Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam adalah agama sempurna yang diciptakan Allah SWT. untuk manusia sebagai
penganutnya. Ayat-ayat Al-Qur’an yang diturunkan-Nya kepada Rasul melalui wahyu-Nya
menjadi pedoman dan petunjuk jalan manusia.

Islam sangat bijaksana dan sempurna mengenai permasalahan hidup, bahkan tidak ada
satu aspek pun yang luput oleh hukum Allah. Selain mencakup semua aspek kehidupan yang
mengatur hubungan dengan khalik-Nya, Islam juga mengatur hubungan antar sesama.

Keinginan untuk menikah adalah fitrah manusia. Hal itu berarti sifat pembawaan manusia
sebagai makhluk Allah Swt. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat jasmani rohaninya
pasti membutuhkan teman hidup yang berlainan jenis; teman hidup yang dapat memenuhi
kebutuhan biologis yang dapat dicintai dan mencintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi,
yang dapat diajak bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman,

1.2 Definisi

Kata nikah berasal dari bahasa Arab yang berarti (al-jam’u) atau “bertemu, berkumpul”.
Menurut istilah, nikah ialah suatu ikatan lahir batin antara seorang laki-laki dan perempuan
untuk hidup bersama dalam suatu rumah tangga melalui akad yang dilakukan menurut hukum
syariat islam.

Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI), dijelaskan bahwa perkawinan adalah pernikahan,
yaitu akad yang kuat atau mitsaqan ghalizhan untuk mentaati perintah Allah Swt. Dan
melaksanakannya merupakan ritual ibadah. Sementara itu, menurut Undang-Undang No.1
Tahun 1974, Tentang Perkawinan Pasal 1, dijelaskan bahwa perkawinan ialah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga yang kekal dan bahagia berdasarkan ke-Tuhanan Yang Maha Esa.

0
1.3 Dalil
Dalam surah An-Nur ayat 32, Allah Swt. berfirman:

8‫ ْن‬8ِ‫ ا‬8‫ْم‬8ۗ 8‫ ُك‬8‫ ِٕى‬8‫ ۤا‬8‫ َم‬8ِ‫ ا‬8‫ َو‬8‫ ْم‬8‫ ُك‬8‫ ِد‬8‫ ا‬8َ‫ ب‬8‫ ِع‬8‫ن‬8ْ 8‫ ِم‬8‫ن‬8َ 8‫ ْي‬8‫ح‬ ّ8ٰ 8‫ل‬8‫ ا‬8‫و‬8َ 8‫ ْم‬8‫ ُك‬8‫ ْن‬8‫ ِم‬8‫ ى‬8‫م‬8ٰ 8‫ ا‬8َ‫ ي‬8َ ‫اْل‬8‫ ا‬8‫ا‬8‫ و‬8‫ ُح‬8‫ ِك‬8‫ ْن‬8َ‫ ا‬8‫َو‬
8ِ 8ِ‫ ل‬8‫ص‬
8ٌ‫ م‬8‫ ْي‬8ِ‫ ل‬8‫ َع‬8‫ ٌع‬8‫ ِس‬8‫ ا‬8‫و‬8َ 8ُ ‫ هّٰللا‬8‫و‬8َ 8‫ه‬8ۗ ٖ 8ِ‫ ل‬8‫ض‬
8ْ 8َ‫ ف‬8‫ن‬8ْ 8‫ ِم‬8ُ ‫ هّٰللا‬8‫ ُم‬8‫ ِه‬8ِ‫ ن‬8‫ ْغ‬8ُ‫ ي‬8‫ َء‬8‫ا‬8ۤ 8‫ر‬8َ 8َ‫ ق‬8ُ‫ ف‬8‫ ا‬8‫و‬8ْ 8ُ‫ ن‬8‫و‬8ْ 8‫ ُك‬8َّ8‫ي‬

32. “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu, dan juga orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.
Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya.
Dan Allah Mahaluas (pemberian-Nya), Maha Mengetahui.”

Selain itu, Rasulullah SAW. juga bersabda sebagai berikut:

‫اثِ ٌر بِ ُك ُم‬88‫إني ُم َك‬88‫وا ؛ ف‬88‫ و تَ َز َّو ُج‬، ‫ليس ِمنِّي‬


َ َ‫نَّتِي ف‬8‫لْ بِ ُس‬88‫نَّتِي ف َم ْن ل ْم يَ ْع َم‬8‫ا ُح من ُس‬88‫النِّ َك‬
‫اُأل َم َم‬

“Menikah adalah sunnahku, barangsiapa yang tidak mengamalkan sunnahku, bukan bagian
dariku. Maka menikahlah kalian, karena aku bangga dengan banyaknya umatku (di hari
kiamat)” (HR. Ibnu Majah no. 1846, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah no.
2383).

1
BAB II

PEMBAHASAN

1.4 Hukum

Menurut sebagian besar ulama, hukum asal nikah adalah mubah, dalam artian boleh
dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Meskipun demikian, ditinjau dari segi kondisi orang yang
akan melakukan pernikahan, hukum nikah dapat berubah menjadi wajib, sunah, makruh, dan
haram.

Adapun penjelasannya adalah sebagi berikut:

a. Jaiz atau mubah, artinya dibolehkan dan inilah yang menjadi dasar hukum nikah
b. Wajib, yaitu orang yang telah mampu/sanggup menikah. Bila tidak menikah, khawatir ia
akan terjerumus ke dalam perzinaan.
c. Sunnah, yaitu orang yang sudah mampu menikah, tetapi masih Sanggup mengendalikan
dirinya dari godaan yang menjurus Kepada perzinaan.
d. Makruh, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan dan telah Memiliki keinginan atau
hasrat, tetapi ia belum mempunyai bekal Untuk memberikan nafkah tanggungannya.
e. Haram, yaitu orang yang akan melakukan pernikahan, tetapi ia Mempunyai niat yang
buruk, seperti niat menyakiti perempuan Atau niat buruk lainnya.

1.5 Tujuan

Secara umum tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia
(pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang
bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Secara umum tujuan pernikahan
dalam islam dapat diuraikan sebagai berikut:

• Melaksanakan Sunnah Rasul

2
Tujuan utama pernikahan dalam Islam ialah menjauhkan dari perbuatan maksiat. Sebagai
seorang muslim, kita memiliki panutan dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Alangkah
baiknya bisa meniru yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Salah satunya menjalankan
pernikahan dengan niat yang baik.

• Menguatkan Ibadah Sebagai Benteng Kokoh Akhlaq

Pernikahan merupakan hal yang mulia dalam Islam. Ikatan suci yang bermanfaat dalam
menjaga kehormatan diri, serta terhindar dari hal-hal yang dilarang agama. Apabila telah
menikah, diketahui baik untuk mmenundukkan pandangan, juga membentengi diri dari
perbuatan keji dan merendahkan martabat, salah satunya zina.

• Menyempurnakan Agama

Terasa lebih indah bila menjalani kebahagiaan dunia dan akhirat bersama rekan yang tepat
dalam biduk rumah tangga. Tujuan pernikahan dalam Islam selanjutnya untuk
menyempurnakan separuh agama. Separuhnya yang lain melalui berbagai ibadah.

• Mengikuti Perintah Allah Swt.

Tujuan pernikahan dalam Islam berikutnya ialah mengikuti perintah Allah SWT. Menikah
menjadi jalan ibadah yang paling banyak dinanti dan diidamkan oleh sebagian masyarakat.
Tak perlu ragu dan takut perihal ekonomi. Usaha yang dibarengi doa, tawakal bersama
pasangan, tentu akan saling menguatkan mencapai kekayaan dunia dan akhirat.

• Mendapatkan Keturunan Yang Sah

Demi melestarikan keturunan putra-putri Adam, tujuan pernikahan dalam Islam termasuk
mendapatkan keturunan. Salah satu jalan investasi di akhirat, selain beribadah, termasuk pula
keturunan yang sholeh/sholehah.

• Penyenang Hati dalam Beribadah

3
Tujuan menikah dalam islam selanjutnya sebagai penyenang hati, membentuk pasangan
suami-istri yang bertakwa pada Allah Swt. Pernikahan mampu memicu rasa kasih dan
menciptakan insan yang takwa. Bersama memperjuangkan nilai-nilai kebaikan dan
bermanfaat bagi orang lain.

• Membangun Generasi Beriman

Tujuan pernikahan dalam Islam selanjutnya untuk membangun generasi beriman.


Bertanggung jawab terhadap anak, mendidik, mengasuh, dan merawat hingga cukup usia.
Jalan ibadah sekaligus sedekah yang menjadi bekal di akhirat kelak.

• Memperoleh Ketenangan

Sebuah pernikahan dianjurkan dengan tujuan dan niat yang memberi manfaat. Perasaan
tenang dan tentram atau sakinah, akan hadir seusai menikah. Bukan sekedar untuk
melampiaskan syahwat atau perasaan biologis saja, karena hal ini bisa mengurangi
ketenangan tersebut.

4
1.6 Rukun dan Syarat
1.7 Mahram

Menurut pengertian bahasa mahram berarti yang diharamkan. Menurut Istilah dalam ilmu
fikih, mahram adalah wanita yang haram dinikahi. Penyebab wanita yang haram dinikahi ada
empat macam yaitu:

a. Wanita yang haram dinikahi karena keturunan

1) Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah),

2) Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu dan seterusnya),

3) Saudara perempuan sekandung, sebapak, atau seibu,

4) Saudara perempuan dari bapak,

5) Saudara perempuan dari ibu

6) Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah,

7) Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah

b. Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan:

1) Ibu yang menyusui,

2) Saudara perempuan sesusuan

c. Wanita yang haram dinikahi karena perkawainan

1) Ibu dari istri (mertua),

2) Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain) apabila suami sudah kumpul dengan ibunya,

3) Ibu tiri (istri dari ayah), baik sudah dicerai atau belum.

4) Menantu (istri dari anak laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum.

5) Wanita yang haram dinikahi karena mempunyai pertalian muhrim dengan istri.

5
1.8 Wali

Wali nikah dalam satu pernikahan dibagi menjadi dua:

a. Wali Nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang
akan dinikahkan. Adapun susunan urutan wali nasab adalah sebagai berikut:

1) ayah kandung, (ayah tiri tidak sah jadi wali)

2) kakek (ayah dari ayah mempelai perempuan) dan seterusnya ke atas

3) saudara laki-laki sekandung

4) saudara laki-laki seayah

5) anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung

6) anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah

7) saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah

8) anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah

9) anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah yang seayah dengan ayah

b. Wali Hakim, yaitu seorang kepala negara yang beragama Islam. Di Indonesia, wewenang
Presiden sebagai wali hakim dilimpahkan kepada pembantunya, yaitu menteri agama.
Kemudian Menteri Agama mengangkat pembantunya untuk bertindak sebagai wali hakim,
yaitu Kepala Kantor Urusan Agama Islam yang berada di setiap kecamatan. Wali hakim
bertindak sebagai wali nikah apabila memenuhi kondisi sebagai berikut.

1) Wali nasab benar-benar tidak ada

2) Wali yang lebih dekat (aqrab) tidak memenuhi syarat dan wali yang lebih jauh (ab’ad)
tidak ada

3) Wali aqrab bepergian jauh dan tidak memberi kuasa kepada wali

4) Nasab urutan berikutnya untuk berindak sebagai wali nikah

6
5) Wali nasab sedang berikhram haji atau umroh.

6) Wali nasab menolak bertindak sebagi wali nikah.

7) Wali yang lebih dekat masuk penjara sehingga tidak dapat berintak sebagai wali nikah.

8) Wali yang lebih dekat hilang sehingga tidak diketahui tempat tinggalnya.

9) Wali hakim berhak untuk bertindak sebagai wali nikah.

1.9 Hak dan Kewajiban

Hak Suami atas Istri Adalah:

1) Ditaati dalam seluruh perkara kecuali maksiat. Sabda Rasulullah Saw: “Hanyalah ketaatan
itu dalam perkara yang ma’ruf.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2) Dimintai izin oleh istri yang hendak keluar rumah. Istri tidak boleh keluar rumah kecuali
seizin suami

3) Istri tidak boleh puasa sunnah kecuali dengan izin suaminya

4) Mendapatkan pelayanan dari istrinya.

5) Disyukuri kebaikan yang diberikannya (Istri harus mensyukuri atas setiap pemberian
suaminya).

Hak istri atas Suami adalah:

1) Mendapat mahar dari suaminya;

2) Mendapat perlakuan yang patut dari suaminya.

3) Mendapatkan nafkah, pakaian dan tempat tinggal dari suaminya.

4) Mendapat perlakuan adil, jika suami memiliki lebih dari satu istri.

5) Mendapatkan bimbingan dari suaminya agar selalu taat kepada Allah Swt.

Kewajiban suami yang terpenting adalah:

7
1) Memberi nafkah, pakaian dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya sesuai dengan
kemampuan yang diusahakan,

2) Menggauli istri secara makruf, yaitu dengan cara yang layak dan patut misalnya dengan
kasih sayang, menghargai, memperhatikan dan sebagainya,

3) Memimpin keluarga, dengan cara membimbing, memelihara semua anggota keluarga


dengan penuh tanggung jawab,

4) Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik anak-
anaknya agar menjadi anak yang saleh.

Kewajiban Istri yang terpenting adalah:

1) Patuh dan taat pada suami dalam batas yang sesuai dengan ajaran islam. perintah suami
yang bertentangan dengan ajaran islam tidak wajib ditaati oleh seorang istri,

2) Memelihara dan menjaga kehormatan diri dan keluarga serta harta benda suami,

3) Mengatur rumah tangga dengan baik sesuai dengan fungsi ibu sebagai sebagai kepala
rumah tangga,

4) Memelihara dan mendidik anak terutama pendidikan agama,

5) Bersikap hemat, cermat, ridha dan syukur serta bijaksana pada suami.

2.0 Hikmah

Hikmah pernikahan

1. Pernikahan merupakan jalan keluar yang paling baik untuk memenuhi kebutuhan seksual.

2. Pernikahan merupakan jalan terbaik untuk memuliakan anak, memperbanyak keturunan,


melestarikan hidup manusia, serta memelihara nasab.

3. Pernikahan menumbuhkan naluri kebapakan dan keibuan yang menumbuhkan pula


perasaan cinta dan kasih sayang.

4. Pernikahan menimbulkan sikap rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja karena adanya
rasa tanggung jawab terhadap keluarganya.

8
5. Pernikahan akan mempererat tali kekeluargaan yang dilandasi rasa saling menyayangi
sebagai modal kehidupan masyarakat yang aman dan sejahtera.

Anda mungkin juga menyukai