Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dan penuh keberagaman baik itu
suku,budaya,ras,etnis, agama, bahasa maupun adat istiadat. Karena itu Indonesia
termasuk negara yangmulticultural yang keanekaragamannya mungkin tidak dimiliki
oleh bangsa-bangsa besar lainnya.
Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang ada ada di Indonesia
dengan terdiri dari berbagai suku, budaya maupun etnis yang masih erat dengan
kebudayaan-kebudayaan tradisional yang tidak tersentuh sama sekali dengan
kemajuan jaman.
Orang Mandailing adalah salah satu dari sekian ratus suku bangsa penduduk
asli Indonesia, dari zaman dahulu sampai sekarang orang Mandailing secara turun
temurun mendiami wilayah etnisnya sendiri yang terletak di Kabupaten Mandailing
Natal (Madina),Propinsi Sumatera Utara.
Masyarakat masih memegang teguh adat istiadat yang ada dalam kehidupan
sehari-hari yang dijadikan sebagai aturan dalam melangsungkan kehidupan
bermasyarakat.Adat istiadat ini dapat dikategorikan kedalam aturan yang tidak tertulis
namun dapat dilihat dan dinilai dari perilakumasyarakat yang memegang teguh adat
istiadat tersebut.
Islam mensyari‟atkan sebelum diadakannya akad nikah dalam melangsungkan
perkawinan langkah awal terlebih dahulu adalah melakukan peminangan.Peminangan
ini di samping bertujuan agar masing-masing pihak saling mengenal, saling
menyetujui juga salah satu upaya untuk mencapai perkawinan yang sakinah,
mawaddah warahmah.Peminangan yang telah disyari‟atkan seharusnya dipatuhi oleh
setiap muslim yang ingin mewujudkan perkawinan.
Namun kenyataan yang ada di tengah-tengah masyarakat Desa Panyabungan
Jae,Kecamatan Panyabungan,meski ada perkawinan yang diawali dengan peminangan
namun tidak sedikit yang diwujudkan dengan menempuh jalan lain, yaitu melarikan
perempuan yang ingin dia nikahi terlebih dahulu dari rumahnya tanpa minta izin
bahkan persetujuan dari orang tuanya.Dalam bahasa sehari-hari yang demikian
diistilahkan dengan kawin lari/ marlojong.

1
Dalam masyarakat Mandailing ada beberapa peristiwa yang selalu dilakukan
dengan upacar adat tradisional, misalnya memasuki rumah baru,perkawinan,kelahiran
dan kematian. Sifat upacara ini dibagi menjadi dua sifat yakni :
a. Bersifat siriaon yaitu upacara yang dilakukan dengan perasaan suka cita atau
bahagia termasuk kedalamnya perkawinan.
b. Bersifat siluluton yaitu upacara yang dilakukan dengan perasaan duka cita atau
keadaan yang tidak baik,misalnya ada kemalangan (orang meninggal), manyaru-nyaru
(mengunjungi orang yang mengalami kecelakaan).
Kasih sayang merupakan hal yang paling penting untuk menjadikan rumah
tangga yang Sakinah Mawaddah Warohmah. Kasih sayang tidaklah seperti hal yang
kita bayangkan pada umumnya, layaknya keluarga harmonis. Namun kasih sayang
dalam pernikahan juga banyak hal rumit yang dilalui, dikarnakan kasih sayang tidak
dilandasi atas agama bisa menjadikan salah langkah menjalin kejenjang pernikahan.
Pernikahan merupakan salah satu sunnahtullah yang berlaku untuk semua
makhluk Allah SWT yang bernyawa. Adanya tujuan untuk memperoleh kesejahteraan
lahir batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan dunia dan akhirat. Dalam Hukum
Islam disebut sebagai akad yang sangat kuat untuk mentaati perintah Allah dan
melaksanakannya merupakan ibadah.
Dalam hal malojongkan boru (membawa lari gadis), bisa saja dengan cara
tidak diketahui (mambaen rohana) atau pura-pura tidak diketahui. Perkembangan
zaman juga telah membawa perubahan pada hubungan antara orang tua dan anak
menjadi semakin renggang.
Pengawasan orang tua terhadap anak tidak lagi begitu ketat, bahkan para
remaja mulai beranggapan sudah tidak relevan lagi orang tua untuk terlibat terhadap
suatu keinginan mereka. Sehingga nilai yang diwariskan oleh anggota – anggota
generasi yang lebih tua menjadi lebih sedikit. “Mangalojongkon Boru ” dilihat dari
maknanya “ mangalojongkon” memiliki arti “membawa lari” sedangkan “boru”
artinya “wanita”, jadi mangalojongkon boru adalah “ tradisi melarikan atau mencuri
gadis yang ingin dinikahi oleh laki-laki pilihan perempuan tersebut. Dengan cara
membawa jauh dari keluarga beberapa hari, dengan tujuan supaya dipermudah dan
disegerakan dalam melangsungkan perkawinan.
Melihat faktanya, “mangalojongkon boru” terjadi karena Ketidaksetujuan dari
pihak keluarga yang dapat menjadi hambatan dalam pernikahan, masalah
keluarga,penentuan mas kawin yang diajukan tidak mencukupi atau masih kurang,
2
laki-laki tidak bisa memenuhi permintaan adat yang disepakati dan ditetapkan oleh
keluarga pihak perempuan.
Berdasarkan asumsi maupun gambaran yang telah diuraikan sebelumnya,
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : Studi Sejarah
Tradisi Kawin Marlojong atau Mangalojongkon Boru adat Mandailing pada
Masyarakat Desa Panyabungan Jae Kecamatan Panyabungan Kabupaten
Mandailing Natal
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka permasalahan yang menjadi
fokus penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Sejarah Pernikahan dalam Adat Mandailing?
2. Bagaimana Sistem pelaksanaan tradisi kawin marlojong dalam Adat Mandailing pada
masyarakat Desa Panyabungan Jae Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing
Natal ?
3. Faktor-faktor apa saja penyebab terjadinya kawin marlojong pada masyarakat Desa
Panyabungan Jae Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penulis dalam melakukan penelitian ini yaitu :
1. Untuk mengetahui Sejarah Pernikahan dalam Adat Mandailing
2. Untuk mengetahui Sistem pelaksanaan tradisi kawin marlojong dalam Adat
Mandailing pada masyarakat Desa Panyabungan Jae Kecamatan Panyabungan
Kabupaten Mandailing Natal
3. Untuk mengetahui Faktor-faktor apa saja penyebab terjadinya kawin marlojong pada
masyarakat Desa Panyabungan Jae Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing
Natal
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk Menambah wawasan bagi pengembangan ilmu dan pengetahuan dalam bidang
penelitian Lapangan terutama yang berhubungan dengan perkawinan marlojong atau
mangalojongkon boru
2. Untuk Memberikan masukan dan pemikiran bagi seluruh lapisan masyarakat.

3
BAB II
LANDASAN TEORITIS

A. Kajian Kepustakaan
Tinjauan pustaka adalah menyediakan informasi tentang penelitian-penelitian
atau karya-karya ilmiah yang lain yang berhubungan dengan penelitian yang akan
diteliti agar tidak terjadi duplikasi atau pengulangan dengan penelitian yang ada.
Agar penelitian ini tidak tumpang tindih dengan penelitian lain, maka perlu diadakan
telaah kepustakaan. Sejauh pengamatan dan pengetahuan penulis, penelitian yang
berkaitan dengan masalah yang diangkat penulis pernah diadakan penelitian oleh
penuis lainya yaitu:
Wahyuni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Curup yang berjudul : Tradisi
Mangalojongkon Boru dalam pernikahan Batak Mandailing Perspektif Urf1
Ahmad Sahrial Nasution Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Padang Sidimpuan yang
berjudul : Tingkat Keharmonisan kawin marlojong dari Tahun 2014-2018 Studi Kasus
di Desa Salambue Kecamatan Padang Sidimpuan Tenggara Kota Padang Sidimpuan.2
Berdasarkan uraian di atas, maka setidaknya dapat diketahui bahwa judul
penelitian yang dikaji penulis memiliki pokok permasalahan yang berbeda judul dan
masalah yang diuraikan. Adapun hal yang membedakan dengan penelitian yang telah
dilakukan, ialah penelitian ini menjelaskan tentang Bagaimana Tradisi Kawin
Marlojong atau Mangalojongkon Boru adat Mandailing pada Masyarakat Desa
Panyabungan Jae Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal.
Meskipun demikian dari penelitian di atas diharapkan dapat memberi
kontribusi secara teoritis dalam penelitian ini.Oleh karena itu peneliti merasa perlu
untuk membahas dan meneliti kasus tersebut dalam proposal ini
B. “Kajian Teori
1. Pengertian Perkawinan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin ”
yang menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis melakukan

1
Wahyuni,Tradisi Mangalojongkon Boru dalam pernikahan Batak Mandailing Perspektif Urf, Program
studi S1 jurusan Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam Institut Agama Islam Negri
(IAIN) Curup ,2021.
2
Ahmad Sahrial Nasution,Tingkat Keharmonisan kawin marlojong dari Tahun 2014-2018 Studi Kasus di
Desa Salambue Kecamatan Padang Sidimpuan Tenggara Kota Padang Sidimpuan,Program studi S1 jurusan
Ahwal Al-Syakhshiyah Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Padang
Sidimpuan,2019.

4
hubungan kelamin atau bersetubuh.7 Sedangkan Dalam kamus istilah fiqh dijelaskan
bahwa nikah adalah suatu akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan
perempuan yang bukan mahram.3
Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah
lain juga dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan
antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk
melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam. Kata zawaj
digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula
juga dapat diartikan sebagai pernikahan, Allah s.w.t. menjadikan manusia itu saling
berpasangan, menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina.
Pernikahan bukan saja merupakan satu jalan untuk membangun rumah tangga
dan melanjutkan keturunan. Pernikahan juga dipandang sebagai jalan untuk
meningkatkan ukhuwah islamiyah dan memperluas serta memperkuat tali silaturahmi
diantara manusia. Secara etimologi bahasa Indonesia pernikahan berasal dari kata
nikah, yang kemudian diberi imbuhan awalan “per” dan akhiran “an”.
Pernikahan dalam kamus Besar Bahasa Indonesia berarti diartikan sebagai
perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri. Pernikahan
dalam islam juga berkaitan dengan pengertian mahram (baca muhrim dalam islam)
dan wanita yang haram dinikahi.
Menurut terminologi ada beberapa defenisi yang dikemukakan oleh para
ulama fiqh antara lain mazhab Syafii mendefenisikan perkawinan dengan akad yang
mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan lafal nikah/ kawin
atau semakna dengannya.
Imam Hanafi mendefenisikannya dengan “akad yang memfaedahkan halalnya
melakukan hubungan suami istri antara seorang laki-laki dan seorang wanita selama
tidak ada halangan syara.4

2. Kawin Marlojong
Dalam Bahasa sehari-hari kata kawin marlojong ini sering disebut dengan
marlojong.Berdasarkan etimologinya, kata marlojong berasal dari awalan mar yang
berarti 'ber’ lalu melekat pada kata lojong yang berarti "lari‟. Jadi, kata marlojong

3
M. Abdul Mujieb dan Mabruri Tholhah, Kamus Istilah Fiqih (Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, 1994), hal..
249
4
Kamaluddin Muhammad, Fath al- Qodir ( Beirut : dar al- kutub al- ilmiah, 1995), h.190

5
berarti "berlari‟.Kemudian kata marlojong berkembang artinya menjadi "kawin lari‟.
Menurut masyarakat Panyabungan, marlojong "kawin lari‟ ini merupakan satu
perkawinan yang dapat diterima dalam adat istiadat.Perkawinan marlojong ini
dilaksanakan tanpa sepengetahuan/persetujuan orang tua perempuan. Ada juga yang
menyebut marlojong ini dengan dua istilah lain yaitu mambaen rohana.
Kawin lari (marlojong) ialah perkawinan yang dilakukan tanpa sepengetahuan
keluarga si perempuan yang mana perempuan ditangko oleh laki-laki tersebut dan
berjanji jumpa di suatu tempat dan dari tempat itulah laki-laki dan perempuan itu lari
ke rumah laki-laki tersebut.Kawin Lari ( marlojong ), perempuan dibawa oleh laki-
laki kerumahnya dengan maksud untuk menikah, tapi belum selesai urusan adat dan
agamanya.5
Kawin marlojong terjadi pada umumnya karena orangtua, khususnya orangtua
gadis, tidak menyetujui jodoh pilihan anaknya. Ada berbagai alasan yang diberikan
baik oleh orangtua pihak bayomaupunorangtua pihak boru, antara lain karena
perbedaan status social. Akibatnya bayo dan boru yang bersangkutan mencari jalan
lain dengan caramarlojong, kawin lari, atau disebut juga mambaen rohana,
memperturutkan kemauan sendiri.
Perbuatan marlojong kawin lari dilakukan seorang bayo pemuda dengan
membawa seorang anak gadis ke rumah orang tua famili pihak laki-laki tanpa
diketahui orang tua perempuan. Secara umum, orang tua perempuan kurang setuju
dengan perkawinan tersebut karena adanya perbedaan status sosial. Marlojong kawin
lari dapat juga terjadi karena melangkahi kakak yang belum kawin yang bertentangan
dengan adat istiadat.
Dalam hal marlojong ini bayo membawa boru kerumah Orang tuanya/simato
bangnya. Apabila dilakukan, ada beberapa hal yang harus mereka lakukan sebelum
mereka melarikan diri. Pertama, boru harus memberi tanda bahwa dia telah kehe tu
bagasna, atau disebut juga dengan lakka matobang/menikah.
Tanda itu berupa abit partingga/kain partinggal disertai sepucuk surat dan
sejumlah uang sebagai pandok-dok, pemberat, yang diberikan oleh pemuda itu dengan
maksud untuk memberitahukan kepada orangtuanya bahwa dia telah berketetapan hati
untuk menikah dengan si anu/laki-laki, nama bayo/calon suaminya itu yang tinggal di
Hutaanu/kampung/desa.

5
Ch. Sutan Tinggi Barani Perkasa Alam, Burangir Barita ( Medan: CV. MITRA, 2011), h.51

6
Peristiwa ini umumnya berlangsung pada malam hari dan baru diketahui
orangtua setelah keesokan harinya. Pagi-pagi itu ibunya was-was mengapa borunya
terlalu lama tidak keluar kamar. Ternyata setelah pintu kamar dibuka, kamar itu
kosong yang ditemukan hanyalah partinggal kain partinggal tadi yang berarti anak
gadis tersebut bukan hilang akan tetapi kehe langka matobang menuruti kata hatinya
dibawa seorang laki-laki kerumahnya untuk dijadikan Istri. Keadaan seperti ini harus
segera dikasitau kepada ayah anak gadis itu dan kemudian kerabat-kerabat dekat.
Pada saat seperti itu orangtua gadis ini sangat sedih, marah dan kecewa.
Untuk membicarakan masalah boru marlojong ini segera di kumpulkan
kerabat dalihannatolu yaitu mora kahanggi anakboru yang ada dikampung/ di Huta
anak gadis namarlojong/yang kawin lari. Apabila orangtua gadis ini benar-benar tidak
menyetujui tindakan anak gadisnya itu, maka di utuslah anakboru dan kahanggiuntuk
menemui dan membujuk anak gadisnya itu untuk kembali pulang kerumah dengan
konsekwensi menjadi aib/malu bagi keluarga dan menjadi buah bibir dikampung.
Menurut adat kebiasaan dan tatakrama dikampung, tindakan menarik gadis itu
tidak boleh dilakukan begitu saja. Setibanya di kampung pemuda itu utusan keluarga
gadis itu terlebih dahulu menanyakan prihal itu kepada hatobangon dan suhut di
rumah itu. Keluarga pihak laki-laki agak panik menghadapi situasi seperti itu tetapi
tetap berusaha agar tetap tenang dan bijaksana menghadapi masalah itu. Mereka tidak
bersikap melawan utusan yang dikirim oleh pihak keluarga gadis. Secara bijaksana,
hatobangon dan suhut menghadirkan gadis itu dan mempersilahkan utusan
menanyakan langsung tentang tindakannya itu.6
Selain tindakan yang dilakukan oleh keluarga gadis itu untuk mengirim utusan
ke keluarga pihak pemuda, ada juga yang biasa dilakukan secara adat oleh pihak
pemuda. Sebelum ada utusan dari pihak anak gadis itu, pihak keluarga pemudalah
yang terlebih dahulu mengambil prakarsa untuk memberitahukan orangtua gadis itu
tentang peristiwa marlojong tersebut.
Beberapa saat setelah mereka tiba di rumah pemuda itu, orangtua pemuda dan
kerabat dekat menanyakan sebab kehadirannya di rumah itu. Jawaban gadis itu sama
dengan yang dikemukakannya dihadapan utusan orangtuannya tadi, yaitu ingin
membina rumah tangga. Setelah semua jelas, gadis ini disuguhi santan pamorgo-
morgo dan itak sigur-guron. Ini bermakna bahwa keluarga itu menerima baik

6
Parsadaan Marga Harahap Dohot Anak Boruna di Jakarta Sahumaliangna, Horja, ( Bandung: PT.
Grafitri, 1993), hal. 552-553

7
kehadirannya. Segera setelah itu, keluarga pemuda beserta dalihan natolu akan
marpokat siapa yang akan mandokon ulangagoan dan akan membicarakan atau
mengurus semua prosesi adat.7
Dan hal yang terpenting disini adalah perbuatannya tidak menghiraukan
langkah yang telah disyari’atkan dan juga keberadaan orangtua atau wali perempuan
sebagai orang yang bertanggung jawab atas diri si perempuan, di samping itu
persetujuan dari wali si perempuan tersebut turut menentukan sah tidaknya
perkawinan.
3. Rukun dan Syarat Nikah
a. Rukun Nikah
Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang
menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum. Dalam
suatu pernikahan rukun dan syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti pernikahan
tidak sah bila keduanya tidaka ada atau tidak lengkap. Keduanya mengandung arti
yang berbeda, bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam hakikat dan
merupakan bagian atau unsur yang mengujudkannya, sedangkan syarat adalah sesuatu
yang berada diluarnya dan tidak merupakan unsurnya.
Adapun yang manjadi rukun dalam suatu pernikahan atau perkawinan menurut
Jumhur Ulama ada lima rukun dan masing-masing rukun itu memiliki syarat-syarat
tertentu. Berikut adalah uraian dari rukun nikah dengan syarat-syarat dari rukun
tersebut.8
1) Calon suami, syarat-syaratnya:
a) Beragama Islam
b) Laki-laki
c) Jelas orangnya
d) Dapat memberikan persetujuan
e) Tidak terdapat halangan perkawinan
2) Calon isteri, syarat-syaratnya:
a) Beragama Islam
b) Perempuan
c) Jelas orangnya
7
Ibid, hal. 554
8
Amir Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia: Studi Kritis
Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU No. 1/1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana,Cetakan 3, 2006), h. 62

8
d) Dapat dimintai persetujuan
e) Tidak terdapat halangan perkawinan
3) Wali nikah, syarat-syaratnya:
a) Laki-laki
b) Dewasa
c) Mempunyai hak perwalian
d) Tidak terdapat halangan perwalian
4) Saksi nikah, syarat-syaratnya:
a) Minimal dua orang laki-laki
b) Hadir dalam ijab qabul
c) Dapat mengerti maksud akad
d) Islam
e) Dewasa
5) Ijab Qabul, syarat-syaratnya:
a) Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
b) Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai
c) Memakai kata-kata nikah, tazwij atau terjemahan dari kedua kata tersebut
d) Antara ijab dan qabul bersambungan
e) Antara ijab dan qabul jelas maksudnya
f) Orang yang terkait dengan ijab dan qabul tidak sedang ihram haji atau umrah
g) Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat orang yaitu calon
mempelai atau wakilnya, wali dari mempelai wanita dan dua orang saksi.
b. Syarat - Syarat Pernikahan
Beragama Islam bagi mempelai Laki-laki dan Perempuan
Pernikahan yang didasarkan pada syariat Islam, maka haruslah mempelai laki-
laki dan perempuan beragama Islam. Nggak akan sah pernikahan tersebut jika seorang
muslim menikahi non muslim dengan menggunakan tata cara ijab dan qabul secara
Islam.
Bukan Laki-laki mahram bagi calon Istri
Pernikahan merupakan bersatunya sepasang laki-laki dan perempuan yang
nggak mempunyai ikatan darah. Diharamkan bagi pernikahan jika mempelai
perempuan merupakan mahrom mempelai laki-laki dari pihak ayah. Oleh karena itu
mengecek riwayat keluarga juga diperlukan sebelum terjadinya pernikahan.

9
Mengetahui Wali akad nikah
Penentuan wali juga penting untuk dilakukan sebelum menikah. Bagi seorang
laki-laki, mengetahui asal usul seorang perempuan juga diperlukan. Apabila ayah dari
mempelai perempuan sudah meninggal bisa diwakilkan oleh kakeknya. Pada syariat
Islam, terdapat wali hakim yang bisa menjadi wali dalam sebuah pernikahan.
Tidak sedang melaksanakan Haji
Ibadah haji merupakan ibadah yang segala sesuatunya dilipat gandakan. Akan
tetapi saat seseorang melakukan ibadah haji nggak diperkenankan untuk melakukan
pernikahan.
Tidak Karena paksaan
Saat pernikahan terjadi, nggak ada paksaan dari pihak manapun. Oleh karena
itu pernikahan harus didasarkan pada inisiatif dan keikhlasan kedua mempelai untuk
hidup bersama. Jika dahulu pernikahan terjadi karena dorongan pihak perempuan,
sekarang pernikahan merupakan pilihan dari kedua mempelai untuk memulai hidup
bersama.
4. Tujuan Pernikahan
Memenuhi Kebutuhan Manusia
Pernikahan di dalam Islam ialah hal yang suci serta menjadi pertalian antar
manusia yang kemudian disaksikan oleh Allah. Melalui pernikahan, kebutuhan
manusia terutama dalam hal kebutuhan biologis akan tersalurkan dengan benar serta
sesuai dengan aturan Allah.
Rasulullah SAW pernah bersabda: “Wahai para pemuda, barang siapa dari
kamu yang telah mampu memikul tanggung jawab keluarga, hendaknya kamu segera
menikah, karena dengan pernikahan engkau akan lebih mampu untuk menundukkan
pandangan serta menjaga kemaluanmu.” (Bukhari Muslim).
Membangun Rumah Tangga
Pernikahan juga bertujuan membangun sebuah keluarga yang tentram,
nyaman, damai, serta penuh dengan cinta juga mewujudkan keluarga yang sakinah,
mawaddah, wa rahmah.
Allah pernah Berfirman: “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia
yang menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu
kemudian cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan
diantaramu rasa kasih serta rasa sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-

10
benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi para kaum yang berpikir. ” (Ar
Ruum: 21).
Meningkatkan Ibadah
Dengan pernikahan, diharapkan juga akan meningkatkan ibadah, lebih taat
serta saling meningkatkan ketaqwaan. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Apabila
seorang hamba menikah, maka telah sempurnalah separuh agamanya. Maka takutlah
kamu kepada Allah SWT untuk separuh sisanya.” (HR. Baihaqi).
Mendapatkan Keturunan
Tujuan pernikahan dalam Islam selanjutnya adalah mendapatkan generasi
yang akan meneruskan nasab keluarga. Anak-anak soleh dan solehah kemduian akan
terlahir dari pasangan yang selalu taat beribadah kepada Allah.
Rasulullah SAW juga pernah bersabda “Nikahilah perempuan-perempuan
yang bersifat penyayang serta subur (banyak anak), karena aku akan berbangga-
bangga dengan (jumlah) kalian di hadapan umat-umat lainnya kelak saat datang hari
kiamat.” (HR Ahmad, Ibnu Hibban, dan Thabrani)
5. Hukum Nikah/Perkawinan
Adapun hukum pernikahan sebagaimana telah dikategorikan oleh Sayyid
Sabiq yaitu :
a. Nikah Wajib, yaitu bagi orang-orang yang telah mampu untuk melaksanakannya,
nafsunya sudah tidak terkendali serta dikhawatirkan terjerumus dalam perbuatan zina
karena memelihara jiwa dan menjaganya dari perbuatan haram adalah wajib,
sedangkan pemeliharaan jiwa tersebut tidak dapat terlaksana dengan sempurna,
kecuali dengan pernikahan.
b. Nikah mustahab (sunnah), yaitu bagi orang-orang yang telah mampu dan nafsunya
pun sudah tidak bisa terkendali, tetapi dia masih sanggup mengendalikan dan
menahan dirinya dari perbuatan haram, dalam kondisi seperti ini pernikahan adalah
solusi yang paling baik.
c. Nikah Haram, yaitu bagi orang-orang yang mengetahui dan sadar bahwa dirinya
tidak mampu memenuhi kewajiban hidup berumah tangga, baik nafkah lahir, seperti
sandang, pangan, papan, maupun nafkah batin, seperti mencampuri isteri, kasih
sayang kepadanya, serta tidak mampu menyalurkan hasrat biologisnya secara
sempurna.
d. Nikah Makruh, yaitu bagi orang yang tidak berkeinginan menggauli isteri dan
memberi nafkah kepadanya.
11
e. Nikah Mubah, yaitu bagi orang-orang yang tidak terdesak oleh alasan-alasan yang
mewajibkan segera menikah dan tidak ada penghalang yang mengharamkan untuk
melaksanakan pernikahan.9

9
Abu Sahla, Nurul Nazara, Buku Pintar, h. 25

12
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Data Geografis
Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat Desa Panyabungan Jae yang
berada di wilayah Kecamatan Panyabungan Kabupaten Mandailing Natal Provinsi
Sumatera Utara.Letak desa Panyabungan Jae berjarak 2 Km dari pusat kota.
Sedangkan jarak menuju pusat kota Medan yang menjadi ibukota dari Sumatera Utara
berjarak 427 Km. Waktu tempuh sekitar 9-10 jam menggunakan kendaraan bermotor.
Letak desa Panyabungan Jae sendiri terdiri dari :
Sebelah Timur : Desa panyabungan Tonga
Sebalah Barat : Desa Jalan Abri
Sebelah Utara : Desa Adianjior
Sebelah Selatan : Desa Huta Lombang Lubis
Desa Panyabungan Jae terletak pada ketinggian 400 M diatas permukaan air
laut. Sedangkan jenis tanah didesa Panyabungan Jae adalah berupa daratan tanah dan
memiliki struktur tanah lembab berpasir. Kelembapan rata rata 25-32 C, serta curah
hujan yang cukup tinggi sekitar 2800-3300 mm/tahun, ddan termasuk beriklim tropis.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Kol H M Nurdin Nst Gang Mesjid Al
Abror, Desa Panyabungan Jae, Panyabungan Kota
Penelitian ini dilaksanakan pada November 2023
C. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilaksanakan ini adalah jenis penelitian kualitatif dengan
bentuk studi lapangan (Field Research),Penelitian kualitatif adalah penelitian yang
dilakukan dengan mengamati fenomena disekitarnya dan menganalisisnya dengan
menggunakan logika ilmiah.10
Jenis penelitian lapangan (field research) atau biasa disebut juga penelitian
empiris, penelitian empiris artinya penelitian yang melihat fenomena hukum
masyarakat atau fakta sosial yang terdapat di masyarakat.11

D. Sumber Data
10
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung:Rosdakarya, 2000), h. 5.
11
Cholid Narbuko dan Abu Achmad, Metodologi Penelitian, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

13
Sumber data adalah subjek darimana data diperoleh oleh peneliti.35Sumber
data ada dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.
1. Sumber data primer adalah sumber data pokok yang dibutuhkan dalam penelitian,
yaitu orang yang melakukan kawin lari, Tokoh Agama, Tokoh Adat, Kepala Desa,
Hatobangon.
2. Sumber data sekunder atau sumber data pelengkap sebagai penunjang data primer
yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data yang mencakup dokumen-dokumen
resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, dan buku-buku
lainnya yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian empiris dari data primer, yakni
data yang langsung diperoleh dari masalah wawancara dan dokumentasi untuk
penelitian kualitatif atau penyebaran angket untuk penelitian kuantitatif. 12 Karena
penelitian ini merupakan penelitian kualitiatif maka jenis dan sumber data berasal dari
data primer dan data sekunder.
E. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini dalam bentuk analisis deskriptif kualitatif. Deskriptif adalah data
yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Data yang
telah diolah selanjutnya dideskrifsikan secara sistematis sesuai denagan pembahasan.
Dalam Penelitian ada disebut dengan Penelitian Sejarah.Dalam Penelitian Sejarah
dapat dibedakan menjadi sumber-sumber penelitian yang berupa heuristik, verifikasi,
intepretasi dan historiografi.
Adapun teknik data dianalisa secara Kualitatif yaitu mengumpulkan data
melalui wawancara dan pengamatan. Dua teknik yang biasa dikaitkan dengan metode
Kualitatif .dan beberapa langkah yang di lakukan dalam penerapan metode ini untuk
analisis data Kualitatif adalah:
Penelitian dapat memperoleh data yang akurat karena dilakukan dengan
mengumpulkan data dari sumber data, baik sumber data primer maupun sekunder.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif.
Teknik pengumpulan data primer dan data sekunder yang digunakan adalah :
1. Wawancara
Salah satu metode pengumpul data dilakukan melalui wawancara, yaitu suatu
kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan
mengungkapkan pertantanyaan-pertanyaan pada para responden. Wawancara
12
Fitri, Metode Penelitian Hukum Ekonomi...hlm.35

14
bermakna berhadapan langsung antara interviwers dengan responden, dan
kegiatannya dialukan secara lisan.13
Wawancara adalah situasi peran antara pribadi bertatap muka, ketika
seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dirancang
untuk memperoleh jawaban yang relevan dengan masalah penelitian kepada
responden.14
Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara langsung dengan
masyarakat yang melakukan kawin marlojong, orangtua pelaku kawin marlojong atau
tokoh adat masyarakat dan pemerintahan Desa Panyabungan Jae Kecamatan
Panyabungan.
2. Observasi
Metode observasi, peneliti melakukan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap penomena dan fakta yang diselidiki, jadi tanpa mengajukan
pertanyaan, fakta bisa diperoleh meskipun objeknya adalah manasuia.15
Observasi dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara langsung informasi
yang berhubungan dengan bentuk komunikasi yang dikembangkan. Teknik observasi
paling sesuai dengan penelitian sosial, karena pengamatan dapat dilakukan dengan
melihat kenyataan dan mengamt secara mendalam, lalu mencatat yang dianggap
penting. Peniliti tidak hanya mencatat kejadian atau peristiwa, akan tetapi juga
mencatat segala sesuatu yang berkaitan dengan masalah yaang diteliti.

13
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004, hlm. 39.
14
Amiruddin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Perdana. 2008, hlm. 82.
15
S. Nasution, Metode Naturalistik Kualitatif (Bandung:Tarsinto, 1996), Hlm. 43

15

Anda mungkin juga menyukai