Anda di halaman 1dari 92

PROSESI PEMINANGAN MENURUT ADAT BIMA

DALAM PRESPEKTIF ISLAM


(Studi Kasus di Kec. Donggo Kab. Bima Nusa Tenggara Barat)

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S. Sy)

Oleh:

Toty Citra Warsita


NIM: 106044201478

KONSENTRASI ADMINISTRASI KEPERDATAAN ISLAM


PROGRAM STUDI AHWAL SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1431 H/2010 M
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam adalah agama yang tidak menyulitkan umatnya. Setiap

perbuatan yang dilakukan memiliki aturan-aturan yang sudah tertera dalam

pedoman umat Islam yaitu Al-Qur’an untuk dijalankan sesuai dengan

ketentuannya. Penciptaan adalah bukti adanya pencipta. Kelangsungan hidup

ciptaan merupakan bukti keabadian pencipta. untuk itu, Al-Qur’an menganjurkan

agar lebih menunjukkan pandangan terhadap ciptaan Allah, kelangsungan hidup

dan perkembangbiakannya, supaya tambah yakin akan wujud keadaan, keabadian,

dan keesaannya. 1

Al-Qur’an mengingatkan bahwa kita agar tidak melanggar aturan itu serta

memberikan dalil-dalil tentang wujud Allah, dengan diciptakannya pasangan-

pasangan di langit dan di bumi, dengan berlangsungnya ciptaan yang kita

saksikan. Di samping itu, setiap hari juga terlihat kekuasaan Allah seperti itu pada

diri manusia sendiri serta pada makhluk-makhluk lain. 2

Allah SWT menciptakan mahluk hidup berpasang-pasangan, Allah

memerintahkan agar umatnya melakukan perkawinan dengan syarat dan

ketentuan yang telah ditetapkan. Perkawinan atau pernikahan adalah sunatullah

artinya perintah Allah dan Rasulnya. Tidak hanya semata-mata keinginan manusia

1
Mahmud Al-Shabbagh, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset, 1991), Cet. Ke-1, h. 3.
2
Ibid., h. 4.

1
2

atau hawa nafsunya saja karenanya seseorang yang telah berumah tangga berarti

ia telah mengerjakan sebagian dari syariat (aturan) Agama Islam. 3

Pernikahan yaitu suatu ikatan antara pria dan wanita sebagai suami istri

berdasarkan hukum yang terdapat didalam Undang-Undang (UU), hukum agama

dan adat istiadat yang berlaku. 4 Nikah itu merupakan perjanjian dan ikatan lahir

batin antara laki-laki dengan perempuan yang bermaksud untuk berumah tangga

dan untuk menghasilkan keturunan, dan harus dilangsungkan rukun dan syaratnya

dalam perkawinan menurut Islam dan Negara menurut UU No 1 Tahun 1974

tentang Perkawinan. 5

Pernikahan pun merupakan hal yang fitrah bagi manusia yang sudah

tertanam dan terpatri dalam hati dan perasaan laki-laki dan wanita. Keduanya

saling membutuhkan guna saling mengisi dan membagi perasaan suka maupun

duka hidup ini terasa kurang sempurna tanpa kehadiran orang lain di sisisnya,

menjalin kasih sayang bersamanya, membangun rumah tangga yang bahagia dan

lestari. 6

Peristiwa pernikahan tersebut disebut oleh masyarakat sebagai peristiwa

yang sangat penting dan religius, karena peristiwa nikah disamping erat kaitannya

dengan pelaksanaan syariat agama, juga dari pernikahan inilah akan terbentuk

3
Sidi Nazar Bakry, Kunci Keutuhan Rumah Tangga, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,
1993), Cet. Ke-1, h. 3.
4
Departemen Agama RI, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat
Urusan Agama Islam, Korps Penasehat Perkawinan dan Keluarga Sakinah, (Jakarta: 2007), h. 59.
5
Nashrudin Thaha, Pedoman Perkawinan Umat Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1960),
Cet Ke-3, h. 9.
6
Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Musna Khalid bin Ali Al-Anbari, Perkawinan
dan Masalahnya, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), Cet Ke-3, h. 18.
3

suatu rumah tangga atau keluarga sehat, sejahtera dan bertaqwa, yang menjadi

landasan terbentuknya masyarakat dan bangsa Indonesia yang religius sosialistis. 7

Memilih calon istri atau calon suami merupakan langkah awal untuk

memulai kehidupan berumah tangga. Oleh karena itu memilih calon istri atau

calon suami bukanlah hal yang mudah, membutuhkan waktu yang tidak singkat,

karena harus melihat syarat-syarat calon istri atau calon suami sesuai anjuran

agama. Orang yang hendak menikah hendaklah memilih pendamping hidup

dengan cermat. 8

Bangsa Indonesia memiliki berbagai suku dan bahasa serta kebudayaan

yang berbeda, sehingga dalam hal ini berbeda pula pola pikir masyarakat karena

telah dipengaruhi oleh adat istiadat yang tertanam sejak nenek moyang. Dalam

pemilihan calon istri atau calon suami harus dilihat dan disesuaikan dengan

perbedaan adat yang sangat jelas antara suku agar tidak terjadi penyesalan

dikemudian hari. Adat berasal dari bahasa arab yang berarti kebiasaan sedangkan

adat istiadat adalah pedoman hidup diseluruh daerah yang diperuntukan selama

ini, “waris yang dijawek, pusoko nan ditolong”, artinya diterima oleh generasi

yang sekarang dari generasi yang dahulu supaya dapat kokoh dan berdirinya. 9

Menurut hukum adat, pernikahan merupakan urusan kerabat, keluarga,

persekutuan, martabat, dan dapat juga merupakan urusan pribadi, bergantung

7
Departemen Agama RI, Pedoman Akad Nikah, Direktorat Jenderal Bimbingan
Masyarakat Islam, Direktorat Urusan Agama Islam, (Jakarta: 2008), h.1.

8 Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Musna Khalid bin Ali Al-Anbari, Perkawinan
dan Masalahnya, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1993), Cet Ke-3, h. 31.
9
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),
Cet Ke-6, h. 72.
4

kepada tata susunan masyarakat yang bersangkutan. Di dalam persekutuan hukum

yang merupakan kesatuan-kesatuan susunan masyarakat, yaitu persekutuan desa

dan wilayah, pernikahan warganya merupakan unsur penting didalam peralihan

kepada inti sosial dari masyarakat untuk menikmati hak dan memikul kewajiban

serta bertanggung jawab penuh atas kesejateraan masyarakat. Pernikahan (yang

dipilih dengan tepat) dapat pula mempertahankan gengsi/martabat kelas-kelas

didalam dan diluar persekutuan, jadi dalam hal ini pernikahan adalah urusan kelas

atau memilih calon istri atau suami berdasarkan tingkatan derajat yang

dimilikinya. 10

Dalam hal ini diungkapkan mengenai cara-cara yang berlaku dalam

masyarakat untuk dapat melangsungkan perkawinan. Masyarakat pada dasarnya

telah menetapkan cara-cara tertentu untuk dapat melangsungkan perkawinan.

Pada prinsipnya cara yang paling umum dilakukan oleh masyarakat adalah

melalui peminangan. Dalam hal peminangan pada tiap masyarakat (hukum adat)

yang ada di Indonesia cara yang digunakan dalam melakukan

pelamaran/peminangan pada hakikatnya terdapat kesamaan, namun perbedaan-

perbedaanya hanyalah (kira-kira) terdapat pada alat atau sarana pendukung proses

pinangan tersebut. 11

Peminangan menurut adat Bima memiliki perbedaan yang signifikan

dengan adat yang terdapat di daerah lain, ketentuan adat dalam kehidupan

masyarakat Bima tidak dapat ditinggalkan khususnya dalam hal peminangan.

10
Imam Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, (Yogyakarta: Liberty, 2007), Cet Ke-5, h.107.
11
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),
Cet Ke-6, h. 223.
5

Dalam masyarakat Bima ajaran agamanya sangat kental sehingga dalam hal ini

ajaran Islam dan adat istiadat saling terpadu satu dengan yang lainnya. Oleh

karena itu dalam hal peminangan, masyarakat Bima selalu melakukan

peminangan menurut adat mereka yang sudah menjadi tradisi dari zaman nenek

moyang disamping pengaruh ajaran Islam. Di samping itu dengan kentalnya

ajaran agama Islam yang banyak mereka anut sampai saat ini akan tetapi

pemahaman marafu (animisme) yang dulu pernah ada, kini masih sedikit

mempengarudi pola kehidupan masyarakat Bima khususnya di desa Palama

Kecamatan Donggo sampai saat ini.

Dalam Kecamatan Donggo Kabupaten Bima terdapat banyak desa. Desa

yang akan menjadi objek penelitian saya adalah desa Palama. Desa Palama

terdapat dua kampung yaitu kampung Palama 1 dan Palama 2 (Nggarakopa). Di

kampung ini penulis akan melakukan penelitian yang dijadikan bahan skripsi.

Bagi masyarakat Bima adat ini harus dijalankan dan tidak boleh

ditinggalkan karena merupakan syarat wajib bagi calon mempelai pria terhadap

pinangannya. Proses peminangan adat Bima memiliki cara yang berbeda dengan

adat suku lainnya. Peminangan ini diberi nama “sodiangi”, setelah melakukan

proses peminangan ini sampai selesai kemudian keluarga pihak calon mempelai

wanita memberikan “kain nggoli” (tembe atau kain sarung tenunan asli Bima)

kepada calon mempelai laki-laki sebagai syarat diterimanya pinangan.

Di dalam ajaran Islam ketentuan peminangan hanya diperintahkan untuk

melihat pinangannya serta mengikuti syarat-syarat dalam peminangan salah

satunya yaitu tidak boleh meminang pinangan orang lain. Dari sini saya merasa
6

perlu untuk meneliti bagaimana peminangan menurut adat Bima di kecamatan

Donggo dalam prespektif Islam.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tetarik dan ingin mengetahui lebih

dalam dengan melakukan penelitian dan diwujudkan dalam bentuk skripsi dengan

judul “PROSESI PEMINANGAN MENURUT ADAT BIMA DALAM

PRESPEKTIF ISLAM” (Studi kasus di Kec. Donggo Kab. Bima-Nusa

Tenggara Barat).

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya pembahasan dan agar terkait langsung pada

titik utama, maka penulis membatasi masalah penelitian ini. Mengingat

banyaknya adat peminangan yang terdapat di setiap daerah di Bima, maka

penelitian peminangan ini hanya dibatasi pada peminangan adat Bima yang

berlaku di Kecamatan Donggo.

2. Perumusan Masalah

Penulis yang merumuskan permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana prosesi peminangan adat Bima di Kecamatan Donggo Nusa

Tenggara Barat (NTB)?

b. Mengapa masyarakat di Kecamatan Donggo masih memakai adat Bima dalam

peminangan?

c. Bagaimana prosesi peminangan menurut adat Bima dalam prespektif Islam?


7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapan tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini yaitu terjawabnya

semua permasalahan yang dirumuskan antara lain:

a. Mengetahui alasan secara jelas mengapa masyarakat bima masih

menggunakan adat Bima dalam peminangan sampai saat ini.

b. Untuk mengetahui secara jelas tentang proses peminangan adat bima di

Kecamatan Donggo-NTB.

c. Dapat memahami prosesi peminangan adat Bima menurut prespektif Islam.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan pengetahuan yang lebih tentang tradisi adat Bima yang masih

dilaksanakan sampai saat ini.

b. Menambah wawasan nusantara dengan mengetahui adat di Bima.

c. Untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar S1.

d. Meningkatkan pengetahuan dan kualitas penulis dalam menyusun karya tulis

ilmiah.

D. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian empirik

antropologis dengan pendekatan secara kualitatif. Metode ini digunakan dalam

rangka memperoleh informasi dari pemuka agama serta tokoh masyarakat melalui
8

wawancara terarah untuk mendapatkan gambaran secermat mungkin mengenai

sifat-sifat individu, keadaan, gejala, atau respon kelompok tertentu dalam

masyarakat. 12 Hal ini lebih mudah karena berhadapan langsung dengan objeknya

dan pendekatan ini juga dipergunakan untuk mengutamakan segi kualitas data

yang diperoleh.

2. Sumber Data

a. Data Primer: Data yang didapat dari hasil wawancara langsung dengan tokoh

masyarakat dan tokoh agama. Dalam penelitian ini digunakan teknik wawancara

(interview) pedoman secara mendalam dengan menggunakan pokok-pokok

permasalahan. Pokok-pokok tersebut guna menghindari terjadinya penyimpangan

dari pokok masa penelitian dan kefakuman selama wawancara.

b. Data Sekunder: Data yang memberikan bahan tidak langsung atau data yang

didapat selain dari data primer. Data ini dikumpulkan melalui studi pustaka yang

berkaitan diantaranya buku-buku fiqh, sejarah Bima, dan data lain yang terkumpul

yang mempunyai hubungan dengan tema ini.

3. Kerangka Konseptual

Kata “peminangan” berasal dari kata “pinang, meminang” (kata kerja).

Meminang sinonimnya adalah melamar, yang dalam bahasa Arab disebut

“khithbah”. Menurut etimologi, meminang/melamar artinya (antara lain)”

meminta wanita untuk dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain). 13 ”

12
Kotja Ningrat, Pedoman Penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1989), h. 9.
13
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, ( Jakarta: Kencana, 2006), Cet Ke-2, h. 73.
9

Menurut terminologi, peminangan adalah “kegiatan upaya ke arah

terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita”.

Atau, “seorang laki-laki meminta kepada seorang perempuan untuk menjadi

istrinya, dengan cara-cara yang umum berlaku di tengah-tengah masyarakat”.

Lamaran adalah pendahulu berkumpulnya manusia yang berlainan jenis,

untuk menyatukan satu ciptaan yang utuh, yang sebelumnya terpisah-pisah.

Dalam Al-Qur’an terdapat dalam surat An-Naba’ ayat 8 yang artinya “Dan kami

jadikan kamu berpasang-pasangan”. Dan ada pula dalam surat An-Nisa ayat 1.

Peminangan merupakan pendahuluan perkawinan, disyari’atkan sebelum

ada ikatan suami istri dengan tujuan agar waktu memasuki perkawinan didasarkan

dengan meneliti terlebih dahulu dan mengetahui atas kesadaran masing-masing

pihak. 14 Adapun perempuan yang boleh dipinang adalah yang memenuhi syarat

sebagai berikut:

a. Tidak dalam pinangan orang lain.

b. Pada waktu dipinang hendaknya tidak ada penghalang syar’i yang melarang

dilangsungkannya pernikahan.

c. Perempuan itu tidak dalam masa iddah karena talak raj’i.

d. Apabila perempuan itu dalam masa iddah karena talak ba’in, hendaklah

meminang dengan cara sirri (tidak terang-terangan).

Adapun bagi orang yang hendak menikah, sebelum melamar, ada baiknya

bila ia memperhatikan ada atau tidaknya larangan atas dirirnya untuk melakukan

perkawinan dengan wanita yang diinginkannya. Misalnya, apakah ada sebab-

14
Ibid, h. 74.
10

sebab yang mengharamkannya dalam jangka waktu panjang atau pendek untuk

wanita tersebut. Adapun tahapan-tahapan yang harus diperhatikan yaitu: 15

1. Mencari informasi tentang kecantikannya.

2. Mengenali sifat-sifat yang lain.

3. Mempererat hubungan silaturahmi.

4. Kerangka Teori

Dalam peminangan adat Bima banyak sekali persyaratan yang harus

dipenuhi, calon mempelai pria datang dengan keluarganya membawa berbagai

macam persyaratan. Dalam prosesi peminangan adat Bima ini persyaratan ini

telah menjadi tradisi masyarakat Bima dari dahulu hingga sekarang.

Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi saat meminang calon

mempelai wanita yaitu calon mempelai pria datang dengan keluarganya

membawa kapur sirih, daun sirih, buah pinang dan uang berapa saja yang

digunakan hanya sebagai simbol untuk mengetahui berapa biaya yang akan

dibawa nanti kerumah calon mempelai wanita dan ditaruh di atas piring. Setelah

melakukan hal tersebut dan pinangannya diterima oleh keluarga mempelai wanita

maka calon mempelai laki-laki tinggal menunggu waktu yang tepat untuk

melakukan akad nikah.

Selama waktu menunggu tersebut calon mempelai pria harus menyiapkan

semua perlengkapan serta peralatan untuk berumah-tangga dengan calon

mempelai wanitanya. dalam hal ini masih banyak persyaratan yang ditetapkan

untuk calon mempelai laki-laki dalam prosesi peminangan tersebut. Hal ini

15
Mahmud Al-Shabbagh, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya Offset, 1991), Cet. Ke-1, h. 44.
11

dilakukan untuk menjalin silahturahmi atau persaudaraan yang erat antar

warganya serta untuk menghormati nenek moyangnya terdahulu yang telah

menjadikan tradisi tersebut.

5. Jenis Data

Adapun jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data

kualitatif, yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan

dari orang-orang atau prilaku yang akan diamati.

6. Tehnik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan beberapa teknik, yaitu:

a. Wawancara (interview), yaitu situasi peran antara pribadi bertatap muka

(face to face), ketika seseorang yakni pewawancara mengajukan pertanyaan-

pertanyaan yang dirancang untuk memperoleh jawaban-jawaban yang

relevan dengan masalah penelitian kepada seseorang responden. 16

b. Studi Dokumentasi yaitu meliputi studi bahan-bahan hukum yang terdiri

dari bahan hukum primer dan hukum sekunder. 17 Dan juga data-data yang

diperoleh dari literatur dan referensi yang berkenaan dengan judul skripsi

ini.

c. Pengamatan (Observasi), adalah kegiatan dalam penelitian yang

memperhatikan sesuatu keadaan secara jelas dan merumuskan nilai-nilai

yang dianggap berlaku dalam masyarakat tertentu agar hasil pengamatan

sesuai dengan kenyataan yang menjadi sasaran pengamatan dengan cara

16
Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2004), Cet Ke-1, h. 82.
17
Ibid, h. 68.
12

mengikuti dan menyaksikan langsung prosesi peminangan menurut adat

Bima.

7. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat subjek yang menjadi tujuan utama dalam

penelitian, yaitu yang menjadi informan atau narasumber adalah tokoh agama,

serta warga yang dituakan yang memiliki pengetahuan luas dan mengetahui

segala aspek budaya yang terdapat didaerahnya dan selalu berkomunikasi serta

menjadi panutan masyarakat.

8. Tehnik Analisa Data

Bahan yang telah diperoleh, lalu diuraikan dan dihubungkan sedemikian

rupa sehingga agar menjadi sistematis dalam menjawab permasalahan yang telah

dirumuskan. Karena penelitian ini bersifat kualitatif yaitu analisis dari suatu

pernyataan dan dikembangkan sejalan dengan penelitian ini. Analisa data tidak

menunggu penelitian selesai dilakukan, akan tetapi analisa dilakukan dimulai dari

penetapan masalah, pengumpulan data, dan setelah terkumpulnya data yang

diperoleh.

9. Tehnik Penulisan

Tehnik penulisan skripsi ini menggunakan buku pedoman penulisan

skripsi Fakultas Syaria’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Cet Ke-1

tahun 2007.
13

E. Review Studi Terdahulu

Penulis melakukan review terdahulu sebelum menentukan judul proposal.

Dalam review skripsi terdahulu, penulis meringkas skripsi yang ada kaitannya

dengan peminangan. Diantaranya yaitu:

Prosesi Ritual Perkawinan Adat Jawa dilihat dari Sudut Pandang Islam,

oleh: Anugrah Sejati (101044222178).

Skripsi ini menjelaskan tentang proses perkawinan adat Jawa. Di dalam

skripsi ini dijelaskan juga tentang proses peminangan, dalam proses peminangan

adat jawa ini dinamakan dengan istilah ngebunebun esuk, anjejawah sonten.

Lamaran dapat dilakukan sendiri oleh orang tua laki-laki secara lisan hal ini

dianggap kurang tepat maka pihak lelaki menulis surat lamaran, setelah surat

selesai dibuat kemudian dicarikan petugas yang menjadi duta, biasanya dipilih

dari kalangan keluarga sendiri (paman) untuk mengantarkan surat lamaran

tersebut. Beberapa hari kemudian setelah melakukan perundingan dengan

keluarga yang dihadiri nenek atau kakek si gadis, maka orang tua si gadis menulis

surat jawaban.

Tinjauan Hukum Perkawinan Adat Masyarakat Kampung Naga di Tasik

Malaya Menurut Keperdataan Islam, oleh: Marzuki (101044222197).

Skripsi ini menjelaskan perkawinan adat masyarakat Tasik. Di dalam

skripsi ini pun menjelaskan tentang peminangan walaupun tidak sepenuhnya.

Dalam adat ini ada istilah “neundeun” bahasa sunda, sedangkan dalam bahasa

Indonesia itu adalah “menaruh” dan omong adalah “cakap”/”bicara”, jadi

neundeun omong artinya titip ucap atau dengan kata lain pesan, dengan
14

mengadakan perjanjian orang tua jejaka datang kepada orang tua gadis idaman

anaknya, datangnya bisa sendiri atau cukup diwakili dengan orang yang

dipercayanya. Jangka waktu nendeun omong sampai kepada saat melamar tidak

pasti. Pada dasarnya upacara ini dilaksanakan setelah kedua belah pihak

mempunyai kebulatan niat dan tersedianya bahan atau biayanya untuk

melangsungkan perkawianan. Melihat dari review yang saya lakukan, jalas sekali

perbedaannya dengan skripsi yang saya tulis. Di dalam skripsi yang saya teliti

yaitu menengenai proses peminangan saja. Yang menarik dari skripsi saya yaitu

diangkat dari adat Bima, jadi skripsi yang saya bahas tentang adat Bima dalam

peminangan saja. Dan sudah terlihat jelas perbedaannya dengan skripsi-skripsi

yang lain yang ada kaitannya dengan peminangan.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahasan dan penulisan skripsi ini, maka penulis

menyusun penulisan ini dengan sistematika sebagai berikut:

Bab Kesatu : Merupakan bab pendahuluan yang diuraikan tentang latar

belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan

dan kegunaan masalah, metodologi penelitian, review studi

terdahulu dan sistematika penulisan.

Bab Kedua : Berisi tentang gambaran umum Kecamatan Donggo Kabupaten

Bima-Nusa Tenggara Barat yang berisi sejarah singkat Bima,

letak geografis, kondisi masyarakat dan kebudayaannya, dan

kondisi ekonomi.
15

Bab Ketiga : Membahas kriteria dalam penentuan jodoh, tata cara dalam

peminangan, syarat-syarat dalam peminangan dan hikmah

dalam peminangan.

Bab Keempat : Membahas tentang prosesi peminangan menurut adat Bima di

Kecamatan Donggo, alasan masyarakat Bima masih

menggunakan tradisi peminangan menurut adat Bima, dan

prosesi peminangan menurut adat Bima dalam prespektif

Islam.

Bab Kelima : Penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran


BAB II

GAMBARAN UMUM KECAMATAN DONGGO

A. Sejarah Singkat Kec. Donggo Kab. Bima NTB

Kesatuan wilayah dan orang Bima diikat oleh tiga ungkapan Orang

Bima, yakni pertama dana mbojo, kedua dou mbojo, dan ketiga nggahi mbojo.

Ketika ungkapan itu masing-masing bermaksud sebagai berikut yaitu: pertama

dana bermakna daerah atau tumpah darah, sedang mbojo adalah nama asli Bima,

jadi dana mbojo bermakna Daerah Bima. Kedua dou mbojo berarti orang Bima

yang ada dalam dana mbojo. Ketiga nggahi mbojo adalah nggahi bermakna tutur

bahasa, jadi nggahi mbojo artinya bahasa Bima. 1

Kabupaten Bima berdiri pada tanggal 5 Juli 1640 M, Ketika Sultan

Abdul Kahir dinobatkan sebagai Sultan Bima 1 yang menjalankan pemerintahan

berdasarkan Syariat Islam. Peristiwa ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadi

Bima yang diperingati setiap tahun. Didusun Padende Kecamatan Donggo sudah

lama dihuni manusia hal ini dapat dilihat dengan adanya bukti-bukti sejarah yang

ditemukan di Kecamatan Donggo Kabupaten Bima. Dalam sejarah kebudayaan

penduduk Indonesia terbagi atas bangsa Melayu, Purba dan bangsa Melayu baru.

Demikian pula halnya dengan penduduk yang mendiami daerah kabupaten Bima,

mereka menyebut dirinya “dou mbojo” (orang Bima), “dou donggo” (orang

Donggo) yang mendiami kawasan pesisir pantai. Orang donggo dikenal sebagai

penduduk asli yang telah menghuni tanah Bima sejak lama.

1
Abdullah Abdul Gani, Peradilan Agama Dalam Pemerintahan Islam DiKesultanan
Bima. (Mataram, Yayasan Lengge, 2004), Cet Ke- 2, h. 72

16
17

Masyarakat di Desa Palama Kecamatan Donggo sebagian besar

menempati wilayah pegunungan. “duo donggo” (sebutan bagi orang Donggo

dalam bahasa Bima), kehidupan mereka sangat jauh berbeda dengan kehidupan

yang dijalani masyarakat Bima saat ini. Masyarakat di desa Palama Donggo

mendiami sebagian besar wilayah kecamatan Donggo sekaranng yang dikenal

dengan nama “dou donggo”.pada awalnya, sebenarnya penduduk asli ini tidak

semuanya mendiami wilayah pegunungan. 2

Salah satu alasan mengapa mereka umumnya mendiami wilayah

pegunungan yaitu karena terdesak oleh pendatang-pendatang baru yang

menyebarkan budaya dan agama yang baru pula, seperti agama Islam, Keristen,

Hindu dan Budha. Hal itu dilakukan mengingat masih kuatnya kepercayaan

terhadap Marafu (animisme).

Kepercayaan terhadap marafu inilah yang telah mempengaruhi segala

pola kehidupan masyarakat, sehingga sangat sukar untuk ditinggalkan meskipun

pada akhirnya seiring dengan makin gencarnya para penyiar agama Islam dan

masuknya misionaris Keristen menyebabkan mereka menerima agama-agama

yang mereka anggap baru tersebut.

Agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat Bima sampai saat

ini adalah agama Islam dan ajaran Islam yang merubah pola kehidupan mereka.

Masyarakat di sana sangat kental sekali dengan ajaran Islam ini terbukti dengan

ditanamkan ajaran agama sejak kecil seperti diajarkan mengaji dan harus bisa

mengaji dari sejak kecil. Akan tetapi disamping kentalnya ajaran agama Islam

2
Mihrab, Wawancara Pribadi, Bima, 19 September 2009
18

yang dianut oleh mayoritas penduduk di sana, ternyata kepercayaan marafu

(animisme) yang dulu pernah ada sampai saat ini masih sedikit mempengaruhi

pola hidup masyarakat di sana.

Berhadapan dengan kian gencarnya arus modernisasi, seiring itu pula

pemahaman masyarakat akan kenyataan hidup berubah, terutama dalam hal

pendidikan dan teknologi. Saat ini telah sekian banyak para sarjana asli Donggo

yang umumnya menimba ilmu di luar daerah. Demikian pula dengan teknologi

yang akhirnya memberikan hal yang baru sehingga pola hidup mereka berubah

menjadi lebih maju seperti halnya dalam penggarapan sawah, kendaraan sampai

alat-alat elektronik rumah tangga karena hampir semua daerahnya telah dialiri

listrik. Bahkan tak jarang mereka menjadi para penyiar agama seperti ulama,

karena telah begitu banyaknya mereka naik haji.

Seiring dengan perjalanan waktu, Kabupaten Bima mengalami

perkembangan ke arah yang lebih maju. Dengan adanya kewenangan otonomi

(Undang-Undang (UU) No. 22 tahun 1999 dan direvisi menjadi UU No. 3 tahun

2004). Dengan adanya kewenangan tersebut telah dimanfaatkan dan terus

menggali potensi-potensi daerah baik potensi sumberdaya manusia maupun

sumberdaya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


19

B. Letak Geografis

Kecamatan Donggo di Kabupaten Bima propinsi Nusa Tenggara Barat,

terletak diujung timur pulau Sumbawa tepatnya pada posisis 0-477,50 M di atas

permukaan laut dan berada pada 117’40’-119’10 Bujur Timur dan 70’30 Lintang

Selatan. Dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 3

1. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Soromandi

2. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Mada Pangga

3. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Bolo

4. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Dompu

Luas wilayah Kabupaten Bima adalah 4.596,90 Km2. Secara umum

topografi Kabupaten Bima berbukit-bukit setiap wilayahnya mempunyai topografi

yang cukup bervariasi dari datar hingga bergunung-gunung. Di Kecamatan

Donggo Kabupaten Bima beriklim tropis dengan musim hujan yang relatif pendek

yakni dari bulan desember sampai maret.

Di Kabupaten Bima sarana transportasi dan komunikasi sangat memadai.

Sehingga kita dapat mudah mengunjungi Kecamatan Donggo, Bima-Nusa

Tenggara Barat (NTB) dengan melalui jalur darat, laut dan udara.

C. Kondisi Masyarakat dan Budayanya

Di sebuah dusun yang terletak di Desa Palama Kecamatan Donngo

keadaan masyarakatnya masih primitif atau terbelakang, mereka masih

mempercayai hal-hal mistik dan masih mempertahankan sistem adat mereka

3
Ibid
20

ketika ada acara besar seperti acara pernikahan, mereka masih menggunakan ritual

adat yang berlaku disana sebagai syarat saat dilakukannya prosesi acara besar

tersebut. 4

Mereka tidak boleh meninggalkan adat yang selama ini telah tertanam

sejak zaman nenek moyangnya. Karena apabila ia tidak menggunakan adat

tersebut dan menghilangkannya, maka mereka dianggap tidak menghormati dan

menghargai nenek moyangnya terdahulu yang telah mempertahankan adat atau

tradisi itu dengan mempersatukan mereka dalam ikatan persaudaraan satu dengan

yang lainnya. Alasan yang lain yaitu dengan melestariakan dan mempertahankan

adatnya, mereka meyakini bahwa akan selalu mendapatkan rahmat dari Allah

SWT. 5

Karena dengan adat tersebut mereka membentuk suatu perkumpulan

kemudian bersatu untuk mempererat jalinan silahturahmi dan saling tolong

menolong antara satu dan yang lainnya. Masyaratkat disana sangat mempercayai

hal-hal mistik sehingga pola pikir mereka tidak ada yang berkembang walaupun

zaman semakin modern, mereka banyak mempercayai paranormal sehingga

apabila mereka terkena penyakit mereka membawanya ke para normal untuk

menyembuhkannya dan jarang sekali mereka membawanya kerumah sakit untuk

menyembuhkan penyakitnya.

Disamping karena faktor ekonomi yang menyebabkan mereka tidak

berobat kedokter, akan tetapi ada hal lain yang lebih besar yaitu akibat

kepercayaan marafu yang dulu pernah ada didesa tersebut masih menyatu dan
4
Ibid
5
Husen, Wawancara Pribadi, Bima, 17 September 2009
21

mempengaruhi sehingga mereka sangat mempercayai paranormal dapat

menyembuhkan berbagai penyakit.

Mereka kurang mempercayai ilmu-ilmu kedokteran. Karena masyarakat

disana apabila terkena penyakit mereka langsung berfikir bahwa mereka telah

terkena ilmu hitam yang dikirim oleh orang yang tidak menyukainya.

Walaupun masyarakat disana masih mempercayai hal-hal mistik dan

paranormal akan tetapi mereka menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan. Sehingga

kepercayaan marafu (animisme) yang dulu pernah ada dapat digeser sedikit demi

sedikit dengan ajaran agama yang begitu kental yang terdapat disana.

Masyarakat disana masih terbelakang akan tetapi mereka menjunjung

tinggi rasa persaudaraan dan kekompakan yang mereka jalin anatara satu dengan

yang lainnya. Hal ini dapat terlihat jelas ketika mereka mengadakan upacara besar

seperti pernikahan. Semua masyarakat disana bersatu saling membantu baik dari

segi materil ataupun moril sampai acara pernikahan tersebut selesai. Kebudayaan

yang terdapat di desa Palama Kecamatan Donggo sangat menjunjung tinggi nilai

keagamaannya khususnya agama Islam. Karena di Kecamatan Donggo mayoritas

beragama Islam. 6

Disini dapat terlihat ketika tiba datangnya bulan suci ramadhan semua

warga masyarakat baik orang tua, remaja perempuan atau laki-laki serta orang

dewasa berbondong-bondong ke sungai untuk membersihkan diri mereka dari

segala gangguan mahluk halus dan perbuatan buruk yang disengaja atau tidak,

dengan maksud menghayutkan semua gangguan mahluk halus dan perbuatan

6
Ibrahim, Wawancara Pribadi, Jakarta, 3 April 2010
22

buruk yang tidak disengaja atau disengaja agar hanyut dengan derasnya air sungai

yang mengalir.

Hal yang lain tentang kebudayaan dapat dilihat dari segi ritual adat yang

terdapat disana, masyarakat disana sangat menjunjung tinggi nilai-nilai

keagamaannya seperti harus bisa membaca Al-Qur’an yang baik dan benar ketika

mereka akan menikah.

D. Kondisi Ekonomi

Dalam kehidupan masyarakat di Bima khususnya di Desa Palama

Kecamatan Donggo, masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian sebagai

petani. Mereka mengandalkan dan memanfaatkan persawahan dan ladangnya

untuk bercocok tanam dan untuk memenuhi kehidupannya setiap hari. Masyarakat

disana memanfaatkan ladang dan sawahnya untuk menanam seperti: padi, kacang-

kangan, cabe, tomat, dan sebagainya.

Hal yang paling menonjol dalam bercocok tanam di ladang yaitu sering

ditanami kacang kedelai karena kacang kedelai ini sangat menguntungkan

hasilnya apabila sudah dijual karena nilai jualnya sangat tinggi. Lahan pertanian

yang berupa dataran rendah dan dataran tinggi dimanfaatkan oleh masyarakat

untuk bercocok tanam menananam padi.. 7

Areal persawahan disana cukup luas tetapi masyarkat disana masih

membeli tanah persawahan di luar daerahnya karena mereka mempercayai bahwa

areal persawahan disana tepatnya di Tolo Oi Sumbawa sangat luas dan dapat

7
Ibid
23

menghasilkan panen yang lebih banyak dan dapat menguntungkan sebagai sumber

penghasilan utama mereka. Apabila awal tahun mereka berbondong-bondong

untuk bercocok tanam didaerah Tolo oi yaitu di Sumbawa.

Masyarakat disana memanfaatkan hewan peliharaannya seperti kuda,

sapi dan kerbau untuk menunjang perekonomian mereka. Mereka memeras susu

kuda untuk dijual dan sesekali menjual kerbau atau sapinya untuk memenuhi

kebutuhan mereka kalau ada acara besar seperti pernikahan. Masyarakat disana

pun masih mengenal sistem barter dalam pembelian apabila mereka membeli lauk

pauk kemudian mereka membayarnya dengan beras.

Kondisi perekonomian di desa Palama Kecamatan Donggo sangat lemah

karena disana masih banyak orang yang tidak bersekolah sampai jenjang yang

lebih tinggi karena kekurangan dari segi ekonominya dan lingkungannya yang

tidak strategis jauh dari pusat kota dan jarangnya alat transportasi yang terdapat

didesa tersebut karena medannya yang sulit dilalui kendaraan umum karena

dikelilingi gunung-gunung dan jurang.


BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PEMINANGAN

A. Kriteria dalam Penentuan Jodoh

Sebelum memasuki ke jenjang rumah tangga, seseorang harus menemukan

jodohnya terlebih dahulu karena jodoh memegang peranan penting dalam

menciptakan sebuah bangunan rumah tangga yang didirikan agar kokoh, damai,

tentram, dan sejahtera dalam bingkai mawaddah wa rahmah. Jodoh memang

bukan merupakan syarat akan sahnya sebuah pernikahan, tetapi jodoh itu perlu

dicari. Banyak masyarakat yang kurang memahami dan mendalami pesan-pesan

agama, sering berucap bahwa jodoh itu ada ditangan tuhan.

Seorang laki-laki yang sudah masanya memasuki kehidupan rumah tangga

dianjurkan mencari jodohnya yang sekufu, selevel, setingkat dan sepaham, karena

jodoh merupakan salah satu yang menentukan terciptanya keharmonisan rumah

tangga dan komunikasi antara keluarga dari pihak suami dan pihak istri dan agar

tidak ada pembatas atau jurang pemisah antara keluarga kedua belah pihak. 1

Dalam penentuan jodoh antara pria dan wanita, menurut syafi’i, harus

mempertimbangkan empat perkara:

1. Suku Bangsa

Menurut Syafi’i setiap nasab diperhitungkan kepada Bangsa dari ayahnya,

karena apabila ayahnya berkebangsaan berbeda dengan ibunya maka

apabila menikah dengan kebangsaan dari ibu maka dianggap tidak

sejodoh.

1
Mohammad Asmawi, Nikah Dalam Pebincangan dan Perbedaan, (Jakarta: Darussalam,
2004) Cet Ke-1, h. 148

24
25

2. Agama

Identitas agama dalam memilih jodoh, menurut syafi’i, bukan semata-mata

harus pemeluk agama Islam melainkan kadar ketakwaan dalam

mengamalkan ajaran yang disyariatkan agama Islam. maksudnya yaitu

wanita baik dan taat tidak sejodoh dengan pria yang fasik.

3. Merdeka (bukan budak)

Masalah identitas merdeka yang menjadi pertimbangan mencari jodoh

sama juga, yaitu bahwa perempuan yang merdeka (bukan budak) sejodoh

dengan laki-laki merdeka.

4. Status sosial

Perempuan yang status sosialnya terhormat seperti anaknya komisaris

tidak sejodoh dengan laki-laki yang menjadi tukang parkir, tukang sapu

jalan, dan sebagainya.

Sedangkan masalah yang berkaitan dengan kekayaan, Imam Syafi’i tidak

memasukkan kedalam kategori setingkat dengan perjodohan, maka perempua

kaya sejodoh dengan laki-laki miskin. Imam Syafi;i juga menetapkan bahwa

jodoh itu diperhitungkan kepada pihak perempuan, bukan kepada pihak laki-laki.

Jadi laki-laki bebas dalam menentukan jodohnya dan setiap perempuan dari segi

kriteria apa saja sejodoh dengan laki-laki mana pun. 2

Pendapat Imam Hanbali dalam menentukan kriteria memilih jodoh sama

seperti Imam Syafi’i akan tetapi ada satu yang berbeda pendapat tentang masalah

2
Ibid, h. 150
26

kekayaan, Imam Hanbali mengatakan kalau laki-laki miskin tidak sejodoh dengan

perempuan kaya.

Menurut Imam Hanafi memiliki sedikit perbedaan dengan Imam Hanbali

dan Imam Syafi’i mengenai kriteria Islam dan merdeka. Menurut Imam Hanafi

laki-laki muslim tetapi ayahnya non muslim tidak sejodoh dengan perempuan

muslimah yang juga ayahnya muslim. Perempuan merdeka dari lahir tidak

sejodoh dengan laki-laki yang pernah jadi budak. 3

Kriteria agama yang diajukan Imam Maliki sama seperti Imam Syafi’i dan

Imam Hanbali. dalam kriteria memilih jodoh Imam Maliki menambahkan harus

sama-sama sehat jasmani. perempuan yang sehat jasmani tidak cacat baik fisik

maupun psikis tidak sejodoh dengan laki-laki yang cacat, seperti gila, buta dan

sebagainya. Adapun kriteria kaya, bangsawan, status sosial dan merdeka tidak

termasuk kriteria dalam memilih jodoh. Kriteria yang diberikan oleh Imam Maliki

sangat fleksibel dan tidak ada kesan diskriminasi.

Pendapat Imam Maliki ini sesuai dengan perkembangan zaman di mana di

era globalisasi ini komunikasi antar umat sangat dekat dan mudah dijangkau

dengan kecanggihan tekhnologi yang semakin hari semakin modern. Juga sekat-

sekat sudah tidak ada yang membedakan antara ras untuk mengadakan suatu kerja

sama yang menguntungkan antara kedua belah pihak.

Demikian juga, dalam hal pernikahan tidak terbatas pada status ekonomi,

tetesan darah biru, miskin, kaya, bahkan bisa antarnegara. Pendapat ini sangat

didukung oleh firman Allah Swt:

3
Ibid, h. 151
27

( 13 : 49 \ ‫)اﻟﺤﺠﺮات‬
Artinya: “Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal; mengenal
sesungguhnya orang yang paling mulia diantaranya kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
maha mengetahui lagi maha mengenal.” (Q.S.Al-Hujaraat [49]:13)

Ayat diatas menjelaskan bahwa orang yang paling mulia disisi Allah Swt,

bukan karena bangsa dan sukunya melainkan pada kadar nilai-nilai ketakwaannya.

Dan di antara bangsa-bangsa yang ada didunia fana ini tidak ada kelebihan dan

keistimewaan antara bangsa yang satu dengan yang lain dan antara suku satu

dengan suku yang lain. demikian juga orang yang meminang perempuan yang

akan dipinang jangan dilihat dari kekayaan, kebangsaan dan kecantikannya,

melainkan yang terpenting kadar akhlaknya.

B. Tata Cara dalam Peminangan

Sebelum memulai langkah-langkah meminang, seseorang yang akan

menikah harus tahu secara pasti bahwa tidak ada larangan-larangan syariah yang

menghalanginya menikah, baik untuk masa tertentu maupun untuk selamanya.

Misalnya, orang lain sudah lebih dulu meminang wanita yang telah dipinang oleh

orang lain, sebab ini akan menyakitkan pihak peminang yang pertama. 4

4
Al-Shabbagh Mahmud, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam. PT Remaja
Rosdakarya Offset, Bandung: 1991 h. 67
28

Kadang kala kasus ini bisa menimbulkan perpecahan di kalangan keluarga

yang terkait, bahkan bisa juga menimbulkan keributan yang mengganggu

keamanan.

Jika pinangan orang yang pertama tidak diterima atau ia telah mengijinkan

peminang kedua untuk meminang menggantikan dirinya., maka pinangan disini

diperbolehkan. Sekaligus boleh melakukan prosedur-prosedur selanjutnya jika

syarat keagamaan dan kebaikan kedua belah pihak telah terpenuhi, di samping

tidak ada halangan syariah. Kedua faktor ini, merupakan syarat mutlak untuk

memulai khitbah (lamaran). Oleh sebab itu jika salah satu diantaranya tidak

terpenuhi, maka tidak ada khitbah ataupun pernikahan. 5

Adapun tata cara peminangan yaitu sebagai berikut:

1. Cara Memandang

Sebelum melakukan akad pernikahan, melihat wanita yang akan dinikahi,

dianjurkan bahwa disunnahkan agama. Melihat calon istri untuk mengetahui

penampilan dan kecantikannya, dipandang perlu untuk mewujudkan kehidupan

rumah tanggga yang bahagia dan sekaligus menghindari penyesalan setelah

menikah. 6

Syara mensunnahkan seseorang untuk memandang kepada wanita yang

hendak dipinangnya. Demikian pula, si wanita yang dipinang juga disunnahkan

memandang kepada pria yang meminangnya, sebelum menyatakan menerima

pinangan itu. Sebab, sesuai dengan tabiatnya, manusia menyukai dan merindukan

5
Ibid, h. 68
6
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Penikahan dan Keluarga, (Jakarta: elSAS, 2008),
Cet Ke-2, h. 11
29

sesuatu yang indah. Dalam hati, ia selalu merasa tentram, bahagia, dan penuh

emosi ketika ia melihat dan mendapatkan sesuatu yang indah.

Oleh sebab itu, keindahan merupakan unsur penting ketika memilih

pasangan. Jumhur ulama berpendapat, bahwa pria boleh memandang wajah dan

dua telapak tangan si wanita yang dipinangnya dan yang lainnya tidak boleh.

Sebab memandang wajah bisa mewakili kecantikan (seorang wanita), sedangkan

memandang kedua telapak tangan bisa mewakili subur tidaknya tubuh (seorang

wanita).

Pengenalan atau lazim diketahui sebagai ta’aruf, menambahkan wawasan

kepada pria dan wanita akan keberadaan serta kepribadian masing-masing. Usaha

untuk saling mengenal dapat tercapai dengan baik efektif, melalui pertemuan

biologis antara keduanya. Sebuah pernikahan tentu tidak mesti dengan melihat

dan dilihat.

Demikian pula, mencukupkan diri memandang foto atau lukisan sama sekali

tidak menjamin bisa menimbulkan persetujuan untuk menikah atau

menggambarkan kenyataan secara cermat. Yang terbaik adalah ajaran yang

dibawa oleh Islam. Sebab prinsip ini memberikan hak kepada kedua belah pihak

untuk saling memandang di samping menghindari berdua-duan demi menjaga

keharmonisan dan nama baik masing-masing pihak. 7

Banyak orang yang meremehkan masalah ini. Ia pun membolehkan putri

atau kerabat-kerabat wanitanya berkumpul berduaan dengan si peminang tanpa

didampingi oleh muhrim, dibiarkan pergi kemana saja dengan tanpa pengawasan
7
Al-Shabbagh Mahmud, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam. PT Remaja
Rosdakarya Offset, Bandung: 1991 h. 71
30

dan bimbingan. Padahal inilah yang diharamkan menurut syara’ ini bisa

mengakibatkan kaum wanita tercemar. Bahkan sering berakhir dengan kegagalan

bukan pernikahan. 8

Sebuah pernikahan tentu tidak harus melalui proses pinangan. Dan lamaran

tidak mesti dengan melihat dan dilihat. Sebab pernikahan dapat saja terjadi tanpa

melalui rute lamaran dan lihat melihat, sungguhpun demikian, nabi SAW tetap

mengingatkan bahwa melihat lamaran akan lebih menambah gairah ketenangan

batin bagi keduanya. 9

2. Mengenali Sifat-sifat yang Lain

Orang yang paling baik dan hati-hati adalah orang yang tidak memasuki

suatu tempat sebelum ia mengetahui baik dan buruknya suasana tempat yang

hendak ia masuki. Pengenalan sebelum menikah tidak terbatas pada cantik atau

tidaknya calon pasangan yang dikehendaki, adapun sifat-sifat yang bertalian

dengan akhlak, dapat diketahui dari sifat lahirnya atau melalui informasi dari

orang-orang dekat dengannya misalnya sanak kerabatnya yang dapat dipercaya,

seperti ibu dan saudara-saudara perempuanya. 10

Tetapi janganlah ia meminta komentar tentang ahklak dan perilaku calon

pasangannya kecuali dari orang-orang yang benar-benar tahu dan jujur,

8
Ibid, h. 72
9
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antar Mazhab,
(Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), Cet Ke-1, h. 141
10
Sayyid Sabiq, Pengantar Imam Hasan al-Banna, Fiqh Sunnah Jilid 2, (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006), Cet Ke-1, h. 510
31

mengetahui lahir batin, dan tidak kepada orang yang suka kepadanya sehingga ia

tidak mau mengungkapkan keadaan yang sebenarnya atau bahkan menguranginya.

Yang penting harus hati-hati jika meminta pendapat orang lain, sehingga

tidak tertipu dan terkecoh, yang nantinya dapat mengakibatkan ketidakpuasaan

atau mencintai wanita selain istrinya. Inilah diantaranya penyebab orang

melakukan poligami.

3. Menguatkan Pinangan

Jika kedua belah pihak setuju untuk menjadi suami istri, maka lamaran di

sini bisa diterima oleh kedua belah pihak. Dan masing-masing pihak berusaha

untuk memperkokoh hubungan dengan orang lain sedemikian rupa demi

memperkuat hubungan baru. 11 Seringkali pinangan diikuti oleh penyerahan mahar

baik seluruhnya maupun sebagian, atau manyerahkan hadiah-hadiah yang sedikit

banyak terserah pada masyarakat.

Namun semua itu belum berarti sudah mengizinkan kedua calon untuk

berduaan selama belum dilangsungkan akad nikah. Sebab pinangan hanyalah

langkah pendahuluan bagi akad nikah.

Kedua belah pihak berhak menarik kembali pinangannya tanpa ada

hukuman material sebagai konsekuensi orang menarik kembali pinangan tanpa

ada alasan yang memaksa diklasifikasikan sebagai tindakan yang tecela. Sebab

pinangan adalah janji untuk menikah, barang siapa yang mengabaikan janjinya

tanpa ada alasan yang memaksa, berarti mengingkari janji.

11
Al-Shabbagh Mahmud, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam. (PT Remaja
Rosdakarya Offset, Bandung: 1991), h. 73
32

Kalau pinangan ditarik kembali, karena sebab-sebab tertentu, mahar yang

telah diberikan oleh peminang kepada pinangannya berhak diminta kembali jika

akad nikahnya tidak jadi karena mahar diberikan sebagai ganti dan imbalan dalam

pernikahan. Selama pernikahan itu belum terlaksana maka pihak perempuan

belum mempunyai hak sedikit pun terhadapnya dan wajib ia kembalikan

kepadanya karena barang itu dialah yang punya.

Sedangkan hadiah-hadiah atau pemberian-pemberian yang telah

diberikannya maka hukumnya sama dengan hibah. Secara hukum, hibah itu tidak

boleh diminta kembali karena merupakan suatu pemberian sukarela dan tidak

bersifat sebagai pengganti dari sesuatu. 12 Karena mahar tidak termasuk pemberian

murni atau sumbangan murni seperti cincin, kalung dan arloji. Sebab calon suami

memberikan itu kepada si calon istri agar dipakai, dijadikan hiasan calon

istrinya. 13

Tidak sepatutnya sang peminang yang ditolak menafsirkan penolakan dari

wanita itu sebagai penghinaan yang tak bisa dimaafkan dan kesalahan yang tak

bisa diampuni serta aib yang tidak bisa dihapuskan dengan air samudera.

Sehingga, ia menempuh jalan pintas dan bodoh, sampai kadang-kadang bunuh diri

atau membunuh (wanita tersebut).

Hal ini tidak akan terjadi kecuali dalam masyarakat barbar dan primitif,

karena ia mengira itu sebagai balas dendam atas kehormatan dan harga dirinya.

Dengan demikian, berarti ia telah menghalalkan untuk dirinya apa yang ia

12
Sayyid Sabiq, Pengantar Imam Hasan al-Banna, Fiqh Sunnah Jilid 2, (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006), Cet Ke-1, h. 512
13
Ibid, h. 78
33

haramkan atas orang lain, berupa kebebasan pendapat dan memilih. 14 Itulah tata

cara yang harus diperhatikan ketika akan meminang wanita yang akan dijadikan

seorang istri dan teman hidup sampai akhir hayat.

Peminangan dilakukan sebagai permintaan secara resmi kepada wanita

yang akan dijadikan calon istri atau melalui wali wanita itu. Sesudah itu baru

dipertimbangkan apakah pinangan itu diterima atau tidak. Adakalanya pinangan

itu hanya sebagai formalitas saja, sebab sebelumnya antara pria dengan wanita itu

sudah saling mengenal atau menjajaki. Demikian juga, pinangan itu ada kalanya

sebagai langkah awal dan sebelumnya tidak pernah kenal secara dekat, atau hanya

kenal melalui teman dan sanak kerabat. 15

Maksud dari meminang adalah seorang laki-laki meminta kepda seorang

perempuan untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang sudah umum berlaku

ditengah-tengah masyarakat. 16

Peminangan merupakan langkah pendahuluan menuju kearah perjodohan

antara seorang pria dan seorang wanita. Islam mengisyaratakannya agar masing-

masing calon mempelai dapat saling mengenal dan memahami pribadi mereka.17

Didalam fiqh Islam peminangan ini disebut dengan khitbah. Kata ini dapat

dilihat pada hadis-hadis Rasul yang berbicara tentang peminangan tersebut. Perlu

14
Abdul Hakam ash-Sha’idi, Menuju Keluarga Sakinah, (Jakarta: Akbar Media Eka
Sarana, 2005), Cet Ke-4, h
15
Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2003), Cet Ke- 1, h. 24.
16
Sayyid Sabiq, Pengantar Imam Hasan al-Banna, Fiqh Sunnah Jilid 2, (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006), Cet Ke-1, h. 50
17
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
Cet Ke-3, h. 62.
34

dijelaskan disamping peminangan, masyarakat dikenal dengan istilah yang disebut

dengan tunangan. Biasanya tunangan ini adalah masa antara pinangan (lamaran)

dengan perkawinan. Uniknya kendatipun pinangan dikenal dalam Islam, namun

tunangan tidak dikenal karena mungkin juga makna tunangan termasuklah

didalamnya.

Wirjono Prodjo juga menyebutkan di dalam bukunya istilah tunangan dan

bukan peminangan. Menurutnya keadaan tunangan ini ada, apabila telah ada

persetujuan antara kedua belah pihak untuk mengadakan perkawinan. Dan

persetujuan ini tentunya didahului dengan suatu lamaran, yaitu suatu permintaan

atau tawaran yang dilakukan oleh pihak pria kepada pihak wanita. Berbeda

dengan pandangan tersebut, Ter Haar Hazn ahli hukum adat Belanda ada

Menyatakan. “het recht van den Islam kent de vervoling niet als rechtsintituut”

(Hukum Islam tidak mengenal adanya pertunangan sebagai lembaga Hukum).

Kiranya alasan yang diberikan Ter Haar adalah karena memang Islam tidak

memberikan aturan yang rinci terhadap persoalan ini. 18

Sebagian orang mungkin tidak setuju dengan pandangan ini, namun

penting untuk dicatat, masyarakat adat telah dikenal adanya pernikahan pinangan

(aanzoek-huwelijk) yaitu suatu pernikahan yang didahului dengan adanya

pertunangan dan adanya lamaran (pinangan) sebelum bertunangan tersebut.

Menurut hukum adat bahwa suatu persetujuan untuk bertunangan baru mengikat

apabila kedua pihak yang bersangkutan mempertukarkan tanda (zithtbaar teken)

18
Amiur Nuruddin dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di Indonesia Studi
Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fiqh, UU No. 1\1974 sampai KHI, (Jakarta: Kencana
Prenada Media Group, 2006), Cet Ke-3, h. 87
35

sebagai bukti adanya persetujuan untuk itu. Dengan adanya pertukaran tanda itu

terjadilah peristiwa pertunangan, yang merupakan suatu peristiwa hukum.

Sebagai contoh didalam masyarakat Pariaman ada istilah bajapuik.

Bajapuik secara sederhana dapat dipahami melalui pepatah orang Minang yang

berbunyi (datang karena dipanggil tiba karena dijemput). Dalam sistem

matrilokalnya, hukum adat minangkabau memposisiskan suami sebagai tamu

dirumah istrinya yang disebut dengan sumando. Dalam prosesi pernikahan, selalu

laki-laki yang diantar kerumah istrinya, sebagai tanda ketulusan hati menerima

maka dijemput oleh keluarganya istri secara adat. Dalam hukum adat,

pertunangan ini merupakan lawan dari apa yang sering disebut dengan kawin lari

(wegloop-huwelijk atau schaak huwelijk), yaitu suatu perkawinan yang

diselenggarakan secara bersama-sama dan bersepakat melarikan diri atau

mengambil pergi seorang gadis oleh seorang pria, dua-duanya bermaksud untuk

hidup sebagai suami istri. 19

Peminangan juga dapat dilakukan secara terang-terangan (sarih) atau

dengan sindiran (kinayah). Mayoritas Ulama mengatakan bahwa peminangan

tidak wajib. Namun praktek kebiasaan dalam masyarakat menunjukkan bahwa

peminangan merupakan pendahuluan yang hampir pasti dilakukan. Ini sejalan

dengan pendapat Dawud al-Zahiry yang menyatakan meminang hukumnya wajib.

Betapa pun meminang adalah tindakan menuju kebaikan.20

19
Ibid, h. 89.
20
Ibid, h. 64
36

C. Syarat dalam Peminangan

Membicarakan syarat peminangan tidak dapat dipisahkan dari

pembicaraan tentang halangannya. Pasal 12 KHI menjelaskan, pada prisipnya,

peminangan dapat dilakukan terhadap seorang wanita yang masih perawan atau

terhadap janda yang telah habis masa iddahnya. Ini dapat dipahami sebagai syarat

peminanangan.

Selain itu syarat lainnya, wanita yang dipinang tidak terdapat halangan

seperti Pasal 12 ayat (2), (3), dan (4).

(2) Wanita yang ditalak suami yang masih berada dalam masa iddah raj’iah,

haram dan dilarang untuk dinikahi.

(3) Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dalam pinangan

pria lain, selama pinangan pria tersebut belum putus atau belum ada

penolakan dari pihak wanita.

(4) Putus pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya

hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminangan telah

menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang. 21

Jadi dapat diambil suatu kesimpulan, bahwa syarat peminangan terletak

pada wanita. Ada dua macam syarat dalam meminang, yaitu syarat mustahsinah

dan syarat lazimah.

1. Syarat mustahsinah yaitu syarat yang berupa anjuran kepada seorang laki-laki

yang akan meminang seorang wanita agar ia meneliti dahulu seorang wanita yang

akan dipinangnya itu, sehingga dapat menjamin kelangsungan hidup berumah

21
Ibid, h. 65
37

tangga. Syarat mustahsinah ini bukanlah syarat yang wajib dipenuhi sebelum

peminangan dilakukan, tetapi hanya berupa anjuran dan kebiasaan yang baik saja,

Tanpa syarat ini dipenuhi tetap sah. 22 Yang termasuk syarat mustahsinah ialah:

a. Wanita yang dipinang itu hendaklah sejodoh dengan pria yang

meminangnya, seperti sama kedudukannya dalam masyarakat, sama-

sama baik bentuknya, sama dalam tingkat kekayaannya, sama-sama

berilmu dan sebagainya.

b. Wanita yang dipinang itu hendaklah wanita yang mempunyai sifat

kasih sayang dan wanita yang peranak.

c. Wanita yang akan dipinang itu hendaklah wanita yang bukan

hubungan darah dengan pria yang meminangnya. Agama melarang

seorang pria mengawini seorang wanita yang sangat dekat hubungan

darahnya. 23

d. Hendaklah mengetahui keadaan jasmani, budi pekerti dan sebagainya

dari wanita-wanita yang dipinag. Sebaliknya yang dipinang sendiri

harus mengetahui pula keadaan yang meminangnya. 24

2. Syarat lazimah ialah syarat yang wajib dipenuhi sebelum peminangan

dilakukan. Sahnya peminangan tergantung kepada adanya syarat-syarat lazimah.

Yang masuk didalam syarat-syarat lazimah yaitu:

22
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1987), Cet Ke- 2, h. 28.
23
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1987), Cet Ke- 2, h. 29
24
Ibid, h. 30
38

a. Belum dipinang oleh orang lain secara sah. Jika terdapat halangan-

halangan hukum, seperti perempuannya karena sesuatu hal haram

dinikahkan selamanya atau sementara waktu, atau telah dipinang

terlebih dulu oleh orang lain, maka ia tidak boleh dipinang. 25

b. Wanita yang menjalani masa iddah karena kematian suaminya. Seorang

perempuan yang sedang beriddah karena kematian suaminya tidak

boleh dilakukan secara terang-terangan. Wanita yang tidak dalam masa

iddah. Haram hukumnya meminang wanita yang dalam masa iddah

talak raj’i. Wanita yang dalam masa iddah talak raj’i yang lebih berhak

mengawininya kembali ialah bekas suaminya. Bekas suaminya boleh

merujuknya kapan saja ia kehendaki dalam masa iddah itu. 26

Firman Allah SWT:

( : \ ‫)اﻟﺒﻘﺮاة‬ ☺
Artinya: “Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka
janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka menikah lagi dengan
bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka
dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-
orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian.

25
Sayyid Sabiq, Pengantar Imam Hasan al-Banna, Fiqh Sunnah Jilid 2, (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006), Cet Ke-1, h. 505
26
Ibid, h. 31
39

Itu lebih baik dan lebih suci. Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 232)

Salah satu pendapat dalam mazhab syafi’i mengkiaskan wanita yang

dalam massa iddah talak bain kepada wanita yang dalam iddah karena suaminya

meninggal dunia. Karena itu mereka berpendapat bahwa wanita yang dalam masa

iddah talak bain boleh dipinang dengan sindiran. 27

Pengkiasan diatas dapat diterima karena wanita yang dalam masa iddah

talak bain, sekalipun dalam masa iddah itu masih diberi nafkah oleh bekas

suaminya dan masih dibolehkan tinggal dirumah bekas suami, tetapi hak bekas

suaminya nikah dengannya sama dengan hak pria lain. Bahkan terhadap wanita

yang dicerai tiga kali oleh bekas suaminya, orang lainlah yang lebih berhak

mengawininya, sedang bekas suaminya itu baru boleh menikah dengannya

kembali setelah bekas istri itu kawin dengan laki-laki lain, kemudian bercerai dan

habis masa iddahnya. Lain halnya wanita yang dalam masa iddah talak raj’i bekas

suaminya adalah yang berhak merujuknya.

c. Wanita yang dipinang itu hendaklah wanita yang boleh dinikahi atau

dengan perkataan lain ialah bahwa wanita itu bukanlah mahram dari

laki-laki yang akan meminangnya.

Tentang hukum pernikahan yang dilaksanakan kemudian setelah

peminangan terlarang itu berbeda pendapat para ulama. Menurut Ahmad bin

Hanbal dan Imam al-Syafi’i dan Abu Hanifah nikah tersebut adalah sah dan tidak

dapat dibatalkan. Menurut ulama Zhahiriy perkawinan tesebut tidak sah dengan

arti harus dibatalkan. Sedangkan pendapat ketiga di kalangan Malikiyah

27
Ibid, h. 32
40

berpendapat bila telah berlangsung hubungan kelamin dalam pernikahan itu, maka

pernikahan tersebut tidak dibatalkan sedangkan bila belum terjadi hubungan

kelamin dalam pernikahan itu maka pernikahan tersebut mesti dibatalkan.28

D. Hikmah dalam Peminangan

Pinangan berarti mengajukan usulan untuk menyatukan sepasang calon

mempelai, yang melalui itu diharapkan lahir satu mahluk yang saling

melengkapi, 29

: \ ‫)اﻟﻨﺒﺎء‬ ☯
(
Artinya: “ Dan Kami ciptakan kalian secara berpasang-pasangan. “
(Q.S. An-Naba’ [76]: 8)

Juga mampu berkembangbiak firman Allah:

( : \ ‫☯ )اﻟﻨﺴﺎء‬ ⌧
Artinya: “ Dari suami istri itu, Kami mengembangbiakkan sejumlah besar kaum
pria dan wanita.” (Q.S. An-Nisa [4]: 1)

Maksudnya pinangan adalah usulan untuk membangun satu konstruksi yang

landasannya yaitu keluarga, menyempurnakan dua komponen yaitu pria dan

wanita. Setiap pendirian bangunan harus teliti, dihitung secara cermat,

direncanakan dan dimungkinkan memberikan jaminan keselamatan kepada

bangunan yang bersangkutan. Misalnya, bata yang keras tidak diletakkan diatas

28
Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh Munakahat dan
Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta: Prenada Media, 2007), Cet Ke-2, h. 54
29
Al-Shabbagh Mahmud, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam. PT Remaja
Rosdakarya Offset, Bandung: 1991 h. 60
41

bata yang lembek, yang berakibat akan menghancurkan bangunan dan tidak

memberikan manfaat. 30

Ketika seorang pria melihat wanita cantik yang memenuhi selera seksualnya,

lalu timbul keinginan untuk menikahinya, apakah mengesampingkan

pertimbangnan-pertimbangan tertentu? Tidak demikian, sebab tujuan pernikahan

bagi manusia bukanlah semata-mata kaum pria ingin memenuhi panggilan

nalurinya, kemudian selesai begitu saja. Tujuan pernikahan adalah membangun

kelurga yang dapat melangsungkan hubungan hubungan dengan para kerabatnya

selama hidup di bumi. Firman Allah Swt:



( : \ ‫)اﻟﻔﺮﻗﺎن‬
Artinya: “Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu Dia jadikan
manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan menantu menjadi
anaknya, sehingga bangunan yang didirikannya menjadi tegak.”
(Q.S Al-Furqan [25]: 54)

Demikian pula persoalannya bagi wali yang sah dari si calon mempelai

wanita. Sebelum menerima calon suami dari orang yang diwakilkannya, ia tidak

boleh tertarik oleh penampilan, kekayaan atau kekuatan keluarganya. Tetapi ia

harus meneliti secara cermat apakah orang ini pantas menjadi suami dan ayah

bagian anak-anak si wanita yang diwakilkanya? Apakah keluarga si pria pantas

menjadi keluarga si wanita, karena sifat dan watak si anak menurun dari kedua

30
Ibid, h.61
42

belah pihak tidak hanya dari satunya saja. Jadi proses kecermatan memilih calon

ayah dan calon ibu sama-sama penting. 31

Dari sini jelas hikmah dari adanya pinangan yaitu memberikan kesempatan

kepada kedua belah pihak untuk mempelajari secara cermat akhlak, adat istiadat

dan potensi-potensi yang dimilikinya oleh pihak lain hingga mereka mantap

bahwa pernikahan yang didahului oleh pinangan ini, telah menyuguhkan faktor-

faktor yang menyebabkan keberuntungan dan kemantapan. Sekaligus rumah

tangga baru yang segera diresmikan ini atas izin Allah SWT, bakal menjadi

padang rumput yang cocok dan menyenangkan.

31
Ibid, h. 62
BAB IV

PROSESI PEMINANGAN MENURUT ADAT BIMA DALAM

PRESPEKTIF ISLAM

A. Prosesi Peminangan Menurut Adat Bima di Kecamatan Donggo

Peminangan adalah salah satu tindakan pendahuluan sebelum menginjak

pada jenjang pernikahan, yang tentunya berdasar atas suatu pesetujuan/perjanjian

antara kedua belah pihak, yaitu antara seorang pria dengan wanita.

Di Bima tepatnya di desa Palama Kecamatan Donggo, setiap pernikahan

yang dilaksanakan akan didahului dengan acara peminangan. Sebelum melakukan

acara yang paling sakral yaitu pernikahan biasanya pemuda-pemudi yang sudah

siap untuk berumah tangga akan mencari pasangan hidupnya sesuai dengan

kriteria yang akan mereka pilih. Akan tetapi dalam hal mencari dan memilih

pasangan hidup kebanyakan orangtua dari masing-masing pihak ikut berperan

serta dalam menentukan jodoh anaknya. Adapun kriteria yang biasa diterapkan

dalam penentuan jodoh yang terdapat didesa Palama Kecamatan Donggo yaitu: 1

1. Seagama maksudnya apabila ingin menikah masyarakat di sana harus

mengutamakan agamanya terlebih dahulu dan harus satu aqidah dan satu

kepercayaan yaitu agama Islam. Karena masyarakat di sana mayoritas

beragama Islam dan kehidupannya sangat kental dengan nilai-nilai

Islami.

1
Kadir, Wawancara Pribadi, Bogor, 17 Juni 2010

43
44

2. Sekufu yaitu harus sama derajatnya, baik tingkat pendidikannya dan

tingkat keturunannya. Masyarakat di Bima khususnya di desa Palama

apabila mencari pasangan hidup harus yang tingkat pendidikannya setara

dan keturunnannya. maksudnya antara kedua belah pihak sepadan.

3. Sesuku yaitu lebih mengutamakan yang satu suku, apabila mencari calon

pendamping hidup. Kebanyakan masyarakat di sana lebih mengutamakan

sesuku karena agar proses beradaptasinya lebih mudah karena masyarakat

di sana menganggap dan meyakini apabila menikah dengan sesukunya

maka tali persaudaraannya akan lebih erat.

4. Tidak boleh satu saudara, saudara sesusuan dan orang tua seperti saudara

kandung, paman, bibi, adik, kakak, kakek, nenek, ibu, bapak. kecuali

apabila saudara tersebut sudah jauh dari garis keturunan bapak atau pun

ibu.

Setelah melakukan penentuan jodoh dan jodoh tersebut sesuai dengan

kriteria diatas maka tahapan selajutnya yaitu melakukan prosesi peminangan.

Dalam prosesi peminangan ini harus sesuai menurut adat Bima yang biasa

dilakukan oleh masyarakat didesa Palama tersebut. Adapun tahapan-tahapan yang

biasa dilakukan dalam prosesi peminangan menurut adat Bima yaitu: 2

1. Keluarga dari calon mempelai pria datang ke rumah calon mempelai

wanita untuk menanyakan apakah calon mempelai wanita yang

dimaksud sudah ada yang meminang atau belum, atau dengan mencari

2
Husen, Wawancara Pribadi, Bima, 17 September 2009
45

informasi dari tetangga terdekatnya. Apabila belum ada yang meminang

maka lamaran akan dilaksanakan.

2. Keluarga dan calon mempelai pria datang ke rumah calon mempelai

wanita untuk meminang wanita yang diinginkannya bersama saudara,

kerabat, tokoh agama dan masyarakat yang ikut mengiringi dan

meramaikan jalannya prosesi peminangan tersebut.

3. Pihak dari calon mempelai pria saat melamar harus membawa ketiga

syarat yang diwajibkan yaitu kapur sirih, daun sirih dan buah pinang,

kemudian ketiga syarat wajib itu ditaruh diatas piring dan uang

sekedarnya hanya sebagai tanda nominal uang yang akan dibawa saat

seserahan, seperti 10.000 berarti 1000.000.

4. Setelah beberapa hari diutuslah kerabat atau saudara dari pihak keluarga

calon mempelai pria untuk datang menanyakan mahar apa yang

diingikan oleh pihak calon mempelai wanita.

5. Selama proses menunggu acara pernikahan dilaksanakan biasanya calon

mempelai pria membantu segala aktivitas sehari-hari yang dilakukan

oleh keluarga calon mempelai wanitanya, seperti pergi keladang dan

lain-lain.

Tahapan-tahapan diatas merupakan adat yang biasa dilakukan oleh calon

mempelai yang akan menikah baik dalam penentuan jodoh atau pun dalam prosesi

peminangannya. Adapun penjelasan secara rinci dalam penentuan jodoh dan

prosesi peminangan menurut adat Bima tepatnya didesa Palama Kecamatan

Donggo yaitu dalam penentuan jodoh hal yang paling penting yang harus
46

diperhatikan pertama kali yaitu agama. Dimana calon mempelai baik dari pria

atau wanitanya harus seagama.

Masyarakat di sana sangat menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan

menanamkannya kepada keluarganya sejak kecil hal ini dapat dilihat dari

pengajaran ngaji yang diberikan oleh orang tua mereka sejak kecil dan ketika

sudah baligh (besar) sudah hatam Al-Qur’an. Didesa Palama juga banyak guru

ngaji sehingga banyak rumah yang dijadikan TPA untuk mengajari anak-anak

mengaji. Semua ini dilakukan dengan tujuan agar mereka memahami dan

mengetahui dasar hukum dan syariat Islam. Sehingga apabila sudah besar menjadi

manusia yang taat beribadah dan mereka memahami hak dan kewajiban mereka

dalam kehidupan berumah tangga.

Selain agama hal lain yang lebih diutamakan dan diperhatikan yaitu sekufu

atau sepadan. Apabila salah satu dari mereka (wanita dan pria) tidak sekufu baik

dari segi kekayaan, tingkat pendidikan dan jabatan, kiranya cukup sulit untuk

disatukan walaupun keduanya sudah saling menyayangi akan tetapi hambatan dari

keluarga kedua belah pihak yang membentenginya sehingga sulit untuk

melakukan pendekatan karena pihak keluarga (orang tua) apabila melihat anaknya

dekat dengan salah satu pihak (wanita atau pria) yang latar belakang keluarganya

tidak sama baik dari segi pendidikan ataupun kekayaan dan jabatannya maka

orang tua dari salah satu pihak baik dari keluarga wanita atau pun keluarga pria

kurang menyetujui hubungan anaknya (pria atau pun wanita) dan ada yang sama

sekali tidak setuju karena latar belakang keluarganya yang berbeda tersebut. 3

3
Kadir, Wawancara Pribadi, Bogor, 17 Juni 2010
47

Kemudian dalam hal sesuku atau sebangsa masyarakat didesa Palama

Kecamatan Donggo sangat menjunjung tinggi rasa persatuan dan persaudaraan

antara suku. Sehingga dalam mencari dan memlih jodoh kebanyakan masyarakat

disana mengutamakan yang satu suku dengannya karena mereka menganggap

apabila mereka berkeluarga dengan yang satu suku maka rasa persaudaraan dan

persatuan antara suku mereka semakin erat dan tidak terputus karena perbedaan

suku. Apabila menikah dengan yang berbedaan suku dengan mereka, masyarakat

disana menganggap tali persaudaraannya akan jauh dan tidak erat lagi karena

tidak sesuku dengannya. Masyarakat di sana berfikir bahwa apabila ada salah satu

keluarga yang menikah dengan yang berbeda suku dan keluarga dari suku mereka

(Bima) sudah meninggal maka tali persaudaraan akan menjadi jauh. Alasan yang

lain dalam kriteria mencari pasangan hidup yang sekufu yaitu agar mudah

beradaptasi dengan keluarga antara kedua belah pihak. 4

Adapun kriteria yang terakhir dalam penentuan jodoh yaitu masyarakat di

sana dalam mencari dan memilih jodoh masyarakat di sana tidak boleh mencari

jodoh yang masih ada hubungan mahram dengannya seperti saudara

kandung,saudara sesusuan, dan saudara dekat karena haram hukumnya. Akan

tetapi apabila mereka saudara jauh seperti saudara dari nenek atau dari buyut

boleh untuk dinikahi karena mereka menganggap akan lebih erat tali

persaudaraannya. Demikianlah kriteria dalam mencari dan memilih jodoh yang

biasa dilakukan oleh masyarakat didesa Palama Kecamatan Donggo Kabupaten

4
Ibid
48

Bima tersebut. Setelah selesai dan cocok dalam prosesi pencarian sesuai kriteria

tersebut maka tahapan selanjutnya yaitu prosesi peminangan.

Dalam prosesi peminangan menurut adat Bima biasanya hal yang pertama

dilakukan yaitu mencari informasi terlebih dahulu baik dari keluarganya langsung

ataupun dari tetangga terdekatnya untuk menanyakan apakah wanita tersebut

sudah ada yang meminang atau belum dalam kata lain sudah dipinang atau dalam

ikatan pria lain. Apabila belum ada yang meminang, maka tahapan selanjutnya

yaitu pihak keluarga dan calon mempelai pria datang ke rumah keluarga wanita

dengan tujuan untuk meminang wanita yang ingin dijadikan istri oleh pria

tersebut. 5

Dalam meminang keluarga dari pihak pria dan calon mempelai pria datang

bersama saudara, kerabat, dan tokoh masyarakat yang ikut meramaikan jalannya

prosesi peminangan tersebut. Dalam prosesi peminangan menurut adat Bima tidak

ada penyambutan khusus dari keluarga calon mempelai wanita terhadap keluarga

calon mempelai pria yang datang untuk meminang, hanya penyambutan biasa

yang dilakukan oleh keluarga calon mempelai wanita sebagai bentuk

penghormatan kepada tamu dan menghargainya.

Dalam meminang pihak keluarga pria tidak boleh melupakan syarat wajib

dalam peminangan menurut adat Bima. Syarat wajib tersebut berupa kapur sirih,

daun sirih, dan buah pinang. Ketiga bentuk alat ini tidak boleh dilupakan dan

harus dibawa kerumah keluarga calon mempelai wanitanya. Karena ketiga bentuk

alat ini sebagai syarat wajib dalam prosesi peminangan menurut adat Bima. Pihak

5
Sulaeman, Wawancara Pribadi, Bogor, 21 Maret 2010
49

keluarga calon mempelai pria dalam meminang tidak boleh melupakan syarat

wajib yang menjadi adat Bima sejak zaman nenek moyang yaitu dengan

membawa alat-alat seperti daun sirih, buah pinang dan kapur sirih. Kemudian

ketiga alat ini dibungkus dengan sapu tangan kemudian ditaruh diatas piring dan

uang berapa saja sebagai simbol nominal uang yang akan dibawa saat seserahan.

Hal inilah yang dinamakan sodiangi. Maksud dari ketiga alat ini yaitu sebagai

bentuk atau tanda bahwa telah terjadinya peminangan. Adapun makna dari ketiga

bentuk syarat wajib ini yaitu: 6

a. Kapur sirih yaitu bermakna suci dan bersih/putih bahwa suatu perkawinan

itu suci yaitu ikatan yang sah antara pria dan wanita dan dianjurkan oleh

Rasululah SAW untuk menikah.

b. Daun sirih yaitu bermakna kesuburan bahwa dalam memilih seorang

wanita harus subur peranakannya agar kelak memperoleh keturunan.

c. Buah pinang bermakna untuk mengusir roh jahat yang akan menganggu

kehidupan berumah tangga dan agar rumah tangga tersebut dapat langgeng

sampai akhir hayat.

Itulah maksud dari ketiga bentuk syarat peminangan menurut adat Bima,

masyarakat di sana menggunakan kapur sirih, daun sirih dan buah pinang karena

mereka meyakini ketiga alat ini dapat menyembuhkan orang yang kesurupan dan

mengusir mahluk halus sehingga alat ini pun digunakan sebagai syarat

peminangan agar kedua calon mempelai yang akan mengarungi bahtera rumah

6
Ma ati, Wawancara Pribadi, Bima, 12 Maret 2010
50

tangga terhindar dari gangguan mahluk halus dan agar lancar acara pernikahan

mereka tanpa ada halangan sedikitpun.

Setelah semua persyaratan yang dibawa oleh keluarga calon mempelai pria

sudah lengkap, kemudian pihak dari keluarga calon mempelai wanita memberikan

kain nggoli (kain asli tenunan Bima) sebagai syarat diterimanya pinangan.

Apabila pinangan sudah diterima oleh keluarga dari pihak calon mempelai wanita,

maka calon mempelai pria harus membantu segala aktifitas yang dilakukan oleh

keluarga calon mempelai wanita selama proses menunggu acara pernikahan

dilaksanakan.

Setelah pinangan itu diterima oleh calon mempelai wanita dan keluarganya,

lalu selang satu minggu ada salah seorang keluarga dari calon mempelai pria atau

sering disebut penati dalam bahasa Bima bertugas untuk mewakili keluarga dari

calon mempelai pria untuk mendatangi keluarga calon mempelai wanita untuk

membicarakan mahar yang akan dibawa nanti.

Disana biasanya setelah meminang, acara pernikahan tidak langsung

dilaksanakan. Karena harus mempersiapkan mahar sesuai permintaan dari

keluarga pihak perempuan. Tetapi hal itu sesuai keinginan atau kesanggupan dari

calon mempelai pria, apabila mereka sudah menyanggupi dan membawa mahar

sesuai permintaan, maka acara pernikahan pun dapat dilaksanakan tanpa harus

menunggu berlama-lama, akan tetapi apabila calon mempelai pria belum

mempersiapkannya maka harus menunggu sampai mereka dapat memberikan

mahar tersebut. Selama proses menunggu calon mempelai pria harus membantu
51

kegiatan yang biasa dilakukan oleh keluarga calon mempelai wanita seperti

kesawah dan keladang dan lain sebagainya.

Dalam membicarakan hal mahar di Bima khususnya didesa Palama

Kecamatan Donggo, mahar harus sesuai dengan permintaan dari keluarga calon

mempelai wanita. Mahar yang harus diberikan oleh calon mempelai pria adalah

uang, alat-alat rumah tangga dan emas. Ketiga bentuk mahar ini harus wajib

dipenuhi oleh pihak calon mempelai pria, karena ketiga bentuk mahar ini sudah

menjadi tradisi atau adat dalam masyarakat Bima khususnya didesa Palama di

Kecamatan Donggo. 7

Akan tetapi apabila pihak dari calon mempelai pria benar-benar tidak

mampu atau dari segi ekonomi tidak bisa memenuhi persyaratan ketiga bentuk

mahar itu, maka bisa dibicarakan kembali antara keluarga dari kedua belah pihak.

Setelah disepakati tentang mahar kemudian keluarga calon mempelai

pria datang kembali untuk membawa mahar tersebut dan alat-alat yang lain

seperti: kayu bakar, kambing 1 atau 2 ekor, beras 50 kg dan berbagai bahan-bahan

lain yang akan dibawa ketika serah terima mahar.

Apabila tiba-tiba calon mempelai wanita membatalkan semua acara

yang sudah direncanakan dan diketahui oleh calon mempelai pria bahwa calon

mempelai wanitanya menerima pria lain, maka calon mempelai wanita tersebut

harus membayar denda sesuai permintaan calon mempelai pria dan

mengembalikan semua pemberian yang telah diberikan oleh calon mempelai pria

tersebut.

7
Sulaeman, Wawancara Pribadi, Bogor,
52

Setelah semuanya selesai kemudian pihak calon mempelai pria dan

calon mempelai wanita di tes mengaji ditempat khalayak ramai apabila diantara

salah satu pihak tidak bisa mengaji, maka acara pernikahan ditangguhkan sampai

mereka berdua benar-benar bisa mengaji. Tidak akan dilangsungkan acara

pernikahan apabila calon mempelai pria atau calon mempelai wanita tidak bisa

mengaji dengan benar. 8 Maksud dari kegiatan ini agar kedua calon memmpelai ini

mengetahui dasar hukum dan kewajibannya dalam berumah tangga, terutama bagi

pria yang akan menjadi pemimpin rumah tangga.

Itulah prosesi peminangan adat Bima khususnya di desa Palama

Kecamatan Donggo apabila ingin meminang gadis Bima, maka harus melakukan

proses tersebut sekalipun pria itu tidak sesuku yaitu sama-sama Bima, akan tetapi

pria ini ingin melamar gadis Bima dan dilakukan di Bima maka harus mengikuti

adat Bima karena tardisi ini sudah turun-temurun sejak dari zaman nenek

moyangnya. Demikian uraian tentang prosesi peminangan menurut adat Bima.

Dalam hal ini saya akan sedikit memaparkan tentang prosesi peminangan yang

terdapat disetiap dearah di Indonesia dan sebagai perbandingan dengan prosesi

peminangan yang terdapat di Bima.

Adapun berbagai bentuk prosesi peminangan yang terdapat disetiap

daerah yaitu Pernikahan adat Gorontalo dalam perkawinan adat ini tahapan yang

pertama disebut mopoloduwo rahasia, yaitu dimana orang tua dari pria

mendatangi kediaman orang tua sang wanita untuk memperoleh restu pernikahan

8
Husen, Tokoh Agama, Wawancara Pribadi, Bima, 17 September 2009
53

anak mereka. Apabila keduanya menyetujui, maka ditentukan waktu untuk

melangsungkan Tolobalango atau peminangan.

Tolobalango adalah peminangan secara resmi yang dihadiri oleh

pemangku adat pembesar negeri dan keluarga melalui juru bicara pihak keluarga

pria (lundthu dulango layio) dan juru bicara utusan keluarga wanita (lundthu

dulango walato). Penyampaian maksud peminangan dilantunkan melalui pantun-

pantun yang indah. Dalam peminangan adat Gorontalo tidak menyebutkan biaya

pernikahan (tonelo) oleh pihak utusan keluarga calon pengantin pria, namun yang

terpenting mengungkapkan mahar (maharu) dan penyampaian acara yang akan

dilaksanakan selanjutnya. 9

Adat pernikahan yang terdapat di Gorontalo sangat bernuansa Islami.

Pengaruh Islam menjadi hukum tidak tertulis di Gorontalo yang turut mengatur

segala kehidupan masyarakatnya dengan ajaran yang bersendikan Islam.

Pernikahan adat Lombok dalam adat Lombok apabila ingin menikah

maka curilah anak gadis itu, kawin lari atau lebih tepat disebut nikah lari, adalah

system adat pernikahan yang masih diterapkan di Lombok. Kawin lari atau nikah

lari dalam bahasa Sasak disebut merarik. Istilah merarik berasal dari kata dalam

bahasa Sasak ‘berari” yang artinya berlari dan mengandung dua arti. Arti yang

pertama adalah lari, inilah arti yang sebenarnya. arti kedua adalah keseluruhan

dari pelaksanaan pernikahan menurut adat Sasak. 10

9
www.geogle.com
10
M. Nur Yasin, Hukum Perkawinan Islam Sasak, (Malang: UIN Malang, 2008), Cet Ke-
1, h. 151
54

Merarik istilah bahasa setempat untuk menyebutkan proses pernikahan

dengan cara dicuri. Caranya cukup sederhana, jika kedunaya saling menyukai dan

tidak ada paksaan dari pihak lain, gadis pujaan itu tidak perlu memberitahukan

kepada kedua orang tuanya. Bila ingin menikah langsung saja bawa gadis itu

pergi dan tidak perlu izin lagi. Mencuri untuk menikah lebih kesatria

dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Namun ada aturan dalam mencuri

gadis di suku asli Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat.

Untuk urusan perjodohan suku ini menyerahkan semuanya pada anak, bila

keduanya sudah saling suka, tidak perlu menunggu lama untuk menikah, curi saja

anak, bila keduanya sudah saling suka, tidak perlu menunggu lama untuk

menikah, mencuri anak gadis itu lebih diterima keluarganya.

Mencuri gadis dengan melarikan dari rumah menjadi prosesi pernikahan

yang lebih terhormat dibandingkan meminta kepada orang tuanya. Ada rasa

kesatria yang tertanam jika proses ini dilalui. Namun dalam mencuri gadis

tersebut dan melarikannya memiliki aturan yaitu biasanya dilakukan dengan

membawa beberapa orang kerabat atau teman. Selain sebagai saksi kerabat yang

dibawa untuk mencuri gadis itu sekalian sebagai pengiring dalam prosesi itu. Dan

gadis itu tidak boleh dibawa langsung ke rumah laki-laki.

Setelah sehari menginap pihak kerabat laki-laki mengirim utusan ke pihak

keluarga perempuan sebagai pemberitahuan bahwa anak gadisnya dicuri dan kini

berada di satu tempat tetapi tempat menyembunyikan gadis itu dirahasiakan, tidak

boleh katahuan keluarga perempuan.


55

Setelah itu nyelabar istilah bahasa setempat untuk pemberitahuan itu, dan

dilakukan oleh kerabat pihak laki-laki tetapi otang tua pihak laki-laki tidak boleh

ikut. Rombongan nyelabar terdiri lebih dari lima orang dan wajib mengenakan

pakain adat. Rombongan tidak boleh langsung datang kekeluarga perempuan.

Rombongan terlebih dahulu meminta izin pada kliang atau tetua adat

setempat, sekedar rasa penghormatan kepada kliang, datang pun ada aturan

rombongan tidak diperkenankan masuk ke rumah pihak gadis. Mereka duduk

bersila dihalaman depan, satu urusan dari rombongan itu yang nantinya sebagai

juru bicara menyampaikan pemberitahuan.

Di Lombok tepatnya disuku Sasak kini mengalami pergeseran budaya,

yaitu apabila ingin menikah masyarakat di sana melakukan peminangan terlebih

dahulu dengan meminta kepada keluarga calon mempelai wanita dan

bertunangan. Padahal waktu itu prosesi peminangan sebelumnya kurang dikenal

oleh suku Sasak, akan tetapi seiring berkembangnya budaya luar dari masyarakat

perantau yang datang dan menetap, akulturasi budaya mulai terjadi. Lahirlah

istilah sudah menikah tapi belum nikah adat.

Maksudnya yaitu mereka sudah menikah akan tetapi dalam prosesi

pernikahan tersebut mereka tidak menggunakan adat suku sasak. Mereka hanya

melakukan peminangan dengan meminta ijin langsung kepada keluarga dari pihak

wanita untuk meminang anak gadisnya akan tetapi mereka tidak menggunakan

adat suku sasak yaitu mencuri terlebih dahulu gadis yang akan dinikahinya

(merarik). Dengan adanya akulturasi budaya yang muncul, maka masyarakat


56

disana apabila akan menikah mereka mencuri gadis terlebih dahulu kemudian

melakukan peminangan dan kegiatan tersebut dilakukan secara bersamaan.

Pernikahan adat Lampung dalam masyarakat Lampung dalam

bentuknya yang asli memilki struktur hukum adat tersendiri. Bentuk masyarakat

hukum adat tersebut berbeda antara kelompok masyarakat yang satu dengan yang

lainnya, kelompok-kelompok tersebut tercermin dalam upacara adat perkawinan

tradisional. 11

Hal yang dilakukan pertama kali yaitu tahap perkenalan, bila seorang

pria merasa tertarik pada seorang wanita maka si pria tersebut akan mencari cara

agar dapat mendekati si wanita. Pada saat acara adatlah si pria bersama

keluarganya melakukan nyubuk, yakni menilai apakah wanita tersebut memang

sesuai dengan pilihannya. Dengan cara mengintip di balik sarung yang dipakai,

apabila wanita tersebut berkenan di hati si pria maka keluarganya langsung

menanyakan bibit, bebet dan bobotnya si wanita atau disebut dengan beulih-

ulihan.

Tahap bekando yakni keluarga si pria mengirim utusan untuk

mendatangi rumah si wanita dengan membawa berbagai macam barang atau

bahan makanan sebagai rangkaian proses pendekatan. Bila pemberian itu diterima

dengan baik maka tahapan selanjutnya si wanita sudah dapat dikatakan sebagai

calon pengantin wanita dan akan segera dilamar.

Setelah keduanya saling menyukai maka pihak orang tua pria datang

untuk melamar yang disebut juga tahap nunang. Pada saat ini pihak mempelai pria

11
www.geogle.com
57

juga membawa oleh-oleh berupa uang, dodol, dan sekapur sirih. Setelah lamaran

diterima maka menjelang hari berikutnya rombongan pihak pria tersebut akan

datang lagi untuk mengadakan nyeurik atau mengikat. Hal ini dilakukan sebagai

tanda bahwa si wanita telah bertunangan, maka sang ibu mengikat badan anaknya

dengan benang. 12

Kemudian selang beberapa hari maka akan diadakan manjau yakni

merundingkan hari H. Maka sesuai dengan perundingan sebelumnya, apakah

pernikahan akan diadakan dengan cara terang-terangan atau begawi. Begawi

adalah pesta adat lampung pepaduan dengan memotong kerbau dari pihak calon

pengantin pria.

Selanjutnya keluarga pihak wanita mengajak calon mempelai wanita

ke rumah tunangannya untuk dipertemukan dengan calon mempelai pria.

Kemudian juru bicara rombongan pihak pria menyatakan maksud kedatangan

mereka ke rumah mempelai wanita. Pada saat pertemuan itu akan diadakan netak

aping, kedua belah pihak rombongan memegang sepakat maka kain tersebut

dipotong/dibelah tengahnya sebagai pemecah hambatan.

Setelah itu pengantin wanita menuju rumah pengantin pria, sesampai

dirumah pengantin pria lalu disambut dengan tabuhan talo balak dengan irama

gembira dan tembakan meriam. Didepan rumah mempelai kedua orang tua dan

kerabat terdekat mempelai pria telah menanti untuk menyambut kedatangan

12
Ibid
58

kedua mempelai, seorang ibu langsung menabur beras yang dicampur kunyit dan

uang logam. 13

Didepan tanggga rumah telah disediakan pasu terbuat dari tanah liat

yang beralaskan talam kuningan berisi air dan anak pisang batu dan kembang

titue. Kembang titue ini terdiri dari daun sosor bebek dan kembang sebanyak tujuh

rupa. Lalu pengantin wanita mencelupkan kedua kakinya ke dalam pasu yang

dimulai dengan kaki kanan lalu kaki kirinya., setelah itu mempelai wanita dibantu

mertua wanita bersama mempelai pria naik ke rumah lalu menuju ruang tengah.

Kemudian didudukan di atas kasur usut yang tengah digelar di depan appai

pereppu yakni kamar tidur yang paling besar, biasanya kamar ini diperuntukkan

bagi anak yang tertua. Kedua mempelai didudukan dengan bersila dengan posisi

lutut kiri mempelai pria menindih lutut mempelai wanita, bermakna agar kelak

mempelai wanita selalu patuh dan setia.

Demikianlah gambaran tentang prosesi peminangan sampai di

laksanakannya suatu perkawinan disetiap daerah menurut adatnya masing-

masing. 14 Dalam hal peminangan pada tiap masyarakat (hukum adat) yang ada di

Indonesia cara yang digunakan dalam melakukan pelamaran/peminangan pada

hakikatnya terdapat kesamaan, namun perbedaan-perbedaanya hanyalah (kira-

kira) terdapat pada alat atau sarana pendukung proses pinangan tersebut. 15 Dari

penjelasan diatas terlihat bahwa prosesi peminangan yang terdapat disetiap daerah

13
Ibid
14
Ibid
15
Soerjono Soekanto, Hukum Adat Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003),
Cet Ke-6, h. 223.
59

dengan prosesi peminangan menurut adat Bima jelas berbeda. Baik dari alat

ataupun sarana pendukung yang dijadikan sebagai ritual adat dalam prosesi

peminangan.

B. Alasan Masyarakat di Kecamatan Donggo Masih Mempertahankan

Tradisi Peminangan.

Alasan masyarakat Bima masih mempertahankan tradisi peminangan ini

karena menurut masyarakat di desa Palama Kecamatan Donggo sudah menjadi

tradisi dan kewajiban sebelum melakukan acara pernikahan. Dalam prosesi

peminangan menurut adat Bima ini memiliki syarat wajib yang tidak boleh

dilupakan dan ditinggalkan ketika prosesi peminangan tersebut dilaksanakan.

Sehingga tradisi ini tidak boleh dilupakan dan ditinggalkan karena sebagai bentuk

penghormatan kepada nenek moyang yang telah melestarikan dan

mempertahankan adat tersebut. 16

Ritual ini wajib dilaksanakan oleh masyarakat di Bima karena sudah

menjadi tradisi sejak zaman nenek moyangnya dan tradisi ini sudah turun temurun

dari zaman dahulu hingga sekarang. Alasan masyarakat Bima khususnya yang

berada di desa Palama Kecamatan Donggo masih menggunakan adat Bima dalam

prosesi peminangannya yaitu karena semata-mata sebagai suatu perkumpulan

antara warganya dan saling tolong-menolong antara sesamanya dengan adanya

perkumpulan ini dapat memperkokoh persaudaraan dan menyambung

silahturahmi.

16
Husen, Tokoh Agama, Wawancara Pribadi, Bima, 17 September 2009
60

Jadi selama proses acara peminangan ini satu dan yang lainnya saling

menghargai dan menghormati serta tolong menolong. Maksud dipertahankannya

ritual tradisi peminangan ini yaitu untuk menghormati para leluhur atau nenek

moyangnya yang telah mempertahankan adat Bima ini sejak Zaman dahulu dan

mempererat tali silahturahmi antara warganya. Karena selama jalannya prosesi

peminangan ini berlangsung semua warganya ikut membantu baik dalam materil

maupun moril dengan adanya ritual ini masyarakat di sana meyakini akan

mendapat rahmat dari Allah SWT karena semua yang dilakukan tidak

menyimpang dari apa yang diajarkannya. 17

Masyarakat Bima khususnya di Desa Palama Kecamatan Donggo rasa

persaudaraannya sangat erat terlebih dalam masalah agama, di Desa Palama ini

khusunya dalam masalah ajaran agama sangat kental sekali. Di Desa ini sejak

kecil baik wanita ataupun pria sudah diajarkan belajar membaca Al-Qur’an. Di

sana warganya harus bisa mengaji.

Hal ini dapat terlihat ketika mereka akan menikah maka dia harus bisa

membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar. Apabila tidak bisa membaca Al-

Qur’an dengan baik dan benar maka acara pernikahannya ditunda sampai mereka

bisa membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar dan ada tim khusus yang

mengajari kedua calon mempelai ini apabila salah satunya tidak bisa membaca Al-

Qur’an.

Maksud dan tujuan hal ini dilakukan agar kedua calon mempelai ini

dapat menjalankan rumah tangganya sesuai syariat Islam dan khususnya bagi

17
Ibid
61

calon mempelai pria agar bisa menjadi pemimpin yang baik bagi keluarganya dan

dapat membimbing istri dan anak-anaknya ke jalan yang benar sesuai syariat

Islam menuju jalan ke surga. 18

Dalam acara perkumpulan saat dilaksanakannya prosesi peminagan itu

menurut masyarakat disana akan mendapat rahmat dari Allah Swt karena antara

satu dan yang lainnya saling tolong-menolong dalam kebaikan serta saling

menhormati antara orang tua, pemuka agama tokoh masyarakat dan pemuda-

pemudinya karena semua berkumpul menyaksikan acara ritual tesebut.

Dengan adanya kebersamaan ini maka masyarakat disana meyakini

akan mendapatkan rahmatnya dan apabila masyarakatnya tidak menyatu atau

tidak ada kebersamaannya maka akan mendapat azab dari Allah SWT.

Akan tetapi disamping kentalnya ajaran agama yang terdapat di sana,

ternyata kepercayaan marafu (animisme) yang ada pada zaman dahulu masih

sedikit mempengaruhi pola hidup masyarakat di sana hal ini dapat dilihat ketika

mengadakan prosesi pernikahan mereka harus membawa ketiga bentuk syarat

wajib (kapur sirih, daun sirih dan buah pinang) yang diyakini sebagai alat untuk

mengusir roh halus yang akan menganggu calon pengantin dan ketiga alat ini pun

dipercaya oleh masyarakat disana sebagai obat untuk menyembuhkan orang yang

kesurupan dan untuk mengusir mahluk halus yang terdapat dalam tubuh

manusia. 19

18
Ibid
19
Ma ati, Wawancara Pribadi, Bima, 12 Maret 2010
62

Inilah yang menjadi alasan mengapa tradisi peminangan adat Bima

masih dilaksanakan selain untuk menghormati nenek moyangnya yang telah

mempertahankan adat Bima sejak zaman dahulu dan masyarakat disana pun ingin

selalu mendapat rahmat dari Allah SWT atas kebersamaannya dan tolong-

menolong dengan sesamanya dan juga dalam hal ini mereka meyakini ketiga alat

tersebut dapat melindungi mereka dari gangguan mahluk halus.

C. Prosesi Peminangan Menurut Adat Bima dalam Prespektif Islam

Kata “peminangan” berasal dari kata “pinang, meminang” (kata kerja).

Meminang sinonimnya adalah melamar, yang dalam bahasa Arab disebut

“khithbah”. Menurut etimologi, meminang melamar artinya (antara lain)”meminta

wanita untuk dijadikan istri (bagi diri sendiri atau orang lain). 20 ” Menurut

terminologi, peminangan adalah “kegiatan upaya kearah terjadinya hubungan

perjodohan antara seorang pria dengan seorang wanita”. Atau, “seorang pria

meminta kepada seorang wanita untuk menjadi istrinya, dengan cara-cara yang

umum berlaku di tengah-tengah masyarakat”.

Tuntunan yang diberikan untuk pelaksanaan khitbah dari Al-Qur’an

diantaranya surat An-Nisa ayat 25 yang berbunyi:

...



( : \ ‫ )اﻟﻨﺴﺎء‬... ⌧
Artinya: ...oleh sebab itu kawinilah mereka dengan seizin keluarganya, dan
berikan maskawin untuk mereka secara patut, mereka itu wanita

20
Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, ( Jakarta: Kencana, 2006), Cet Ke-2, h. 73.
63

yang memelihara diri bukan penzina dan bukan pula wanita yang
mengambil lelaki begitu saja... (Q.S. An-Nisa [4]: 25)

Ayat diatas memberikan tuntunan yang jelas bahwa izin dari keluarga,

ayah wanita yang hendak dikawini atau kakeknya atau saudaranya dan famili yan

berhak, diperlukan terlebih dahulu. 21

Sedangkan hukum meminang adalah boleh (mubah), 22 berdasarkan

sabda Rasulullah SAW:

‫اﻟﻤﺆ ﻣﻦ أﺧﻮ اﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻼ ﻳﺤﻞ ﻟﻪ أن ﻳﺒﺘﺎع ﻋﻠﻰ ﺑﻴﻊ أﺧﻴﻪ وﻻ‬


23
(‫ﻳﺨﻄﺐ ﻋﻠﻰ ﺧﻄﺒﺔ أﺧﻴﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﺬر)ﻣﺘﻔﻖ ﻋﻠﻴﻪ‬
Artinya: “Seorang mukmin adalah saudara mukmin lainnya. Oleh sebab karena
itu, ia tidak boleh membeli atau menawar sesuatu yang sudah
dibeli/atau ditawar saudaranya, dan ia tidak boleh meminang seseorang
yang sudah dipinang saudaranya, kecuali ia telah dilepaskannya.”
(Muttafaq ‘Alaih)

Sebenarnya secara subtansial makna bertunangan dalam hukum adat

dengan peminangan (khitbah) dalam hukum Islam yang dimaksudkan sebagai

upaya untuk mengetahui keadaan masing-masing calon. Bedanya hanyalah jika

hukum adat tunangan itu disebutnya sebagai peristiwa hukum dalam Islam tidak

dapat disebut sebagai peristiwa hukum. Artinya peminangan dalam Islam tidak

menimbulkan akibat hukum. 24

Pada Pasal I Bab I Kompilasi Hukum Islam (KHI) ayat (a) yaitu:

21
Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1995)
Cet Ke- 1, h. 17
22
Asrorun Ni’am Sholeh, Fatwa-Fatwa Masalah Pernikahan dan Keluarga, (Jakarta:
Elsas, 2008), Cet Ke- 2, h. 9
23
Terjemah Shahih Muslim jilid 3 dengan no hadits 1335 dan Jaami’ ahkaam al-nissa juz
III, h. 241
24
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
Cet Ke-3, h. 63
64

Memberikan pengertian bahwa peminangan ialah kegiatan upaya kearah

perjodohan antara seorang pria dan seorang wanita. Dengan cara-cara yang baik

(ma’ruf).

Pasal 11 Kompilasi Hukum Islam menyatakan bahwa:

Peminangan dapat langsung dilakukan oleh orang yang berkehendak mencari

pasangan jodoh tapi dapat pula dilakukan oleh perantara yang dapat dipercaya.

Peminangan dalam ilmu fiqh disebut khitbah artinya permintaan.

Menurut istilah pernyataan atau permintaan dari seseorang pria kepada pihak

seorang wanita untuk menikahinya baik dilakukan oleh pria itu secara langsung

atau dengan perantara pihak lain yang dipercayainya sesuai dengan ketentuan

agama. 25

Peminangan dilakukan sebagai permintaan secara resmi kepada wanita

yang akan dijadikan calon istri atau melalui wali wanita itu. Sesudah itu baru

dipertimbangkan apakah pinangan itu diterima atau tidak. Adakalanya pinangan

itu hanya sebagai formalitas saja, sebab sebelumnya antara pria dengan wanita itu

sudah saling mengenal atau menjajaki. Demikian juga, pinangan itu ada kalanya

sebagai langkah awal dan sebelumnya tidak pernah kenal secara dekat, atau hanya

kenal melalui teman dan sanak kerabat. 26

Agar kehidupan bersuami istri berjalan dengan baik, sejahtera, dan

tentram, seyogyanya calon suami terlebih dahulu melihat perempuan yang akan

25
Kamal Muchtar, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, (Jakarta: PT. Bulan
Bintang, 1987), Cet Ke- 2, h. 28.
26
Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2003), Cet Ke- 1, h. 24.
65

dipinangnya sehingga dapat diketahui kecantikannya sehingga dapat

mendorongnya untuk mengetahui cacat celanya yang bisa jadi penyebab

kagagalannya sehingga mengambil orang lain. 27

Adapun dalam melihat seseorang yang hendak dijadikan istri atau

suami memiliki dasar pijakan dari Al-qur’an dan hadits. 28 Dasar Al-Qur’an seperti

firman Allah:

⌧ ☺
( : \ ‫)اﻻﺣﺰاب‬ ⌧
Artinya: “Tidak halal bagimu (yaitu Muhammad) mengawini perempuan-
perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti mereka dengan
istri-istri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu kecuali
perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah
Allah Maha Mengawasi segala sesuatu” (Q.S. Al-Ahzab[33]:52)

Dasar hukum melihat pinangan yang bersumber dari hadits yaitu:

‫ آﻨﺖ ﻋﻨﺪ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬: ‫ﺣﺪﻳﺚ أﺑﻲ هﺮﻳﺮة ﻗﺎل‬


‫ ﻓﻘﺎل‬,‫وﺳﻠﻢ ﻓﺄﺗﺎﻩ رﺟﻞ ﻓﺄﺧﺒﺮﻩ أﻧﻪ ﺗﺰوج اﻣﺮاة ﻣﻦ اﻷﻧﺼﺎر‬
,‫ ﻻ‬: ‫ أﻧﻈﺮت إﻟﻴﻬﺎ ؟ ﻗﺎل‬:‫ﻟﻪ رﺳﻮل اﷲ ﺻﻠﻰ اﷲ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠﻢ‬
29
.‫ ﻓﺈن ﻓﻲ أﻋﻴﻦ اﻷﻧﺼﺎر ﺷﻴﻨﺎ‬,‫ اذهﺐ ﻓﺎﻧﻈﺮ إﻟﻴﻬﺎ‬:‫ﻗﺎل‬
Artinya: “Abu Hurairah berkata: “Pernah aku bersama Nabi SAW, lalu beliau
didatangi seorang laki-laki memberitahukan perihal dirinya yang
telah menikahi seorang perempuan Anshar. Rasulullah SAW berkata
kepadanya: “Sudahkah engkau melihatnya?” Lelaki itu menjawab:
belum, Rasul pun menyahut: “jika demikian pergi dan lihatlah ia,
karena sesungguhnya dibagian mata kaum Anshar terdapat
sesuatu,”(H. R. Muslim)
27
Sayyid Sabiq, Pengantar Imam Hasan al-Banna, Fiqh Sunnah Jilid 2, (Jakarta: Pena
Pundi Aksara, 2006), Cet Ke-1
28
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan Antar Mazhab,
(Jakarta: PT. Prima Heza Lestari, 2006), Cet Ke-1, h. 138
29
Ma’mur Daud, Terjemah Shahih Muslim jilid 3 dengan no hadits 1346, h. 56
66

Dengan hadits dan ayat al-Qur’an yang secara spesifik menuju ke arah

lamaran yang disertai melihat, sesungguhnya upaya perlindungan batin antara

kedua belah pihak. Pria dan wanita yang kemudian dihalalkan hubungan keduanya

melalui akad nikah, akan lebih berpengertian dengan saling mengenal sebelum

menikah. 30

Dalam batasan melihat calon mempelai wanita yang akan dipinang

terdapat perbedaan pandangan. perbedaan sudut pandang tentang batas kebolehan

melihat “maktubah”, terbagi kepada empat kelompok:

1. Kelompok yang berpendapat bahwa bagian anggota tubuh “makhtubah”

yang boleh dilihat oleh “al-khaatib” (pelamar) adalah wajah dan dua

telapak tangan saja, sebagaimana kesepakatan para ahli sebelumnya.

Pandangan ini dianut oleh Jumhur Fuqaha (Hanafiyah, Malikiyah,

Syafi’iyah dan salah satu pendapat Hanabilah). Argumentasi yang

dikemukakan aliran ini adalah bahwa wajah merupakan lambang berbagai

sumber kebaikan dan tumpuan harapan yang dapat dilihat. Adapun kedua

telapak tangan sebagai tanda yang dapat menunjukkan kesuburn anggota

tubuh bagian dalam.

2. Kelompok yang berpendapat bahwa anggota tubuh “ maktubah “ yang

boleh dilihat adalah anggota tubuh yang biasanya atau pada umumnya

nampak darinya yaitu: lutut, kedua belah tangan dan dua buah telapak

30
Ibid, h. 140
67

kaki. Pandangan seperti ini dikemukakan oleh pengikut mazhab hambali

dan merupakan pandangan terkuat mereka.

3. Kelompok yang berpendapat bahwa bagian anggota tubuh yang boleh

dilihat adalah bagian mana saja yang dikehendaki pelamar untuk diketahui

selai aurat. Pendapat ini dianut dan dikemukakan mazhab al-Auza’i

4. Kelompok ini yang berpendapat bahwa bagian anggota tubuh yang boleh

dilihat oleh pelamar yaitu semua anggota tubuh. Pendapat ini

dikemukakan mazhab Daud, Ibnu Hazm dan riwayat ketiga dari Ahmad

bin Hanbal.

Dasar yang mereka jadikan literal hadits berbunyi ... ‫ أﻧﻈﺮ إﻟﻴﻬﺎ‬...

(“ ... lihatlah secara cermat perempuan itu... “). kata “lihat” dalam bentuk

amar dimaksudkan melihat secara rinci anggota tubuh. Demikianlah batasan-

batasan yang telah diuraikan para ahli.

Peminangan merupakan langkah pendahuluan menuju kearah

perjodohan antara seorang pria dan seorang wanita. Islam mengisyaratakannya

agar masing-masing calon mempelai dapat saling mengenal dan memahami

pribadi mereka. 31 Di dalam fiqh Islam peminangan ini disebut dengan khitbah.

Kata ini dapat dilihat pada hadis-hadis Rasul yang berbicara tentang peminangan

tersebut. Perlu dijelaskan disamping peminangan, masyarakat dikenal dengan

istilah yang disebut dengan tunangan.

31
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),
Cet Ke-3, h. 62.
68

Biasanya tunangan ini adalah masa antara pinangan (lamaran) dengan

pernikahan. Uniknya kendatipun pinangan dikenal dalam Islam, namun tunangan

tidak dikenal karena mungkin juga makna tunangan termasuklah didalamnya.

Apabila ingin meminang wanita sebaiknya memperhatikan dengan teliti

terlebih dahulu, adanya keharmonisan dan keserasian dalam kehidupan suami istri

diduga pernikahan akan mencapai tujuannya, sesuai dengan hadits Nabi:

‫ ﺗﻨﻜﺢ‬,‫ﻋﻦ أﺑﻲ هﺮﻳﺮة رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ ﻋﻦ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻢ ﻗﺎل‬


‫اﻟﻤﺰأة ﻻرﺑﻊ ﻟﻤﺎ ﻟﻬﺎ وﻟﺤﺴﺒﻬﺎ وﻟﺠﻤﺎﻟﻬﺎ وﻟﺪﻳﻬﺎ ﻓﺎﻇﻔﺮ‬
32
‫ﺑﺬات اﻟﺪﻳﻦ ﺗﺮﺑﺖ ﻳﺪاك‬
Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw. ia bersabda: “Wanita itu
dinikahi karena empat perkara: karena hartanya, karena
kebangsawanannya, karena kecantikannya dan karena agamanya.
Maka pilihlah yang beragama, mudah-mudahan engkau memperoleh
keberuntungan”. (H.R Jama’ah ahli hadits kecuali at-Turmudzi).

Kandungan hadits diatas yaitu:

1. Dalam memilih calon istri yang mempunyai harta (kaya). Agama Islam

tidak melarang seseorang memilih istri yang punya harta. Dengan

demikian diharapkan si istri nanti tidak begitu banyak tuntutan kepada

suaminya.

2. Memilih calon istri dari keturunan baik-baik. Sebab, orang yang baik akan

menurunkan anak cucu yang baik-baik pula.

3. Memilih calon istri yang cantik, karena setiap manusia ada mempunyai

kecenderungan kearah itu.Ukuran cantik atau tidak sangat bergantung

32
Imam Al-Bukhory, “Shahih Bukhory”,(Al-Qohiroh: Maktabul Wa Mutoba’ah,
Mustofa, 1958 H), h. 9
69

33
kepada orang yang melihat. Tentu saja, ukuran cantik atau tidak sangat

bergantung kepada orang yang melihat.

4. Memilih calon istri yang taat beragama. Hal ini dipandang amat penting,

karena sangat berpengaruh dalam kehidupan berumah tangga, agar hidup

harmonis, bahagia dan terutama sekali untuk kepentingan pendidikan

anak-anak.

Disamping itu apabila ingin meminang sebaiknya yang dipinang itu adalah

wanita yang mempunyai sifat kasih sayang dan wanita yang peranak sesuai

dengan anjuran Rasulullah saw :

‫ آﺎن رﺳﻮل اﷲ ص م‬:‫ ﻗﺎل‬,‫ﻋﻦ أﻧﺲ رﺿﻲ اﷲ ﻋﻨﻪ‬


‫ ﺗﺰوﺟﻮا‬:‫ﻳﺄﻣﺮ ﺑﺎﻟﺒﺎءة وﻳﻨﻬﻰ ﻋﻦ اﻟﺘﺒﺘﻞ ﻧﻬﻴﺎ ﺷﺪﻳﺪا وﻳﻘﻮل‬
‫اﻟﻮدود اﻟﻮﻟﻮد ﻓﺈﻧﻰ ﻣﻜﺎﺛﺮ ﺑﻜﻢ اﻻﻧﺒﻴﺎء ﻳﻮم اﻟﻘﻴﺎﻣﺔ‬
Artinya:“Dari Anas r.a., ia berkata: “ Adalah Rasulullah saw, menyuruh menikah
dan melarang dengan sangat hidup sendirian (tidak kawin), dan beliau
bersabda: “ Nikahilah olehmu wanita yang pencinta dan peranak.
Maka sesungguhnya aku bermegah-megah dengan banyaknya kamu itu
kepada nabi-nabi yang lain di hari kiamat”. (H.R. Ahmad dan
dinyatakan shahih oleh Ibnu Hibban)”.

Langkah yang paling penting saat ingin meminang yaitu harus

memperhatikan apakah wanita yang akan dipinang itu tidak dalam pinangan laki-

laki lain, dan boleh dipinang apabila laki-laki tersebut melepaskan hak

pinangannya, berdasarkan hadits:

‫ ﻻ ﻳﺨﻄﺐ اﻟﺮﺟﻞ ﻋﻠﻰ ﺧﻄﺒﺔ‬:‫ان رﺳﻮل اﷲ ص م ﻗﺎل‬


34
.‫أﺧﻴﻪ ﺣﺘﻰ ﻳﺘﺮك اﻟﺨﺎﻃﺐ ﻗﺒﻠﻪ أو ﻳﺄذن ﻟﻪ اﻟﺨﺎﻃﺐ‬

33
Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Prenada Media,
2003), Cet Ke- 1, h. 27
34
Imam Al-Bukhory, “Shahih Bukhory”,(Al-Qohiroh: Maktabul Wa Mutoba’ah,
Mustofa, 1958 H), h. 24
70

Artinya: “Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “ Janganlah seorang laki-laki


meminang pinangan saudaranya, hingga peminang sebelumnya
meninggalkannya atau peminang itu mengizinkannya (melakukan
peminangan)“. (H.R. Bukhari).

Dalam hal melakukan suatu peminangan dan menerima pinangan

tersebut berarti seseorang sudah siap untuk berumah tangga dan harus konsekuen

dengan ucapannya sebab pinangan adalah janji untuk menikah, barang siapa yang

mengabaikan janjinya tanpa ada alasan yang memaksa, berarti mengingkari janji,

berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

‫ إذاﺣﺪث آﺬب وإذا‬,‫ أﻳﺔ اﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﺛﻼث‬: ‫ﻗﻞ ر ﺳﻮل اﷲ ص‬


.‫وﻋﺪ أﺧﻠﻒ وإذا ؤﺗﻤﻦ ﺧﺎن‬
Artinya: “Tanda orang munafik itu ada tiga: jika berbicara berdusta, jika
berjanji mengingkari, dan jika dipercaya berkhianat.“ (H.R. Muslim, at-
Tirmuzi dan Nasaa-i)

Jadi dalam hal ini kita harus benar-benar siap dan bertanggung jawab

dengan apa yang telah kita lakukan dan janjikan karena semua setiap perbuatan

yang kita lakukan meiliki konsekuensinya masing-masing.

Islam sangat memperhatikan dan menghargai kedudukan seorang wanita

dengan memberi hak kepadanya diantaranya adalah hak untuk menerima mahar

(maskawin). Mahar hanya diberikan kepada oleh calon suami kepada calon istri,

bukan kepada wanita lainnya atau siapa pun walaupun sangat dekat dengannya.

Karena mahar merupakan syarat sahnya nikah, bahkan Imam Maliki mengatakan

sebagai rukun nikah, maka hukum memberinya adalah wajib. 35 Allah berfirman:

35
Tihami dan Sohari Sahrani, Fiqh Munakahat Kajian Fiqh Nikah Lengkap, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2009) Cet Ke-1, h. 38
71

...

( : \ ‫)اﻟﻨﺴﺎء‬ ... ☺

Artinya: ...Berilah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi

sebagai pemberian dengan penuh kerelaan... (QS. An-Nisaa [4]: 4)

Dan Rasulullah bersabda:

36
(‫ﺗﺰوج وﻟﻮ ﺑﺨﺎﺗﻢ ﻣﻦ ﺣﺪﻳﺪ )رواﻩ اﻟﺒﺨﺎري‬
Artinya: “Kawinlah engkau walau dengan mas kawin cincin dari besi.”
(H.R. Bukhari)

Didalam Islam dalam pemberian mahar kepada calon mempelai wanita

tidak ada kadar khusus dalam mahar tersebut. Hal ini disebabkan oleh perbedaan

tingkat kemampuan manusia dalam memberinya. Orang yang kaya mempunyai

kemampuan untuk memberi mas kawin yang lebih besar jumlahnya kepada calon

istri. Sebaliknya orang yang miskin ada yang hampir tidak mampu memberinya. 37

Oleh karena itu pemberian mahar diserahkan menurut kemampuan yang

bersangkutan disertai kerelaan dan persetujuan dari masing-masing pihak yang

akan menikah untuk menetapkan jumlahnya.

Dari uraian penjelasan setiap bab diatas dapat diketahui bahwa hukum

adat yang terdapat disetiap daerah menjadi patokan masyarakat dalam berprilaku

sesuai norma adat yang berlaku, demikian pula dalam ritual adat yang dijalankan

dalam suatu prosesi perkawinan disetiap daerah memiliki makna tersendiri,

tujuannya yaitu untuk mempererat rasa persatuan dan persaudaraan antara suku

36
Imam Al-Bukhory, “Shahih Bukhory”,(Al-Qohiroh: Maktabul Wa Mutoba’ah,
Mustofa, 1958 M, h. 19
37
Ibid, h. 40
72

agar tidak adanya perpecahan dan permusuhan diantara mereka. Prosesi

peminangan menurut adat Bima dengan pemingan didaerah lain memiliki

perbedaan, hal ini dapat dilihat dari segi alat yang dibawa dan sambutan yang

diberikan kepada calon mempelai prianya.

Dalam hal prosesi peminangan menurut adat bima dengan peminangan

dalam prespektif Islam memiliki kesamaan dalam tata cara dan syarat-syarat

dalam peminangan. Akan tetapi dalam hal penentuan jodoh ada sedikit perbedaan

yang jelas terlihat dalam penentuan jodoh antara sekufu dan sesuku/sebangsa

menurut adat Bima dalam penentuan jodoh masyarakat di sana mengutamakan

sesuku dan sekufu yang berlainan dengan pengertian menurut prespektif Islam.

Sehingga hal ini bertentangan dengan ajaran Islam.

Menurut para ulama Imam Mazhab berbeda pendapat tentang hal sekufu

dan sesuku/bangsa, akan tetapi pengertian itu tidak membedakan manusia dan

tidak memberikan penghalang antara sesama manusia untuk saling mengenal

karena perbedaan tersebut. Lain halnya dengan penetuan jodoh tentang sekufu dan

sesuku/sebangsa menurut adat Bima, mereka tetap mempertahankan tradisinya,

tanpa melihat atau mempertimbangkan suatu keadaan dari sisi yang lain dan

terlihat membedakan antara keadaan atau status dari manusia tersebut.

Kemudian dalam hal prosesi peminangan menurut adat Bima ini

tahapan-tahapan dalam prosesi ini memang sesuai dengan ajaran Islam, dalam

Islam pun mengajarkan tata cara dan syarat dalam peminangan akan tetapi dalam

Islam tidak menganjurkan atau mewajibkan membawa benda atau alat sesuatu

yang menjadi sahnya suatu peminangan. Disinilah letak perbedaan antara prosesi
73

peminangan dalam prespektif Islam dengan prosesi peminangan menurut adat

Bima.

Menurut adat Bima dalam prosesi peminangan ini tidak boleh

melupakan ketiga bentuk alat (kapur sirih, dun sirih dan buah pinang) yang

menjadi syarat wajib dalam peminangan tersebut. karena belum dapat dikatakan

terjadinya peminangan apabila tidak membawa syarat tersebut.

Adapun makna dari ketiga bentuk alat itu (kapur sirih, daun sirih dan

buah pinang) sesuai dengan ajaran Islam yaitu kapur sirih (suci), daun sirih

(kesuburan), akan tetapi makna buah pinang tidak sesuai dengan Islam karena

mereka mempercayai buah pinang dapat mengusir roh halus yang akan

mengganggu kehidupan calon mempelai yang akan mengarungi bahtera berumah

tangga.

Islam mengajarkan apabila ingin mengusir roh halus tidak seperti itu

jalannya, Islam mengajarkan kita untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah

Swt, dengan menjalankan ibadah, menjauhi larangannya dan tidak mempercayai

benda-benda atau alat sebagai pengusir roh halus, karena itu suatu perbuatan yang

musyrik. Jadi makna dari ketiga bentuk alat yang dijadikan sebagai syarat prosesi

peminangan menurut adat Bima ini salah satunya ada yang bertentangan dengan

Islam.

Masyarakat di desa Palama Kecamatan Donggo sangat kental sekali

dengan ajaran agama Islam yang ditanamkan sejak kecil oleh keluarganya. Akan

tetapi disamping itu pola kehidupan masyarakat di sana masih sedikit dipengaruhi
74

oleh kepercayaan marafu (animisme) yang pada zaman dahulu menjadi

kepercayaan masyarakat di sana sebelum masuknya ajaran Islam di Bima.

Hal ini dapat dilihat dari syarat yang diwajibkan dalam prosesi

peminangan menurut adat Bima ini. Menurut masyarakat di sana bahwa kapur

sirih, daun sirih dan buah pinang dipercayai dapat menyembuhkan orang yang

kesurupan dengan kata lain ketiga alat (kapur sirih, daun sirih dan buah pinang)

ini dapat mengusir mahluk halus dalam diri manusia yang dirasuki oleh mahluk

halus.

Adapun dalam hal mahar, masyarakat Bima khususnya didesa Palama

Kecamatan Donggo dalam hal mahar harus sesuai dengan permintaan dari calon

mempelai wanita sekalipun mendapatkan keringanan apabila tidak mampu

berdasarkan musyawarah, akan tetapi masyarakat di sana tetap menentukan kadar

mahar yang harus dibawa sesuai permintaan calon mempelai wanita.

Islam mengajarkan kepada kita bahwa dalam pemberian mahar tidak

ada kadar khusus, mahar wajib diberikan kepada calon memepelai wanita

walaupun hanya sebuah cincin dari besi dan hafalan Al-Qur’an. Dalam kata lain,

mahar diberikan sesuai dengan kemampuan dan kerelaan dari kedua belah pihak.

Jadi berdasarkan analisa penulis dalam penetuan jodoh, syarat wajib

dalam prosesi peminangan menurut adat Bima dan mengenai mahar sedikit

bertentangan dengan ajaran Islam karena memiliki sedikikit perbedaan dalam

penafsiran menurut adat Bima dan menurut Prespektif Islam. Sehingga dalam hal

ini lebih baik ketentuan-ketentuan tersebut tidak dijadikan patokan utama dalam

suatu ritul adat dan dapat membuka pola pikir masyarakat di desa Palama
75

Kecamatan Donggo karena Allah Swt melihat manusia bukan dari banyaknya

harta dan jabatan. Akan tetapi semua dilihat dan diukur berdasarkan iman dan

takwa seseorang.
BAB V

PENUTUP

Sebagai penutup dari skripsi ini, penulis mengambil beberapa kesimpulan

dan saran sebagai berikut:

A. Kesimpulan

Setelah memperhatikan uraian-uraian yang terkandung di dalam

skripsi ini, dapatlah diambil suatu kesimpulan yang antara lain sebagai

berikut.

1. Peminangan yaitu sebuah langkah awal dalam menuju suatu pernikahan

dan dianjurkan dalam Islam. Peminangan dalam ilmu fiqh disebut khitbah

artinya permintaan. Menurut istilah pernyataan atau permintaan dari

seseorang pria kepada pihak seorang wanita untuk menikahinya baik

dilakukan oleh pria itu secara langsung atau dengan perantara pihak lain

yang dipercayainya sesuai dengan ketentuan agama.

2. Dalam Al-Qur’an dan Hadits sudah diatur dan terlihat jelas bagaimana

syarat peminangan. Seorang pria tidak boleh meminang wanita yang sudah

dipinang oleh orang lain. Dan apabila telah habis masa iddah seorang istri

yang ditalak oleh suaminya maka seorang suami berhak menikah lagi

dengan bekas istrinya dan mengharamkan seoarang wali untuk

menghalang-halanginya. Menurut Kompilasi Hukum Islam Pasal 12 ayat

2, 3 dan 4 menjelaskan bahwa seorang wanita yang ditalak suami yang

masih berada dalam masa iddah raj’iah, haram dan dilarang untuk

dinikahi. (3) Dilarang juga meminang seorang wanita yang sedang dalam

76
77

pinangan pria lain, salam pinangan pria tersebut belum putus atau belum

ada penolakan dari pihak wanita.

(4) Putus pinangan pihak pria, karena adanya pernyataan tentang putusnya

hubungan pinangan atau secara diam-diam pria yang meminangan telah

menjauhi dan meninggalkan wanita yang dipinang. Dengan adanya syarat

dalam peminangan maka apabila ingin meminang wanita harus mengikuti

sesuai syariat Islam dan Kompilasi Hukum Islam.

3. Kriteria dalam penetuan jodoh menurut ajaran Islam yaitu: seagama,

sekufu/sepadan, sesuku/sebangsa, dan bukan mahramnya (saudara

sekandung).

4. Adapun tata cara peminangan yang telah diajarkan dalam Islam apabila

ingin meminang wanita yaitu salah satunya boleh melihat wanita yang

akan dipinang sesuai ajaran Islam.

5. Disetiap daerah memiliki perbedaan dalam suatu acara perkawinan, ritual

yang dilaksanakannya berbeda-beda baik dari segi alat atau benda yang

digunakan ataupun prosesi dalam melakukan suatu perkawinan menurut

adat yang terdapat disetiap daerah baik di Bima maupun diderah lain.

Akan tetapi tujuan dari ritual adat dalam suatu prosesi perkawinan

memiliki kesamaan yaitu untuk melestarikan kebudayaannya dan

menghormati nenek moyang yang telah melahirkan dan menanamkan adat

budaya sejak zaman dahulu.

6. Hikmah yang terkandung didalam suatu proses peminangan yaitu

memberikan kesempatan kepada kedua calon mempelai pria dan wanita


78

untuk mengenali sifat, akhlak, adat-istiadat, agar mengenali potensi yang

dimiliki dari masing-masing pihak sehingga mereka dapat membangun

rumah tangga yang sakinah, mawardah dan warahmah.

7. Kondisi masyarakat yang terdapat di Desa Palama Kecamatan Donggo

masih primitif, mereka masih mempercayai hal-hal mistik dan masyarakat

disana pun jarang sekali yang bersekolah sampai tingkat yang lebih tinggi

karena keadaan ekonomi yang lemah dengan mata bermatapencaharian

sebagai petani yang hanya mengandalkan ladang dan sawahnya untuk

memenuhi kebutuhannya setiap hari. Sehingga dengan begitu masyarakat

disana masih banyak yang tidak mampu dan tidak mampu membiayai

sekolah sampai ketingkat yang lebih tinggi karena tidak ada biaya.

8. Di Kecamatan Donggo Kabupaten Bima masyarakatnya masih

mempercayai hal-hal mistik, sehingga disana jarang sekali maasyarakatnya

berobat kedokter apabila ia sakit, mereka lebih mempercayai paranormal

dibandingkan ilmu kedokteran. Maka dengan adanya hal ini masyarakat

disana sulit untuk maju dan berkembang.

9. Prosesi peminangan yang terdapat di Desa Palama Kecamatan Donggo

berbeda dengan yang terdapat didaerah lain, baik dari alat yang digunakan

ataupun sarana pendukungnya berbeda dengan suku lain. Salah satu

persyaratan yang wajib dilakukan dalam acara prosesi peminangan yaitu

calon mempelai pria dan keluarganya harus membawa daun sirih, buah

pinang dan kapur sirih sebagai syarat wajib saat melakukan prosesi

peminangan. Masyarakat disana pun sangat menjunjung tinggi nilai


79

keagamaan, masyarakat disana harus dapat mengaji dengan baik dan benar

selain sebagai bekal diakhirat nanti hal ini juga sebagai persiapan bagi

calon mempelai yang akan menikah karena kedua calon mempelai akan di

tes sebelum melangsungkan pernikahan sehingga mereka harus bisa

mengaji dengan baik dan benar.

10. Dalam penetuan jodoh, mahar dan peminangan menurut adat Bima ini

sedikit menyimpang, karena ada yang berbeda dengan prespektif Islam.

Semua ketentuan yang telah diajarkan Islam ada yang terdapat dalam

prosesi peminangan menurut adat Bima ini. Akan tetapi dalam hal ini ada

juga yang bertentangan dengan Islam. Adat ini masih dipertahankan oleh

masyarakat disana dengan alasan untuk mendapatkan rahmat dari Allah

SWT karena semuanya berkumpul menyambung silahturahmi dan

mempererat rasa persaudaraan serta saling membantu baik dari segi

materil maupun moril. Akan tetapi makna dari ketiga bentuk syarat dalam

prosesi peminangan menurut adat Bima ini ada yang tidak sesuai dengan

prespektif Islam. Karena masih dipengaruhi sedikit oleh kepercayaan

marafu (animisme) yang terdapat didalam makna ketiga bentuk syarat

tersebut.
80

B. Saran

Setelah memperhatikan uraian-uraian yang terkandung di dalam skripsi

ini, penulis mengemukakan beberapa saran antara lain:

1. Sebaiknya prosesi peminangan menurut adat Bima yang terdapat di

Kecamatan Donggo sedikit diperbaharui karena zaman semakin

berkembang dan pola pikir masyarakat semakin maju sehingga dalam

mengadakan acara prosesi peminangan menurut adat Bima sebaiknya tidak

harus mewajibkan membawa daun sirih, buah pinang dan kapur sirih.

Serta tidak dijadikan syarat wajibnya dalam prosesi peminangan menurut

adat Bima. Karena ada yang tidak sesuai dengan prespektif Islam.

2. Menghilangkan kepercayaan terhadap hal-hal mistik, karena hal itu dapat

menjerumuskan kita dan termasuk dalam golongan orang musyrik. Untuk

membuka pola pikir masyarakat di Kecamatan Donggo sebaiknya

mengadakan pengajian rutin dan ceramah keagamaan di majelis dan dikuti

oleh masyarakat disana. Agar mereka tidak mempercayai hal-hal mistik

dan paranormal.

3. Memperbaiki sarana dan prasarana yang terdapat di desa Palama

Kecamatan Donggo, agar masyarakat disana mudah dalam melakukan

segala aktivitasnya dan memiliki semangat yang tinggi untuk menimba

ilmu dalam mencapai kesuksesannya dan cita-citanya. Hal ini dilakukan

supaya SDM disana menjadi maju dan berkulitas.

4. Pemerintah sebaiknya memperhatikan serta memberikan bantuan kepada

masyarakat yang kurangan mampu dengan memenuhi segala


81

5. Mengamalkan segala ajaran Islam dan memberantas segala bentuk ajaran

yang menyimpang dengan menyelidiki dan mengawasi aktivitas warga

yang mencurigakan hal ini dilakukan agar masyarakat disana dapat

merasakan suasana yang harmonis dinamis dan agamis.


DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Al-Qarim

Abbas Ahmad Sudirman, Pengantar Pernikahan Analisa Perbandingan


Antar Mazhab, PT Prima Heza, Jakarta, 2006

Abdullah Abdul Gani, Peradilan Agama Dalam Pemerintahan Islam


DiKesultanan Bima.Yayasa Lengge. Mataram, 2004

Amiruddin, Zainal Asikin, Pengantara Metode Penelitian Hukum. PT Raja


Grafindo Persada. Jakarta, 2004

Ash-Sha’idi Abdul Hakam, Menuju Keluarga Sakinah, Akbar Media Eka


Sarana, Jakarta, 2005

Asmawi Mohammad, Nikah Dalam Perbincangan dan Perbedaan,


Darussalam, Yogyakarta, 2004

Aziz Salim, Abdur Rasyid, Bulughul Marom Min Adillatil ahkami, Syuruqi
ad-Dauliyah

Badan Pembinaan Hukum Nasional Departeman Kehakiman, Monografi


Hukum Adat Daerah Riau, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Buku
11 (Bagian 3 dan 4)

Bakry Sidi Nazar, Kunci Keutuhan Rumah Tangga. Pedoman Ilmu Jaya.
Jakarta, 1993

Daud Ma’mur, Terjemah Shahih Muslim III, Widjaya, Jakarta, 1984

Departemen Agama RI, Pedoman Akad Nikah. Jakarta, 2008

Ghazaly Abdul Rahman, Fiqh Munakahat. Kencana. Jakarta, 2006

Hasan. A, Tarjamah Bulughul Maram, Penerbit DiPonegoro, Bandung, 2006

Hasan Ali, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, Prenada Media,
Jakarta, 2003

Imam Al-Bukhory, “Shahih Bukhory”,Al-Qohiroh: Maktabul Wa


Mutoba’ah, Mustofa, 1958 H

Kompilasi Hukum Islam, cet II. Humaniora, Bandung, 2005

Kotja Ningrat, Pedoman Penelitian. Rajawali Press, Jakarta, 1989

82
Kuzari Achmad, Nikah Sebagai Perikatan, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1995

Nashrudin Thaha, Pedoman Perkawinan Umat Islam. Bulan Bintang.Jakarta,


1960

Nuruddin Amiur, Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam di


Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2006

Mahmud Al-Shabbagh, Tuntutan Keluarga Bahagia Menurut Islam. PT


Remaja Rosdakarya Offset, Bandung, 1991

Muchtar Kamal, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, PT. Bulan


Bintang, Jakarta, 1987

Peoswadarminta, W.J.S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka


Jakarta, 1982.

Ramulyo, Idris Moh, Hukum perkawinan, Hukum kewarisan, Hukum Acara


Peradilan Agama dan Zakat menurut Hukum Islam, Seminar Grafika,
Jakarta, 2006

Rofiq Ahmad , Hukum Islam di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada,


Jakarta, 2003

Sabiq Sayyid, Fiqh Sunnah III, Pena Pundi Aksara, Jakarta, 2006

Sahrani Sohari dan Tihami, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap,
Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2009

Selamat Kasmuri, Pedoman Mengayuh Bahtera Rumah Tangga Panduan


Perkawinan, Kalam Mulia, Jakarta, 1998

Sholeh Asrorun Ni’am, Fatwa-Fatwa Penikahan dan Keluarga, elSAS.


Jakarta: 2008

Soebadio, Ulfa Maria, Perjuangan untuk mencapai Undang-undang


perkawinan, Jakarta, Tintamas, 1986

Soekanto Soerjono, Hukum Adat Indonesia. PT Raja Grafindo Persada.


Jakarta, 2003

Sudiyat Imam, Hukum Adat Sketsa Asas. Liberty. Yogyakarta, 2007

Syaikh Abdul Aziz bin Abdurrahman Al-Musna Khalid bin Ali Al-Anbari,
Perkawinan dan Masalahnya. Pustaka Al-Kautsar. Jakarta, 1993.

83
Syarifuddin Amir, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia Antara Fiqh
Munakahat dan Undang-Undang Perkawinan, Prenada Media, Jakarta,
2007

Yasin M. Nur, Hukum Perkawinan Islam Sasak, UIN Malang Press,


Malang, 2008

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia. Sinar Grafika.


Jakarta, 2006

84
Wawancara Kuesioner Penelitian
(Peminangan Adat Bima)
Desa Palama Kec. Donggo-Nusa Tenggara Barat

Narasumber : Sulaeman
Jabatan : Serda/ Kopasus
Pewawancara : Toty Citra. W
Hari/Tanggal : Minggu 21 Maret 2010

1. Bagaimana menurut bapak maksud dari peminangan menurut adat Bima ini?
Jawab:
Peminangan adalah langkah awal dimana seorang pria dan keluarganya
datang kerumah calon mempelai wanita, kemudian bicara kepada keluarga
calon mempelai wanita yang diinginkannya atau pujaan hatinya dan
memintanya untuk dijadikan istrinya.

2. Dalam prosesi peminangan di Bima harus menggunakan adat Bima, mengapa


budaya ini masih kental dan melekat pada masyarakat Bima khususnya didesa
palama?
Jawab:
Karena sudah tradisi dan semua masyarakat disana wajib mengikuti rirual
tersebut karena ritual tersebut merupakan adat yang ada sejak zaman
nenek moyang.

3. Siapa sajakah yang berperan penting dalam melakukan prosesi peminangan adat
Bima ini?
Jawab:
Yaitu keluarga dari pihak laki-laki dan semua pihak yang ikut
mengantarkan saat dilaksanakannya acara peminangan. Yaitu orang tua,
seudara, kerabat, pemuka agama, dan tokoh masyarakat.
4. Dimanakah prosesi peminangan ini dilakukan dan siapa sajakah yang ikut serta
dalam prosesi peminangan adat Bima ini?
Jawab:
yaitu dirumah calon mempelai wanita, yang ikut serta dalam prosesi
peminangan ini yaitu keluarga dari calon mempelai pria, saudara,
kerabat, dan tokoh masyarakat.

5. Alat-alat apa sajakah yang digunakan dalam prosesi peminangan adat Bima?
Jawab:
Alat yang digunakan dalam prosesi peminangan adat Bima ini adalah daun
sirih, buah pinang dan kapur sirih.

6. Apa sajakah yang dibawa oleh calon mempelai laki-laki beserta keluarganya saat
melakukan peminangan tersebut?
Jawab:
Yaitu daun sirih, buah pinang dan kapur sirih. Kemudian ketiga alat ini
dibungkus oleh sapu tangan setelah itu ditaruh diatas piring. Maksud dari
membawa ketiga alat ini yaitu sebagai tanda bahwa telah terjadinya
peminangan. Karena apabila tidak membawa ketiga bentuk peminangan
ini maka belum dikatakan telah terjadinya peminangan.

Mengetahui,
Tokoh Masyarakat

( )
Wawancara Kuesioner Penelitian
(Peminangan Adat Bima)
Desa Palama Kec. Donggo-Nusa Tenggara Barat

Narasumber : Husen
Jabatan : Tokoh Agama
Pewawancara : Toty Citra. W
Hari/Tanggal : 17 September 2009

1. Apa saja yang dilakukan pihak keluarga calon mempelai laki-laki saat melakukan
kunjungan kerumah calon mempelai wanitanya?
Jawab:
Yaitu datang kerumah calon mempelai wanita dengan membawa ketiga
alat yang diwajibkan dalam prosesi peminangan adat Bima, yaitu dengan
membawa daun sirih, buah pinang dan kapur sirih yang telah dibungkus
oleh sapu tangan dan ditaruh diatas piring. Sebelum memberikan ketiga
syarat ini, pihak keluarga calon mempelai pria menanyakan dan
memastikan terlebih dahulu kepada keluarga dari calon mempelai
wanitanya apakah calon memepelai wanitanya ini tidak ada kaitannya
dengan pria lain atau sudah dipinang oleh orang lain.

2. Bagaimana prosesi peminangan itu dilakukan dan bagaimana sambutan yang


diberikan oleh keluarga calon mempelai wanita?
Jawab:
Keluarga calon mempelai pria datang bersama keluarga, saudara, kerabat,
tokoh agama dengan membawa persyaratan yang diwajibkan menurut adat
Bima dalam melakukan peminangan dan sambutan yang diberikan oleh
calon mempelai wanita yaitu biasa saja, tidak ada sambutan khusus atau
musik yang mengiringi kedatangan keluarga calon mempelai pria.
Keluarga calon mempelai wanita menyambutnya dengan sopan santun dan
ramah-tamah.
3. Setelah pinangan diterima oleh keluarga calon mempelai wanita, langkah apalagi
yang akan ditempuh oleh calon mempelai laki-laki?
Jawab:
Yaitu memberikan mahar yang diinginkan oleh pihak keluarga calon
mempelai wanita. Ketiga mahar yang diutamkan atau diwajibkan yang
sudah ada sejak zaman nenek moyangnya yaitu: uang, emas dan perabotan
rumah tangga.

4. Apabila calon mempelai laki-laki tidak memenuhi persyaratan dalam prosesi


peminangan adat Bima ini, apakah pinangannya menjadi batal atau tidak sah
menurut adat?
Jawab:
Batal, ditolak oleh keluarga calon mempelai wanita, akan tetapi apabila
keluarga dari calon mempelai pria benar-benar menginginkan calon
mempelai wanita tersebut menjadi istri untuk anaknya, maka akan
dibicarakan kembali dan keluarga dari calon mempelai pria harus datang
kembali dengan membawa ketiga syarat wajib tersebut esok harinya
dengan membawa ketiga bentuk syarat wajib tersebut. karena apabila tidak
membawa ketiga syarat wajib itu maka belum dikatakan telah terjadinya
peminangan

5. Apabila tidak mampu memenuhi persyaratan dalam peminangan dan mahar


tersebut, bagaimana solusinya dan langkah apa yang harus dilakukan oleh calon
mempelai laki-laki?
Jawab:
Yaitu dirembuk kembali dan diberikan keringanan kepada calon mempelai
pria apabila calon mempelai pria ini benar-benar tidak mampu membawa
mahar yang diinginkan oleh pihak dari keluarga calon mempelai
wanitanya. Pihak dari keluarga calon mempelai pria cukup membawa
syarat wajib dalam prosesi peminanag menurut adat Bima yang telah ada
sejak zaman nenek moyangnya saja. Karena syarat wajib ini tidak boleh
dilupakan apabila tidak membawa syarat wajib ini maka belum dikatakan
telah terjadinya peminangan. Dalam hal mahar bisa diringankan tetapi
dalam hal peminanang tidak boleh ada yang dilupakan ketiga syarat
wajibnya.

6. Bagaimana menurut bapak/ibu apabila prosesi peminangan adat Bima ini tidak
dilakukan atau dalam peminangan tidak ada persyaratan yang harus dilakukan
oleh calon mempelai laki-laki terhadap calon memepelai wanitanya?
Jawab:
Apabila dalam prosesi peminangan menurut adat Bima ini tidak dilakukan
berarti belum dikatakan adanya peminangan. karena dalam prosesi
peminangan adat Bima sudah ada sejak zaman nenek moyang dan harus
dilaksanakan tidak boleh dihilangkan atau ditinggalkan.

Mengetahui,
Tokoh Agama

( )
Wawancara Kuesioner Penelitian
(Peminangan Adat Bima)
Desa Palama Kec. Donggo-Nusa Tenggara Barat

Narasumber : Mihrab
Jabatan : Petugas Desa
Pewawancara : Toty Citra. W
Hari/Tanggal : 19 September 2009

1. Bagaimana kondisi masyarakat dan kebudayaannya di Kec. Donggo, terutama di


Desa Palama?
Jawab:
Kondisi masyarakat disana masih primitif, mereka masih mempercayai
hal-hal mistik dan paranormal. Dalam hal kebudayaan masyarakat disana
sangat kental sekali dengan ajaran agama Islam karena mayoritas disana
masyarakatnya menganut agama Islam. setiap ritual adat yang mereka
laksanakan tidak keluar dari jalur dan sesuai dengan syariat Islam.
sehingga tidak ada hal yang menyimpang dalam kebudayaan disana.

2. Bagaimana kondisi perekonomian di Desa Palama, Kec. Donggo, Kab. Bima-


NTB?
Jawab:
Kondisi perekonomian yang terdapat di Desa palama Kec. Donggo masih
sangat lemah atau dapat dikatakan masih banyak masyarakat yang kurang
mampu karena mata pencaharian utama masyarakat disana yaitu bertani
atau bercocok tanam. masyarakat disana mengandalkan hasil pertaniannya
untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
3. Penghasilan utama disana didapat dari bertani dan bercocok tanam, tumbuhan apa
saja yang ditanam disana?
Jawab:
Yaitu padi, kedelai, kacang-kacangan, tomat dan bawang. tanaman yang
paling dapat menguntungkan hasil yang besar yaitu tanaman kedelai. karena
apabila dijual cukup tinggi harganya, sehingga dapat memperoleh untung
yang besar.

4. Seperti apa letak goegrafis yang terdapat di Kec. Donggo, Kab. Bima-NTB?
Jawab:
Yaitu terletak diujung timur pulau Sumbawa tepatnya pada posisi 0-
477,50 M diatas permukaan laut dan berada pada 117’40-119’10 Bujur
Timur dan 70’30 Lintang Selatan dan batas-batasannya sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Kec. Soromandi, Sebelah Timur
berbatasan dengan Kecamatan Mada Pangga, Sebelah Selatan berbatasan
dengan Kecamatan Bolo, Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan
Dompu.

5. Jelaskan sejarah singkat Desa Palama Kec. Donggo Kab. Bima?


Jawab:
Orang Bima biasa disebut dou mbojo karena kesatuan wilayah dan orang
Bima diikat oleh tiga ungkapan yaitu dana mbojo, kou mbojo dan nggahi
mbojo. Masyarakat yang berada didesa Palama Kec. Donggo rata-rata
mendiami daerah pegunungan karena disana banyak gunung, hutan dan
jurang. mereka mendiami rumah diatas gunung dengan bentuk rumah
panggung.
Mengetahui,
Pegawai Desa

( )

Anda mungkin juga menyukai