi selain merubah status
antara pria dan wanita yang abhekalan, tetapi hal tersebut juga merubah cara pandang dan
sikap orang tua, keluarga serta masyakat sekitar. Setelah dua prosesi yang menjadi
kebiasaan tersebut telah selesai dilakukan, maka dilakukanlah prosesi akad bhekal.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang diteliti menggunakan penelitian kualitatif dengan jenis penelitian
studi kasus (case study) dengan maksud untuk mengeksploralisasi tradisi akad bhekal yang
ada di Desa Maron Kidul. Sumber data penelitian ini adalah menggunakan dua sumber data
yaitu primer dan sekunder. Data-data yang terkumpul di dapat melalui observasi yang
dilakukan oleh peneliti sebagai pengumpul data bertindak dan terjun langsung ke lapangan
dengan melakukan observasi atau pengamatan terhadap tradisi akad bhekal yang ada di
Desa Maron Kidul, wawancara kepada para tokoh masyarakat (tokoh agama, tokoh adat,
dan tokoh pemerintahan desa) di Desa Maron Kidul serta beberapa warga di Desa Maron
Kidul, dan dokumentasi yang digunakan guna mendapatkan data - data dan segala sesuatu
yang mencakup dengan obyek penelitian, seperti: dukumen jumlah penduduk, agama
pekerjaan, pendidikan penduduk, dan strata ekonomi, serta tulisan - tulisan dan buku -
buku yang berhubungan dengan obyek penelitian ini, lalu penulis mereduksi dan
menyajikan data yang terkait dengan penelitian yang diambil dari berbagai buku, kitab,
jurnal, maupun skripsi skripsi terdahulu. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data
induktif dan komperatif.
Adapun pendekatan dalam penelitian ini adalah penelitian non - hipotesis. Jenis
penelitian yang diteliti tidak dapat mempenjelaskan hubungan antara variabel yang
2
B A Saebani, Perkawinan Dalam Hukum Islam Dan Undang-Undang: Perspektif Fiqh Munakahat Dan UU No.
1/1974 Tentang Poligami Dan Problematikanya (Pustaka Setia, 2008), 5.
berkenan dengan masalah dan unit yang ada tidak di maksudkan untuk menarik generasi
yang menjelaskan variable - variabel anteseden yang menyebabkan suatu gejala atau
kenyataan sosial. Hal ini di dasarkan pada tujuan penelitian deskriptif itu sendiri, yaitu
melukiskan keadaan objek atau persoalannya dan tidak di maksudkan untuk menarik atau
mengambil kesimpulan yang berlaku umum.3
KESIMPULAN
12
Kompilasi Hukum Islam.
Tradisi akad bhekal bukanlah tradisi tetap yang berlaku pada masyarakat Maron
Kidul, tradisi tersebut hanyalah tradisi yang berlaku disebagian wilayah yang lebih
menonjol keagamaannya, salah satunya seperti masyarakat di Dusun Krajan Desa Maron
Kidul. Tradisi akad bhekal dilakukan oleh masyarakat Dusun Krajan untuk menghindari
pergaulan - pergaulan bebas selama masa bhekalan dan bisa melakukan hubungan halal
tanpa adanya kekhawatiran takut menyimpan aturan - aturan syariat juga untuk
memberikan kemudahan bagi pasangan yang belum mempunyai biaya untuk menikah
secara resmi tercatat di negara.
Prosesi akad bhekal bisa dikatakan juga dengan akad sirri karena prosesinya yang
sama. Dengan dalih menghindari pergaulan-pergaulan yang menyimpang syariat agama,
mereka melakukan akad nikah sirri dimana hal tersebut akan menyebabkan banyaknya
dampak negatif bagi pihak perempuan dan anak. Dengan demikian alangkah lebih baik jika
tidak melakukan akad bhekal atau akad nikah sirri dikarenakan hal tersebut selain dianggap
melanggar peraturan pemerintah juga akan banyak berdampak negatif pada pihak
perempuan dan anak dimasa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1998.
Berutu, Ali Geno. “NIKAH DIBAWAH TANGAN DAMPAK DAN SOLUSINYA” (2019).
Diana, Nova Putri. “Tinjauan Tradisi Bhekalan Dalam Fiqh Syafi‟ i (Studi Di Pondok
Pesantren At-Tanwir Desa Slateng Kecamatan Ledokombo Kabupaten Jember).”
SAKINA: Journal of Family Studies 3, no. 2 (2019).
Firdaus, Sauqi Noer, Fadil Sj, and Moh Thoriquddin. “DAMPAK NIKAH SIRI TERHADAP
ISTRI DAN ANAK PERSPEKTIF MAQASHID AL-SYARI’AH AL-SYATHIBI (STUDI
DESA BANGSALSARI KECAMATAN BANGSALSARI KABUPATEN JEMBER).” Jurnal
Al-Ijtimaiyyah 7, no. 2 (2021): 165–194.
Fuad, Iwan Zaenul, Agus Fakhrina, Abdul Azis, and Ahmad Rosyid. “Kriminalisasi Sosiologis
Nikah Siri.” Jurnal Penelitian 8, no. 1 (2011).
Gafur, Abdul. “Dampak Sosial Nikah Sirri Di Desa Ponjanan Barat Kecamatan Batu Marmar
Kabupaten Pamekasan.” IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012.
Gunawan, Edi. “Nikah Siri Dan Akibat Hukumnya Menurut UU Perkawinan.” Jurnal Ilmiah
Al-Syir’ah 11, no. 1 (2013).
Hoadley, M C. Islam Dalam Tradisi Hukum Jawa & Hukum Kolonial. Graha ilmu. Graha
Ilmu, 2009.
Isnaini, Enik. “Perkawinan Siri Dalam Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif Dan Hak
Asasi Manusia.” Jurnal Independent 2, no. 1 (2014): 51–64.
Jaya, Dwi Putra. “Nikah Siri Dan Problematikanya Dalam Hukum Islam.” Jurnal Hukum
Sehasen 1, no. 2 (2017).
Kharisudin, Kharisudin. “Nikah Siri Dalam Perspektif Kompilasi Hukum Islam Dan
Undang-Undang Perkawinan Indonesia.” Perspektif 26, no. 1 (2021): 48–56.
Maloko, M Thahir. “Nikah Sirri Perspektif Hukum Islam.” Jurnal Sipakalebbi 1, no. 3 (2014).
Nuruddin, Aminur, and Azhari Akmal Tarigan. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Jakarta:
Prenata Media, 2004.
Raf’at Utsman, Muhammad. Fikih Khitbah Dan Nikah. Jawa Barat: Fathan Media Prima,
2017.
Rahman, Maria Lailia. “Nikah Sirri: Keabsahan Dan Akibatnya.” Al Hikmah: Jurnal Studi
Keislaman 8, no. 1 (2018): 128–135.
Rakib, Abdur. “Pergaulan Dalam Pertunangan Dan Khalwat Fi Ma’na Al-Haml: Studi
Budaya Pertunangan Di Daerah Madura.” At-Turas: Jurnal Studi Keislaman 6, no. 1
(2019): 35–55.
Rofiq, Ahmad. Hukum Perdata Islam Di Indonesia. Cetakan 2. Jakarta: Rajawali Press, 2015.
Sari, Kanthi Pamungkas, and Tri Wahyuni. “Kajian Sosiologis Dampak Nikah Siri Terhadap
Status Sosial Pihak Perempuan Dan Anak Di Kabupaten Magelang.” In Prosiding
University Research Colloquium, 123–131, 2018.
Sari, Lia Novita. “Analisis Hukum Islam Terhadap Pertunangan Langsung Nikah Siri Dan
Penggagalan Pertunangan Sekaligus Perceraian: Studi Kasus Di Desa Ketah Kacamatan
Suboh Situbondo.” UIN Sunan Ampel Surabaya, 2021.
Sobari, Ahmad. “Nikah Siri Dalam Perspektif Islam.” Mizan: Journal of Islamic Law 1, no. 1
(2018).
Suyuthi, Mahmud. “Pandangan Tokoh Masyarakat Pada Perilaku Pasangan Calon Pengantin
Selama Masa Khitbah Di Kelurahan Gebang Kecamatan Patrang Kabupaten Jember.”
Fakultas Syariah Program Studi Al Ahwal Al Syakhsiyyah, 2021.
Tahir, Masnun. “Meredam Kemelut Kontroversi Nikah Sirri (Perspektif Maslahah).” Al-
Mawarid: Jurnal Hukum Islam 11, no. 2 (2011).
Yusuf, M Yusuf M. “Dampak Nikah Siri Terhadap Perilaku Keluarga.” At-Taujih: Bimbingan
Dan Konseling Islam 2, no. 2 (2020): 96–108.