KABUPATEN GROBOGAN
SKRIPSI
Oleh :
NIM. 11920001
NIRM. 19/X/04.1.1/0820
SEMARANG
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap makhluk diciptakan saling berpasang-pasangan, begitu
juga manusia, jika pada makhluk lain untuk berpasangan tak memerlukan
tata cara dan peraturan tertentu, tidak demikian dengan manusia. Pada
manusia terdapat beberapa ketentuan yang merupakan peraturan dalam
memilih pasangan dan untuk hidup bersama pasangan. Baik itu peraturan
agama, adat istiadat maupun sosial kemasyarakatan. 1 Pernikahan adalah
suatu akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan
kewajiban serta tolong menolong antara seorang laki-laki dengan seorang
perempuan yang bukan mahramnya, dengan menggunakan syarat-syarat
dan rukun-rukun tertentu. Dalam pernikahan tidak boleh ada satu syarat
dan rukun itu yang ditinggalkan, karena hal tersebut akan berpengaruh
pada keabsahan dari pernikahan itu sendiri.2 Dalam ajaran Islam sendiri
telah diatur dan diberikan tuntunan serta penjelasan tentang berbagai
fungsi dan tujuan dari pernikahan. Selain sebagai sarana penyaluran
biologis, pernikahan juga merupakan sarana melanjutkan generasi ke
generasi berikutnya, serta sebagai sarana membentengi diri dari
gangguan setan, nafsu birahi, menundukkan pandangan mata dari
perbuatan maksiat, serta menciptakan ketenangan hidup dan
kesungguhan beribadah.
Pernikahan menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah,
merupakan salah satu sunnatullah yang umum berlaku terhadap semua
makhluk Allah yang hidup, karena setiap makhluk hidup di dunia ini
diciptakan berpasang-pasangan, ada besar ada kecil, ada langit ada bumi,
dan ada laki-laki ada perempuan, serta lain sebagainya. 3 Sebagaimana
firman Allah SWT dalam surat az zariyat 49:
1
Sulaiman Rasyid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 1954), h. 374.
2
Yasin Asnawi, Keistimewaan, Fungsi, dan Keindahan dalam Perkawinan (Kediri:
Ponpes Hidayatut Thullab, 2005), h. 71.
3
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 6 (Bandung: PT al-Ma’arif, 1980), h. 7.
1
2
َو ِم ْن ُكلِّ َش ْى ٍء َخلَ ْقنَا َز ْو َجي ِْن لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكر ُْو َن
Artinya: “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya
kamu mengingat kebesaran Allah”.4
Dalam hal dan tujuan untuk hidup berpasangan inilah istilah
perkawinan atau pernikahan disebutkan. Perkawinan merupakan sebuah
upacara penyatuan dua jiwa manusia, menjadi sebuah keluarga melalui
akad perjanjian yang diatur oleh agama karena itulah penyatuan antara dua
manusia menjadi sakral dan agung oleh sebab adanya tata cara khusus ini.
Dalam Islam tidak ada istilah hari baik atau hari buruk untuk
melaksanakan perkawinan karena semua hari yang diciptakan oleh Allah
SWT adalah baik. Pada dasarnya hari dan bulan dalam satu tahun adalah
sama. Tidak ada hari atau bulan tertentu yang membahayakan atau
membawa kesialan. Keselamatan dan kesialan pada hakikatnya hanya
kembali kepada Allah SWT.
6
Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.
4
bercampur dengan tradisi adat yang telah ada, khususnya dalam hal
pernikahan.
B. Rumusan Masalah
keluarga islam.
2. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan di
lembaga pendidikan untuk menambah literatur dibidang
pendidikan agama terutama yang bersangkutan dengan materi
di bidang hukum keluarga islam.
3. Bagi Tokoh Agama
4. Bagi Masyarakat
5. Bagi Peneliti
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian sebelumnya
1. Skripsi yang ditulis oleh Saiful Munif Jazuli Jurusan Hukum Keluarga
Islam Fakultas syari’ah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo (IAIN
Ponorogo) yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam terhadap Larangan
Menikah pada Bulan Muharram di Desa Dukuh Kecamatan
Lembeyan Kabupaten Magetan” tahun 2017. Perbedaan penelitian
yang ditulis oleh Saiful dengan penelitian ini yaitu terletak pada objek
penelitian dan letak penelitian, dimana penelitian yang ditulis oleh
Saiful membahas tentang tinjauan larangan menikah di bulan Suro,
sedangkan penelitian ini membahas tentang pernikahan bulan Suro
(muharram) menurut adat dan hukum islam. Perbedaan lainnya yaitu
pada letak penelitian, dimana penelitian saudara Saiful di Desa Dukuh
Kecamatan Lambeyan Kabupaten Magetan, Sedangkan penelitian ini
di lakukan di Desa Selo Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten
Grobogan.
2. Skripsi yang ditulis oleh Inna Nur Hasanah Program Studi Hukum
Keluarga Islam Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN
Salatiga) yang berjudul “Pantangan menikah dibulan Suro Prespektif
maslahah mursalah (Studi Kasus di Desa Batur Kecamatan Getasan
Kabupaten Semarang)” tahun 2019. Perbedaan penelitian ini dengan
yang ditulis oleh Inna Nur Hasanah yaitu terletak pada objek dan letak
9
8
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. (Bandung: CV. Alfabeta, 2005).
10
2. Definisi Operasional
1) Pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Tuhan yang maha Esa.9 Tujuan dari perkawinan adalah membentuk
keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Dalam merealisasikan tujuan dalam perkawinan
tersebut maka suami dan istri perlu adanya sikap saling
melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan
material.
9
UU RI No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan pasal 1
11
10
Dr. Lexy J Meleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2016), h. 157.
12
11
Sugiono, Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D (Bandung: Alfabeta,
2008). Hal. 225
13
a) Observasi
Observasi yaitu pengamatan dan pencatatan dengan
sistimatis atas fenomena-fenomena yang diteliti.12 Teknik observasi
merupakan metode pengumpulan data dengan melakukan
pengamatan terhadap objek yang diteliti dan pencatatan secara
sistematik gejala-gejala yang diselidiki. Observasi dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang kelakuan manusia yang terjadi di
dalam kenyataan.
c) Dokumentasi
Dokumentasi dalam pengumpulan data dengan menelaah
dokumen penting yang menunjang kelengkapan data dalam teknik
pengumpulan data ini, penulis melakukan penelitian dengan
menghimpun data yang relevan dari sejumlah dokumen resmi atau
14
Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: CV Alpa Beta, 2005), h. 73-74.
15
S. Nasution, Metode Research Penelitian Ilmiah, (cet. VII: Jakarta: BumiAksara, 2004),
h. 106
16
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, Remaja Rosdakarya,
2002), h. 135
17
Cholid Narbuku dan Abu Ahmadi, Metode penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h.
85.
15
A. Pernikahan
1. Pengertian pernikahan
20
Rahmad Hakim, Hukum Perkawinan Islam (Bandung: Pustaka Setia, 2000), h. 11.
21
Abd Shomat, Hukum Islam Penoraman Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia
(Jakarta: Prenada Media Goup, 2010), h. 272.
22
Syaikh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Madzhab
(Bandung: al Haromain), h. 318.
17
18
sebagai suami istri antara seorang pria dan seorang wanita. 23 Menurut
pengertian sebagian fuqaha perkawinan ialah akad yang memberikan
faedah hukum kebolehan mengadakan hubungan keluarga (suami-istri)
antara pria dan wanita dan mengadakan tolong-menolong dan
memberikan batas hak bagi pemiliknya serta pemenuhan kewajiban
bagi masing-masing. Dari pengertian di atas, melangsungkan
perkawinan akan mendapatkan akibat hukum diantaranya adalah saling
mendapatkan hak dan kewajiban serta bertujuan mengadakan pergaulan
yang dilandasi tolong menolong. Dalam bukunya Mohammad Idris
Ramulyo, menurut Sajuti Thalib perkawinan ialah suatu perjanjian yang
suci kuat dan kokoh untuk hidup bersama secara sah antara seorang
laki-laki dengan seorang perempuan membentuk keluarga yang kekal,
santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia. 24 Menurut
Abu Zahrah perkawinan adalah suatu akad yang menghalalkan
hubungan kelamin antara seorang pria dan wanita, saling membantu,
yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban yang harus
dipenuhi menurut ketentuan syariat. Menurut Abdurrahman Al-Jaziri
mengatakan bahwa perkawinan adalah suatu perjanjian suci antara
seorang laki-laki dan seorang perempuan untuk membentuk keluarga
bahagia.25 Pengertian perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan
adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.26
23
Moh. Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam Suatu Analisis dari Undang-Undang No
1 tahun 1994 dan Kompilasi Hukum Islam (Jakarta: Bumi Aksara), h. 1.
24
Ramulyo, Hukum Perkawinan Islam, h. 1–2.
25
Saebani, Munakahat (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 13.
26
Undang-undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam (Yogyakarta: Pustaka
Yustisia), h 7.
19
a. Wajib
Perkawinan dihukumi wajib bagi orang yang telah
mempunyai kemauan dan kemampuan untuk kawin dan
dikhawatirkan akan tergelincir pada perbuatan zina seandainya tidak
kawin. Hal ini didasarkan pada pemikiran hukum bahwa setiap
muslim wajib menjaga diri untuk tidak berbuat yang terlarang,
sedang menjaga diri itu wajib.
b. Sunnah
c. Haram
Bagi orang yang tidak mempunyai keinginan dan tidak
mempunyai kemampuan serta tanggung jawab untuk melaksanakan
kewajiban kewajiban dalam rumah tangga, sehingga apabila dalam
melangsungkan perkawinan akan terlantarlah diri dan istrinya.
Termasuk juga jika seseorang kawin dengan maksud untuk
menelantarkan orang lain, masalah wanita yang dikawini tidak
diurus hanya agar wanita tersebut tidak dapat kawin dengan orang
lain.
d. Makruh
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan
perkawinan juga cukup mempunyai kemampuan untuk menahan
diri sehingga tidak memungkinkan dirinya tergelincir berbuat zina
sekiranya tidak kawin, hanya saja orang ini tidak mempunyai
keinginan yang kuat untuk dapat memenuhi kewajiban sebagai
suami istri yang baik.
30
Al-Mawardi, Hukum Perkawinan dalam Islam (Yogyakarta: BPFE, 1998), h. 1.
21
e. Mubah
Bagi orang yang mempunyai kemampuan untuk
melakukannya, tetapi apabila tidak melakukannya tidak khawatir
akan berbuat zina dan apabila melakukannya juga tidak akan
menelantarkan istri.
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk
dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat, atau
menurut Islam calon pengantin laki-laki atau perempuan itu harus
beragama Islam. Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi
rukun dan syarat.32
31
Departemen Agama RI, Pedoman Pembantu Pegawai Pencatat Nikah, h. 16.
32
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Kencana, 2006), h. 45-46.
22
33
Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, h. 49.
34
Partokusumo, Kebudayaan Jawa Perpaduannya dengan Islam, (Yogyakarta: Ikatan
Penerbit Indonesia, 1995), h. 215.
23
a. Nontoni
Didalam tahap ini dibutuhkan peranan seorang perantara.
Perantara ini merupakan utusan dari keluarga calon calon
pengantin pria untuk menemui keluarga calon pengantin
wanita. Pertemuan ini dimaksudkan untuk nontoni atau melihat
calon dari dekat.
b. Nakokke/Nembung/Nglamar
35
Darori Amin, Islam dan Kebudaya Jawa, (Yogyakarta: Gama Media, 2000), h.131.
36
Yana, Falsafah Dan Pandangan Hidup Orang Jawa. (Yogyakarta: Absolut, 2010), h.
62-68.
24
c. Akad Nikah
d. Balangan Suruh
e. Wiji Dadi
f. Timbangan
g. Kacar Kucur
h. Sungkeman
i. Boyongan/Ngunduh Manten
37
Ririn Mas’udah, “Fenomena Mitos Penghalang Perkawinan Dalam Masyarakat Adat
Trenggalek,” JURNAL HUKUM dan SYARIAH, Vol. 1:1, (2010), h. 9.
26
suami istri dengan lafal nikah atau kawin atau yang semakna dengan
itu., sedangkan Imam Hanafi berpendapat tentang pernikahan yaitu
akad yang memfaedahkan halalnya melakukan hubungan suami istri
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan selama tidak ada
halangan.39
2. Hikmah Pernikahan
39
Zuhaily, Fiqh Munakahat, (Surabaya: CV Imtiyaz, 2013), h. 15.
40
Hermanto, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2017), h. 3.
41
Tihami dkk, Fikih Munakahat Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2009), h. 8.
28
42
Prof. Dr. Abdul Aziz, Fiqih Munakahat, (Malang: Amzah, 2011), cet. Ke-2, h.
39.
29
menjadi pakem yang wajib dihindari bagi kita kaum muslimin dan
muslimat. Menurut syara’ larangan dalam perkawinan dibagi dua,
yaitu halangan abadi (haram ta’bid) dan halangan sementara (haram
ghairu ta’bid/ta’qit). Perempuan yang terlarang untuk dinikahi
disebut mahram, diantara larangan-larangan tersebut ada yang telah
disepakati dan ada yang masih diperselisihkan.43
4) Ibu tiri, yakni bekas istri ayah, untuk kali ini tidak
disyaratkan harus adanya hubungan seksual antara ibu
dengan ayah
3. Hubungan sesusuan
43
Bunyamin, Hukum Perkawinan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2017), h.
32.
30
44
Sofyan Hasan, Hukum Keluarga Dalam Islam, (Malang: Setara Press, 2018), h.
43.
31
a. Dukuh Krajan
b. Dukuh Kauman
c. Dukuh Kebondalem
d. Dukuh Pulo
e. Dukuh Drono
f. Dukuh Ngrampaan
g. Dukuh Plumpungan
h. Dukuh Tanen.
Kategori Luas
Luas Wilayah Desa Selo 54025,6 Ha
Luas lahan sawah 19314,2 Ha
32
33
Selain itu, Desa Selo juga memiliki batas wilayah dengan desa
lain, batas wilayah Desa Selo Tawangharjo sebagai berikut:
1. Jumlah Penduduk
Dalam segi kepadatan penduduk sebanyak penduduk di Desa
Selo Grobogan pada tahun 2020 sebanyak 9536 jiwa, dengan jumlah
penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4878 orang, dan
penduduk berjenis kelamin perempuan sebanyak 4658 orang dengan
jumlah kepala keluarga sebanyak 2508 orang kepala keluarga. Data
ditahun 2019 tingkat kepadatan penduduk di Desa Selo Grobogan
sebanyak 9697 jiwa per Km2 dan terhitung sejak tahun 2015 hingga
tahun 2018 selalu mengalami kenaikan kepadatan penduduk di Desa
Selo Grobogan. Lebih detailnya sebagai berikut:
45
Hasil Dokumentasi mengenai luwas wilayah Desa Selo Kecamatan
Tawangharjo Kabupaten Grobogan, oleh penulis pada tanggal 5 Maret 2023, Pukul 10.30 WIB.
34
3. Tingkat Pendidikan
Berikut ini tingkat Pendidikan masyarakat Desa Selo
Tawangharjo menurut data pemerintah Desa Selo Tawangharjo tahun
46
Hasil Dokumentasi mengenai jumlah penduduk di Desa Selo Kecamatan
Tawangharjo Kabupaten Grobogan, oleh penulis pada tanggal 5 Maret 2023, Pukul 10.30 WIB.
47
Hasil Observasi data jumlah penduduk berdasarkan agama yang dianut
penduduk Desa Selo Kcamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan, wawancara oleh penulis, pada
tanggal 5 mei 2023, Pukul 10.30 WIB.
35
2022:
4. Mata Pencaharian
Di Desa Selo Tawangharjo sendiri terdapat berbagai mata
pencaharian pokok masyarakat yang lebih banyak masyarakatnya
bekerja sebagai pengusaha industri kecil dan menengah, serta sebagai
pedagang, berikut ini beberapa jenis mata pencaharian masayrakat
Desa Selo Tawangharjo yang sudah terdata di tahun 2022:
Tangga
2 Pensiunan 25 Orang 6 Orang
3 PNS 34 Orang 31 Orang
4 TNI 10 Orang -
5 POLRI 8 Orang 1 Orang
6 Perdagangan 1947 Orang 290 Orang
7 Petani 812 Orang 639 Orang
8 Peternak 3 Orang 2 Orang
9 Industri 16 Orang 13 Orang
10 Kontruksi 47 Orang -
11 Transportasi 45 Orang -
12 Karyawan Swasta 186 Orang 125 Orang
13 Karyawan BUMN 3 Orang 2 Orang
14 Karyawan BUMD 1 Orang -
15 Buruh Harian Lepas 55 Orang 13 Orang
16 Buruh Tani / Perkebunan 48 Orang 24 Orang
17 Buruh Peternakan - 1 Orang
18 Tukang Cukur 1 Orang -
19 Tukang Batu 1 Orang -
20 Tukang Kayu 1 Orang -
21 Tukang Las 1 Orang -
22 Tukang Jahit 1 Orang -
23 Penata Rambut 1 Orang -
24 Mekanik 1 Orang -
25 Guru 26 Orang 29 Orang
26 Dokter - 1 Orang
27 Bidan - 2 Orang
28 Perawat 1 Orang -
29 Sopir 9 Orang -
30 Pedagang 15 Orang 25 Orang
37
49
Observasi langsung mengenai data mata pencaharian masyarakat Desa Selo
Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan, oleh penulis pada tanggal 13 mei 2023, pukul
10.30 WIB.
BAB IV
50
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 6, (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1980), h. 7.
38
39
pelaksanaan akad nikah. Dalam hal ini adanya kedua mempelai adalah
yang terpenting dari syarat dan rukun pernikahan. Adanya kedua
mempelai merupakan hal primer baik sebelum maupun pada saat
pelaksanaan pernikahan, karena keduanya-lah yang akan menjalani
pernikahan. Oleh karena itu, pernikahan sah dalam Islam adalah
pernikahan yang terpenuhinya syarat dan rukun, serta tidak melanggar
larangan-larangan dalam pernikahan. Serta sesuai Undang-undang
Perkawinan No. 1 Tahun 1974 Pasal 2 ayat (1) “perkawinan adalah sah,
apabila dilakukan menurut hukum Islam”.51
Dalam Islam tidak ada istilah hari baik atau hari buruk untuk
melaksanakan perkawinan karena semua hari yang diciptakan oleh Allah
SWT adalah baik. Pada dasarnya hari dan bulan dalam satu tahun adalah
sama. Tidak ada hari atau bulan tertentu yang membahayakan atau
membawa kesialan. Keselamatan dan kesialan pada hakikatnya hanya
kembali kepada Allah SWT. Sebagaimana dalam surat An-Nahl ayat 72 :
51
Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974.
40
Saya melarang adanya praktik nikah pada bulan Suro mas, karena
dalam budaya Jawa kita harus menghitung segala sesuatunya untuk
melaksanakan gawe besar, termasuk pernikahan, yang dilakukan
masyarakat Desa Selo Kecamatan Tawangharjo Kabupaten Grobogan
tersebut adalah menghormati Ilmu Titen (hafalan) atau kejadian
kejadian yang sudah ada dalam tradisi Jawa.52
Bapak Rokhim sependapat dengan Bapak Selamet yang masih
meyakini dengan adanya musibah yang akan di terima bagi yang
melaksanakan praktik Nikah pada bulan Suro (Muharram), karena
apapun alasannya kita harus menghormati keyakinan masyarakat
sebelum kita.
Kita sadar bahwa setiap kejadian adalah kehendak Allah dan tidak ada
kaitanya dengan hal-hal yang ada di sekitar kita apalagi menjadi
penyebab utama, tetapi yang perlu diingat, walaupun kita yakin tidak
akan ada hal hal yang tidak diinginkan setelah melaksanakan
perkawinan pada bulan Suro (Muharram), tetapi masyarakat sekitar
kita sudah sangat meyakini, maka hal itu kemungkinan sangat besar
52
Wawancara dengan Bapak Selamet, Masyarakat Desa Selo Kecamatan Tawangharjo
Kabupten Grobogan, 1 Mei 2023.
41
akan terjadi.53
Masyarakat jawa kental dengan kepercayaan yang berbau
mistis dan mitos, di antaranya adalah pernikahan di bulan Suro, salah
seorang warga di desa Selo kecamatan Tawangharjo yaitu Bapak
Waluyo mengatakan :
53
Wawancara dengan Bapak Rokhim, Modin Desa Selo Kecamatan Tawangharjo
Kabupaten Grobogan, 1 Mei 2023.
54
Wawancara, dengan Bapak Waluyo, Masyarakat Desa Selo Kecamatan Tawangharjo
Kabupaten Grobogan, 1 Mei 2023.
42
55
Wawancara dengan Bapak Kyai Ali Purwadi, Tokoh agama Desa Selo Kecamatan
Tawangharjo Kabupaten Grobogan, 1 Mei 2023.
44
Sebenarnya saya tahu larangan syirik dalam agama Islam, karena itu
saya diajari oleh orangtua untuk tidak percaya dan yakin selain kepada
Allah. Tapi mbak, saya ini menandai, ada tetangga saya yang menikah
pada bulan Suro, hidupnya tidak berkah, yang satu cerai yang satu
stres.57
Hal tersebut di atas juga dikofirmasi oleh Bapak Rokhim,
menurut beliau pada dasarnya, semua adalah milik Allah dan akan
kembali ke Allah, karena itu segala apa yang terjadi pada kita adalah
kehendak Allah dan itu bukan kebetulan, tetapi menghormati tradisi
adalah suatu hal yang harus dilakukan oleh setiap orang, hal ini tidak
bisa ditawar bagi orang Jawa yang tahu adat istiadat serta hakikat
56
Wawancara dengan Bapak Selamet, Masyarakat Desa Selo Kecamatan Tawangharjo
Kabupaten Grbogan, 1 mei 2023.
57
Wawancara dengan Bapak Waluyo, Masyarakat Desa Selo Kecamatan Tawangharjo
Kabupaten Grobogan, 1 Mei 2023.
45
tawadu’ dalam tradisi Jawa, karena itu, bila ada yang melakukan
pernikahan di bulan Suro adalah sah dan tidak haram. Tetapi,
pernikahan tersebut tidak baik dan tidak etis menurut orang Jawa.
Adapun kasus yang telah terjadi, bisa jadi hal tersebut dikarenakan
tidak adanya iktikad baik untuk menghormati tradisi yang telah ada.
58
Wawancara dengan Bapak Kyai Ali Purwadi, Pemuka agama Desa Selo Kecamatan
Tawangharjo Kabupaten Grobogan, 1 Mei 2023.
59
Wawancara dengan Bapak Riyanto, Masyarakat Desa Selo Kecamatan Tawangharjo
Kabupaten Grobogan, 1 Mei 2023.
60
Wawancra dengan Ibu Prihatini, Masyarakat Desa Selo Kecamatan Tawangharjo
Kabupaten grbogan, 1 Mei 2023.
47
Sedangkan Urf sendiri ada dua macam yaitu Urf Shahih dan
Urf Fasid. Urf Shahih adalah adat kebiasaan masyarakat yang tidak
melanggar syari’at agama, sedangkan Urf Fasid adalah adat kebiasan
masyarakat yang melanggar dari ketentuan masyarakat, jadi
48
pernikahan.
dan takbiratul ihram untuk shalat, atau adanya calon pengantin laki-
laki dan perempuan dalam perkawinan.
Syarat yaitu sesuatu yang mesti ada yang menentukan sah dan
tidaknya suatu pekerjaan (ibadah), tetapi sesuatu itu tidak termasuk
dalam rangkaian pekerjaan itu, seperti menutup aurat untuk shalat,
atau menurut Islam calon pengantin laki-laki atau perempuan itu harus
beragama Islam. Sah yaitu sesuatu pekerjaan (ibadah) yang memenuhi
rukun dan syarat. Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan
hukum, terutama yang menyangkut dengan sah atau tidaknya
perbuatan tersebut dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung
arti yang sama dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang
harus diadakan. Dalam suatu acara perkawinan umpamanya rukun dan
syaratnya tidak boleh tertinggal, dalam arti perkawinan tidak sah bila
keduanya tidak ada atau tidak lengkap.
baginya.
6. Tidak karena paksaan.
7. Tidak sedang mempunyai istri empat.
b. Syarat calon pengantin wanita:
1. Beragama Islam
2. Jelas bahwa ia perempuan.
3. Jelas orangnya.
4. Tidak terdapat halangan perkawinan.
c. Syarat-syarat wali
1. Laki-laki
2. Dewasa
3. Mempunyai hak perwalian
4. Tidak terdapat halangan perwaliannya
5. Berakal dan adil (tidak fasik).
d. Syarat-syarat saksi
1. Minimal dua orang laki-laki
2. Hadir dalam ijab qabul
3. Dapat mengerti maksud akad
4. Islam
5. Dewasa dan berakal.
e. Ijab qabul syarat-syaratnya
1. Adanya pernyataan mengawinkan dari wali
2. Adanya pernyataan penerimaan dari calon mempelai pria
3. Memakai kata-kata nikah, tazwij, atau terjemahan dari kata
nikah dan tazwij
4. Antara ijab dan qabul bersambungan
5. Antara ijab dan qabul jelas maksudnya
6. Orang yang berkait ijab qabul tidak sedang ihram haji atau
umrah
7. Majlis ijab dan qabul itu harus dihadiri minimum empat
orang, yaitu calon mempelai pria atau wakilnya, wali dari
53
1. Mempelai laki-laki
2. Mempelai perempuan
3. Adanya wali nikah
4. Adanya Saksi
5. Ijab Qabul
6. Mahar
A. Kesimpulan
56
57