Anda di halaman 1dari 82

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada hakikatnya manusia memang diciptakan untuk berpasang-

pasangan. Sebagaimana firman Allah Swt dalam Al-Qur’an surat Adz-Dzariyat

ayat 9:

ِ ْ ‫َوِم ْن ُك ِل َشى ٍء َخلَ ْقنَا َزْو َج‬


‫ْي لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذَّك ُرْو َن‬ ْ
Artinya: “dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan
supaya kamu mengingat kebesaran Allah”1
Secara harfiah, manusia menginginkan sebuah ikatan cinta melalui

proses pernikahan dengan tujuan yang tak lain yaitu mewujudkan keluarga

sakinah serta memperpanjang keturunan.

Perkawinan adalah bukti pendewasaan diri dengan membina rumah

tangga. Menurut undang-undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan

menjelaskan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria

dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah

tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.2

Perkawinan merupakan hal yang sakral bagi setiap manusia, hal ini

diatur berdasarkan undang-undang yang berlaku disetiap negara. Perkawinan

yang baik tentunya perkawinan yang sah secara negara dan agama. Dalam

undang-undang No. 16 tahun 2019 perubahan atas Undang-undang No.1 tahun

1
Q.S Surat Adz-Dzariyat ayat: 9
2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam
Bab 1 Pasal 1

1
1974 tentang perkawinan dan hukum Islam memandang bahwa pernikahan itu

tidak dilihat dari aspek formal saja, tetapi juga dilihat dari segi agama, hukum

dan sosialnya. Aspek agama menetapkan keabsahan pernikahan, sedangkan

dari aspek sosialnya adalah menyangkut aspek administrasi yaitu menyangkut

pencatatan di KUA dan catatan sipil.3 Dalam perkawinan banyak proses yang

harus dilalui terlebih dahulu, mulai dari perkenalan, peminangan, penetapan

hari perkawinan, lamaran, dan akad tentunya.

Perkawinan bukan hanya mempersatukan dua insan yang berbeda,

melainkan mengikat tali perjanjian yang suci atas nama Allah Swt bahwa kedua

mempelai berniat membangun rumah tangga yang sakinah, tentram dan

dipenuhi oleh rasa kasih sayang. 4 Perkawinan merupakan perintah Allah Swt,

yang terkandung dalam firman-Nya Q.S An-Nuur ayat 32 yang artinya:

“dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan


orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahaya mu yang
lelaki dan hamba-hamba sahaya mu yang perempuan. Jika mereka
miskin, allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah
Maha Luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui.”5
Menurut pendapat Islam, perkawinan dalam kesederhanaan dan

kemudahannya tetap memiliki rukun dan syarat-syarat tertentu, jika tidak maka

perkawinan dianggap tidak sah. Secara teori perkawinan adalah suatu

3
Evi Rofiana, Skripsi: “Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa Berdasarkan
Hitungan Jawa Menurut Perspektif Hukum Islam (studi kasus di desa parit sidang kecamatan
pengabuan kabupaten tenjung jabung barat)”. (Jambi, Universitas Islam Negeri Sulthan thaha
saifuddin jambi, 2021).
4
Beni Ahmad Saebani dan Syamsul Falah, “Hukum Perdata Islam di Indonesia”.
(Bandung: Pustaka Setia,2011), hal. 30.
5
Q.S An-Nuur ayat 32

2
“penyatuan” yang melibatkan jiwa, raga, cita-cita dan keinginan, usaha dan

keikhlasan seorang laki-laki dan perempuan untuk bersatu karena menikah. 6

Orang Jawa termasuk suku dengan tradisi dan budaya yang berbeda.

Orang Jawa dikenal memiliki tingkat spiritual yang tinggi. Sejak awal zaman

kita, tradisi budaya Jawa mulai menyerap pengaruh dan unsur-unsur Hindu-

Buddha 7. Masyarakat jawa dari zaman dahulu hingga sekarang masih sangat

kental dengan aturan-aturan adatnya. Dalam hajat perkawinan, masyarakat

jawa mempunyai tata cara yang baik dalam hitungannya. Dalam hal penetapan

perkawinan ini, hari dan tanggal pernikahan tidak serta merta dipilih secara

sembarangan. Akan tetapi, penetapan hari dan tanggal pernikahan ini diambil

dengan cara memperhitungkan tanggal kelahiran Jawa (weton lahir) kedua

calon mempelai. Penetapan hari dan tanggal pernikahan itu disebut dengan

petungan weton.

Desa Rejosari kecamatan Bantur kabupaten Malang adalah desa yang

mayoritas penduduknya beragama Islam dan mempercayai ajaran atau

hitungan jawa aboge (alip rebo wage). Ketika salah seorang anggota keluarga

yang ingin menikah, maka pihak keluarga akan mendatangi sesepuh desa atau

orang yang biasa menghitung weton untuk diperhitungkan hari dan tanggal

kelahiran calon mempelai. Weton kedua calon mempelai dijumlahkan dengan

menggunakan pedoman perhitungan yang ada. Apabila dari hasil perhitungan

6
M. Quraish Shihab, Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku,
(Tangerang: Lentera Hati, 2007), hal. 63
7
Budi Subekti, Skripsi :“Pengaruh Primbon Jawa dalam Perkawinan Masyarakat
Muslim di Desa Bangunrejo Kabupaten Lampung Tengah”. (Lampung,UIN Raden
Intan,2022), hal. 3.

3
weton tersebut sudah cocok, maka mereka akan melanjutkan pada penetapan

hari perkawinannya. Namun, jika ada ketidakcocokan antara kedua mempelai,

maka kebanyakan dari sesepuh desa dan anggota keluarga yang percaya aboge

melarang atau tidak akan melanjutkan perkawinan tersebut.

Menurut kepercayaan orang-orang desa Rejosari ini, jika ada pasangan

yang melanggar ramalan tersebut atau tetap melanjutkan acara perkawinannya,

maka ramalannya akan benar-benar terjadi. Seperti apabila pada ramalannya

memiliki hasil tibo pati, dan perkawinan tetap dilangsungkan maka salah satu

dari keduanya akan ada yang cepat meninggal dunia.

Ada beberapa ramalan yang akan diperoleh dari perhitungan weton

keduanya, yaitu : sandang (mudah mendapatkan pakaian), papan (mudah

mendapatkan tempat), pangan (mudah mendapat makanan), bejo (mudah

dalam segala hal), tibo loro (sering sakit), tibo pati (salah satu pasangan tidak

berumur panjang). Kebanyakan sesepuh desa di Desa Rejosari ini akan

berusaha mencari ramalan baik dari calon mempelai tersebut. Akan tetapi, jika

setelah diusahakan tetap saja tidak mendapatkan hasil yang baik, maka sesepuh

desa akan menyarankan untuk tidak melanjutkan perkawinannya. Tidak sedikit

pasangan yang tetap melanjutkan perkawinannya meskipun hasil petungannya

kurang baik, tentunya dengan mempertimbangkan beberapa resiko yang akan

terjadi dikemudian hari. Kebanyakan pasangan yang melanjutkan

perkawinannya adalah pasangan yang tidak terlalu percaya ramalan sesepuh

desa.

4
Baik dari segi perhitungan weton, cara para tukang pitung mendapatkan

ilmu, guru spiritual mereka, rujukan kitab yang digunakan tukang pitung untuk

menghitung weton, tentunya berbeda. Oleh karena itu peneliti ingin mengambil

judul tentang “Konsep Penetapan Hari Dan Tanggal Perkawinan Menurut

Tukang Pitung (Studi Kasus di Desa Rejosari Kecamatan Bantur

Kabupaten Malang)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang yang peneliti kemukakan diatas,

maka permasalahan dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana tukang pitung mengaitkan pengetahuannya dengan ajaran

Islam?

2. Bagaimana konsep perhitungan weton pada penetapan hari dan tanggal

perkawinan menurut tukang pitung di Desa Rejosari Kecamatan Bantur

Kabupaten Malang?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tukang pitung mengaitkan pengetahuannya dengan

ajaran islam.

2. Untuk mengetahui konsep penetapan hari dan tanggal perkawinan menurut

tukang pitung di Desa Rejosari Kecamatan Bantur Kabupaten Malang.

5
D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

1) Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah

wawasan bagi penulis dan dapat digunakan sebagai referensi untuk

menambah keilmuan yang ditujukan untuk mahasiswa khususnya pada

program studi Ahwal Syakhsiyah, Fakultas Syariah di Institut Agama

Islam Al-Qolam Malang

2) Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan kontribusi pemikiran

atau penambah pengetahuan dalam bidang Ahwal Syakhsiyah terkait

pandangan islam terhadap peran tukang pitung dalam penetapan hari

dan tanggal perkawinan

3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman bagi

para pihak yang ingin mengkaji secara mendalam tentang adat

pernikahan jawa (petungan weton) dan peran tukang pitung serta

sumber- sumber pengetahuan dari tukang pitung itu sendiri.

2. Manfaat praktis

1) Sebagai syarat menyelesaikan pendidikan program strata satu serta

pengembangan keilmuan dan praktik perilaku, serta menambah daya

analisis peneliti yang akan dijadikan bekal saat terjun ke masyarakat.

2) Dapat dijadikan sebagai bahan kajian serta penambah wawasan

terhadap pemahaman hitungan Jawa pada penetapan hari dan tanggal

pernikahan untuk masyarakat muslim, dan menambah pengetahuan

6
tentang sumber pengetahuan dari tukang pitung, khususnya untuk

masyarakat Desa Rejosari Kec. Bantur Kab. Malang.

E. Penelitian Terdahulu

Bagian ini memberikan deskripsi sistematis tentang mata pelajaran yang

digunakan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya. Penelitian ini diperlukan

untuk a. untuk mempertegas cakrawala pemahaman peneliti terhadap kajian-

kajian pada subjek yang sama, b. perbedaan penelitian peneliti dengan

penelitian lain, dan c. Orisinalitas pekerjaan penelitian peneliti pada antarmuka

dengan pekerjaan lain.8

Berdasarkan pengertian tersebut, peneliti mengutip beberapa skripsi

yang berkaitan dengan persoalan yang peneliti teliti, supaya terlihat dari sisi

mana persamaan dan perbedaan persoalan yang dibahas pada setiap skripsi ini.

Maka kutipan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan antara lain:

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Eka Aulia Khusnul Khotimah dengan

judul “Perhitungan Weton Dalam Tradisi Pernikahan di Desa Kanamit Jaya

Kecamatan Maliku Kabupaten Pulang Pisau”. Dalam skripsi tersebut

menjelaskan tentang konsep perhitungan weton dalam pernikahan jawa yang

mana kegiatan tersebut termasuk dalam melestarikan budaya adat dan

menghormati warisan budaya nenek moyang. Serta menurut mereka

penggunaan tradisi ini merupakan bentuk kehati-hatian dan mencari

kemantapan hati dalam penyelenggaraan perkawinan. Namun ada sebagian

8
Muhammad adib et.all., “Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Institut Agama
Islam (IAI) Al-Qolam Malang”. (Malang: Pioner Semesta, 2019), hal.15

7
masyarakat yang tidak percaya pada tradisi tersebut karena dari keyakinan

mereka masing-masing. Dan penggunaan tradisi ini termasuk dalam ‘urf

Shahih yang mana tradisi ini dapat diterima oleh masyarakat.9

Kedua, skripsi Mahfud Riza dengan judul “Perhitungan Weton

Perkawinan Menurut Adat Jawa Dalam Perspektif Hukum Islam (studi kasus

di Desa Astomulyo Kecamatan Panggur Kabupaten Lampung Tengah)”. Sama

seperti penelitian diatas dalam penelitiannya mahfud riza menjelaskan bahwa

pernikahan yang menggunakan perhitungan weton merupakan sebuah tradisi

yang telah diwariskan oleh nenek moyang yang masih digunakan oleh

masyarakat desa. Dalam hukum Islam, peneliti menjelaskan bahwa tradisi

tersebut bertentangan dengan ajaran agama, dikarenakan meramal masa depan

merupakan perbuatan musyrik. Dan masyarakat menggunakan perhitungan

weton sebagai bentuk kehati-hatian dalam menjalani kehidupan dan tidak

sepenuhnya percaya maka boleh-boleh saja.10 Sama seperti skripsi sebelumnya

perbedaan dengan yang akan peneliti teliti adalah pada aspek penerapannya,

serta dampak negatif dan positifnya penerapan petungan weton ini.

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Luqy Irfan Ardiansyah dengan judul

“Pernikahan Adat Kejawen Menggunakan Hitungan Weton Perspektif Kitab

Faraid Al-Bahiyah (Studi Kasus di Desa Sidodadi Kecamatan Gedangan

9
Eka Aulia Khusnul Khotimah, Skripsi : “Perhitungan Weton Dalam Tradisi
Pernikahan Di Desa Kanamit Jaya Kecamatan Maliku Kabupaten Pulang Pisau”.
(Palangkaraya, Institut Agama Islam Negeri Palangkaraya,2020)
10
Mahfud riza, Skripsi : “Perhitungan Weton Perkawinan Menurut Adat Jawa Dalam
Perspektif Hukum Islam (studi kasus di Desa Astomulyo Kecamatan Panggur Kabupaten
Lampung Tengah)”. (Lampung,Institut Agama Islam Negeri Metro,2018)

8
Kabupaten Malang). Dalam skripsi ini menjelaskan tentang praktik weton pada

masyarakat desa sidodadi yang hanya bisa dilakukan oleh ahli petung.

Pelaksanan tradisi ini murni alamiyah dari keinginan masyarakat tanpa ada

paksaan orang lain. Dan hal ini merupakan bentuk kehati-hatian terhadap hal-

hal buruk serta merupakan budaya dari leluhur. Menurut peneliti, kegiatan ini

tidak bertentangan dengan hukum islam dan dapat diterima baik oleh

masyarakat. Dikarenakan bila dikaji dengan perspektif kitab faraid al-bahiyah

sudah memenuhi persyaratan menjadi ‘urf atau adat.11

Keempat, jurnal dari Khairul Fahmi Harahap et.all, dengan judul

Perhitungan Weton Sebagai Penentu Hari Pernikahan dalam Tradisi

Masyarakat Jawa Kabupaten Deli Serdang (Ditinjau dalam Perspektif ‘Urf dan

Sosiologi Hukum) . Dalam jurnal ini penulis menjelaskan bahwasannya weton

merupakan himpunan tujuh hari dalam seminggu dengan lima hari pasaran

Jawa. Dan perputarannya berulang setiap 35 hari, sehingga menurut

perhitungan Jawa terdapat lima minggu dalam satu bulan. Dalam perhitungan

weton di desa ini menggunakan tiga kalender yaitu: kalender saka, kalender

agung, dan kalender tani pranata mangsa. Menurut penulis setelah meninjau

dari segi hukum agama, perhitungan weton terbagi menjadi dua bagian, boleh

dan tidak boleh. Boleh, selama tidak terdapat unsur syirik di dalamnya. Dan

tidak boleh kalau hal itu diyakini sebagai penangkal sial.12

11
Luqy Irfan Ardiansyah, Skripsi : “Pernikahan Adat Kejawen Menggunakan
Hitungan Weton Perspektif Kitab Faraid Al-Bahiyah (Studi Kasus di Desa Sidodadi
Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang). (Malang, Institut Agama Islam Al-Qolam, 2020)
12
Khairul fahmi harahap, et.all, “perhitungan weton sebagai penentu hari pernikahan
dalam tradisi masyarakat jawa kabupaten delu serdang (ditinjau dalam perspektif ‘urf dan

9
Tabel. 1

Penelitian terdahulu

No. Peneliti terdahulu, Judul Fokus penelitian Fokus penelitian


penerbit (tahun) penelitian terdahulu yang membedakan
terdahulu dengan penelitian
terdahulu
1. Eka Aulia Khusnul Perhitungan konsep Perbedaanya, pada
Khotimah, Institut Weton Dalam perhitungan penelitian eka aulia
Agama Islam Tradisi weton dalam membahas tentang
Negeri Pernikahan di perkawinan dan konsep
Palangkaraya Desa Kanamit perspektif perhitungannya
(2020) Jaya hukum Islam serta cara
Kecamatan mengenai tradisi perhitungannya
Maliku perhitungan tidak terlalu
Kabupaten weton terperinci,
Pulang Pisau menggunakan sedangkan pada
teori ‘urf penelitian yang
peneliti teliti adalah
tentang beberapa
ritual yang harus
dilakukan jika
melanggar
petungan tersebut
dan cara
perhitungannya
yang lebih
terperinci.

sosiologi hukum)”, al-maslahah: jurnal hukum islam dan pranata sosial, vol.9 (oktober, 2021),
hal.315

10
2. Mahfud Riza, Perhitungan penerapan Perbedaanya pada
Institut Agama Weton perhitungan penelitian mahfud
Islam Negeri Metro Perkawinan weton dalam riza fokus
Lampung (2018) Menurut Adat perkawinan dan penelitiannya
Jawa Dalam pandangan dari hanya pada
Perspektif segi hukum perhitungan weton,
Hukum Islam islam dan sedangkan
(studi kasus di menggunakan penelitian yang
Desa kajian ushul fiqh peneliti teliti tidak
Astomulyo ‘urf hanya pada
Kecamatan perhitungan weton
Panggur saja, melainkan
Kabupaten pada penentuan hari
Lampung dan tanggal
Tengah) perkawinannya
juga.
3. Luqy Irfan Pernikahan praktik weton Pada penelitian
Ardiansyah, Institut Adat Kejawen dalam luqy irfan fokus
Agama Islam Al- Menggunakan perkawinan penelitiannya
Qolam Malang Hitungan masyarakat desa adalah pada
(2020) Weton dan perspektif perhitungan weton
Perspektif hukum islam sedangkan yang
Kitab Faraid menurut kitab akan peneliti teliti
Al-Bahiyah faroid al- tentang penetapan
(Studi Kasus bahiyah tanggal dan hari
di Desa pernikahan, serta
Sidodadi dampak positif dan
Kecamatan negatif dari
Gedangan petungan weton
Kabupaten tersebut.
Malang)

11
4. Khairul Fahmi Perhitungan Perhitungan Fokus penelitian ini
Harahap et.all, Weton weton untuk adalah pada
Jurnal Hukum Sebagai penetapan hari perhitungan weton
Islam dan Pranata Penentu Hari pernikahan dan tinjauan ‘urf
Social Islam (2021) Pernikahan perspektif ‘urf serta sosiologi
dalam Tradisi dan sosiologi hukum, sedangkan
Masyarakat hukum pada penelitian
Jawa yang sekarang lebih
Kabupaten terfokuskan kepada
Deli Serdang dampak positif dan
(Ditinjau negatif dari
dalam perhitungan weton.
Perspektif
‘Urf dan
Sosiologi
Hukum)

Penelusuran-penelusuran yang telah dilakukan oleh peneliti untuk

mencari berbagai literatur yang membahas tentang perkawinan dengan adat

jawa menurut perspektif hukum islam, hanya ada beberapa yang membahas

tentang adat perhitungan jawa (aboge). Dengan demikian penelitian yang

peneliti teliti ini berbeda dengan penelitian yang sebelumnya. Penelitian ini

difokuskan pada pandangan hukum Islam pada penetapan hari dan tanggal

perkawinan menurut tukang pitung di Desa Rejosari Kecamatan Bantur

Kabupaten Malang, sumber pengetahuan dari tukang pitung serta cara tukang

pitung mengaitkan pengetahuannya dengan ajaran Islam.

12
F. Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan uraian tentang langkah-langkah sistematis

yang akan dilakukan oleh peneliti untuk menjawab rumusan masalah atau

fokus penelitian.13 Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam metode

penelitian yaitu :

1. Jenis Penelitian dan Pendekatan

Pada penyusunan skripsi ini, peneliti mencoba menggunakan

penelitian antropologi hukum. Antropolog hukum adalah antropolog budaya

yang secara khusus mengamati perilaku manusia dalam hubungannya

dengan hukum14 . Metode antropologi hukum digunakan oleh penulis

dikarenakan permasalahan yang berhubungan dengan penelitian ini

termasuk dalam penelitian lapangan atau field research yang artinya

penelitian ini dilakukan dengan terjun langsung ke lapangan dan

mengadakan wawancara langsung dengan responden, observasi, bahkan

peneliti dapat turut serta dalam proses. Penelitian yang digunakan adalah

kualitatif, yaitu jenis Penelitian yang hasilnya tidak diperoleh dengan

metode kuantifikasi, perhitungan statistik atau metode lain yang

menggunakan angka. 15.

13
Muhammad adib et.all., “Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah Institut Agama
Islam (IAI) Al-Qolam Malang”. (Malang: Pioner Semesta, 2019), hal. 19
14
Ali Sodiqin, “Antropogi Hukum Sebagai Pendekatan Dalam Penelitian Hukum
Islam”, Jurnal Al-Manhaj; Jurnal Kajian Hukum Islam vol. 7 (Purwokerto, januari 2013)
15
Ajat Rukajat., “Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative Research Approach)”,
(Yogyakarta: deepublish, 2018) hal.12

13
2. Sumber Data

a. Sumber Data Primer

Sumber data primer adalah data yang peneliti peroleh langsung dari

lapangan saat melakukan observasi atau wawancara dengan masyarakat.16

Diantaranya yaitu : Wawancara dengan sesepuh desa (tukang pitung) dan

orang yang biasa menghitung weton di Desa Rejosari.

1) Mbah Giat

2) Mbah Subur

3) Mbah Parman

b. Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder merupakan data yang melengkapi sumber

data primer. Dalam hal ini, peneliti mengutip dari kitab primbon Jawa

betaljemur adammakna, kitab serat hidayat jati, buku-buku dari

perpustakaan, artikel dan jurnal, serta bahan-bahan lain yang

berhubungan dengan penelitian ini. Dan juga mewawancarai beberapa

masyarakat yang dianggap perlu untuk penelitian ini, diantaranya yaitu :

1) Wawancara dengan tokoh agama di Desa Rejosari.

2) Wawancara dengan masyarakat yang hari perkawinannya

ditetapkan menggunakan perhitungan jawa.

3) Wawancara dengan masyarakat Desa Rejosari.

16
H. Salim, dan Erlies Septiana Nurbaini, “Penerapan Teori Pada Penelitian Tesis
Dan Disertasi”, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hal. 15

14
3. Teknik Penggalian Data

a. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas yang sistematis

terhadap gejala-gejala baik bersifat fisikal maupun mental. Menurut

Milles mengklasifikasikan ada dua cara untuk mengamati: Pertama,

observer dapat berperan sebagai partisipan atau bukan partisipan. Kedua,

observasi dapat dilakukan secara terbuka (overtly) atau secara

terselubung (covertly), meskipun secara etis dianjurkan untuk jujur

kecuali dalam situasi tertentu yang membutuhkan kerahasiaan.17 Teknik

observasi ini bertujuan agar peneliti mendapatkan data yang diperlukan

yaitu penetapan hari dan tanggal perkawinan menggunakan perhitungan

jawa aboge di desa Rejosari Kecamatan Bantur Kabupaten Malang.

Peneliti mendatangi sesepuh desa untuk mengetahui dan belajar cara

perhitungannya.

b. Wawancara

Wawancara merupakan suatu proses komunikasi antara peneliti

dengan sumber data, yang tujuannya untuk mengkaji secara verbal dari

data tersebut dan menemukan makna yang terkandung dalam masalah

yang diteliti. Teknik ini digunakan untuk memperoleh informasi

langsung dari sumbernya tentang pandangan atau pendapat dan

17
Matthew B. Miles, A. Michael Huberman ; penerjemah, Tjetjep Rohendi ;
pendamping, Mulyarto, “Analisis data kualitatif : buku sumber tentang metode
metode baru”. (Jakarta, Univertas Indonesi (UI-Press), 1992) hal. 61

15
fenomena yang dilihat, dirasakan dan dialami oleh informan.18 Alasan

peneliti menggunakan teknik wawancara dikarenakan mempermudah

peneliti untuk mengetahui gambaran dari permasalahan yang diteliti.

Serta memudahkan menjawab rumusan masalah yang ada dalam

penelitian ini.

c. Dokumentasi

Selain menggunakan teknik observasi dan wawancara, peneliti

juga menggunakan teknik dokumentasi. Penggunaan teknik ini

dimaksudkan untuk mengungkapkan peristiwa, objek dan tindakan-

tindakan yang dapat menambah pemahaman peneliti terhadap gejala-

gejala masalah yang diteliti.19 Teknik ini berfungsi untuk mendapatkan

data serta informasi yang bersangkutan dengan penelitian. Dan berfungsi

sebagai data tambahan untuk melengkapi data penelitian, sehingga

mampu memperkuat hasil penelitian.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses untuk mencari dan menata

secara sistematis catatan hasil observasi, wawancara dan dokumentasi untuk

meningkatkan penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikan sebagai

temuan orang lain.20 Teknik analisis yang digunakan pada penelitian ini

adalah teknik deskriptif kualitatif. Yang memaparkan profil aboge itu

18
Ajat Rukajat., “Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative Research Approach)”,
(Yogyakarta: deepublish, 2018) hal. 22
19
Ibid hal. 26
20
Ibid hal. 52

16
sendiri sampai cara mengimplementasikannya dalam kehidupan rumah

tangga.

5. Teknik Pengecekan Keabsahan Data

Peneliti perlu melakukan uji keabsahan data atau biasa disebut dengan

uji validitas untuk memperoleh data yang valid. Dalam hal ini peneliti

menggunakan beberapa cara untuk menganalisis ulang data, yakni:

1. Triangulasi, yaitu pengecekan data menggunakan beberapa sumber,

metode, peneliti dan teori.

2. Melakukan pengamatan yang lebih mendalam terhadap kepastian

data dan urutan peristiwa di lapangan secara sistematis.

3. Mencari referensi yang mendukung dengan data yang telah

ditemukan oleh peneliti. Seperti wawancara dapat didukung dengan

gambar interaksi antara narasumber dengan informan. 21

G. Sistematika Penulisan

Peneliti perlu menyusun sistematika pembahasan agar penelitian ini

lebih terarah dan sistematis. Rangkaian dari sistematika pembahasan ini terdiri

dari lima bab. Masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang terperinci

dan saling berhubungan antara satu sama lain. Adapun sistematika pembahasan

ini adalah sebagai berikut:

Bab 1 menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, penelitian terdahulu, serta metode penelitian

21
Ajat Rukajat., “Pendekatan Penelitian Kualitatif (Qualitative Research Approach)”,
(Yogyakarta: deepublish, 2018) hal.26

17
yang meliputi: jenis penelitian dan pendekatan, sumber data, teknik penggalian

data, teknik analisis data, teknik pengecekan keabsahan data, dan sistematika

pembahasan.

Bab 2 berisi tentang kajian teori yang terdiri dari pengertian perkawinan,

hukum perkawinan, hikmah perkawinan, pengertian weton, pengertian tukang

pitung. Dan beberapa teori yang digunakan adalah islam dan budaya jawa serta

teori ‘urf.

Bab 3 menjelaskan tentang hasil penelitian dari beberapa data yang telah

dikumpulkan oleh peneliti. Dan berisi sub-sub bab antara lain: (a) gambaran

umum Desa Rejosari Kecamatan Bantur Kabupaten Malang. (b) sumber

pengetahuan tukang pitung, (c) keterkaitan ilmu Jawa dengan ajaran Islam, (d)

konsep perhitungan weton menurut tukang pitung.

Bab 4 berisi tentang analisi data yang telah dipaparkan pada bab 3.

Dalam bab ini akan dijabarkan tentang (a) sumber pengetahuan tukang pitung

ditinjau dari hukum Islam (b) cara tukang pitung mengaitkan ilmunya dengan

ajaran agama Islam.

Bab 5 sebagai penutup mencantumkan kesimpulan dari hasil penelitian

serta saran yang diberikan oleh peneliti kepada pihak-pihak yang bersangkutan

dengan permasalahan yang diangkat oleh peneliti

18
BAB 2

KAJIAN TEORI

A. Pengertian Perkawinan

Perkawinan adalah suatu akad yang di dalamnya diberikan izin (bagi

seorang laki-laki untuk bersetubuh dengan seorang wanita) dan di mana

(berdasarkan akad tersebut) kata kawin atau nikah mempunyai arti yang sama

dengan kedua kata tersebut.1 Perkawinan adalah perintah agama bagi setiap

orang yang sudah mampu secara dhohir dan batin. Menurut bahasa az-zawaj

diartikan dengan pasangan atau jodoh, misalnya sebagaimana yang disebutkan

dalam firman Allah Swt pada surat ad-dukhan ayat 54 :

ٍ ْ ‫ك َوَزَّو ْجنَ ُه ْم ِِبُ ْوٍر ِع‬


‫ْي‬ َ ِ‫َك َذل‬
Artinya: “demikianlah. Dan kami berikan kepada mereka bidadari”.2

Kata az-zawaj (‫ )زَ َّواج‬yang diartikan jodoh atau berpasangan berlaku bagi

laki-laki dan perempuan. Zawj untuk laki-laki berarti suaminya, sedangkan

zawj untuk perempuan berarti istrinya.

Menurut Syara, para fuqaha' memberikan banyak definisi. Secara umum

dapat diartikan sebagai peristiwa yang fitrah, tarbiyah dan sarana terbesar

untuk menjaga kelangsungan keturunan dan mempererat hubungan antar

M. Harwansyah Putra Sinaga et.all, “Pernikahan dalam Islam”, (Jakarta, Elex Media
11

Komputindo, 2021) hal. 2


2
Q.S Ad-Dukhaan Ayat 54

19
manusia, yang menjadi alasan untuk menjamin ketentraman, cinta dan kasih

sayang.3

Ulama menentukan arti lafal nikah, dan ada empat di antaranya: Pertama,

perkawinan dimaknai sebagai kontrak dalam arti harfiah dan sebagai

percampuran laki-laki dan perempuan secara kiasan. Kedua, sebaliknya,

perkawinan diartikan sebagai percampuran laki-laki dan perempuan secara

wajar dan kiasan dalam arti kontraktual. Ketiga, nikah diucapkan sebagai

musytarak (memiliki dua arti yang sama) dan al-ikhtilath (percampuran).

Makna “percampuran” merupakan bagian dari kata “adh-dhamn” (penyatuan)

karena melibatkan persambungan fisik antara satu tubuh dengan tubuh lainnya

dan satu bahasa dengan lainnya, yang pertama adalah kombinasi dalam

hubungan seksual dan yang kedua adalah a kombinasi. dalam pertandingan

adalah.4 Dari keterangan diatas terlihat jelas bahwa nikah memiliki dua makna

yaitu sebuah akad pernikahan dan hubungan intim antara suami dan istri.

B. Hukum Perkawinan

Hukum perkawinan yang berlaku bagi seorang mukallaf tidaklah satu,

melainkan ada beberapa hukum yang berlaku bagi mukallaf sesuai dengan

kondisinya, baik persyaratan harta, fisik maupun akhlak. Beberapa hukum

nikah tersebut yaitu:

3
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, “Fiqh Munakahat
(Khitbah, Nikah, dan Talak)”, (Jakarta, 2015)
4
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, “Fiqh
Munakahat (Khitbah, Nikah dan Talak)”, cetakan pertama (Jakarta: Amzah, 2022), hal. 51

20
1. Fardu

Hukum perkawinan dengan fardu harus mempertimbangkan

kondisi kemampuan seseorang untuk membayar biaya wajib

pernikahan, yaitu biaya pemeliharaan dan mahar, dan keyakinan akan

kemampuannya untuk menjalankan keadilan dalam hubungan mereka

dengan pasangannya, yaitu menjaga hubungan baik. . Begitu pula ia

berkeyakinan bahwa jika ia tidak menikah, maka zina pasti akan terjadi,

sedangkan puasa yang dianjurkan Nabi tidak dapat mencegah perbuatan

tersebut.5

2. Wajib

Hukum perkawinan menjadi mengikat bagi seseorang yang

mampu membiayai perkawinannya, dapat memelihara hak hubungan

baik dengan istrinya, dan menduga akan melakukan zina jika tidak

segera menikah. Keadaan orang seperti itu wajib menikah, tetapi tidak

sama dengan fardu yang disebutkan di atas. Karena dalam Fardu

dalilnya pasti atau alasannya pasti. Pada saat yang sama, argumen dan

asumsi tentang kawin paksa tidak pasti. Jadi kewajiban menikah pada

bagian ini adalah khawatir zina jika belum menikah, tapi belum tentu.6

3. Haram

Hukum menikah menjadi haram untuk seseorang yang tidak

dapat mendukung pernikahan dan percaya bahwa mereka akan

5
Ibid hal.44
6
Ibid hal. 45

21
menghadapi penganiayaan jika mereka menikah. Larangan nikah

digunakan sebagai alat untuk menangkap orang-orang yang tidak sah;

sesuatu yang pasti menyampaikan apa yang dilarang, maka itu juga

dilarang. Ketika Anda menikahi seorang wanita, pasti akan ada

penganiayaan dan rasa sakit karena kejahatan pria tersebut, seperti.

penolakan hak-hak wanita, perkelahian dan penangkapan karena

penyerangan, membuat pernikahan mereka menjadi ilegal.7

4. Makruh

Hukum nikah makruh berlaku bagi orang yang berada dalam

keadaan campuran. Ada yang mampu membiayai pernikahan dan tidak

takut zina, takut istrinya dianiaya secara tidak adil.8

5. Fardhu, Mandub, dan Mubah

Hukum nikah bisa Fardhu, Mandub dan Mubah. Jika seorang

laki-laki memiliki harta benda di ladangnya, meskipun dia sudah lama

tidak menikah, dia tidak takut akan perbuatan asusila atau perzinahan,

dan dia tidak takut mencelakai istrinya 9.

C. Rukun dan Syarat Sah Nikah

Syarat sah nikah merupakan yang menjadikan akad itu patut

menimbulkan beberapa hukum. Apabila ada salah satu syarat yang tidak

7
Ibid hal. 45
8
Ibid hal. 47
9
Ibid hal. 47

22
terpenuhi maka, akadnya rusak. Rukun nikah ada lima yaitu: adanya calon

suami, adanya calon istri, akad (ijab qobul), wali yang adil serta saksi 10.

Sedangkan untuk syarat sah nikah adalah syarat yang harus dipenuhi oleh

pihak yang bersangkutan yang telah disebutkan pada rukun nikah yaitu:

1. Calon suami harus dewasa dan berakal, bukan mahram calon istri, tidak

dipaksa (secara baik), mu'ayyan (orang yang berakal) dan tidak dalam

keadaan Ihram

2. Calon istri bukan mahram calon suami, tidak beristri atau menikah

dengan laki-laki lain, tidak dalam masa iddah, mandiri atau sukarela,

orangnya jelas.

3. Akad (Izin): Syarat orang yang memberikan persetujuan adalah harus

mempunyai kedudukan hukum, hal ini terjadi di suatu tempat, orang

yang memberikan persetujuan tidak menarik persetujuan sampai

diberikan, persetujuan dan persetujuan itu serasi dan kedua belah pihak

saling mendengarkan pernyataan persetujuan. dan persetujuan.

4. Wali yang cocok yaitu hubungan mahram (ayah, kakek dan saudara

laki-laki), tetapi jika tidak ada, dapat menunjuk wali laki-laki, Baligh,

yang tidak terpaksa, saleh dan tidak ihram.

5. Saksi yaitu dua orang laki-laki, dewasa, sehat, saleh, bebas mendengar

dan melihat, tidak dibatasi, tidak sedang ihram dan mengerti bahasa

yang digunakan dalam klausul ijab.11

10
Ma’sumatun Ni’mah, “Pernikahan Dalam Syariat Islam”, (Klaten; Cempaka Putih,
2019)
11
Ibid

23
D. Hikmah Perkawinan

Pernikahan merupakan sunnatullah, sunnah yang sangat baik. Hal yang

baik ketika dilakukan pastinya akan menimbulkan efek yang baik pula.

Beberapa hikmah pernikahan dalam Islam sebagai berikut:

1. Menumbuhkan sikap bersatu dan kebersamaan dalam masyarakat.

2. Mewujudkan ikatan suci yang halal dan diridhoi Allah Swt.

3. Memperkuat tali silaturahmi umat Islam dengan landasan ketaatan

kepada Allah Swt.

4. Membangun masyarakat Islam yang senantiasa mengamalkan ajaran

Islam dalam kehidupan.

5. Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka merawat dan mendidik

anak sehingga memberikan motivasi yang kuat bagi seseorang untuk

membahagiakan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.

6. Membagi rasa tanggung jawab anatar suami dan istri yang selama ini

dipikul tiap-tiap pihak.

7. Cara paling baik untuk mendapatkan anak dan melahirkan keturunan

yang sah.

8. Menyalurkan naluri hawa nafsu secara sah dan benar.12

E. Pengertian Weton

Weton merupakan hari kelahiran yang diberikan Allah untuk seorang

anak dengan perantara dari ibunya. Terbentuknya weton menurut beliau adalah

12
Ma’sumatun Ni’mah, “Pernikahan Dalam Syariat Islam”, (Klaten; Cempaka Putih,
2019)

24
untuk riwayat hidup anak tersebut kedepannya. 13 Weton sendiri dapat diartikan

sebagai hari kelahiran. Kata weton berasal dari Bahasa Jawa “wetu” yang

berarti keluar atau lahir, kemudian berakhiran –an yang mana menjadikannya

sebuah sebagai bentuk kata benda. Adapun yang disebutkan didalam weton

adalah gabungan antara hari kelahiran bayi dengan pasarannya saat ia

dilahirkan ke dunia.14 Jadi, kesimpulan dari pengertian weton adalah

penggabungan antara hari lahir seseorang yaitu: Minggu, Senin, Selasa, Rabu,

Kamis, Jum’at, dan Sabtu dengan lima hari pasarannya yaitu: Kliwon, Legi,

Pahing, Pon, Wage.

F. Pengertian Tukang Pitung

Jika membahas tentang petungan weton maka tak luput juga dengan

seorang ahli perhitungan weton atau yang lebih dikenal dengan tukang pitung.

Tak hanya dalam perkawinan, petungan weton juga digunakan untuk berbagai

kegiatan lain dalam masyarakat jawa. Seperti : mendirikan rumah, pindah

rumah, khitanan, keberangkatan seseorang untuk bekerja dan beberapa

kegiatan lain yang berhubungan dengan weton.

Menurut Mbah Giat, tukang pitung sendiri adalah hanya sebagian dari

sebuah tradisi masyarakat Jawa. Dimulai dari zaman dahulu di daerah Keraton,

tukang pitung di sebut dengan Pujangga. 15

13
Wawancara pribadi dengan mbah subur (tukang pitung), (malang, 05 maret 2023)
14
Farid Rizaluddin .,et,all., “Konsep Perhitungan Weton dalam Pernikahan Menurut
Perspektif Hukum Islam”, yudisia; jurnal pemikiran hukum dan hukum islam vol.12 (Juni,
2021) hal. 143
15
Wawancara Mbah Giat (tukang pitung), ), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang,, 06 Maret 2023

25
G. Islam dan Budaya Jawa

Mengacu pada makam Fatimah Binti Maimun yang ditemukan di Leran,

Gresik, Jawa Timur dan angka batu nisan menunjukkan tahun 475H/1082 M,

maka Islamisasi di wilayah Jawa dimulai dari abad ke-11. Abad Masehi.

dimulai.16 Selain itu, makam Malik Ibrahim dari Kasyan (suatu tempat di

Persia) yang wafat pada tahun 822 H atau 1419 M. juga ditemukan di Gresik.

Sedikit lebih jauh ke pedalaman, ratusan makam Muslim kuno juga telah

ditemukan di Mojokerto. Makam tertua berasal dari tahun 1374 Masehi.

Makam ini diperkirakan sebagai makam keluarga kerajaan Majapahit.17

Para guru sufi di Jawa, yang dikenal dengan Walisongo memainkan

peran penting dalam penyebaran Islam di Jawa. Kemudian para sarjana

bersepakat bahwa di antara para penyebar agama Islam di pulau Jawa adalah

Maulana Malik Ibrahim (nama salah satu Walisongo). Dan dikabarkan beliau

banyak mengislamkan wilayah pesisir utara Jawa. Walisongo menggunakan

pendekatan tasawuf (mistik Islam) untuk menyebarkan agama islam di pulau

Jawa. Dengan cara perlahan dan bertahap, dengan tanpa menolak dengan keras

terhadap budaya masyarakat Jawa, Islam memperkenalkan toleransi dan

persamaan derajat.18 Wali adalah orang yang telah mencapai tingkat tertentu

untuk lebih dekat dengan Tuhan. Kesembilan wali ini dekat lingkaran istana.

Merekalah yang memastikan apakah seseorang naik takhta atau tidak. Anda

16
Suyuthi Pulungan,“Sejarah Peradaban Islam Di Indonesia”, cetakan pertama (Jakarta;
Imprint Bumi Aksara, 2019) hal. 51
17
Bahrul Ulum , “Islam Jawa: Pertautan Islam Dengan Budaya Lokal Abad XV”, jurnal
pusaka (Gondanglegi, 2014)
18
Donny Khoirul Aziz, “Akulturasi Islam dan Budaya Jawa”, Jurnal; Fikrah vol. 1
(Purwokerto, Juli 2013)

26
juga penasehat Sultan. Mereka kemudian mendapat gelar Sunan atau

Susuhunan (sangat dihormati) karena kedekatan mereka dengan keraton.

Jawa Timur mendapat banyak perhatian dari para wali. Di sini lima wali

ditempatkan di berbagai tempat dakwah. Maulana Malik Ibrahim pindah ke

wilayah dakwahnya di Gresik sebagai Wali Perintis. Sepeninggal Malik

Ibrahim, wilayah ini diperintah oleh Sunan Giri. Sunan Ampel mengambil

posisi di Surabaya. Sunan Bonang di utara Tuban. Di Sunan Drajat Sedayu

Lamongan.

Budaya Jawa dianggap sebagai budaya yang paling mudah beradaptasi

dengan pengaruh luar. Hal ini dapat dimaklumi karena hakikat kebudayaan

pada dasarnya terbuka untuk menyerap unsur-unsur kebudayaan lain. Karena

ranah budaya terhubung dengan kehidupan sehari-hari, tidak ada budaya yang

dapat dibedakan dari unsur budaya lainnya, dan interaksi manusia satu sama

lain memungkinkan unsur-unsur budaya yang ada saling bertemu dan saling

mempengaruhi. Mengenai sifat budaya yang terbuka untuk menerima unsur

lain, Frans Magnis Suseno berpendapat bahwa budaya Jawa memiliki sifat

yang fleksibel dan terbuka. Meskipun budaya Jawa pernah dipengaruhi oleh

unsur budaya lain, namun berhasil mempertahankan keasliannya. 19

Sebelum Islam datang dan berkembang di pulau Jawa, masyarakat Jawa

sudah lama suka dengan kesenian, dan wayang dengan gamelan dan seni

nyanyian. Karena itu, para ulama (walisanga) berinisiatif menjadikan seni

19
Salman Faris, “Islam Dan Budaya Lokal (Studi Atas Tradisi Keislaman Masyarakat
Jawa)”, jurnal : Thaqãfiyyãt, Vol. 15, No. 1, (Jakarta, 2014) hal. 81

27
sebagai alat dakwah, untuk menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat

dengan apa yang paling mereka sukai. Selain sifat budaya yang terbuka,

percampuran nilai-nilai budaya Islam Jawa tidak terlepas dari faktor pendorong

lain, yaitu sikap toleran Walisanga terhadap transmisi ajaran Islam di kalangan

masyarakat Jawa yang sudah menganut keyakinan sinkretis. Dalam metode

Manut-Milining-Banyu, para wali tetap mempertahankan adat Jawa namun

mendapat sentuhan Islami, misalnya mengganti upacara sesajen dengan

kenduri atau slametan.20

Keterkaitan antara agama dan budaya juga dapat berbentuk dialektika.

Dialektika Islam dan budaya lokal menghasilkan budaya sintetik yang

menunjukkan bahwa dalam ekspresi ritual, nilai instrumental merupakan

produk budaya lokal, sedangkan muatan materialnya bernuansa Islam-religius

yang merupakan bentuk akulturasi yang tidak . dihilangkan adalah nilai-nilai

dasar. dari ajaran agama. Secara metodologis, dalam hukum Islam, agama

memberi warna (roh) pada kebudayaan, sedangkan kebudayaan memberi

kekayaan pada agama.21

Ada fenomena sinkretisme dalam masyarakat Jawa, yaitu

bercampurnya kepercayaan atau tradisi kuno dengan unsur Hindu, Budha, dan

Islam. Informasi sejarah, masuknya Islam di Jawa dan berurusan dengan orang-

20
Ibid hal: 80
21
Arlinta Presetian Dewi, “Sinkretisme Islam dan Budaya Jawa dalam Upacara Bersih
Desa di Purwosari Kabupaten Ponorogo”, jurnal: religia jurnal ilmu-ilmu keislaman, vol. 21
(Ponorogo, 2018)

28
orang Hindu dan Budha, kepercayaan pada roh leluhur, animisme, dinamika

yang terjadi pada masa pemerintahan Raden Batara Katong. 22

Eksistensi Tionghoa Muslim pada awal perkembangan Islam di Jawa

dibuktikan tidak hanya oleh kesaksian para musafir asing, sumber Tionghoa,

teks dan tradisi lisan lokal Jawa, tetapi juga oleh warisan kuno Islam lainnya

di Jawa. Ini menunjukkan bahwa Cina memiliki pengaruh yang kuat,

menimbulkan kecurigaan bahwa ada yang disebut Sino-Javanese Muslim

Culture pada abad ke-15 dan ke-16. Ukiran di Masjid kuno Mantingan Jepara,

Menara Masjid Pecinan Banten, Pembangunan Pintu Makam Sunan Giri di

Gresik, Arsitektur Keraton Cirebon dan Taman Sunyaragi, Pembangunan

Masjid Demaki, terutama tiang penyangga masjid dengan simbol kura-kura,

pembangunan Masjid Sekayu di Semarang, dll, yang kesemuanya memiliki

pengaruh budaya Tionghoa yang cukup kuat. Bukti lebih lanjut dapat dihimpun

dari dua bangunan masjid megah yang menonjol di Jakarta, yakni Masjid Kali

Angke yang diasosiasikan dengan Gouw Tjay dan Masjid Kebun Jeruk yang

didirikan oleh Tamien Dosol Seeng dan Ibu Cai23.

H. Teori ‘Urf

Dalam perkawinan adat Jawa ada istilah petungan weton. Petungan

weton merupakan bentuk ikhtiar masyarakat jawa untuk mencari kecocokan

dari calon mempelai dalam penentuan hari perkawinan. Bagi masyarakat Jawa

weton sangatlah penting, karena dengan perhitungan ini, masyarakat Jawa

22
Ibid hal : 34
23
Bahrul Ulum , “Islam Jawa: Pertautan Islam Dengan Budaya Lokal Abad XV”, jurnal
pusaka (Gondanglegi, 2014)

29
dapat menentukan hari terbaik dalam perkawinan, membangun rumah, pindah

tempat tinggal, dan lain-lain yang berhubungan dengan kehidupan.24

Bila adat disebut ‘urf dalam Islam, Al-‘urf menurut bahasanya adalah

‫ عرف‬,‫ عرف‬sering diartikan ‫المعروف‬, yang dikenal orang dan menjadi tradisi.25

Dalam hukum Islam, pandangan ulama fikih adalah bahwa tradisi atau

kebiasaan (adat) disebut juga dengan urf. ‘Urf dalam arti kata yang sebenarnya

adalah suatu keadaan, ucapan, perbuatan atau perintah yang diketahui orang

dan yang sudah menjadi tradisi untuk dipenuhi atau ditinggalkan. Di kalangan

masyarakat ‘Urf ini sering disebut Adat. Definisi di atas juga sama sebagai ‘Urf

menurut istilah Syara’ artinya.26

‘Urf terdiri dari dua jenis, yaitu “urf shahih” dan “urf fasid (rusak).

yang haram dan tidak membatalkan yang wajib. Seperti kebiasaan meminta

pekerjaan dan membagi mahar menjadi dua.

Adapun “urf fasid”, adalah. sesuatu yang diketahui satu sama lain

(adat) tetapi bertentangan dengan syara, atau pembenaran yang haram dan

membatalkan yang wajib. Misalnya, beberapa perbuatan buruk dalam upacara

kelahiran anak, termasuk memakan riba dan berjudi, simpatik di kalangan

masyarakat. .27

Syarat-syarat ‘urf

24
Wawancara Mbah Subur (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang 04 Maret 2023
25
Darmawati H.,. “Ushul Fiqh”. Cetakan: 1(Jakarta: Kencana 2019), hal.78
26
Juhaya S. Praja. “Ilmu Ushul Fiqih”, cetakan: 4 (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal.
128
27
Ibid hal. 128

30
a. Tidak bertentangan dengan nash (al-qur’an dan sunnah)

b. Tidak menyebabkan kemafsadatan/kerusakan

c. Tidak berlaku secara universal pada kaum muslimin

d. Tidak berlaku pada masalah ibadah mahdah (hanya masalah

muamalah).

Dasar hukum 'urf' (al-'adatu syariat al-muhakkamat) yang artinya adat

dan kebiasaan pada masyarakat merupakan sumber hukum dalam Islam. Ulama

berkata: ‘Urf adalah syariat yang ditegakkan dengan hukum sedangkan syariat

juga harus adat.” Imam Malik membuat banyak hukum berdasarkan perbuatan

penduduk Madinah. Imam Abu Hanifah dan murid-muridnya berbeda satu

sama lain dalam merumuskan hukum menurut adat mereka. Selama berada di

Mesir, karena adat yang berbeda, Imam Syafi'i mengubah beberapa hukum

yang berlaku di Bagdad. Oleh karena itu, ia memiliki dua pendapat, yaitu

pendapat baru dan pendapat lama.

Kebiasaan belum tentu merupakan perangkat syara tersendiri.

Tujuannya biasanya untuk mengarahkan perhatian pada kebaikan bersama.

Dengan kata lain, adat-istiadat tertentu diperhitungkan ketika mendefinisikan

Hukum Syari, sehingga perhatian juga diberikan pada interpretasi teks,

interpretasi umum, dan absolut restriktif.28

28
Darmawati H.. “Ushul Fiqh”. Cetakan: 1(Jakarta: kencana, 2019), hal. 79

31
BAB 3

HASIL PENELITIAN

I. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Aspek Historis

Desa Rejosari merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan

Bantur Kabupaten Malang Provinsi Jawa Timur. Nama asli dari desa

ini adalah desa Ndhilkoro. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mbah

Subur :

“jare wong tuwek biyen, ndek kono onok wit bendo di rambati
koro. Tapi pas biyen sek alas. Saking gembel e koro ne sampek
wit bendo ne ora ketok. Ora onok uwong sing wani nebang.
Sampek onok uwong sing diarani Mbah Singo Plendik iku
teko, nebang wit bendo iku. Lah wong iku terus dadi sing
bedah kerawang. Yo teko iku diarani Ndilkoro”
Terjemahan : “Konon menurut cerita orang-orang tua zaman
dulu, pada saat desa ini masih menjadi hutan belantara,
ditengah-tengahnya terdapat sebuah pohon bendo yang sangat
besar dan dikerumuni tumbuhan koro sampai-sampai batang
serta daunnya tidak terlihat. Tidak ada seorang pun yang
berani menebangnya.Sampai suatu ketika, ada seorang laki-
laki yang bernama Mbah Singo Plendik memberanikan diri
untuk menebang pohon bendo tersebut sekaligus dia lah orang
yang membedah kerawang Ndhilkoro. Dari sanalah nama
Ndhilkoro tercipta, yang awalnya Ndokoro diambil mudahnya
menjadi Ndhilkoro.”1

Mbah Singo Plendik sendiri merupakan utusan dari Kiai

Radiman Mangkurat2. Pada awal rombongan dari Kiai Radiman

1
Wawancara Mbah Subur (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang 04 Maret 2023
2
Salah satu santri atau pasukan Diponegoro yang mengembara ke wilayah Bantur untuk
menyusun kekuatan baru atas penindasan pada kaum pribumi oleh penjajah. Triwidiastutik dan
Ahsan Shohifur Rizal, “Kontruksi Kultur Historis dalam Folklor Ndhilkoro dan Implikasinya
dalam Pembelajaran Bahasa Dan Sastra”, Jurnal Tinta Vol. 3 (Maret, 2021) hal.27

32
Mangkurat ini masuk ke wilayah Bantur, mbah Singo Plendik berada di

daerah Gombangan. Lalu oleh kiai Radiman beliau diperintahkan untuk

berada di daerah Bantur bagian utara, yaitu wilayah Ndhilkoro itu

sendiri. Setelah Mbah Singo Plendik ini berhasil membuka wilayah

Ndhilkoro, maka banyak pendatang yang mendatangi wilayah

Ndhilkoro baik dari rekan dan keluarga Mbah Singo Plendik dari

Mataram, maupun pendatang dari pulau lain seperti Madura, yang ingin

memluai kehidupan baru yang layak dan tenang.3 Nama asli dari Mbah

Singo Plendik sendiri adalah Ki Ronggolowo.

Lambat laun nama Ndhilkoro menjadi musnah, nama tersebut

diganti menjadi Rejosari, dikarenakan di desa ini sangat ramai dengan

makhluk halus. Kata rejo yang berarti ramai dan sari yang diartikan

sebagai makhluk ghoib. Karena menurut orang-orang zaman dahulu,

yang dimakan dari desa ini adalah sarinya saja, yaitu 4

2. Aspek Geografis

Desa Rejosari merupakan salah satu desa yang berada di bagian

utara Bantur. Desa ini berjarak 5 km dari kecamatan Bantur, 37 km dari

ibukota kabupaten dan 197 km dari ibukota provinsi. Secara

administratif Desa Rejosari terdiri dari 22 Kelurahan (RW) dan 72

Rukun Tetangga (RT) yang terbagi menjadi 4 kelurahan yaitu:

3
Triwidiastutik dan Ahsan Shohifur Rizal, “Kontruksi Kultur Historis dalam Folklor
Ndhilkoro dan Implikasinya dalam Pembelajaran Bahasa Dan Sastra”, Jurnal Tinta Vol. 3
(Maret, 2021) hal.28
4
Wawancara, Mbah Subur (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang 04 Maret 2023)

33
Balewarti, Krajan, Kutukan dan Njeding. 5 Secara geografis desa

Rejosari berbatasan dengan empat desa lain yaitu:

Sebelah utara : berbatasan dengan Desa Wonokerto

Sebelah timur : berbatasan dengan Desa Sumberejo

Sebelah selatan : berbatasan dengan Desa Bantur

Sebelah barat : berbatasan dengan Desa Pringgondani

3. Aspek Demografis

a. Keadaan Penduduk

Jumlah keseluruhan penduduk di Desa Rejosari sebanyak 7732

jiwa yang terdiri dari 3482 jiwa laki-laki dan 3890 jiwa perempuan.

Dengan jumlah kepala keluarga 2126 laki-laki dan 196 kepala

keluarga perempuan dengan total 2322 KK. 6

b. Pendidikan

Dan untuk lembaga pendidikan Desa Rejosari memiliki 1

Taman Kanak-kanak, 2 Raudhatul Atfal, 3 Sekolah Dasar, 1

Madrasah Ibtidaiyah, 1 Sekolah Menengah Pertama, 1 Madrasah

Tsanawiyah, dan 1 Sekolah Menengah Atas.

c. Ekonomi

Sebagian besar penduduk Desa Rejosari bermata

pencaharian petani, pekebun dan peternak, sedangkan hasil

5
Dokumentasi kantor Desa Rejosari Kecamatan Bantur, Kabupaten malang,
Desember 2019
6
Dokumentasi kantor Desa Rejosari Kecamatan Bantur, Kabupaten malang,
Desember 2019

34
produksi ekonomis desa yang menonjol ialah cabe, tebu dan telur.7

Kondisi ekonomi masyarakat Desa Rejsari ini dapat dilihat dari

jumlah keluarga yang sejahtera.

J. Sumber Pengetahuan Tukang Pitung

Dikarenakan di Desa Rejosari ini memiliki banyak tukang pitung,

pastinya mereka memiliki cara tersendiri untuk memperoleh ilmunya. Untuk

mengetahui darimana sumber pengetahuan para tukang pitung, peneliti berhasil

mewawancarai tiga tukang pitung yang dipercaya di desa ini.

Sebagai tukang pitung termuda di Desa ini, Mbah Subur merangkap

profesinya, selain menjadi tukang pitung, beliau juga tukang tebus gagar

mayang (ahli pembuat gagar mayang saat perkawinan).

“saya sendiri belajar ilmu Jawa semenjak duduk di bangku SMP. Guru
saya itu ada tiga orang, yang mana ketiga orang tersebut masih ada
hubungan darah dengan saya, yaitu ibu , pakde dan paman saya
sendiri. Saya berguru kepada ketiganya secara bertahap. Dan dari
ketiga guruku ini, masing-masing memiliki syarat dan kewajiban yang
harus dilakukan serta larangan yang harus dijauhi.”8
Untuk pertama kali beliau belajar ilmu Jawa adalah dengan ibunya

sendiri, ibunya juga termasuk salah satu penganut ajaran ilmu jawa di

keluarganya. Syarat pertama yang diberikan ibunya kepada Mbah Subur adalah

beliau diperintahkan untuk begadang dan berpuasa sehari penuh, dimulai dari

7
Dokumentasi kantor Desa Rejosari, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, Desember
2019
8
Wawancara Mbah subur (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang, 05 Maret 2023

35
jam 18.00 WIB dan berbuka puasa pada jam 00.00 WIB hari esok.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mbah Subur:

“Sebelum berpuasa, ada satu ritual yang harus dilakukan yaitu, harus
mandi terlebih dahulu dan tidak diperbolehkan menggunakan gayung
melainkan harus menggunakan tangan sebagai gantinya.”
Puasa ini tidak serta merta langsung dilakukan, Untuk larangan dari guru

pertamanya, Mbah Subur adalah tidak diperbolehkan untuk memakan tiga jenis

tumbuhan yaitu; daun kelor, jantung pisang, dan daun katu.

Setelah dirasa ilmu yang didapat sudah cukup dan sudah dapat di

laksanakan, mbah subur melanjutkan belajar ilmunya kepada guru keduanya

yaitu Mbah Uki. Beliau belajar dengan guru keduanya ini saat berada di

Lampung Tengah. Pada saat itu, ilmu yang di berikan kepada beliau adalah

ilmu petungan weton. Pada gurunya kali ini tidak ada larangan serta perintah

khusus yang harus dilakukan.

Beberapa tahun setelah belajar ilmu pada Mbah Uki, Mbah Subur

melanjutkan belajar pada gurunya yang ketiga yaitu Wo Amat. Untuk proses

tirakatnya beliau diperintahkan untuk begadang dan berpuasa, dan memakan

beras ketan mentah dengan kelapa serta gula merah. Sebelum berpuasa beliau

diharuskan untuk makan yang kenyang kemudian mandi keramas

menggunakan merang (batang pohon padi kering) yang dibakar kemudian

disaring menggunakan sabut kelapa dan airnya digunakan untuk pengganti

sampo.9

9
Wawancara Mbah subur (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang, 05 Maret 2023

36
Kedua, narasumber kedua yaitu Mbah Giat selaku tukang pitung. Awal

mula belau mulai menekuni budaya Jawa adalah saat beliau duduk dibangku

SMP. Sejak saat itulah beliau mulai mempelajari ilmu-ilmu Kejawen. Ilmu

yang beliau gunakan adalah dari kitab Hidayat Jati karya Mbah Raden Ngabehi

Ranggawarsita yang merupak pujangga dari keraton Surakarta. Mbah

Ranggawarsita sendiri banyak mengambil sumber dari budaya Jawa kuno,

sebagian juga dari primbon, serta gabungan dari budaya Jawa kuno dan agama

Hindu, Budha dan agama Islam. Beliau banyak menggunakan kitab-kitab lain

sebagai rujukan, akan tetapi inti dari pengetahuan beliau adalah kitab Serat

Hidayat Jati. Cara beliau belajar berbeda dengan tukang pitung yang pertama,

jika tukang pitung yang pertama beberapa lafalnya tidak boleh ditulis, dalam

ajaran guru beliau ada beberapa yang boleh ditulis dan dibukukan seperti ilmu

pitungan weton.

Guru spiritual beliau dalam belajar petungan weton ada tiga orang yang

berasal dari Ponorogo, Trenggalek, dan Blitar. dan yang masih sambung

sampai sekarang ada dua orang yaitu dari daerah Trenggalek dan Blitar. Akan

tetapi beliau tidak hanya berpaku pada satu orang saja, beliau menggabungkan

ilmu yang didapat dari ketiga gurunya tersebut. Dalam proses belajar ini, tidak

ada syarat ataupun larangan yang diberikan oleh guru-gurunya, karena

kebetulan ketiga gurunya ini beragama Islam.10

10
Wawancara Mbah Giat (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang, 06 Maret 2023

37
Ketiga, berbeda dengan kedua tukang pitung lainnya, Mbah Parman

tidak berguru secara khusus kepada seseorang, melainkan beliau hanya belajar

kepada teman kerjanya yang bisa perhitungan Jawa. Jadi, tidak ada sebuah

tirakat ataupun syarat serta larangan yang harus di hindari sat beliau belajar.

Keinginan beliau belajar ilmu Jawa ini adalah beliau pernah mendengar

sesepuh desa sebelum beliau saat pengucapan nama-nama malaikat dan nama-

nama nabi ada yang tidak benar. Oleh karena itu beliau belajar hanya ingin

menjadi sesepuh yang benar dalam pengucapan nama malaikat dan nabi serta

pengucapan doa yang benar menurut islam.11 Beliau berkata :

“aku lek milih uwong gawe belajar iku yo sing ngerti agomo, paling
enggak wonge iku sregep sembayange.”12
Terjemahan : “kalau saya memilih seseorang untuk belajar harus
yang paham agama, paling tidak orang tersebut rajin sholat”
Orang yang rajin ibadahnya dijadikan rujukan mencari ilmu agar ilmu

yang diperoleh tidak ada yang bertentangan dengan ajaran agama. Selama guru

tersebut mengajarkan ilmu sesuai dengan syariat Islam, maka ikutilah

ajarannya. Dan jika ajarannya beretentangan maka tinggalkanlah, gunakan

yang sesuai dengan syariat Islam.

Ada dua macam ilmu dalam Jawa yaitu kaweruh Jawa dan pitung

Jawa. Kaweruh Jawa merupakan cara orang Jawa mengetahui tata cara

menjadi orang Jawa yang baik dari segi peribadatan serta kepercayaan.

11
Wawancara Mbah Parman (tukang pitung), ), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang,07 Maret 2023
12
Wawancara Mbah Parman (Tukang Pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang, 22 Mei 2023

38
Untuk sanad keilmuan dalam kaweruh Jawa memang harus sambung/harus

ada kejelasan urutan antara guru dengan murid, jadi selama gurunya masih

ada maka murid tersebut tidak bisa menjadi guru. Berbeda dengan pitung

Jawa, di dalamnya membahas tentang neptu hari serta pasarannya,

perhitungan saat pindah rumah, pernikahan, membangun rumah dan lain-

lain. Kemudian untuk sanad, tidak diperlukan kejelasan/kesinambungan

sanad antara guru dengan murid. Setiap orang yang mempelajari pitung

Jawa bisa juga menjadi guru meskipun gurunya masih ada. Sama halnya

dengan Islam dalam ilmu Jawa seorang guru juga memiliki beberapa kriteria

sebagai berikut:13

1. Bangsaning Awiryo : orang yang mulia atau memiliki derajat

2. Bangsaning Agama : seorang ulama atau orang yang paham ilmu

agama (agar jika memiliki murid apa yang disampaikan tidak

menyimpang dengan ajaran agama)

3. Bangsaning Atopo : seseorang yang bisa menahan hawa nafsu

(tirakat)

4. Bangsaning Sujono : orang yang suka berbuat baik (diakui baik

oleh masyarakat sekitar)

5. Bangsaning Aguno : memiliki kepandaian dari ilmu lain diluar

ilmu yang akan di sampaikan

13
Wawancara Mbah Giat (Tukang Pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang, 2 Juni 2023

39
6. Bangsaning Prawiro : bangsa prajurit yang masih terkenal

keperwiraannya,

7. Bangsaning Supulo : seseorang yang kaya dan masih kaya saat

menjadi guru

8. Bangsaning Susetyo : seorang petani yang tekun, dan dikenal

tidak pernah berbohong.

Beberapa kriteria diatas dapat digunakan seseorang untuk mencari guru

yang baik dalam mencari ilmu Jawa.

K. Cara Tukang Pitung Mengaitkan Pengetahuannya dengan Ajaran

Agama Islam

Ada banyak orang di desa Rejosari yang mendalami ilmu petungan

weton atau mereka sering disebut dengan tukang petung. Meskipun demikian

agama mereka semua adalah Islam, oleh karena itu mereka menggunakan

berbagai macam cara agar tetap menjalankan budaya leluhur ini dengan

mengakulturasikan budaya dan agama yang tidak merusak syariat Islam.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh mbah subur salah satu tukang petung :.

“Ket awal aku belajar ilmu Jowo, karo guruku iku wes digabung
karo agomo. Terus lek ndek ilmu Jowo iku dungone mesti nyebut gusti
Allah. Lek jareku ilmu sing tak duweni saiki iku entuk teko Sunan
Kalijogo sing nggabungno ilmu Jowo karo Islam. Ben uwong podo
gelem mlebu Islam”14
Terjemahan : “Saat saya berguru ilmu Jawa, dari awal belajar guru
saya lah yang menggabungkan ilmu jawa dan ajaran islam, dan di
dalam ilmu Jawa pada setiap doanya pasti ada asma Allah. Dan
menurut guru saya, ilmunya yang didapat sekarang ini awal mulanya
14
Wawancara Mbah Parman (tukang pitung), ), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang,06 Maret 2023

40
adalah berasal dari Sunan Kalijaga yang mengakulturasikan budaya
Jawa dengan ajaran Islam agar masyarakat Hindu pada zaman dahulu
mau memeluk Islam.”
Perhitungan weton bukanlah sebuah ramalan dan hanya sebuah ikhtiar

agar jauh dari balak dan musibah serta mendapatkan keselamatan. Karena

prinsip beliau, apapun yang beliau lakukan semata-mata hanya berusaha dan

untuk hasilnya tetap dikembalikan kepada Allah Swt.

Petungan weton sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran Islam,

dikarenakan hal ini hanya upaya manusia untuk mendapatkan yang terbaik

menurut manusia, dan untuk selanjutnya tetap dikembalikan kepada Allah Swt.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Mbah giat :

“Pada setiap kalimat yang saya gunakan, saya tidak pernah


meninggalkan mengucapkan bismillah. Petungan weton bukanlah
sebuah ramalan, dan hanya orang-orang yang salah beranggapan
bahwa petungan weton adalah ramalan.”15
Petungan weton serta beberapa adat Jawa lain merupakan ajaran

tinggalan dari Sunan Kalijaga dulu. Meskipun ada beberapa juga yang sama

sekali tidak ada hubungannya dengan Islam. Sebagai mana yang di ungkapkan

oleh Mbah Parman :

“Asline petungan weton iki ajaran teko sunan kalijogo. Makane tetep
tak lakoni masio asline onok sing ora berhubungan karo Islam. Pokok
ga nyeleweng teko agomo” 16
Terjemahan : “sebenarnya, perhitungan wetin ini adalah ajaran Sunan
Kalijaga. Oleh karena itu tetap saya lakukan, meskipun ada beberapa
yang tidak ada hubungannya dengan Islam. Yang terpenting tidak
menyimpang dengan Islam.”

15
Wawancara Mbah Giat (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang, 07 Maret 2023
16
Wawancara Mbah Parman (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang,07 Maret 2023

41
Jadi dapat disimpulkan, dalam Ilmu Jawa meskipun ada beberapa

yang tidak ada hubungannya dengan Islam tetap boleh dilakukan asalkan

tidak menyekutukan Allah dan tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran

Islam dan sunnah Nabi.

L. Perhitungan Weton Menurut Tukang Pitung

Perhitungan perkawinan diperkenalkan di Jawa sebagai peninggalan

nenek moyang. Perhitungan ini menggambarkan/memprediksi apa yang akan

terjadi di masa depan pasangan tersebut. Perhitungan pernikahan selalu

berdasarkan Weton.17 Dalam pernikahan, petungan weton digunakan untuk

mencari kecocokan antara kedua mempelai, jika dari hasil perhitungannya

mendapat kecocokan maka hasil dari keduanya digunakan untuk patokan

mencari hari yang baik untuk dilangsungkannya perkawinan. Sebagaimana

yang telah diungkapkan mbah subur :

“Petungan weton sendiri merupakan ilmu pengetahuan masyarakat


Jawa yang didapatkan secara turun temurun dari nenek moyang
mereka. Dan merupakan adat istiadat yang sudah medarah daging
dengan kehidupan mereka.” 18

Oleh karena itu, petungan weton tidak dapat dipisahkan dari beberapa

kegiatan sebelum dilangsungkannya pernikahan. Kitab Primbon telah

membahas secara rinci tentang perhitungan weton untuk pernikahan dan juga

17
Evi Rofiana, Skripsi : Penetapan Pernikahan Masyarakat Jawa Berdasarkan
Hitungan Jawa Menurut Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Desa Parit Sidang
Kecamatan Pengabuan Kabupaten Tnjung Jabung Barat), (Jambi, UIN Sulthan Thaha
Saifuddin,2021) hal. 40
18
Wawancara Mbah Subur (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang,14 Maret 2023

42
kegiatan lainnya. Dalam petungan weton, setiap hari memiliki nilai masing-

masing yang berbeda yaitu:

Tabel.
Nilai hari dan pasaran19
Hari Neptu Pasaran Neptu
Minggu 5 Kliwon 8
Senin 4 Legi 5
Selasa 3 Pahing 9
Rabu 7 Pon 7
Kamis 8 Wage 4
Jum’at 6
Sabtu 9
Kelima hari ini dinamakan hari pasaran adalah karena zaman dahulu

hari-hari ini digunakan sebagaimana untuk menentukan dibukanya pasar bagi

para pedagang, sehingga pada hari ditentukannya tersebut, suatu pasar akan

mendapatkan banyak kunjungan pedagang untuk menjual dagangannya dan

pembeli yang membeli dagangnya tersebut. Lima hari pasaran tersebut diambil

dari lima nama roh yaitu: Batara Kliwon, Batara Legi, Batara Pahing, Batara

Pon dan Batara Wage.20

19
Siti Woerjan Soemadiyah Noeradyo “kitab primbon betaljemur adammakna”
cetakan : 45 (Jogjakarta, Soemodidjojo Mahadewa, 1980) hal. 7
20
Farid Rizaluddin .,et,all., “Konsep Perhitungan Weton dalam Pernikahan Menurut
Perspektif Hukum Islam”, yudisia; jurnal pemikiran hukum dan hukum islam vol.12 (Juni,
2021) hal. 144

43
Weton kedua mempelai dijumlahkan bertujuan untuk mencari

kecocokan antara keduanya dengan patokan yang ada 8 macam dengan jumlah

36 sebagai berikut21:

1. Pegat

Jika hasilnya pegat, maka kemungkinan besar pasangan tersebut

akan berujung pada perceraian. Entah itu berasal dari permasalahan

ekonomi, perselingkuhan dan masalah lainnya.

2. Ratu

Jika hasilnya ratu, maka pasangan tersebut memang cocok untuk

menikah. Banyak orang yang akan iri keharmonisan rumah

tangganya. Dan mereka akan disegani oleh orang-orang sekitar.

3. Jodoh

Jika hasilnya jodoh, berarti pasangan tersebut memang berjodoh.

Mereka akan rukun sampai kakek nenek, dan saling menerima

keadaan satu sama lain.

4. Topo

Jika hasilnya topo, mereka akan sering menerima cobaan di awal

pernikahan. Akan tetapi mereka akan bahagia jika sudah lama

berumah tangga dan dikaruniai anak.

5. Tinari

21
Androphedia, Cara Mengetahui Kecocokan Pernikahan Menurut Hitungan Weton,
https://www.androphedia.com/cara-mengetahui-kecocokan-pernikahan/. Di akses pada 29
Juni 2020, Pukul 10.30 WIB.

44
Jika hasilnya tinari, mereka akan selalu bahagia, mudah dalam

mencari rezeki, dan sering mendapat keberuntungan.

6. Padu

Jika hasilnya padu, maka saat berumah tangga mereka akan sering

bertengkar meskipun penyebabnya hanyalah masalah sepele, akan

tetapi tidak sampai ke perceraian.

7. Sujanan

Jika hasilnya sujanan, dalam pernikahan mereka akan dipenhi

dengan pertengkaran dan perselingkuhan, baik dari pihak laki-laki

maupun perempuan.

8. Pesthi

Jika hasilnya pesthi, rumah tangga mereka akan rukun, tenang dan

tentram sampai masa tua. Meskipun ada permasalahan akan tetapi

tidak merusak keharmonisan rumah tangga.

Tabel

Hasil penjumlahan weton kedua mempelai22

No Hasil No Hasil No Hasil


1. Pegat 13. Tinari 25. Pegat
2. Ratu 14. Padu 26. Ratu
3. Jodoh 15. Sujanan 27. Jodoh
4. Topo 16. Pesthi 28. Topo
5. Tinari 17. Pegat 29. Tinari
6 Padu 18. Ratu 30. Padu
7 Sujanan 19. Jodoh 31. Sujanan
8. Pesthi 20. Topo 32. Pesthi
9. Pegat 21. Tinari 33. Pegat

22
Androphedia, Cara Mengetahui Kecocokan Pernikahan Menurut Hitungan Weton,
https://www.androphedia.com/cara-mengetahui-kecocokan-pernikahan/. Di akses pada 29
Juni 2020, Pukul 10.30 WIB

45
No Hasil No Hasil No Hasil
10. Ratu 22. Padu 34. Ratu
11. Jodoh 23. Sujanan 35. Jodoh
12 Topo 24. Pesthi 36. Topo

Selain hari dan pasarannya, ada pula tahun yang didalamnya terdapat tiga

hari yang dilarang untuk digunakan sebagai hari pernikahan dan acara

semacamnya.23 Patokan tahun ini juga digunakan sebagai patokan perhitungan

weton sebagai berikut :

Tabel

Sangaring Warsa (Hari yang membahayakan) 24

Tahun Hari Tahun Hari


Alip Rabu Wage, Kamis Dal Sabtu Legi, Minggu
Kliwon, Jum’at Legi Pahing, Senin Pon
Ehe Minggu Pon, Senin Be Kamis Wage, Jum’at
Wage, Selasa Kliwon Kliwon, Sabtu Legi
Jimawal Jum’at Pon, Sabtu Wage, Wawu Senin Kliwon, Selasa
Minggu Kliwon Legi, Rabu Pahing
Je Selasa Pahing, Rabu Pon, Jimakir Jum’at Wage, Sabtu
Kamis Wage Kliwon, Minggu Legi

Hari-hari tersebut terletak pada bulan Suro disetiap tahun. Setiap harinya

memiliki julukan sendiri-sendiri. Hari pertama dinamakan galengan tahun, hari

kedua dinakaman lanase tahun (layunya tahun), dan hari ketiga dinamakan

23
Siti Woerjan Soemadiyah Noeradyo “kitab primbon betaljemur adammakna”
cetakan : 45 (Jogjakarta, Soemodidjojo Mahadewa, 1980) hal. 9
24
Ibid hal. 9

46
upase tahun (racunnya tahun). Oleh karena itu hari-hari tersebut tidak

digunakan untuk acara-acara besar yang menggunakan perhitungan weton.

Untuk perhitungan yang biasa digunakan adalah Weton pengantin laki-

laki dan perempuan, neptu hari dan pasarannya dijumlah, kemudian ditambah

dengan neptu bulan, tahun dan tanggalnya, kemudian hasilnya dibagi 9 sisa

berapa. Apabila sisanya : 1,4,7 artinya tiba wali (buruk), 2,5,8 artinya tiba

pangulu (sedang), sisa 3,6,9 artinya tiba penganten (baik). Contohnya :

Tabel

Pitung salaki rabi 25

Pengantin laki-laki Hari Rabu Neptu 7


Pasaran Kliwon Neptu 8
Bulan Suro Neptu 7
Tanggal Neptu 20
Tahun Alip Neptu 1
Pengantin wanita Hari Jum’at Neptu 6
Pasaran Pon Neptu 7
Bulan Sapar Neptu 2
Tanggal Neptu 14
Tahun Wawu Neptu 6
Jumlah 78
Untuk hasilnya adalah 78 kemudian dibagi 9 dan sisa 6 yang artinya tiba

penganten yakni bagus. Berarti pasangan tersebut cocok dan boleh

melanjutkan ke perhitungan selanjutnya. Setelah hasil perhitungannya dibagi

25
Siti Woerjan Soemadiyah Noeradyo “kitab primbon betaljemur adammakna”
cetakan : 45 (Jogjakarta, Soemodidjojo Mahadewa, 1980) hal. 18

47
9 kemudian ada perhitungan lagi yang dibagi 3. Sama seperti sebelumnya,

weton pengantin laki-laki dan perempuan dijumlahkan kemudian

ditambahkan neptu bulan, tahun dan tanggalnya dan yang membedakan

diakhirnya tidak dibagi 9 akan tetapi dibagi 3 sisa berapa. Apabila sisa 1

artinya tiba begja (baik), sisa 2 artinya tiba lara (jelek), dan sisa 3 artinya tiba

lara (sangat jelek).26

Ada beberapa akibat yang dihasilkan dari perhitungan weton itu sendiri

adalah sebagai berikut : pengantin laki-laki lahir pada hari Rabu Kliwon dan

yang perempuan lahir pada hari Jum’at Pon kemudian neptu harinya

dijumlahkan keduanya. Neptu hari Rabu Kliwon adalah Rabu (7) Kliwon 8,

neptu hari Jum’at Pon adalah Jum’at (6) Pahing (9). Jadi hasil dari

7+8+6+9=30. Kemudian untuk hasilnya nanti apabila dibagi sisanya tidak

boleh lebih dari 7 dikarenakan patokan hasil perhitungannya hanya ada 7

macam. Jadi bisa dibagi 10 atau dibagi 7. Untuk hasil perhitungan 30 itu

dibagi 7 jadi sisa 2 dan jatuh kepada tungaksemi yang artinya rejekinya telah

disiapkan, yang berarti hasil tersebut baik. Adapun beberapa hasil

perhitungan cocok atau tidaknya sebuah pasangan sebagai berikut 27:

1. Wasesasegara : berwatak baik, besar wibawanya, dan mudah

memaafkan

2. Tungaksemi : rezekinya telah disiapkan atau banyak rezekinya

26
Siti Woerjan Soemadiyah Noeradyo “kitab primbon betaljemur adammakna”
cetakan : 45 (Jogjakarta, Soemodidjojo Mahadewa, 1980) hal. 18
27
Siti Woerjan Soemadiyah Noeradyo “kitab primbon betaljemur adammakna”
cetakan : 45 (Jogjakarta, Soemodidjojo Mahadewa, 1980) hal. 17

48
3. Satriya wibawa : mendapatkan kemuliaan dan keagungan

4. Sumursinaba : sumber pengetahuan, sebagai tempat bertanya

5. Satriyawirang : mendapatkan kesusahan, menanggung malu,

(syarat untuk penolaknya adalah menyembelih ayam)

6. Bumikatepak : tahan menderita, dan suka menjaga kebersihan

(syarat untuk penolaknya adalah mengubur tanah)

7. Lebu katiup angin : apa yang diinginkan tidak pernah terwujud, dan

sering berpindah tempat tinggal (syarat untuk penolaknya adalah

menghamburkan tanah)

Selain itu, setelah lolos dari perhitungan diatas masih ada satu cara lagi

yang biasa digunakan dalam perhitungan weton yakni : weton calon mempelai

laki-laki dan perempuan, hari dan pasarannya dijumlahkan kemudian dibagi 5,

kemudian sisanya digunakan sebagai hitungannya. Contohnya sebagai berikut

: pengantin laki-laki lahir pada hari Minggu Wage neptunya 5+4= 9, pengantin

perempuan Selasa Legi neptunya 3+5= 8, kemudian hasil keduanya

dijumlahkan 9+8= 17 dibagi 5 sisa 2 yang artinya tiba dana itu baik untuk

dilanjutkan. Adapun patokan dari perhitungan ini adalah sbegai berikut, apabila

setelah dibagi 5 sisa28 :

1. Sri : memiliki banyak rezeki

2. Dana : menjadi kaya raya

3. Lara : mendapatkan halangan berupa penyakit

28
Siti Woerjan Soemadiyah Noeradyo “kitab primbon betaljemur adammakna” cetakan : 45
(Jogjakarta, Soemodidjojo Mahadewa, 1980) hal. 17

49
4. Pati : salah satunya akan meninggal

5. Lungguh : rumah tangganya akan selamat

Setelah lolos pada perhitungan diatas, ada satu perhitungan lagi yang

biasa digunakan, dengan cara yang sama yakni kesatuan dari weton kedua

mempelai dijumlahkan kemudian dibagi. Yang membedakan dengan

perhitungan yang sebelumnya yaitu dibagi dengan angka 3. Seperti contoh :

kesatuan dari pengantin laki-laki dan perempuan adalah 17 dibagi sisa 2 yang

artinya tiba lara atau nanti saat menjalani rumah tangga, mereka akan sering

sakit-sakitan. Hasil yang seperti itu kurang baik apabila dilanjutkan untuk

menikah. Beberapa patokan perhitungannya sebagai berikut, apabila setelah

dibagi 3 sisa :

1. Tiba begja : akan mendapatkan keberuntungan

2. Tiba lara : akan sering sakit-sakitan

3. Tiba pati : salah satunya akan cepat meninggal dunia

Cara yang digunakan tukang pitung Desa Rejosari untuk petungan weton

beragam, sesuai dari gurunya masing-masing. Dari hasil penelitian yang

peneliti dapatkan adalah sebagai berikut:

Pertama,hasil wawancara dengan Mbah Parman (tukang pitung). Selain

menjadi tukang pitung, beliau sendiri merupakan salah satu ulama’ yang ada di

desa ini yang menggunakan petungan weton untuk kegiatan-kegiatan yang

berhubungan dengan weton. Menurut beliau, pada hakikatnya semua hari itu

baik digunakan untuk akad nikah, kecuali pada bulan Suro (Muharram), Selo

50
(Dzulqo’dah), dan Poso (Ramadhan), sedangkan bulan yang paling baik untuk

melakanakan akad nikah adalah pada bulan Ruwah (Sya’ban) dan bulan

Jumadil Akhir . Untuk acara perkawinan, beliau selalu mencarikan hari yang

paling baik. Sebagaimana yang diungkapkan Mbah Parman :

“Ada dua macam kesatuan weton calon mempelai yaitu: genap dan
ganjil seperti contoh: nama calon mempelai Zul dan Arafah, Zul
lahir pada hari Senin Kliwon sedangkan Arafah lahir pada hari Rabu
Pahing. Caranya adalah dengan menjumlahkan kedua isi hari
kelahiran meraka, Senin: 4 Kliwon: 8 = 12 ditambah Rabu: 7 Pahing:
9 = 16, kesatuan dari 12+16= 28 (genap). Lalu dicarilah isi hari yang
paling besar dan berjumlah genap dalam satu bulan, biasanya isi hari
yang paling besar dalam satu bulan adalah berjumlah 18.”

Meskipun neptu hari yang paling besar adalah 18 beliau tidak mau

menggunakannya, karena meskipun 18 adalah yang paling besar, tapi yang

baik adalah yang berisi 16 diambil tengah-tengahnya. Sebagaimana yang telah

diungkapkan oleh Mbah Parman :

“ora kabeh wulan sing dikarepne iku kenek digawe rabi, mergane ga
mesti sak wulan iku onok isine dino, terus sek ndelok nas dino barang.
Terus lek wes nemu dino karo wulan sing tepak tapi bareng karo nas
dino, malek kudu nggolek sino liyane”
Terjemahan : “tidak selamanya bulan yang diinginkan keluarga
mempelai itu bisa digunakan untuk menikah, karena setelah
menemukan isi hari yang baik, tidak selamanya dalan satu bulan ada
hari yang diinginkan tersebut. Setelah itu, harus melihat nas hari 29
terlebih dahulu.Apabila telah menemukan hari dan bulan yang cocok
akan tetapi hari tersebut bertepatan dengan nas hari, maka terpaksa
harus mencari hari lain.”30

29
Nas hari merupakan hari-hari yang tidak diperbolehkan untuk digunakan akad nikah
serta resepsi pernikahan dikarenakan pada hari itu bertepatan dengan peringatan meninggalnya
kakek, nenek dan orangtua , “wawancara pribadi dengan Mbah Subur (tukang pitung)”
30
Wawancara Mbah Parman (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang, 06 Maret 2023

51
Nas hari sama sekali tidak boleh digunakan untuk acara apapun yang

berhubungan dengan perhitungan weton. Dikarenakan hari tersebut adalah

peringatan hari duka saat kerabat meninggal dunia.

Misalnya : calon mempelai ingin menikah di bulan Dzulhijjah tahun 1444

H/2023 M.

a. P : lahir pada hari Senin Kliwon nilainya (Senin 4 + Kliwon 8)= 12

b. L : lahir pada hari Rabu Pahing nilainya (Senin 7 + Pahing 9)= 16

Lalu dijumlahkan hasil dari keduanya 12+16=28 ini kesatuan genap.

Kemudian dicari isi hari dibulan dzulhijjah yang genap yaitu 18, tapi

biasanya Mbah Parman mengambil isi hari yang 16. Dan ditemukan bahwa

isi hari yang 16 jatuh pada hari , jika di hari tersebut tidak ada hari nas

maka, pernikahan boleh dilangsungkan pada hari itu.

Kedua, hasil perhitungan weton bersama Mbah Subur (tukang pitung).

Untuk cara perhitungannya masih sama dengan Mbah Parman, dengan cara

menjumlahkan kedua weton calon mempelai. Perbedaan perhitungan weton

dengan Mbah parman adalah setelah kedua weton mempelai dijumlahkan maka

kemudian ditambahkan dengan hari yang apabila dibagi 3 masih sisa 2, seperti

contoh: perhitungan weton di bulan Dzulhijjah 1444 H, hasilnya kedua

mempelai ada 28, kemudian dicarikan hari yang mana jika ditambahkan

hasilnya bisa dibagi 3 yatu 16, 28+16= 44 dibagi 3 = 14 sisa 2, berarti dibulan

Dzulhijjah hari yang baik ada pada hari yang isinya ada 16 yaitu bertepatan

pada hari Kamis Kliwon. Beliau juga menyebutkan hari dan bulan yang

52
sebaiknya tidak digunakan untuk acara pernikahan. Seperti yang Mbah Subur

katakan :

“Ada beberapa hari yang tidak boleh digunakan untuk akad dan
resepsi pernikahan yaitu: pada pertama, bulan Besar(Dzulhijjah),
Suro(Asyura), Sapar(Safar) hari larangannya ada pada hari Sabtu dan
Minggu, kedua, bulan Mulud(Rabi’ul Awal), Ba’da
Mulud(Rabi’ulakhir), Madilawal(Jumadilawal) hari larangannya ada
pada hari Senin dan Selasa, ketiga, bulan Madilakhir(Jumadilakhir),
Rejeb(Rojab), Ruwah(Sya’ban) hari larangannya ada pada hari Rabu
dan Kamis, keempat,bulan Poso(Ramadhan), Sawal(Syawwal),
Selo(Dzulqo’dah) hari larangannya jatuh pada hari Jum’at.”31
Tabel
Na’asing nabi (nas nya para nabi) 32
Bulan Tanggal Sebab
Sura (Asyura) 13 Nabi ibrahim dibakar oleh
raja Namrud
Mulud (rabiulawal) 3 Nabi Adam diturunkan ke
bumi
Ba’da mulud 16 Nabi Yusuf dimasukkan
(rabiulakhir) kedalam sumur
Madilawal (jumadilawal) 5 Nabi Nuh tenggelam
Poso (ramadhan) 21 Nabi Musa perang dengan
raja fir’aun
Selo (dzulqo’dah) 24 Nabi Yunus ditelan ikan
paus
Besar (dzulhijah) 25 Nabi Muhammad masuk
ke goa

31
Wawancara Mbah Subur (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang, 06 Maret 2023
32
Siti Woerjan Soemadiyah Noeradyo “Kitab Primbon Betaljemur Adammakna”
cetakan : 45 (Jogjakarta, Soemodidjojo Mahadewa, 1980) hal. 19

53
Dalam primbon disebutkan Tanggal-tanggal itu tidak boleh digunakan

untuk acara pernikahan dan semacamnya. Dikarenakan tanggal tersebut

dimuliakan dalam Islam.

Kemudian hari Nas juga tidak boleh digunakan untuk pernikahan. Hari

nas merupakan hari dimana orang tua atau kakek nenek dari mempelai

perempuan meninggal dunia. Pada hari peringatan kematian orang tua

mempelai tidak boleh digunakan untuk akad nikah, sedangkan hari peringatan

kematian kakek nenek tidak boleh digunakan untuk acara resepsi. Kedua hari

Nas tersebut sering disebut dengan Geblake Londo.33

Misalnya: calon mempelai ingin menikah dibulan Dzulhijjah tahun 1444

H/2023 M.

a. P: lahir pada hari Senin Kliwon nilainya (Senin 4 + Kliwon 8)= 12

b. L: lahir pada hari Rabu Pahing nilainya (Senin 7 + Pahing 9)= 16

Setelah keduanya dijumlahkan 12+16=28 + 16 (perkiraan isi hari yang

akan digunakan untuk ijab qobul) = 44 dibagi 3 = 14 sisa 2 berarti hari dengan

isi 16 bisa digunakan untuk ijab qobul. Di bulan Dzulhijjah tahun 1444 H ini

Jatuh pada hari Kamis Kliwon. Untuk tahun ini adalah tahun Ehe dimana

galengan tahun jatuh pada tanggal 1 suro hari Minggu Pon, tanggal 2 Suro hari

Senin Wage, tanggal 3 Suro hari Selasa Kliwon. Setelah dilihat tidak ada hari

nas pada hari ijab qobul tadi maka hari Kamis Kliwon bisa digunakan.

33
Wawancara Mbah Subur (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang,06 Maret 2023

54
Ketiga, konsep petungan weton menurut Mbah Giat ini sama saja dengan

tukang pitung lainnya, akan tetapi selain hari kelahiran dan pasarannya Mbah

Giat menambahkan perhitungan wukunya juga. Yang menjadi perbedaan

dengan tukang pitung lainnya adalah setelah weton kedua pihak mempelai

dijumlahkan, maka kemudian ditambahkan dengan jumlah hari dan isinya yang

apabila nanti jika ditambahkan mendapatkan hasil yang bisa dibagi 3 disa 2 dan

dibagi 5 sisanya juga 2. Contoh: jumlah weton kedua mempelai 20 kemudian

dicarikan isi hari yang apabila dijumlahkan menjadi 32 yaitu 12. Kemudian

20+12= 32 dibagi 3 = 10 sisa 2, 20+12= 32 dibagi 5= 6 sisa 2. Berarti hari

dengan isi pasarannya berjumlah 12 adalah hari baik yang boleh digunakan

untuk acara ijab qobul (akad nikah). Setelah hasil dari perhitungan sudah

ditemukan, akan tetapi hari itu bertemu dengan taliwangke, samparwangke,

dan walersangke makan hari tersebut tetap tidak bisa digunakan dan harus

mencari lagi di bulan yang lainnya, biasanya Mbah Giat akan mencarikan hari

lainnya yang perhitungannya sama di bulan yang berbeda.

Misalnya: calon mempelai ingin menikah di bulan Dzulhijah tahun 1444

H/2023 M.

a. P : lahir pada hari Kamis Pahing nilainya (Kamis 8+ Pahing 9)= 17

b. L : lahir pada hari Sabtu Pahing nilainya (Sabtu 9 + Pahing 9)= 18

Hasil keduanya dijumlahkan 17+18= 35 ditambahkan dengan isi hari

yang akan digunakan untuk ijab qobul (misalkan) mengambil hari yang isi

harinya berjumlah 12 diantaranya Ahad Pon, Senin Kliwon, Selasa Pahing,

Rabu Legi, Kamis Wage. Jadi 35+12= 47 kemudian di bagi 3 (trisudo) hasilnya

55
15 sisa 2. Setelah itu dibagi dengan 5 (pancasudo) hasilnya 9 sisa 2. Berarti

hari tersebut boleh digunakan.

Setelah melewati pembagian trisudo dan pancasudo dan dihari tersebut

tidak ada hari nas atau hari kematian keluarga mempelai maka bisa dilanjut

pada perhitungan wuku. Tahun 1444 H/2023 M ini tepat dengan wuku Shinta

dan was hari dari wuku Shinta adalah hari Sabtu Pon. Lalu nama tahunnya

adalah tahun Ehe yang mana hari larangan jatuh pada tanggal 1 suro hari

Minggu Pon, tanggal 2 Suro hari Senin Wage, tanggal 3 Suro hari Selasa

Kliwon.

Dilihat dari beberapa hari larangan tersebut, hari yang isinya ada 12 tapi

tidak bisa digunakan adalah hari Ahad Pon. Untuk tanggal yang tidak bisa

digunakan pada bulan Dzulhijah ini adalah tanggal 25 menurut kalender

Hijriyah.

Meskipun di desa Rejosari ini tukang pitung banyak yang hanya

menggunakan perhitungan hari kelahiran dan pasaran, Mbah Giat ini juga tetap

menggunakan perhitungan Wuku. Karena menurut beliau :

“menggunakan perhitungan Wuku adalah bentuk lebih kehati-hatian


dalam melakukan perhitungan.”

Bulan larangan untuk melaksanakan perkawinan menurut beliau adalah

bulan-bulan bersejarah yang dianggap baik oleh umat Islam, seperti bulan

Asyura dimana pada bulan tersebut Sayyidina Hasan dan Sayyidina Husain

wafat, kemudian pada bulan Ramadhan dimana umat Islam sebulan penuh

melakukan puasa, assafar dan bulan selo (dzulqo’dah)

56
Jika seandainya berada dalam kondisi yang sangat mendesak dan harus

melakasanakan akad nikah pada bulan-bulan yang dilarang tersebut, beliau

mengatakan tidak masalah dan tidak ada syarat-syarat yang harus dilakukan,

sebagaimana yang diungkapkan Mbah Giat :

“syarat itu sebenarnya hanya sebuah tipuan untuk menghindari ucapan


buruk dari masyarakat yang percaya ilmu Jawa. Kalo yang sebenarnya
tidak ada syarat-syarat atau semacamnya itu. Sebab kembali lagi, hari-
hari tadi yang menciptakan adalah manusia, maksudnya itu yang
menjadikan hari tersebut baik atau tidak baik adalah manusia, serta
yang menggunakannya juga manusia, jika pada hari yang tidak baik
tersebut tetap digunakan, maka Allah hanya tinggal mengabulkannya
saja.” 34

Karena seseungguhnya Allah itu sesuai prasangka hamba-Nya, jika

manusia berprasangka baik kepada Allah maka Allah akan memberikan

kebaikan kepada mereka begitu pula sebaliknya. Jadi sebaiknya kalau memang

percaya dengan perhitungan Jawa, saat ada sebuah larangan sebaiknya tidak

perlu dilanggar dengan berkata tidak masalah asalkan melaksanakan beberapa

syarat yang sudah di tentukan.

Bulan yang baik untuk melaksanakan pernikahan adalah setiap bulan

yang mana pada bulan tersebut terdapat hari Selasa Kliwon dan Jum’at Kliwon

dan disebut dengan bulan Anggara Kasih. Mbah Giat berkata :

“Bulan yang di dalamnya terdapat hari Selasa Kliwon dan Jum’at


Kliwon itu dinamakan Anggarakasih. Jika hanya ada salah satu hari
tersebut dalam satu bulan, maka bulan itu disebut dengan bulan
sedang, dan masih baik digunakan untuk malaksanakan
pernikahan.”35

34
Wawancara Mbah Giat (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang,06 Maret 2023
35
Wawancara Mbah Giat (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang, 06 Maret 2023

57
Tabel
Bulan yang tidak ada Anggarakasih36
Tahun Sasi Tahun Sasi
Alip Jumadilakir, besar Dal Mulud, pasa
Ehe Rejeb Be Rabiulakir
Jimawal Sura, ruwah Wawu Rabiulakir, dulkaidah
Je Sapar, ruwah Jimakir Jumadilawal
Setiap bulan yang sudah disebutkan di atas pada setiap tahunnya, tidak

memiliki hari Anggarakasih. Sebaiknya untuk tidak digunakan sebagai bulan

pernikahan.

Kemudian untuk pawukon (wuku) adalah tahap terakhir dalam

perhitungan weton versi Mbah Giat. Wuku ini digunakan sebagai bentuk

kehati-hatian dalam mengambil sebuah tindakan. Karena terkadang meskipun

sudah mendapatkan hari baik pada hasil perhitungan weton, di dalam wuku

bisa jadi masih tidak baik, karena ada beberapa hari lain yang juga harus

diikutkan dalam penjumlahan. Sama seperti weton, wuku juga berhubungan

dengan manusia, dari sisi tingkah laku serta tabiatnya. Wuku berjumlah 30

diambil dari silsilah keluarga Prabu Watugunung yang mempunyai dua istri

yaitu Dewi Shinta dan Dewi Landhep yang mempunyai 27 anak. Kedua istri

dan ke 27 anaknya meninggal setelah meninggalnya Prabu Watugunung yang

kalah saat berperang dengan Sanghyang Wisnu.

36
Siti Woerjan Soemadiyah Noeradyo “Kitab Primbon Betaljemur Adammakna”
cetakan : 45 (Jogjakarta, Soemodidjojo Mahadewa, 1980) hal. 11

58
Sebenarnya Prabu Watugunung dikenal dengan seseorang yang tidak

bisa mati meskipun dibunuh dengan berbagai macam senjata. Prabu

Watugunung akhirya bisa dikalahkan oleh Sanghyang Wisnu karena ia tau

kelemahan kedudukan musuhnya. Wuku yang ke 30 tersebut merupakan

tempat kedudukan Prabu Watugunung berada. Dan pada setiap wuku ada was

nya sendiri-sendiri atau yang dinamakan hari larangan:

Tabel
Wuku Shinta
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pahing Mulus Persaudaraan
Senin Pon Carik Dalan Bedang Tuwo
Selasa Wage Malian Malaikat Goroh
Rabu Kliwon Mulus Persaudaraan
Kamis Legi Was-Was Pasrah
Jum’at Pahing Turunan Asu Ajaq Persaudaraan
Sabtu Pon Turunan Asu Ajaq Kubur

Tabel
Wuku Landep
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Wage Carik Agung Bedang Tuwo
Senin Kliwon Mulus Tutur
Selasa Legi Mulus Peseteruan
Rabu Pahing Was-Was Goroh
Kamis Pon Turunan Sapi Gunung Tutur
Jum’at Wage Mulus Persudaraan
Sabtu Pahing Carik Agung Persaudaraan

59
Tabel
Wuku Wukir
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Legi Carik Dalan Kukuh
Senin Pahing Carik Dalan Kukuh
Selasa Pon Was-Was Persaudaraan
Rabu Wage Turunan Upas Perseteruan
Kamis Kliwon Mulus Kukuh
Jum’at Legi Carik Dalan Persaudaraan
Sabtu Pahing Mulus Persaudaraan

Tabel
Wuku Kurantil
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pon Mulus Perseteruan
Senin Wage Was-Was Kubur
Selasa Kliwon Turunan Ketek Uring-Uringan
Rabu Legi Mulus Persaudaraan
Kamis Pahing Malian Dunyo Lesan
Jum’at Pon Mulus Peringatan
Sabtu Wage Mulus Kukuh

Tabel
Wuku Tolu
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Kliwon Was-Was Perseteruan
Senin Legi Turunan Sri Ono Sumur Uring-Uringan
Selasa Pahing Turunan Sri Ono Sumur Kubur
Rabu Pon Carik Dalan Uring-Uringan
Kamis Wage Mulus Kena Pengonto-Onto
Jum’at Kliwon Mulus Persaudaraan
Sabtu Legi Was-Was Tutur

60
Tabel
Wuku Gumbreng
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pahing Turunan Asu Ajaq Bedang Nom
Senin Pon Mulus Tutur/Perkataan
Selasa Wage Carik Dalan Persaudaraan
Rabu Kliwon Carik Dalan Kubur
Kamis Kliwon Carik Dalan Rukun
Jum’at Pahing Was-Was Rukun
Sabtu Pon Turunan Sapi Gumarang Betung Nom

Tabel
Wuku Rigan
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Wage Mulus Lesun
Senin Kliwon Carik Dalan Tutur
Selasa Legi Mulus Kukuh
Rabu Pahing Mulus Kukuh
Kamis Pon Was-Was Kubur
Jum’at Wage Turunan Ular Tutur
Sabtu Kliwon Malian Malaikat Persaudaraan

Tabel
Wuku Rigal
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Legi Carik Agung Kukuh
Senin Pahing Mulus Rukun
Selasa Pon Mulus Persaudaraan
Rabu Wage Was-Was Persaudaraan
Kamis Kliwon Turunan Ketek Pasrah
Jum’at Legi Turunan Ketek Kubur
Sabtu Pahing Carik Agung Tutur

61
Tabel
Wuku Julung
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pon Mulus Persaudaraan
Senin Wage Carik Dalan Badang Tuwo
Selasa Kliwon Was-Was Gerah
Rabu Legi Turunan Sri Ora Haturutan Persaudaraan
Kamis Pahing Mulus Pasrah
Jum’at Pon Carik Dalan Persaudaraan
Sabtu Wage Carik Dalan Kubur

Tabel
Wuku Sungsang
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Kliwon Mulus Bedang Tuwo
Senin Legi Was-Was Tutur
Selasa Pahing Turunan Asu Ajaq Perseteruan
Rabu Pon Malian Dunyo Goroh
Kamis Wage Carik Dalan Tutur
Jum’at Kliwon Mulus Persaudaraan
Sabtu Legi Mulus Persaudaraan

Tabel
Wuku Galungan
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pahing Was-Was Kubur
Senin Pon Turunan Sapi Gumerang Kukuh
Selasa Wage Mulus Persaudaraan
Rabu Kliwon Carik Dalan Perseteruan
Kamis Legi Mulus Kukuh
Jum’at Pahing Mulus Tutur
Sabtu Pon Was-Was Persaudaraan

62
Tabel
Wuku Kuningan
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Wage Turunan Upas Perseteruan
Senin Kliwon Turunan Upas Kubue
Selasa Legi Carik Dalan Tutur
Rabu Pahing Mulus Persaudaraan
Kamis Pon Carik Dalan Terkena Celaka
Jum’at Wage Was-Was Tutur
Sabtu Kliwon Turunan Ketek Kukuh

Tabel
Wuku Langkir
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Legi Mulus Perseteruan
Senin Pahing Carik Dalan Persaudaraan
Selasa Pon Carik Dalan Kubur
Rabu Wage Mulus Tutur
Kamis Kliwon Was-Was Tutur
Jum’at Legi Turunan Sri Sumur Persaudaraan
Sabtu Pon Mulus Tutur

Tabel
Wuku Julung Prujut
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Wage Turunan Upas Perseteruan
Senin Kliwon Turunan Upas Kubur
Selasa Legi Carik Dalan Tutur
Rabu Pahing Mulus Dulur
Kamis Pon Carik Dalan Keno Lungo
Jum’at Waget Was-Was Tutur
Sabtu Kliwon Turunan Ketek Kukuh

63
Tabel
Wuku Mandasia
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pahing Carik Dalan Bedong Tuwo
Senin Pon Mulus Tutur
Selasa Wage Mulus Satru
Rabu Kliwon Was-Was Goroh
Kamis Legi Turunan Sri Ono Mbale Tutur
Jum’at Pahing Mulus Persaudaraan
Sabtu Pon Carik Dalan Persaudaraan

Tabel
Wuku Pahang
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pahing Pahang Kukuh
Senin Pon Was-Was Ajal Alian
Selasa Wage Turunan Malian Dunyo Persaudaraan
Rabu Kliwon Mulus Persaudaraan
Kamis Legi Carik Dalan Tutur
Jum’at Pahing Carik Dalan Kubur
Sabtu Pon Mulus Tutur

Tabel
Wuku Kuruwelut
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Wage Was-Was Persaudaraan
Senin Kliwon Keturunan Ketek Betung Tuwo
Selasa Legi Mulus Goroh
Rabu Pahing Carik Dalan Dulur
Kamis Pon Mulus Pasrah
Jum’at Wage Mulus Dulur
Sabtu Kliwon Was-Was Kubur

64
Tabel
Wuku Marekeh
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Legi Keturunan Duri Di Lambung Bedung Tulus
Senin Pahing Mulus Tutur
Selasa Pon Carik Dalan Satru
Rabu Wage Mulus Goroh
Kamis Kliwon Carik Dalan Tutur
Jum’at Legi Was-Was Persaudaraan
Sabtu Pahing Turunan Asu Ajaq Persaudaraan

Tabel
Wuku Tambir
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pon Carik Dalan Kubur
Senin Wage Carik Dalan Kukuh
Selasa Kliwon Mulus Persaudaraan
Rabu Legi Mulus Satru
Kamis Pahing Malian Malaikat Kukuh
Jum’at Pon Turunan Sapi Gumarang Persaudaraan
Sabtu Wage Mulus Persaudaraan

Tabel
Wuku Wadang Kuningan
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Kliwon Carik Dalan Perseteruan
Senin Legi Carik Dalan Kubur
Selasa Pahing Mulus Tutur
Rabu Pon Was-Was Persaudaraan
Kamis Wage Turunan Upas Lesan
Jum’at Kliwon Mulus Renopengroto
Sabtu Legi Carik Dalan Kukuh

65
Tabel
Wuku Matkal
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pahing Mulus Satru
Senin Pon Carik Dalan Uring-Uringan
Selasa Wage Was-Was Kubur
Rabu Kliwon Turunan Ketek Uring-Uringan
Kamis Legi Mulus Kepenoto
Jum’at Pahing Carik Dalan Dulur
Sabtu Pon Mulus Tutur

Tabel
Wuku Wuye
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Wage Mulus Bedang Nom
Senin Kliwon Was-Was Uring-Uringan
Selasa Legi Turunan Dri Ono Kandang Persaudaraan
Rabu Pahing Nahan Dunyo Kubur
Kamis Pon Carik Dalan Aplulian
Jum’at Wage Mulus Kukuh
Sabtu Kliwon Mulus Bedang Nom

Tabel
Wuku Manahil
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Legi Was-Was Lesan
Senin Pahing Turunan Asu Ajaq Maru
Selasa Pon Mulus Kukuh
Rabu Wage Carik Dalan Kukuh
Kamis Kliwon Carik Dalan Kubur
Jum’at Legi Mulus Tutur
Sabtu Pahing Was-Was Dalu

66
Tabel
Wuku Perang Bakat
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pon Turunan Sapi Gumarang Kukuh
Senin Wage Mulus Rukun
Selasa Kliwon Carik Dalan Persaudaraan
Rabu Legi Mulus Persaudaraan
Kamis Pahing Carik Dalan Pasrah
Jum’at Pon Was-Was Kubur
Sabtu Wage Turunan Ulo Maru

Tabel
Wuku Bolo
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Kliwon Mulus Tutur
Senin Legi Carik Dalan Bedang Nom
Selasa Pahing Mulus Gerah
Rabu Pon Mbale Malaikat Persaudaraan
Kamis Wage Was-Was Pasrah
Jum’at Kliwon Carik Dalan Batur
Sabtu Legi Carik Dalan Tutur

Tabel
Wuku Wugu
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pahing Carik Dalan Bedong Tuwo
Senin Pon Mulus Tutur
Selasa Wage Mulus Satru
Rabu Kliwon Was-Was Goroh
Kamis Legi Turunan Sri Ono Mbale Tutur
Jum’at Pahing Mulus Persaudaraan
Sabtu Pon Cari Dalan Persaudaraan

67
Tabel
Wuku Wayang
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Wage Carik Dalan Kubur
Senin Kliwon Carik Dalan Kukuh
Selasa Legi Was-Was Persaudaraan
Rabu Pahing Turunan Asu Ajaq Perseteruan
Kamis Pon Mulus Kukuh
Jum’at Wage Carik Dalan Persaudaraan
Sabtu Kliwon Mulus Persaudaraan

Tabel
Wuku Kulawu
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Legi Mulus Satru
Senin Pahing Was-Was Kubur
Selasa Pon Turunan Sapi Gumarang Uring-Uringan
Rabu Wage Mulus Persaudaraan
Kamis Kliwon Carik Dalan Lesan
Jum’at Legi Malian Dunyo Kena Celaka
Sabtu Pahing Mulus Kukuh

Tabel
Wuku Dukut
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Pon Was-Was Perseteruan
Senin Wage Turunan Upas Uring-Uringan
Selasa Kliwon Turunan Upas Kubur
Rabu Legi Carik Agung Uring-Uringan
Kamis Pahing Mulus Sulit Pekerjaan
Jum’at Pon Mulus Persaudaraan
Sabtu Wage Was-Was Kubur

68
Tabel
Wuku Watu Gunung
Hari/Pasaran Makna Penjelasan
Ahad Kliwon Turunan Ketek Bedang Nom
Senin Legi Mulus Uring-Uringan
Selasa Pahing Carik Dalan Persaudaraan
Rabu Pon Carik Dalan Kubur
Kamis Wage Carik Dalan Ajal Ulihan
Jum’at Kliwon Was-Was Kukuh
Sabtu Legi Turunan Sri Ono Pawon Bedang Nom

M. Alasan Dan Pendapat Masyarakat Atas Peranan Tukang Pitung

Sebagian besar masyarakat Desa Rejosari masih percaya dengan

perhitungan weton dalam penetapan hari dan tanggal pernikahan. Dibuktikan

dengan masih adanya pembatalan pernikahan saat hasil dari perhitungannya

tidak cocok. Mereka percaya dengan apa yang sudah menjadi tradisi turun

temurun ini. Perhitungan weton sendiri biasa dilakukan oleh seorang tukang

pitung. Berikut adalah pendapat serta alasan masyarakat Desa Rejosari atas

peranan tukang pitung dalam perhitungan weton:

 Ibu Nur Halimah berpendapat tukang pitung memang diperlukan,

karena tugas tukang pitung sendiri adalah mencari kecocokan dari calon

mempelai, agar seseorang yang akan menikah tidak sembrono dan

berhati-hati dalam memilih pasangan, sehingga nanti terciptalah

keluarga yang diimpikan. Apalagi disini adalah tanah Jawa yang

orangnya sangat berhati-hati dalam hal apapun, termasuk dalam hal

pernikahan. Beliau juga setuju dengan perhitungan weton untuk

pernikahan, karena ramalan yang dihasilkan banyak kebenarannya.

69
Dan banyak kejadian seseorang yang melanggar perhitungan weton

yang kemudian terjadi hal-hal yang tidak diiginkan. Tidak masalah

tidak menggunakan perhitungan weton ini, asalkan tidak ada omongan

yang macam-macam dari warga sekitar. Sebenarnya tujuan

menggunakan perhitungan weton ini untuk menghindari perkataan

buruk dari orang-orang yang percaya weton. Andaikan ada ketidak

cocokan kedua mempelai sebaiknya tidak dilanjutkan, atau jika mau

dilanjutkan ada syarat-syarat yang harus dipenuhi.

 Ibu Lutik Juniati berpendapat bahwa adanya tukang pitung

mempermudah masyarakat dalam perhitungan weton, baik untuk

pernikahan, pindahan rumah, bepergian dan lain-lain. Keberadaan

mereka dapat mencegah keraguan seseorang dalam perjodohan. Karena

kebanyakan dari apa yang mereka ucapkan ada benarnya, akan tetapi

jika tidak ada mereka dan tidak ada seorang pun yang bisa perhitungan

weton, maka tidak digunakan pun tidak apa. Pernikahan yang

diperhitungkan terlebih dahulu weton nya, dapat mengurangi

ketidakcocokan dari pasangan tersebut. Untuk hasil perhitungan weton

yang tidak cocok, tidak apa tetap dilanjutkan asalkan tidak

menimbulkan perkara yang merugikan. Akan tetapi, kebanyakan dari

masyarakat tidak melanjutkan ke ranah pernikahan.

 Bapak Sunardi berpendapat tukang pitung memang penting, karena

mereka lah yang bisa melestarikan adat Jawa salah satunya perhitungan

weton ini. Untuk masalah kemusyrikan tergantung dari masing-masing

70
tukang pitung, jika mereka menjalankan ibadah dan tetap memasrahkan

hasilnya kepada Allah Swt maka baik dan bisa untuk diikuti, begitu

sebaliknya. Melaksanakan perhitungan weton adalah sebuah bentuk

penghormatan kepada masyarakat yang percaya serta menghormati

adat yang telah ada di Jawa secara turun temurun ini, bukan percaya

kepada tukang pitungnya. Dikarenakan hidup di pulau Jawa harus

mengikuti tradisi yang ada, meskipun sebenarnya perhitungan weton

ini tidak mempengaruhi apapun hanya digunakan sebagai bentuk

hormat kepada tradisi, untuk selebihnya tetap dipasrahkan kepada

Allah Swt. Apabila ada ketidakcocokan tidak harus dibatalkan, bisa

tetap dilanjutkan juga tergantung kepercayaan masing-masing.

 Bapak Yusuf berpendapat tukang pitung sebuah pekerjaan yang mulia,

membantu mempermudah seseorang dalam menghitung weton

terutama untuk pernikahan. Karena mereka diberi kemampuan untuk

memprediksi apa yang akan terjadi dengan melihat dari weton

seseorang. Penggunaan perhitungan weton tergantung pada masing-

masing pribadi, boleh digunakan boleh tidak. Dan jika menggunakan

perhitungan weton kemudian ada ketidakcocokan sebaiknya tidak

dilanjutkan, khawatir terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan, bahwa peranan tukang pitung

memang penting bagi masyarakat Jawa terutama untuk masyarakat yang

masih kental adat istiadatnya. Selain untuk menjaga kelestarian budaya

Jawa, mereka bisa mengurangi kekhawatiran masyarakat dalam mencari

71
hari baik untuk sebuah acara sakral seperti pernikahan. Dikarenakan kita

hidup di tanah Jawa, maka kita harus mengikuti tradisi yang ada. Oleh

karena itu, apabila ada ketidakcocokan dalam perhitungan weton,

sebaiknya tidak dilanjutkan untuk menghindari hal-hal yang tidak

diinginkan.

72
BAB 4

ANALISIS DATA

A. Keterkaitan Ilmu Jawa Dengan Ajaran Agama Islam

Sumber pengetahuan tukang pitung di Desa Rejosari ini sangatlah

beragam. Salah satu sumber pengetahuan mereka adalah primbon, kitab

serat hidayat jati, dan kitab mujarabat. Cara yang mereka gunakan sebelum

mendapatkan ilmunya pun beragam, seperti: harus berpuasa sehari

semalam, mandi menggunakan batang padi yang dibakar, tidak memakan

bahan makanan yang dilarang oleh gurunya (jantung pisang, daun kelor,

daun katu), tidak boleh menulis apa yang dipelajari dengan kata lain harus

mengingatnya saja. Ada pula yang sama sekali tidak menggunakan

persyaratan tertentu untuk mempelajari ilmunya.37 Pada intinya apapun

yang dikatakan oleh gurunya harus dilakukan, gunanya hanya untuk tirakat

agar lebih fokus saat mencari ilmu.

Dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, masing-masing tukang

pitung memiliki guru yang mereka anut dan mereka percaya mampu

memberikan ilmunya kepada mereka. Kemudian untuk keterkaitan antara

ilmu jawa yang mereka miliki dengan ajaran Islam adalah memang

pengetahuan mereka tidak bertentangan dengan Islam yaitu dapat dilihat

dari ketika melakukan sesuatu baik saat melafalkan doa Jawa ataupun

melakukan kegiatan sakral lainnya tidak pernah meninggalkan membaca

37
Wawancara para tukang pitung, Desa Rejosari Kecamatan Bantur Kabupaten
Malang

73
basmalah. Guru dari para tukang pitung sudah menggabungkan ilmu

pengetahuannya dengan Islam, karena mereka berkata bahwasannya yang

mereka gunakan sekarang adalah bentuk akulturasi budaya dengan agama

Islam yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Bahkan dari keterangan yang

diperoleh penulis saat wawancara dengan para tukang pitung, ketiganya

berkata ilmunya memang sudah digabung dengan ajaran-ajaran Islam.

Karena apa yang bertentangan dengan Islam tidak digunakan. Jadi

kesimpulannya cara tukang pitung mengaitkan pengetahuannya dengan

agama adalah memang turun temurun dari guru mereka yang sudah

menggabungkan keduanya.

Ilmu perhitungan weton merupakan sebuah akulturasi budaya Jawa

dengan agama Islam yang bersumber dari Sunan Kalijaga. Cara tersebut

dilakukan untuk menarik perhatian masyarakat non muslim agar mau masuk

agama Islam tanpa ada paksaan. Perhitungan weton bukan sebuah ramalan,

melainkan sebuah budaya leluhur yang masih di lestarikan sampai saat ini

oleh masyarakat Jawa.

Penggunaan perhitungan weton adalah bentuk ikhtiar masyarakat

agar terjauh dari balak dan musibah. Kemudian selebihnya dipasrahkan

kepada Allah Swt. Orang-orang yang beranggapan bahwa perhitungan

weton adalah sebuah ramalan itu salah besar. Setiap kata-kata yang

diucapkan para tukang pitung tidak ada yang menyekutukan Allah, bahkan

setiap kali apa yang akan diucapkan mereka tidak pernah lupa mengucapkan

bismillah.

74
Hal tersebut bisa dibenarkan dengan pernyataan para wali tetap

mempertahankan adat Jawa namun mendapat sentuhan Islami, misalnya

mengganti upacara sesajen dengan kenduri atau slametan dengan

menggunakan metode manut milining banyu.38 Oleh karena itu perhitungan

weton yang ada saat ini memang benar berasal dari adat dan kebudayaan

Jawa yang dipadu padankan dengan sentuhan Islam oleh para Wali yang

menyiarkan ajaran Islam di tanah Jawa.

Islam menyebut tradisi sebagai ‘urf . Pembagian ‘urf ada dua macam

yakni ‘urf shahih (baik) dan ‘urf fasid (rusak). ‘Urf shahih adalah adat atau

kebiasaan yang tidak bertentangan dengan syara’, tidak membenarkan yang

haram serta membatalkan yang wajib. Untuk ‘urf fasid adalah kebalikan dari

‘urf shahih, yakni adat atau kebiasaan yang bertentangan dengan syara’,

membenarkan yang haram serta membatalkan yang wajib. Untuk syarat-

syarat ‘urf sebagai berikut39:

a. Tidak bertentangan dengan nash (alqur’an dan sunnah)

b. Tidak menyebabkan kerusakan

c. Tidak berlaku secara universal pada kaum muslim

d. Hanya berlaku pada masalah muamalah.

Dapat dilihat dari beberapa syarat diatas, suatu kegiatan atau

kebiasaan bisa dikategorikan sebagai ‘urf shahih apabila memenuhi syarat

38
Salman Faris, “Islam Dan Budaya Lokal (Studi Atas Tradisi Keislaman
Masyarakat Jawa)”, jurnal : Thaqãfiyyãt, Vol. 15, No. 1, (Jakarta, 2014)
39
Juhaya S. Praja. “Ilmu Ushul Fiqih”, cetakan: 4 (Bandung: Pustaka Setia,
2010), hal. 128

75
tersebut. Cara tukang pitung dalam mencari ilmu tidak ada pertentangan

sama sekali dengan ajaran islam, tidak menyekutukan Allah Swt, tidak

menyebabkan kerusakan, hanya berlaku bagi masyarakat Jawa yang masih

melestarikan budaya, serta tidak mengganggu ibadah perseorangan maupun

kelompok. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Perhitungan weton

yang ada di Desa Rejosari ini sama sekali tidak bertentangan dengan ajaran

Islam, juga tidak menimbulkan kerusakan. Para tukang pitung selalu

melantunkan bismillah maupun lafadz Allah pada setiap kalimat yang

diucapkan.

B. Perhitungan Weton untuk Penetapan Hari dan Tanggal Perkawinan

Berdasarkan Tukang Pitung

Perhitungan weton merupakan salah satu kegiatan yang selalu ada

dalam momen pernikahan. Perhitungan weton ini digunakan untuk mencari

cocok atau tidaknya calon mempelai. dengan cara menjumlahkan weton

kedua mempelai, yaitu hari lahir dan neptunya (senin 4, selasa 3, rabu 7,

kamis 8, jum’at 6, sabtu 9, minggu 5) dijumlahkan dengan hari pasaran dan

neptunya (Kliwon 8, Legi 5, Pahing 9, Pon 7, Wage4), yang mana nilai dari

tiap-tiap harinya itu diambil dari bagian tubuh manusia, mulai dari tulang,

kulit, rambut, darah, otot, dan jumlah lubang yang ada di sekujur tubuh.

Oleh karena itu perhitungan weton bisa digunakan untuk

memprediksi sifat dan watak seseorang dikarenakan dilihat seberapa banyak

unsur yang terkandung didalam hari lahirnya tersebut. Setelah dijumlahkan,

kemudian hasil dari penjumlahan tersebut di sesuaikan dengan patokan yang

76
telah ada, apabila jumlahnya tepat di keterangan tidak cocok maka

sebaiknya tidak dilanjutkan ke tahap selanjutnya atau dengan kata lain

dibatalkan. Begitu sebaliknya jika cocok maka dilanjutkan ke tahap

berikutnya. Kemudian ada yang dinamakan dengan trisudo dan pancasudo

yaitu dibagi dengan angka 3 dan 5. Pembagian dengan trisudo (angka 3)

berasal dari Sultan Agung yang berasal dari Jawa dan pembagian dengan

pancasudo (angka 5) berasal dari para Wali. Setelah cocok kemudian

dilanjutkan dengan penambahan pawukon atau wuku yang berjumlah 30.

Jika sudah lolos dari beberapa tahap tersebut maka hari yang disebutkan

terakhir itulah yang baik digunakan untuk acara pernikahan.

Sebelum Islam datang dan berkembang di pulau Jawa, masyarakat

Jawa sudah lama suka dengan kesenian, dan wayang dengan gamelan dan

seni nyanyian. Karena itu, para ulama (walisanga) berinisiatif menjadikan

seni sebagai alat dakwah, untuk menyampaikan ajaran Islam kepada

masyarakat dengan apa yang paling mereka sukai.40 Perhitungan weton juga

salah satu kebudayaan yang digemari masyarakat Jawa yang di beri

sentuhan Islam, seperti angka 5 yang digunakan untuk pembagian dalam

perhitungan weton itu berasal dari rukun iman.

Terdapat perbedaan dari ketiga tukang pitung saat melakukan

perhitungan weton, terutama untuk masalah pernikahan. Perbedaan yang

pertama adalah cara Mbah Parman menghitung weton yaitu menjumlahkan

40
Salman Faris, “Islam Dan Budaya Lokal (Studi Atas Tradisi Keislaman
Masyarakat Jawa)”, jurnal : Thaqãfiyyãt, Vol. 15, No. 1, (Jakarta, 2014)

77
kedua isi hari kelahiran meraka, Senin: 4 Kliwon: 8 = 12 ditambah Rabu: 7

Pahing: 9 = 16, kesatuan dari 12+16= 28 (genap). Lalu dicarilah isi hari

yang paling besar dan berjumlah genap dalam satu bulan, biasanya isi hari

yang paling besar dalam satu bulan adalah berjumlah 18.41 Tidak ada

pembagian dengan trisudo dan pancasudo. Kedua adalah cara Mbah Subur

menghitung weton yaitu menjumlahkan kedua weton mempelai dan

hasilnya ada 28, kemudian dicarikan hari yang mana jika ditambahkan

hasilnya bisa dibagi 3 yatu 16, 28+16= 44 dibagi 3 = 14 sisa 2, berarti

dibulan Dzulhijjah hari yang baik ada pada hari yang isinya ada 1642. Ketiga

adalah cara Mbah Giat menghitung weton yaitu jumlah weton kedua

mempelai 20 kemudian dicarikan isi hari yang apabila dijumlahkan menjadi

32 yaitu 12. Kemudian 20+12= 32 dibagi 3 = 10 sisa 2, 20+12= 32 dibagi

5= 6 sisa 2. Berarti hari dengan isi pasarannya berjumlah 12 adalah hari baik

yang boleh digunakan untuk acara ijab qobul (akad nikah). Lalu dimasukkan

dicarikan nama tahun yang digunakan agar mengetahui hari larangan yang

ada pada pawukon.43

Terdapat perbedaan yang sangat jelas dari ketiga tukang pitung

tersebut jika dilihat dari keterangan diatas. Yaitu dari tahapan

perhitungannya, terlihat bahwasannya perhitungan paling sederhana adalah

yang digunakan oleh Mbah Parman, kemudian perhitungan yang umumnya

41
Wawancara Mbah Parman (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang,06 Maret 2023
42
Wawancara Mbah Subur(tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang,06 Maret 2023
43
Wawancara Mbah Giat (tukang pitung), Desa Rejosari, Kecamatan Bantur,
Kabupaten Malang,06 Maret 2023

78
digunakan masyarakat lain adalah yang digunakan Mbah Subur, sedangkan

yang digunakan oleh Mbah Giat adalah perhitungan yang paling rumit dan

paling lengkap karena menggunakan pawukon. Pawukon sudah jarang

digunakan karena terlalu rumit dan menjadi sulit mendapatkan hari, karena

selain hari-hari yang dilarang seperti nas anggota keluarga, juga ada nas

mingguan di pawukon yang tidak boleh digunakan. Untuk kesamaan dari

ketiganya adalah pada awal perhitungannya saja yaitu cara menjumlahkan

weton laki-laki dan perempuan yang akan menikah.

Tidak dilanjutkannya sebuah pernikahan antara kedua mempelai

bisa terjadi dari beberapa faktor hasil perhitungannya seperti: jika hasil

perhitungan penjumlahan weton mempelai adalah pegat, Satriyawirang

yang mana mempelai akan mendapatkan kesusahan/menanggung malu, dan

tiba pati yang mana salah satu mempelai akan cepat meninggal dunia 44.

Beberapa faktor tersebut menjadi penghalang calon mempelai saat akan

melangsungkan pernikahan. Dalam perhitungan weton bisa dibilang

makruh hukumnya, meskipun bisa tetap dilanjutkan dengan melakukan

beberapa syarat yang sudah ditentukan seperti saat perhitungan jatuh di

Satriyawirang maka dianjurkan untuk menyembelih ayam sebagai

penolaknya.

Masyarakat desa Rejosari lebih banyak yang memilih membatalkan

pernikahannya sebab beberapa faktor tersebut. Karena memang sebaiknya

Siti Woerjan Soemadiyah Noeradyo “Kitab Primbon Betaljemur


44

Adammakna” cetakan : 45 (Jogjakarta, Soemodidjojo Mahadewa, 1980)

79
tidak dilanjutkan jika hasil perhitungannya sedemikian rupa. Jadi jika dilihat

dari keterangan diatas hukum makruh menikah menurut Islam selain bagi

orang yang berada dalam keadaan campuran. Ada yang mampu membiayai

pernikahan dan tidak takut zina, takut istrinya dianiaya secara tidak adil45.

Oleh karena itu selain ada hukum makruh menikah dalam Islam ada pula

hukum makruh menurut ilmu Jawa yang nantinya juga mempengaruhi

seseorang yang akan melangsungkan pernikahan.

Ilmu perhitungan weton menyebutkan terdapat hari-hari larangan

seperti: hari nas dimana hari tersebut adalah hari meninggalnya orang tua,

kakek atau nenek dari mempelai perempuan. Kemudian ada hari larangan

di setiap tahun nya, hari besar Islam dan hari was yang ada di dalam wuku.

Hari-hari tersebut tidak boleh digunakan untuk ijab qobul, bahkan bisa

dikatakan haram digunakan.

Islam menyebutkan menikah menjadi haram adalah untuk seseorang

yang tidak dapat mendukung pernikahan dan percaya bahwa mereka akan

menghadapi penganiayaan jika mereka menikah. Larangan nikah digunakan

sebagai alat untuk menangkap orang-orang yang tidak sah; sesuatu yang

pasti menyampaikan apa yang dilarang, maka itu juga dilarang. Ketika Anda

menikahi seorang wanita, pasti akan ada penganiayaan dan rasa sakit karena

kejahatan pria tersebut, seperti. penolakan hak-hak wanita, perkelahian dan

penangkapan karena penyerangan, membuat pernikahan mereka menjadi

Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, “Fiqh
45

Munakahat (Khitbah, Nikah dan Talak)”, cetakan pertama (Jakarta: Amzah, 2022), hal.45

80
ilegal.46 Oleh karena itu, jika melihat dari penjelasan diatas saat akan

menikah menggunakan adat Islam kejawen tidak hanya melihat keharaman

dari sisi agama, melainkan harus melihat beberapa keharaman yang ada di

dalam adat Jawa.

Selain Hikmah dari pernikahan adalah:

1. Mewujudkan ikatan suci yang halal dan diridhoi Allah Swt.

2. Memperkuat tali silaturahmi umat Islam dengan landasan ketaatan

kepada Allah Swt.

3. Membangun masyarakat Islam yang senantiasa mengamalkan ajaran

Islam dalam kehidupan.

4. Memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka merawat dan mendidik

anak sehingga memberikan motivasi yang kuat bagi seseorang untuk

membahagiakan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.

5. Menyalurkan naluri hawa nafsu secara sah dan benar47

Sebenarnya jika melihat dari beberapa hikmah pernikahan yang ada

dalam Islam, Ilmu Jawa pun telah mengaturnya sedemikian rupa agar

terwujud nya keluarga impian semua orang. Beberapa kegiatan pra nikah

yang ada di Jawa, menjadi bukti bahwa untuk mendapatkan keluarga yang

sakinah mawaddah warahmah itu harus dengan memperoleh pasangan yang

cocok, memiliki tujuan yang sama serta watak dan sikap yang baik pula.

Terutama baik dalam segi agamanya agar bisa mengamalkan ajaran Islam

46
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, “Fiqh
Munakahat (Khitbah, Nikah dan Talak)”, cetakan pertama (Jakarta: Amzah, 2022), hal.47
47
Ma’sumatun Ni’mah, “Pernikahan Dalam Syariat Islam”, (Klaten; Cempaka
Putih, 2019)

81
dalam kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu masyarakat Jawa

menggunakan perhitungan weton sebagai ikhtiar agar kelak calon mempelai

mendapatkan keluarga seperti yang mereka inginkan serta terhindar dari

hal-hal yang tidak diinginkan.

Terdapat beberapa hikmah dari pernikahan yang diperhitungkan

terlebih dahulu weton dari kedua mempelai nya yaitu:

1. Menghilangkan kekhawatiran seseorang dalam memilih pasangan yang

cocok

2. Menjauhkan seseorang dari perkataan buruk warga jika ada hal-hal yang

tidak diinginkan saat berumah tangga

3. Mendapatkan hari terbaik untuk dilangsungkannya pernikahan menurut

kepercayaan masing-masing.

Oleh karena itu menghitung weton juga bisa dibilang sangat penting

demi menghindari hal-hal yang tidak inginkan terjadi saat pernikahan.

82

Anda mungkin juga menyukai