Draft Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Bidang Hukum Keluarga Islam (Ahwal Syakhshiyyah) Fakultas Syariah dan
Hukum Islam IAIN Bone
Oleh
FACHRYEL DYDA SETYADHI
NIM. 742302019197
PENDAHULUAN
perbuatan yang sama sekali tidak diinginkan oleh syariat. Untuk itu, perkawinan
baru dianggap sah apabila memenuhi rukun dan syaratnya. Salah satu syarat
tersebut adalah adanya mahar yang merupakan hak istri dan wajib hukumnya.
perempuan yang akan dinikahinya, yang dimana mahar tersebut akan menjadi hak
milik istri secara penuh. Seseorang bebas dalam menentukan bentuk dan jumlah
mahar yang diinginkan karena memang tidak ada batasan dalam syariat islam
mengenai mahar, akan tetapi mahar itu disunnahkan yang sesuai dengan
Perkawinan adat Bugis selain mahar yang merupakan salah satu syarat
sah, “uang panaik” juga merupakan adat yang harus dipenuhi oleh pihak laki- laki
dalam bentuk uang. Uang panaik adalah uang antaran yang harus
diserahkan oleh pihak keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga
dan Uang panaik memang hampir mirip, yaitu sama-sama merupakan kewajiban.
Namun kedua hal ini sebenarnya berbeda. Mahar merupakan kewajiban dalam
1
A.Mega Hutami Adiningsih, ”Tinjauan Hukum Islam Tentang Dui Menre
dalam Perkawinan Adat Bugis”( Makassar: Skripsi Universitas Hasanuddin, 2016), h. 4.
Islam, sedangkan Uang panaik merupakan kewajiban dalam tradisi adat
masyarakat Bugis.2
Mahar dan Uang panaik dalam perkawinan adat suku Bugis di Kab. Bone
adalah suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena dalam praktiknya
kedua hal tersebut memiliki posisi yang sama dalam hal kewajiban yang harus
dipenuhi. Walaupun dalam hal ini uang panaik lebih mendapatkan perhatian dan
dianggap sebagai suatu hal yang sangat menentukan kelancaran jalannya proses
perkawinan sehingga jumlah nominal uang panaik lebih besar daripada jumlah
nominal mahar.
Tinggi dan rendahnya uang panaik merupakan bahasan yang paling mendapatkan
perhatian dalam perkawinan Bugis, sehingga sudah menjadi rahasia umum bahwa
itu akan menjadi „buah bibir‟ bagi para tamu undangan. Adapun penyebab
antaranya: status ekonomi keluarga calon istri, jenjang pendidikan calon istri,
kondisi fisik calon istri, status pernikahan calon istri; janda dan perawan.3
Semakin tinggi status sosial pihak perempuan, maka semakin besar Uang
panaik yang dikeluarkan oleh pihak laki-laki. Hal ini menjadi masalah tersendiri
tidak disepakatinya uang panaik oleh kedua belah pihak mempelai. Bahkan,
2
A.Mega Hutami Adiningsih, ”Tinjauan Hukum Islam Tentang Dui Menre dalam
Perkawinan Adat Bugis”( Makassar: Skripsi Universitas Hasanuddin, 2016), h. 4.
3
Moh Ikbal, “Uang panaik dalam Perkawinan Adat Suku Bugis Makassar”, The
Indonesian Journal Of Islamic Family Law”, 06, (Juni, 2016), h. 201.
yang lebih parah, tak jarang pasangan tersebut malah kawin lari yang dalam
Ada dua dasar yang menjadi pegangan masyarakat Bugis, yaitu saraq
(syariah) dan adeq (adat) menjadi dua hal yang saling menemukan bentuk dalam
masyarakat sampai penaklukan seluruh tanah Bugis tahun 1906, maka unsur
yang awalnya hanya terdiri atas empat kemudian berubah menjadi lima. Ini untuk
karena itu, setelah diterimahnya saraq sebagai bagian dari pangngadereng, maka
keputusan masyarakat Bugis terhadap adat dan agama dilakukan secara bersamaan
Menurut Shils, manusia tak mampu hidup tanpa tradisi/ritual adat meski
mereka sering merasa tak puas terhadap tradisi mereka. Shils menegaskan bahwa
suatu tradisi atau ritual itu memiliki fungsi bagi bagi masyarakat antara lain:
1. Dalam bahasa klise, dinyatakan, tradisi adalah kebijakan turun
temurun. Tempatnya di dalam kesadaran, keyakinan norma dan nilai
yang kita anut kini serta di dalam benda yang diciptakan di masa lalu.
2. Memberikan legitimasi terhadap pandangan hidup, keyakinan,
pranata dan aturan yang sudah ada. Semuanya ini memerlukan
pembenaran agar dapat mengikat anggotanya.
3. Menyediakan simbol identitas kolektif yang meyakinkan,
4
Ahmad Ridha Jafar, ”Uang Panai‟ Dalam Sistem perkawinan Adat Bugis
Makassar Perspektif Hukum Islam”( Yogyakarta: Skripsi Universitas Islam Indonesia, 2016), h. 4.
memperkuat loyalitas primordial terhadap bangsa, komunitas dan
kelompok.
4. Membantu menyediakan tempat pelarian dari keluhan, kekecewaan
dan ketidak puasan kehidupan modern. 5
karena dapat memotivasi para pemuda untuk bekerja keras dalam mempersiapkan
diri menghadapi perkawinan. Selain itu, ada pula anggapan bahwa tingginya uang
panaik dapat mengurangi tingkat perceraian dalam rumah tangga karena tentu
seorang suami akan berpikir beberapa kali untuk menikah lagi dengan
pertimbangan jumlah uang panaik yang sangat tinggi. Kedua alasan tersebut tidak
menyalahi kebenaran terhadap realita yang mereka hadapi. Tapi mari kita lihat
dari sisi negatifnya juga. Pada kenyataanya banyak kita temukan pemuda yang
menjalin hubungan yang serius. Salah satu contohnya seorang yang bernama
Akmal dia telah menunda perkawinannya selama satu tahun hanya karena uang
panaik yang diminta melebihi kemampuannya. Uang panaik yang diminta oleh
seorang mahasiswi sarjana diploma. Untuk mencukupi uang panaiknya, dia tidak
melakukan kerja sampingan maupun meminjam uang dari pihak lain melainkan
membutuhkan waktu yang agak lama untuk mengumpulkan jumlah uang yang
kemaksiatan, misalnya si gadis hamil diluar nikah yang membuat orang tua si
gadis mau tidak mau harus menyetujui perkawinan mereka atau bahkan ada
perkawinan mereka.
dengan harapan agar mengelaborasi status Uang panai dalam tradisi pernikahan di
Desa Samaelo dan kaitannya dengan mahar selaku prasyarat pernikahan. Kajian
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman masyarakat mengenai mahar dan uang panai di
Desa Samaelo ?
6
Muhammad Nur Ikram ”Pengaruh Tingginya Uang Hantaran Terhadap
Penundaan Perkawinan”( Aceh: Tesis UIN Ar-Raniry Banda Aceh, 2018), h. 3-4.
C. Definisi Operasional
membantu penulis dalam memahami dan menjelaskan uraian serta makna yang
terkandung dalam judul ini, dan dapat mengetahui ruang lingkup penelitian yang
akan di teliti. Maka dari itu diperlukan penjelasan dan batasan definisi kata dan
berikut:
Eksistensi berasal dari bahasa latin exiztere yang artinya muncul, ada,
timbul, memiliki keberadaan actual. Exixtere disusun dari kata ex yang artinya
pemberian wajib dari calon suami kepada calon istri sebagai ketulusan hati calon
suami untuk menimbulkan rasa cinta kasih bagi seseorang istri kepada calon
suaminya atau suatu pemberian yang diwajibkan bagi calon suami kepada calon
Uang panai atau biasa disebut dengan uang belanja adalah biaya yang
diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan dalam rangka pelaksanaan
tertentu, tradisi tertentu,konvensi, dan hukum tertentu yang sama, serta mengarah
7
Wiratna Sujarweni, Metodologi penelitian (Yogyakarta: Pustaka baru Press, 2014), h. 87
8
H. Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat (Jakarta: Prenada Media, 2003,
Cet.Pertama), h. 84
9
Nashirul Haq Marling. “Uang Panai‟ Dalam Tinjauan Syariah”, Ilmu Hukum dan
Syariah, volume 6, nomor 2, (Desember, 2017,), h. 48.
pada kehidupan kolektif.sistem dalam masyarakt saling berhubungan antara satu
Hukum Islam adalah syariat yang berarti aturan yang diadakan oleh Allah
untuk umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi saw, baik hukum yang
semuanya.
ada beberapa tujuan yang hendak dicapai dan kegunaannya dalam penelitian ini. 10
akan di berikan kepada sehubungan dengan penelitian yang akan dibahas. Dengan
kata lain bahwa penelitian akan memperoleh kegunaan dari penelitian. Dalam hal
ini kegunaan penelitian berkenaan dengan hasil dari penelitian praktis dan ilmiah.
10
Wiratna Sujarweni, Metodologi Penelitian (Yogyakarta: Pustaka baru press, 2014), h.
87
Penulis berharap dalam menyusun penulisan ini dapat memberikan
E. Orisinalitas Penelitian
memiliki kesamaan topik dan berguna pula mendapatkan sebuah ilustrasi bahwa
penelitian yang dilakukan bukan merupakan suatu plagiat, yang pada dasarnya
adalah untuk mendapatkan gambaran hubungan topik yang akan dibahas atau
diteliti dengan penelitian yang sejenis yang mungkin pernah diteliti oleh peneliti
sebelumnya. Sehingga dalam penulisan ini tidak ada pengulangan materi terhadap
Adapun beberapa karya yang berhasil ditemukan oleh penulis antara lain:
Pertama, A. Mega Utami Adiningsih, daalam skripsi yang berjudul
“Tinjauan Hukum Islam Tentang Dui’Menre (Uang Belanja) Dalam Perkawinan
Adat Bugis”, Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin
Makassar 2016. Dalam skripsi ini membahas mengenai dui menre (uang belanja)
dalam perkawinan adat bugis di tinjau dari segi hukum islam adapun persamaan
dari penelitian ini sama-sama membahas uang panai, adapun perbedaannya satu
ditinjau dari hukum islam satu dari eksistensinya.
Kedua, Nur Avita, dalam skripsi yang berjudul “Mahar Dan Uang Panai
Universitas Negeri Syarif Syarif Hidayatullah Jakarta 2019. Dalam skripsi ini
membahas mengenai perspektif hukum islam Mahar dan Uang panai, adapun
Terhadap Mahar dan Uang Panai’ Pada Adat Pernikahan di Desa Tanete
sama-sama membahas Mahar dan Uang panai, adapun perbedaannya terletak pada
lokasi penelitian.
F. Kerangka Pikir
sebelumnya, maka pada bagian ini, diuraikan kerangka pikir yang dijadikan
ini. Hal ini perlu dikembangkan karena berfungsi mengarahkan penulis untuk
Hukum Islam
Pemahaman Masyarakat
Kedudukan Mahar dan Uang
menngenai Mahar dan Uang
Panai
Panai
Hasil
Gambar 1.1
hal ini hukum Islam mengenai Mahar dan Uang Panai dapat diketahui berdasarkan
G. Sistematika Pembahasan
Dalam sistematika penulisan ini, agar dapat mengarah pada tujuan yang
telah ditetapkan, maka skripsi ini disusun secara sistematis yang terdiri dari lima
bab yang masing-masing memiliki dan terdiri dari beberapa sub-bab, dimana
yang satu dan tak terpisahkan (inherent). Maka dari itu penulis akan
Bab II, merupakan bagian yang memuat uraian tentang kajian pustaka atau
buku-buku yang berisi teori-teori besar dan teori-teori yang dirujuk dari pustaka
penelitian kualitatif ini keberadaan teori baik yang dirujuk dari pustaka atau hasil
penelitian terdahulu yang digunakan sebagai penjelasan dan berakhir pada
Bab III, menjelaskan tentang metode penelitian yang dipakai oleh peneliti
yang didalamnya berisi jenis penelitian, pendekatan penelitian, data dan sumber
Bab IV, merupakan bagian analisis dan pembahasan yaitu hasil penelitian
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Mahar
1. Pengertian Mahar
Mahar adalah satu diantara hak istri yang didasarkan pada Al-
qur’an, sunnah dan ijma’.Mahar dalam Islam sering pula dikenal dengan
dari calon suami kepada calon istri ketika berlansungnya acara akad
suami istri. Dalam tetm al-sadaqah, maka yang dimaksud adalah sebagai
merupakan sesuatu yang wajib. Mahar juga disebut sadaq, karena ketika
senggama.
11
Sabri Samin, Dkk, Fikih 11 (Makassar, Alauddin Press, 2010), h. 45.
Dari beberapa pandangan dapat dipahami bahwa mahar:
adanya persetubuhan.
dengan kerelaan.
bahwa kewajiban membayar mahar disebabkan oleh dua hal, yatu adanya
akad nikah yang sah dan terjadinya senggama sungguhan (bukan karena
zina).
calon istrinya, dan dianggap sebagai salah satu tanda kecintaan dan kasih
sayang calon suami kepada calon istri yang dilamar, serta sebagai simbol
12
Sabri Samin, Dkk, Fikih 11 (Makassar, Alauddin Press, 2010), h. 46.
ِن ٍء ِم ِط ِهِت
َ َفِإْن َنْب َلُك ْم َعْن َش ْي ْنُه َنْف ًس ا َفُك ُلوُه َه يًئا َم ِر يًئا،آُتوا الِّنَس اَء َص ُد َقا َّن ْحِنَلًة
itu mahar didahului oleh janji, maka pemberian itu merupakan bukti
kebenaran janji. Dapat juga dikatakan bahwa mahar bukan saja lambang
dan menanggung kebutuhan hidup istrinya, tetapi lebih dari itu, ia adalah
mahar hendaknya sesuatu yang bernilai materi. Mahar juga dapat berarti
perempuan.
13
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya (Bandung: Jumanatul’
Ali-Art,2005), h. 78.
Islam telah menegakkan tujuan-tujuan yang luhur dan mulia untuk
dan suci, baik berupa benda-benda yang berharga maupun dalam bentuk
jasa. Kriteria lain adalah mahar haruslah suatu benda yang boleh dimiliki
dan halal diperjual belikan. Karenanya babi dan minuman keras tidak
dapat dijadikan mahar, karena keduanya bukanlah harta yang halal bagi
umat Islam. Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Ahmad bin Umar al-Dairabi. Persyaratan lain yang tak kalah pentingnya
adalah bahwa mahar itu tidak mengandung unsur tipuan. Imam Syafi’I,
dalam mahar. Segala sesuatu yang dapat dijadikan harga dalam jual beli
dirham, maka akad tetap sah, dan wajib membayar mahar sepuluh
bila belum mencampuri, maka dia boleh memilih antara membayar tiga
a. Mahar Musamma
dalam redaksi akad. Para ulama Mazhab sepakat bahwa tidak ada
b. Mahar Miitsil
itu akad nikah boleh dilakukan tanpa menyebut mahar, dan bila
14
Sabri Samin, Dkk, Fikih 11 (Makassar, Alauddin Press, 2010), h. 46
15
Ahmad Rofiq, Hukum Islam Di Indonesia (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2003),
h. 105.
Jenis barang yang dijadikan mahar, wujud dari sesuatu yang dapat
Hutang mahar seperti itu wajib dilunasi dengan cara dan waktu yang
Mahar yang diberikan kepada calon istri harus memenuhi syarat- syarat
sebagai berikut:
mahar. Akan tetapi apabila mahar sedikit tapi bernilai maka tetap
sah.
b. Barangnya suci dan bisa diambil manfaat. Tidak sah mahar dengan
khamar, babi, atau darah, karena semua itu haram dan tidak
berharga.
disebutkan jenisnya.17
B. Uang Panai
uang pemberian dari pihak laki-laki kepihak perempuan. Ada dua jenis
pemberian yaitu sunrang yang secara simbolis berupa sejumlah uang atau
barang yang sesuai dengan derajat perempuan dan uang panai‟ yang
Selatan adalah uang yang diberikan oleh pihak laki-laki kepada pihak
pihak perempuan. Uang panai‟ ini jumlahnya ditentukan oleh pihak dari
belah pihak, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masalah uang panai‟
dilaksanakan.19
Semakin tinggi status sosial pihak perempuan maka semakin besar uang
17
Abi Abdillah Muhammad Ibn Ismail Ibn Ibrahim an-Nukhai, Sahih Bukhari. Cetakan
Ibnu Jauzi, no hadis 5150, h. 631
18
Sugira Wahid, Manusia Makassar (Makassar: Pustaka Refleksi, 2007), h. 21.
19
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan,Adat dan Upacara
Perkawinan Daerah SUL-SEL(Makassar : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, 2006), h. 37.
panai‟ yang akan diberikan oleh pihak laki-laki. Hal ini menjadi masalah
bahkan terkadang terjadi kawin lari atau silariang disebabkan oleh tidak
tingkatan mahar dan uang panai‟ agak berbeda-beda antara satu daerah
a. Stratifikasi Sosial
yang tajam meruakan suatu ciri khas bagi masyarakat Sulawesi Selatan
pada saat yang sama tumbuh dan berkembang secara tajam stratifikasi
golongan bawah.
Makassar tidak lagi diukur dari kekayaan dan jabatan yang disandang
b. Adat Istiadat
Mahar dan Uang panai dalam perkawinan adat suku Bugis adalah suatu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena dalam prakteknya kedua hal
tersebut memiliki posisi sama dalam hal kewajiban yang harus dipenuhi.
Walaupun Uang panaik lebih mendapatkan perhatian dan dianggap sebagai suatu
Apabila kisaran Uang panaik biasa mencapai ratusan juta rupiah karena
dipengaruhi oleh beberapa faktor, justru sebaliknya mahar yang tidak terlalu
yang biasanya berbentuk barang yaitu tanah, rumah, atau satu set perhiasan. Hal
tersebut dapat dilihat ketika prosesi akad nikah yang hanya menyebutkan mahar
20
Muhammad Saleh Ridwan, Perkawinan dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum
Nasional, h. 10.
21
Moh Ikbal, Tinjauan Hukum Islam Tentang Uang panaik Dalam Perkawinan Adat
Suku Bugis Makassar Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar. Skripsi
(Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012), h. 20.
Secara sederhana kedua istilah di atas memang memiliki pengertian yang sama
yaitu keduanya sama-sama merupakan kewajiban. Namun, jika dilihat dari sejarah yang
melatar belakanginya, pengertian kedua istilah tersebut jelas berbeda. Mahar adalah
kewajiban dalam tradisi Islam, sedangkan Uang panaik adalah kewajiban menurut
Dalam adat perkawinan Bugis, terdapat dua istilah yaitu sompa dan uang panaik.
Sompa atau mahar adalah pemberian berupa uang atau harta dari pihak laki-laki
kepada pihak perempuan sebagai syarat sahnya perkawinan menurut ajaran Islam.
Sedangnkan Uang panaik adalah uang antaran yang dimana harus diserahkan oleh pihak
keluarga calon mempelai laki-laki kepada pihak keluarga calon mempelai perempuan
sejumlah uang rella‟ ( yakni rial, mata uang Portugis yang sebelumnya berlaku, antara
lain di Malaka). Dimana Rella ini ditetapkan sesuai status perempuan yang akan menjadi
hak miliknya. Akan tetapi, sompa atau mahar jarang terjadi perdebatan karena hal ini
dianggap sebagai hal yang biasa dan diukur sesuai kemampuan calon mempelai laki-laki.
Pada Lontara milik A. Najamuddin dijelaskan bahwa sompa atau mahar juga
mempunyai tingkatan yang berlaku dalam masyarakat muslim Bone yaitu sebagai
berikut:
1. Sompa bocco
Yaitu sompa yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada seorang perempuan
yang berstatus raja ketika dinikahi, yaitu 14 kati doi yang disertakan pula dengan
ata‟(budak) dan seekor kerbau. Sepanjang sejarah kerajaan Bone bahwa sompa bocco ini
hanya berlaku pada diri Bataritoja sebagai Raja Bone ke 16 dan ke 20.
22
Ardianto Iqbal, Uang panaik Sebuah Kajian Antara Tradisi Dan Gengsi,
(Bandung, Mujahidi Grafis: 2016), h. 29.
2. Sompa ana‟ bocco
Yaitu sompa yang diberikan kepada putri raja yang lahir dan menikah
pada saat ibu atau ayahnya sedang menjadi raja, ketika dinikahi oleh seorang
lelaki, yaitu 7 kati doi lama disertakan pula seorang ata‟(budak) dan seekor
kerbau.
Yaitu sompa yang diberikan kepada putri raja yang lahir sebelum dan
sesudah ayahnya/ibunya menjadi raja ketika dinikahi oleh seorang laki-laki, yaitu
3 kati doi lama disertakan pula seorang ata‟(budak) dan seekor kerbau.
4. Sompa kati
dinikahi oleh seorang lelaki, yaitu 1 kati doi lama disertakan pula seorang
5. Sompa to deceng
Yaitu sompa yang diberikan kepada putrinya ketika dinikahi oleh seorang
6. Sompa to sama
7. Sompa ata‟
23
Syarifuddin Latif, Fikih Perkawinan Bugis Tellumpoccoe (Tangsel: Gaung Persada
Press Jakarta, 2016), h. 107-108
perkawinan. Besarnya Uang panaik ini ditentukan oleh keluarga perempuan.
Dimana, sekitaran 20 juta hingga ratusan juta tergantung kesepakatan dari kedua
Uang panai tersebut pada masyarakat Bone sangat sensitive dan sangat
menentukan diterima atau tidaknya suatu lamaran dari seorang laki- laki kepada
seorang perempuan.
1. Status sosial keluarga perempuan apakah dia dari keturunan bangsawan atau
bukan. Namun, untuk sejarang faktor ini sudah tidak terlalu diperhatikan lagi.
3. Jenjang pendidikan, besar kecilnya Uang panaik juga sangat berpengaruh mengenai
tingkat sekolah dasar maka semakin kecil pula Uang panaik yang dipatok begitu
pula sebaliknya jika calon mempelai perempuan lulusan sarrjana maka semakin
4. Kondisi fisik calon istri, yang dimaksud ialah paras yang cantik, tinggi badan, kulit
putih dll. Semua factor ini tetap saling berhubungan, bila saja calon istri tidak
memiliki paras yang cantic tapi kondisi ekonomi yang kaya, maka tetap saja Uang
5. Perbedaan antara Janda dan Perawan, terdapat perbedaan dalam penentuan Uang
panaik antara perempuan yang janda dan perawan. Biasanya perawan lebih banyak
diberikan Uang panaik dari pada janda, namun tidak menutup kemungkinan bisa
juga janda yang lebih banyak diberikan jika status sosialnya memang tergolong
24
Nashirul Haq Marling. “Uang Panai‟ Dalam Tinjauan Syariah”, Ilmu Hukum Dan
Syariah, olume 6, nomor 2, (Desember, 2017,), h. 50-51.
bagus.25
Uang panaik yang disyaratakan. Hal ini tentulah tidak sejalan dengan ketentuan
dalam agama Islam, dimana Islam tidak membeda- bedakan status sosial dan
kondisi seseorang apakah kaya, miskin, cantik, jelek, berpendidikan atau tidak.
Semua manusia dimata Allah mempunyai derajat dan kedudukan yang sama, hal
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
prosedur statistik atau bentuk perhitungan lainnya, tetapi pada prosedur analisa
25
Moh. Ikbal . “Uang panaik‟ Dalam Perkawinan Adat Suku Bugis Makassar”, Al-
Hukuma,volume 6, nomor 1, (Juni, 2016,), h. 203.
26
Moh. Ikbal . “Uang panaik‟ Dalam Perkawinan Adat Suku Bugis Makassar”. h. 209.
non sistematis. Prosedur ini menghasilkan temuan yang diperoleh dari data yang
wawancara, namun bisa juga mencakup dokumen, buku, kaset dan video.27
Jenis penelitian ini dipilih karena peneliti bermaksud untuk memahami dan
fenomena yang terjadi dan menganggap bahwa fenomena ini tidak akan terjawab
jika hanya mengandalkan kuesioner yang diisi oleh narasumber, jadi perlu adanya
pendekatan yang intens dan secara personal antara peneliti dan narasumber
sehingga mendapatkan informasi yang detail dan akurat langsung dari pihak yang
terkait.
B. Lokasi Penelitian
daerah penelitian dalam hal ini tempat terdapatnya sumber data primer. Adapun
C. Pendekatan Penelitian
27
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif (Cet I;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), h.4.
Pendekatan Empiris Yuridis yaitu suatu pendekatan yang meneliti data
penelitian ini dibutuhkan data sekunder dan primer untuk memenuhi kebutuhan
penelitian.
bahwa wujud empiris dari suatu agama dianggap sebagai yang paling benar
29
dibandingkan dengan yang lainnya. Pendekatan ini dipilih karena dalam
1. Data
yaitu:
e. Data Primer
28
Ronny Hanitijo Sumitro, Metodologi Penelitian Hukum (Jakarta: Ghalia Indonesia,
1994), h. 3.
29
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam (Cet. XXI ; Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 28.
pertama.30 Adapun data primer dari penelitian ini berupa hasil
permasalahan yang terkait dengan objek penelitian dalam hal ini pihak
f. Data Sekunder
lanjut dan disajikan oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak
lain.31 Adapun data sekunder dari penelitian berupa data atau arsip dari
2 . Sumber Data
E. Instrumen Penelitian
penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi instrumen penelitian selain berupa
alat perekam, daftar pertanyaan wawancara juga yang menjadi instrumen adalah
tujuan dari penelitian itu. Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen
atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri sehingga peneliti harus validasi.
30
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, ED II (Cet XIII;
Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 42
31
Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, h. 42.
penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti, kesiapan peneliti untuk
32
Sugiono, Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D (Bandung:
Alfa Beta, 2009), h. 305.
33
Afrizal, Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan Peneltian
Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu (Cet. I; Jakarta : Rajawali Pers, 2014), h. 134.
34
Suryani dan Hendryadi, Metode Riset Kuantitatif: Teori dan Aplikasi pada Penelitian
Bidang Manajemen dan Ekonomi (Cet, I; Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), h. 181.
35
Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif (Cet. I;
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 175.
mengetahui dan menguasai permasalahan yang terkait dengan objek
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan dokumentasi, dengan
melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan
akan dipelajari, serta membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh sendiri
maupun orang lain.37 Secara garis besar langkah-langkah untuk menganalisis data
sebagai berikut:
1. Reduksi Data (Data Reduction) adalah data yang diperoleh dari lapangan
jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka segala informasi yang
dibutuhkan dan berkaitan dengan penelitian perlu dicatat secara teliti dan
rinci. Dalam merudiksi data, setiap penelitian akan dipandu oleh tujuan
yang akan dicapai. Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada
temuan.
36
Johni Dimyati, Metodologi Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya pada Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD), H. 100.
37
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 89.
pada penelitian kualitatif dalam menganalisis data yang telah didapat
table, grafik, dan lain-lain. Kegiatan ini dilakukan agar lebih memudahkan
dalam meraih data yang akurat dan sesuai dengan tujuan penelitian.38
penulis menyimpulkan makna dari setiap fakta yang terjadi dan terungkap
pengelolaan data diatas maka akan diperoleh hasil penelitian yang dapat
DAFTAR PUSTAKA
38
Irwan, Dinamika Dan Perubahan Social pada Komunitas Local (Yogyakarta:
Deepublish, 2018), h. 71.
39
Irwan, Dinamika Dan Perubahan Social pada Komunitas Local, h. 72.
Sujarweni,Wiratna. Metodologi penelitian, Yogyakarta: Pustaka baru Press, 2014.
Rahman, Ghazaly Abd.Fiqh Munakahat (Jakarta: Prenada Media, Cet.I,
2003.
Marling. Nashirul Haq, “Uang Panai‟ Dalam Tinjauan Syariah”, Ilmu Hukum
dan Syariah, Desember, 2017.
Sujarweni, Wiratna. Metodologi Penelitian, Yogyakarta: Pustaka baru press,
2014.
Samin, Sabri. Dkk, Fikih 11, Makassar, Alauddin Press, 2010.
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, Bandung: Jumanatul’
Ali-Art, 2005.
Rofiq, Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2003.
Shomad, Abd. Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah Dalam Hukum
Indonesia, Jakarta:Kencana Group, 2010..
Muhammad. Abi Abdillah Ibn Ismail Ibn Ibrahim an-Nukhai, Sahih Bukhari.
Cetakan Ibnu Jauzi, no hadis 5150.
Wahid, Sugira. Manusia Makassar, Makassar: Pustaka Refleksi, 2007.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sulawesi Selatan,Adat dan Upacara
Perkawinan Daerah SUL-SEL, Makassar : Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata, 2006.
Ridwan, Muhammad Saleh. Perkawinan dalam Perspektif Hukum Islam dan
Hukum Nasional, 2003.
Ikbal, Moh. Tinjauan Hukum Islam Tentang Uang panaik Dalam Perkawinan
Adat Suku Bugis Makassar Kelurahan Untia Kecamatan Biringkanaya
Kota Makassar. Skripsi, Surabaya: IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012.
Iqbal, Ardianto. Uang panaik Sebuah Kajian Antara Tradisi Dan Gengsi,
Bandung, Mujahidi Grafis: 2016.
Latif, Syarifuddin. Fikih Perkawinan Bugis Tellumpoccoe, Tangsel: Gaung
Persada Press Jakarta, 2016.
Marling, Nashirul Haq. “Uang Panai‟ Dalam Tinjauan Syariah”, Ilmu
Hukum Dan Syariah, Desember, 2017.
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, Cet I;
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003.
Sumitro, Ronny Hanitijo. Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1994.
Nata, Abuddin. Metodologi Studi Islam, Cet. XXI ; Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Umar, Husein. Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, ED II ,Cet XIII;
Jakarta: Rajawali Pers, 2014.\
Sugiono. Metode Penelitian Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D,
Bandung: Alfa Beta, 2009.
Afrizal. Metode Penelitian Kualitatif: Sebuah Upaya Mendukung Penggunaan
Peneltian Kualitatif dalam Berbagai Disiplin Ilmu, Cet. I; Jakarta :
Rajawali Pers, 2014.
Suryani dan Hendryadi, Metode Riset Kuantitatif: Teori dan Aplikasi pada
Penelitian Bidang Manajemen dan Ekonomi, Cet, I; Jakarta: Prenadamedia
Group, 2015.
Ghony, Djunaidi dan Fauzan Almanshur. Metode Penelitian Kualitatif, Cet. I;
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Dimyati, Johni. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Aplikasinya pada
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 2014.
Irwan. Dinamika Dan Perubahan Social pada Komunitas Local (Yogyakarta:
Deepublish, 2018..