Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM AKIBAT WALI ADHAl

(Studi Kasus Analisis Putusan PA Trenggalek Nomor 080/Pdt.P/2017/PA.TL)

B. Latar Belakang

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-

Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu cara yang

dipilih oleh Allah SWT. Sebagai jalan bagi makhluk-Nya untuk berkembang biak, dan

melestarikan hidupnya.

Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan

peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dari pernikahan itu sendiri. Allah SWT

berfirman dalam surat An-Nisa’: 1 yang berbunyi sebagai berikut:

َّ َ‫ق ِم ْنهَا َزوْ َجهَا َوب‬


ً‫ث ِم ْنهُ َما ِر َجاال‬ َ َ‫اح َد ٍة َوخَ ل‬ ٍ ‫يَآ اَيٌّهَا النَّاسُ اتَّقُوْ ا َربَّ ُك ُم الَّ ِذيْ خَ لَقَ ُك ْم ِم ْن نَ ْف‬
ِ ‫س َو‬

)۱:‫ (النساء‬...‫َكثِيرًا َونِ َسآ ًء‬

Artinya:

“ Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari
seorang diri darinyaah allah menciptakan istrinya, dan dari keduanya allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. . .” (Q.S. An-Nisa’ : 1)

Allah SWT tidak menjadikan manusia seperti makhluk lainya, yang hidup bebas

mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara anargik atau tidak

ada aturan. Akan tetapi, untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia, maka allah

SWT mengadakan hukum sesuai dengan martabat tersebut.

Dengan demikian, hubungan antara laki-laki dan perempuan diatur secara terhormat

berdasarkan kerelaan dalam suatu ikatan berupa pernikahan. Bentuk pernikahan ini

memberikan jalan yang aman pada naluri seksual untuk memelihara keturunan dengan

1
baik dan menjaga harga diri wanita agar ia tidak laksana rumpuut yang bisa dimakan oleh

bnatang ternk manapun dengan seenaknya.

Pergaulan suami istri diletakkan di bawah naungan keibuan dan kebapaan, sehingga

nantinya dapat menumbuhkan keturunan yang baik dan hasil yang memuaskan. Pertauran

pernikahan semacam inilah yang diridhai oleh allah SWT dan diabadikan dalam islam

untuk selamanya.1

Masih dalam kaitan dengan definisi perkawinan kita juga bisa melihat peraturan

perundang-undangan yang berlaku di indonesia dalam kaitan ini undang-undang republik

indonesia nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan dan instruksi presiden nomor 1 tahun

1991 tentang kompilasi huku islam yang merumuskn demikian: “ perkawinan ialah ikatan

lahir batin antara seorang pria denan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang

maha esa.

Definisi ini tampak jauh lebih representatif dan lebih jelas serta tegas dibandingkan

dengan definisi perkawinan dalam kompilasi hukum islam (KHI) yang merumuskannya

sebagai berikut: “perkawinan menurut hukum islam adalah pernikkahan, yaitu akad yang

sangat kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah allah dan melaksanakannya

merupakan ibadah.2

Tujuan nikah pada umumnya bergantung pada masing-masing individu yang akan

melakukannya, karena lebih bersifat subjektif. Namun demikian, ada juga tujuan umum

yang memang diinginkan oleh semua orang yang akan melakukan pernikahan, yaitu untuk

memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan lair batin menuju kebahagiaan dan

kesejahteraan dunia dan akhirat. Dalam hal ini nabi muhammad SAW menyinggung

dalam hadist:

1
Slamet abidin dan H. Amminudin, Fiqih munakahat(Bandung:Pustaka Setia,1999), 9-10
2
Muhammad Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam(Jakarta:Raja Grafindo Persada,), 45-46

2
)‫اَ ْن ِكحُوْ ا الَ َمرْ َأةَ ِالرْ بَ ٍع لِ َمالِهَا َولِ َح َسبِهَا َولِ َج َمالِهَا َولِ ِد ْينِهَا (رواه البخارى و مسلم‬

Artinya :
“ Nikahilah perempuan karena empat perkara, yaitu karena hartanya, ketueunannya,
kecantikannya, dan karena agamanya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Syarat dan rukun perkawinan merupakan dasar bagi sahnya pernikahan. Tanpa

adanya salah satu rukun, maka perkawinan tidak bisa dilaksanakan. Adapun syarat syarat

perkawinan harus ada di dalam perkawinan. Dalam KHI pasal 14 tercantum rukun-rukun

perkawinan, meliputi calon suami, calon istri, wali, saksi dan ijab qabul.3

Adalah suatu ketentuan hukum bahwa wali dapat dipaksakan kepada orang lain

sesuai dengan bidang hukumnya. Ada wali yang umum dan ada yang khusus. Wali yang

khusus adalah yang berkenaan dengan manusia dan harta benda. Dmana seorang boleh

menjadi wali apabila ia merdeka, berakal, dan dewasa. Budak, orang gila, dan anak kecil

tidak boleh menjadi wali, karena orang-orang tersebut tidak berhak mewalikan diinya. Di

samping itu, wali juga harus beragama islam, sebab orang yang bukan islam tidak oleh

menjadi walinya orang islam.4

Dalam perkawinan tak jarang kita jumpai kendala ataupun halangan seperti orang tua

yang tidak mau atau enggan menikahkan dan menjadi wali bagi anak perempuannya,

walaupun mereka saling mencintai sehingga tidak terpenuhinya rukun nikah.

Sebab tanpa adanya wali pernikahan tidak sah, akan tetapi karena semakin majunya

kehidupan manusia dan kurang pahamnya manusia dalam masalah perkawinan terutama

bagi masyrakat awam maka banyak terjadi perkawinan yang kurang memperhatikan rukun

dan syarat syarat yang ada. Akibatnya terjadi perkawinan yan tidak mempunyai wali yang

tepat ketika akan melaksanakan pernikahan.

Namun kebanyakan masyarakat saat ini terdapat suatu realitas pemikiran remaja,

bahwa gadis gadis sekarang tidak semudah itu dijodohkan oleh orang tuanya dikarenakan

3
M.Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak(Malang:Malang Press,2008), 57
4
Slamet abidin dan H. Amminudin, Fiqih munakahat(Bandung:Pustaka Setia,1999), 83

3
sudah dapat memilih calon pendamping hidupnya sendiri, dan melibatkan perselisihan

dengan orang tua. Kenyataan seperti inilah yang memicu seorang anak perempuan nekat

melangsungkan pernkahan tanpa adanya wali, sehingga mereka lebih memilih jalan pintas

dengan menggunakan wali hakim meskipun walinya ada tetapi adhal.

Adapun ketentuan mengenai wali adhol dalam hukum perkawinan Indonesia diatur

dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu dalam PERMA No. 30 Tahun 2005,

PERMA No.11 Tahun 2007, KHI Pasal 23. Jadi ketika wali nikah tesebut enggan atau

adhal maka dalam perkawinan tersebut wali hakimlah yang menikahkannya. Dengan

memenuhi aturan yang berlaku.

Akan tetapi pada hakikatnya, perkawinan sebab wali yang enggan atau adhal dapat

menimbulkan dampak psikologis, baik bagi calon pengantin, wali dan dua keluarga besar,

yaitu keluarga calon pengantin perempuan maupun keluarga calon pengantin laki-laki. Hal

itu tentu saja sangat bertentangan dengan tujuan perkawinan sebagaimana disebut dalam

Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 yang menentukan bahwa ”Perkawinan

ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri

dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

ketuhanan Yang Maha Esa.

Di samping itu, kasus pernikahan wali adlal yang berakhir di Pengadilan Agama, juga

akan menambah beban finansial bagi calon mempelai yang pada akhirnya akan

ditanggung oleh calon mempelai.

Sebab perkawinan sendiri dilakukan dengan tujuan untuk membangun kehidupan

keluarga yang bahagia di dambakan oleh setiap orang. Dan perkara diatas undang-undang

tidak merumuskan sedetil-detilnya hal-hal yang harus dipertimbangkan hakim. Maka

hakim mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu sehingga dapat memutus perkara

tersebut dengan seadil-adilnya. Hal hal yang telah diurikan diatas dan berbagai alasan

4
alasan yang dikemukakan penulis tertarik untuk membahas dan meneliti tentang wali

adhal studi kasus di Pengadilan Agama Trenggalek untuk mengangkat ke dalam suatu

kaya ilmiah yang berjudul “ PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM AKIBAT

WALI ADHAL (Studi Putusan Pengadilan Agama Trenggalek Nomor. 0080/Pdt.

P/2017/PA.TL)

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka dalam penelitian ini penulis

merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perspektif hukum positif terhadap dasar dan pertimbangan hakim

Pengadilan Agama Trenggalek dalam mengabulkan permohonan wali adhal?

2. Apa yang melatar belakangi sebab enggannya wali dalam perkara wali adhal di

Pengadilan Agama Trenggalek putusan Nomor. 0080/Pdt.P/2017/PA.TL ?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dasar dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama Trenggalek

dalam mengabulkan permohonan wali adhal.

2. Untuk mengetahui sebab enggannya wali dalam perkara wali adhal di Pengadilan

Agama Trenggalek.

E. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian yang penulis harapkan sebagai berikut :

1. Secara teori

a. Dapat menambah wawasan serta pengetahuan tentang perkawinan dengan

wali hakim akibat wali adhal di Pengadilan Agama Trenggalek.

b. Dengan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat

memberikan kontribusi pengetahuan atau teori bagi jurusan syari’ah fakultas

5
ahwal syakhsiyah tentang perkawinan dengan wali hakim akibat wali adhal

di Pengadilan Agama Trenggalek.

c. Sebagai bahan pustaka atau referensi penelitian selanjutnya

2. Secara praktis

a. Dapat dijadikan bahan rujukan atau acuan bagi siapa saja yang ingin

mengetahui tentang perkawina dengan wali hakim akibat wali adhal di

Pengadilan Agama Trenggalek.

b. Sebagai sumber pengetahuan untuk mengetahui lebih dalam permasalahan

tentang perkawinan dengan wali hakim akibat wali adhal di Pengadilan

Agama Trenggalek.

F. Kajian Pustaka

Kajian pustaka pada penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mendapatkan

gambaran hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian yang sejenis yang pernah

dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya, sehingga diharapkan tidak ada pengulangan

materi penelitian secara mutlak.

Sedangkan skripsi yang sudah ada dan yang berkaitan dengan penelitian ini

antara lain :

Pertama penelitia yang dilakukan oleh Triara Hana Saputri.Implementasi Peraturan

Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Penetapan Wali Hakim Terhadap Wali

Adhal (Studi Di Kantor Urusan Agama Kecamatan Ponorogo). Dalam skripsi ini

permasalahan yang dibahas yaitu pemahaman pegawai kantor urusan agama kecamatan

ponorogo tentang wali adhal serta penerapan Peraturan Menteri Agama No. 30 Tahun

2005. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa pemahaman pegawai kantor urusan agama

kecamtan ponorogo tentang wali adhal adalah wali yang enggan atau mogok menikahkan

calon mempelai dengan alasan apapun. Adapun dalam pelaksanaan akad nikah terhadap

6
wali yang adhal di kantor urusan agama kecamatan ponorogo oleh wali hakim dalam

pelaksanaanya belum sesuai dengan aturan yang ada. Perbedaan denan skripsi yang akan

peneliti tulis adalah dari skripsi sebelumnya membahas mengenai penetapan wali hakin

sekaligus pelakasanaan akad pernikahan dengan wali hakim dalam hal terjadi wali adhal

berdasarkan penerapan Peraturan Menteri Agama Nomor 30 Tahun 2005. Maka dari itu

skripsi yang akan peneliti tulis akan membahas mengenai dasar dan pertimbangan hakim

dalam mengabulkan permohonan wali adhal serta proses masuknya awal perkara hingga

tahap penyelesaianya. Dimana penelitian ini dilakukan di Pengadilan Agama Trenggalek

studi kasus putusan Nomor 80/Pdt.P/2017/PA.Tlk

Kedua penelitian yang dilakukan oleh Siti Rofiah.Wali Hakim Dalam

Perkawinan.(Studi Kasus Wali Adhal di pengadilan agama ponorogo). Ponorogo: STAIN

Ponorogo.2010. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini yaitu alasan atau dasar

penghulu dan hakim pengadilan agama dalam memberikan rekomendasi perkawinan tanpa

wali di wilayah kabupaten ponorogo serta perlindungn hukum yang diberikan oleh hakim

terhadap calon suami istri tersebut. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa alasan penghulu

dan hakim dalam memberikan rekomendasi perkawinan tanpa wali di pengadilan agama

ponorogo ialah Pasal 39 Intruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991, Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 1974, Pasal 6 Penetapan Menteri Agama (PMA) Nomor 2 Tahun 1987 dan juga

menggunakan ayat Alqur’an dan Hadist. Dan perlindungan yang diberikan oleh hakim

pengadilan agama ponorogo terhadap calon suami istri yaitu menjadi wali nikah dan

membantu membuatkan surat surat permohonan tersebut sehingga selesai sampai

dikeluarkan penetapan terkabulnya pemohonan, dengan kata lain memberikan

penyelesaian bagi permasalahan yang dihadapi. Perbedaan dengan skripsi yang akan

peneliti lakukan adalah bahwa dalam hal ini peneliti lebih menitik beratkan terhadap dasar

dan pertimbnagan hakim dalam mengabulkan permohonan wali adhal tersebut

7
Berdasarkan uraian dari beberapa hasil penelitian terdahulu maka dapat diketahui

bahwa penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dengan penelitian yang

sebelumnya.

G. Landasan Teori

Adalah suatu ketentuan hukum bahwa wali dapat dipaksakan kepada orang lain

sesuai dengan bidang hukumnya. Ada wali yang umum dan ada yang khusus. Wali yang

khusus adalah yang berkenaan dengn manusia dan harta benda.

Seorang boleh menjadi wali apabila ia merdeka, berakal dan dewasa. Budak,

orang gila, dan anak kcil tidak boleh menjadi wali, karena orang-orang tersebut tidak

berhak mewalikan dirinya. Disamping itu wali juga harus beragama islam. Allah SWT

berfirman:

)۱۶۱:‫َولَ ْن يَجْ َع َل هّللا ُ لِ ْل َكفِ ِر ْينَ َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ َسبِ ْيالً (النساء‬

Artinya:
“Dan allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir
untuk memusnahkan orang-orang yang beriman”5(Q.S. An-Nisa’ : 141)

Dalam ketentuan umum bab 1 pasal 1 huruf (h) KHI disebutkan, bahwa wali

adalah seorang yang memiliki kewenangan untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum

sebagai wakil untuk kepentingan dan atas nama anak yang tidak mempunyai kedua orang

tua atau atau kedua orang tua yang masih hidup tidak cakap melakukan perbuatan

hukum6Adapun wali nikah ada empat macam, yaitu: wali nasab, wali hakim, wali tahkim

dan wali maula.7

Adapun wali yang tidak mau menikahkan wanita yang sudh baligh, yang akan

menikah dengn seorang pria yang kufu, maka dinamakan wali adhal.

5
Ibid.,83
6
M.Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak(Malang:Malang Press,2008),61.
7
Slamet abidin dan H. Amminudin, Fiqih munakahat(Bandung:Pustaka Setia,1999),89.

8
Apabila terjadi seperti itu, maka perwalian langsung pindah kepada wali hakim

bukan kepada wali ab’ad karena adhal adalah zalim, sedangkan yang menghilngkan

sesuatu yang zalim adalah hakim. Tapi jika adhal-nya sampai tiga kali, berarti dosa besar

dan fasiq maka perwaliannya pindah ke wali ab’ad.

Lain halnya kalau adhalnya trsebut karena sebab nyata yang dibenarkan oleh

syara, maka tidak disebut adhal, seperti wanita menikah dengan pria yang tidak kufu, atau

menikah maharnya dibawah mitsil, atau wanita dipinang oleh pria lain yang lebih pantas

(kufu) dari peminang pertama.8maka kewalianya tidak berpindah kepada hakim, tetapi

berada di tanganya. Karena itu hakim haruslah meneliti lebih dahulu tentang benar atau

tidaknya wali wanita itu adhal sebelum mengambil alih tugs kewalian nikah

tersebut.Sebab kewalian berpindah kepada hakim karena dua hal, yaitu:

1) Wali adhal

2) Wali ghaib9

Mengenai faktor faktor yang dibolehkan hukum islam terhadap orang tua untuk

menolak menikahkan anaknya dengan catatan adanya bukti-bukti yang kuat menunjukkan

bahwa hal-hal yang memiliki penyebab adhalnya adalah benar diantaranya terdapat dalam

KHI pasal 40 dan 44 yang berbunyi:

Pasal 40

Dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita

karena keadaan tertentu:

1) Kaerena wanita yang bersangkutan masih terikat stu perkawinan dengan pria

lain;

2) Seorang wania yag masih berada dalam masa iddah dengan pria lain;

3) Seorang wanita yang tidak beragama islam.


8
Ibid.,96-97.
9
Triara Hana Saputri, “implementasi peraturan menteri agama no. 30 tahun 2005 tentang penetapan wali hakim
terhadap wali adhal di kantor urusan agama kecamtan ponorogo,” (skripsi, IAIN Ponorogo, Ponorogo), 32

9
Pasal 44

Seorang wanita islam dilarang melangsungkan perkawinan dengan seorang pria

yang tidak beragama islam.

Dalam pasal 23 KHI juga diatur mengenai wali adhal:

Pasal 23

1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah apabila wali nasab tidak

ada atau tidak mungkin menghadirkannya atau tidak diketahui tempat

tingalnya atau gaib atau adhal atau enggan.

2) Dala hal wali atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai

wali nikah setelah ada putusan pengadilan agama tentang wali tersbut10

Ketentuan tentang masalah wali adhal juga telah diatur dalam peraturan yang

berlaku di negara kita yaitu peraturan menteri agama republik indonesia No. 30 tahun

2005 tentang wali hakim pada bab 2 yang berbunyi:

Pasal 2

1) Bagi calon mempelai wanita yang akan menikah di wilayah indonesia atau di

luar negeri/ di wilayah eritorial indonesia, tidak mempunyai wali nasab yang

berhak atau wali nasabnya tidak mmmenuhi syarat, atau mafqud atau

berhalangan atau adhal. Maka pernikahan dilangsungkan oleh wali hakim.

2) Khusus untuk menyatakan adhalnya wali sebagaimana ersebut pada ayat (1)

pasal ini ditetapkan dengan keputusan pengadilan agam mahkamah syariah

yang mewilayahi tempat tinggal calon mempelai wanita.11

Jadi menurut praturan menteri agama no. 30 tahun 2005 ketika seorang wali

tersebut tidak ada, tidak memenuhi syarat, mafqud,berhalangan dan adhal atau enggan

maka yang wajib menikahkan ialah wai hakim.

10
KHI pasal 40,44 dan 23
11
Peraturan Menteri Agama R.I, No 30 Tahun 2005 pasal 2

10
H. Metode penelitian

Adapun yang dikemukakan dalam bagian ini meliputi :jenis penelitian,

pendekatan penelitian, lokasi atau daerah penelitian, subyek penelitian, sumber data,

teknik pengumpulan data , dan analisis data.

1. Pendekatan dan Jenis penelitian

Jenis penelitian dilakukan adalah studi kasus penelitian lapangan (field research).

Dengan cara mencari data secara langsung dengan melihat obyek yang akan diteliti.

Dimana peneliti sebagai subyek (pelaku) penelitian.

Dalam penelitian ini digunakan metodologi dengan pendekatan kualitatif yang

bersifat naturalistik, fungsi paradigma dan teori bukan dalam rangka membentuk fakta,

melakukan prediksi dan menunjukkan hubungan dua fariabel melainkan lebih banyak

untuk mengembangkan konsep dan pemahaman serta kepekaan peneliti.

Dalam hal ini jelas penelitian yang digunakan adalah studi kasus, yaitu suatu

deskripsi dan analisis fenomena tertentu atau sosial individu, kelompok atau

masyarakat. Pendekatan deskriptif kualitatif yaitu menjelaskan kondisi keadaan aktual

dari unit penelitian, atau prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata kata yang tertulis atau lisan dari orang- orang dan perilaku yang dapat diamati.

2. Lokasi penelitan

Sesuai dengan judul yang diajukan, maka penelitian ini di lakukan di Pengdilan

Agama Trenggalek. Pertimbangan peneliti dalam memilih lokasi ini adalah bahwa

Pengadilan Agama merupakan salah satu lembaga yang menyelesaikan masalah

perceraian, perkawinan dan perdata islam salah satunya wali adhal.

3. Sumber data

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua jenis data, yaitu data primer dan

data skunder.

11
a. Data primer

Data primer adalah sumber data penelitian yang langsung diperoleh secara

langsung dari sumber asli (tidak melaui perantara). Data primer dapat berupa opini

subyek (orang) secara individual atau kelompok, hasil observasi terhadap suatu

benda, kajadian atau kegiatan dan hasil pengujian.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung melalui

perantara tangan kedua. Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen

resmi, buku-buku, hasil penelitian yang berwujud laporan, dan buku harian.

4. Teknik pengumpulan data

Peneliti dapat melaksanakan penelitian untuk mengumpulkan data agar tidak

terjadi kerancauan, maka tidak terlepas dari metode di atas yaitu peneliti

menggunakan metode :

a. Teknik Obsevasi

Teknik observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data dimana

peneliti mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

obyek yang diteliti, baik dalam situasi buatan yang secara khusus diadakan

(laboratorium) maupun dalam situasi alamiah atau sebenarnya (lapangan).

b. Teknik wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud dan tujuan tertentu yang di

lakukan oleh dua pihak yaitu pewancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan tersebut dengan menggunakan alat yang digunakan panduan

wawancara (interviewguide). Dimana wawancara ini digunakan untuk

mengumpulkan data yaitu dasar dan pertimbangan hakim dalam mengabulkan

12
permohonan wali adhal di Pengadilan Agama Trenggalek serta proses awal

perkara hingga tahap penyelesaianya.

c. Teknik Dokumentasi

Dokumen merupakan mtode pencarian dan pengumpulan data yang berupa

catatan, transkrip, buku, majalah, jurnal, notulen dan sebagainya. Dalam hal ini

peneliti melakukan metode dokumentasi, peneliti mengumpulkan berbagai data

yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini, sehingga hasil

peneliti sajikan bersifat nyata tanpa ada rekayasa. Dimana teknik ini digunakan

untuk mengumpulkan data tentang penetapan wali hakim akibat wali yang adhal.

6. Analisis Data

Yang dimaksud dengan teknik analisi data adalah proses mengatur urutan data,

mengorganisasikanya ke dalam suatu pola ktegori dan satuan uraian dasar. Analisis

data merupakan aktivitas pengorganisasian data. Data yang terkumpul dapat berupa

catatan lapangan dan komentar peneliti, gambar, foto, dokumen, laporan, biografi,

artikel dan sebagainya.12

Setelah data terkumpul maka langkah berikutnya adalah teknik analisis data.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik deskriptif analisis dengan

menggunakan pola pikir deduktif. Yaitu berangkat dari teori-teori wali adhal,

kemudian melihat fakta dan data perkara yang ada di Pengadilan Agama Trenggalek

serta menganalisisnya. Sehingga data yang telah terkumpul dapat memberikan

jawaban terhadap permasalahan yang diajukan dan dapat dipertanggungjawabkan

secara ilmiah dalam penelitian secara kualitatif.

I. Sistematika pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan dalam skripsi ini maka penulis

mengelompokkan menjadi lima bab, dan masing masing bab tersebut menjadi beberapa
12
H.afiffudin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung:pustaka setia,2009),145

13
sub bab. Semuanya itu merupakan suatu pembahasan yang utuh , yang saling berkaitan

dengan yang lainnya, sistematika pembahasan tersebut adalah:

BAB 1 : Bab ini merupakan pendahuluan sebagai dasar pembahasan dalam skripsi ini,

yang meliputi beberapa aspek yang berkaitan dengan persoalan skripsi, yang di

uraikan menjadi beberapa sub-bab yaitu latar belakang masalah, penegasan

istilah, rumusan masalah ,tujuan penelitian ,kegunaan penelitian, kajian pustaka,

metode Penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : Bab ini merupakan kumpulan kajian teori yang akan dijadikan sebagai alat

analisa dalam menjelaskan dan mendeskripsikan objek penelitian. Pada bagian

ini penulis akan menjeaskan tinjauan umum tentang pengertian pernikahan,

dasar hukum pernikahan, tujuan pernikahan, syarat dan rukun pernikahan,

pengertian wali, syarat-syarat wali, macam-mcam wali dan wali adhal.

BAB III : Bab ini merupakan uraian tentang paparan data dan temuan penelitian, yang

diperoleh dari lapangan. Hasil wawancara dari Pengadilan Agama

Trenggalek mengenai perkawinan dengan wali hakim akibat wali adhal.

BAB 1V : Merupakan pembahasan yang berisi analisa dari yang telah ditulis dari bab II

dengan hasil penelitian di lapangan. Selain itu juga sebagai usaha untuk

menemukan jawaban atas rumusan masalah.

BAB V : Bab ini merupakan bab yang paling akhir dari pembahasan skripsi analisis yang

berisikan kesimpulan dari seluruh pembahasan dan saran –saran dan penutup.

14

Anda mungkin juga menyukai