Anda di halaman 1dari 23

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN,

RISET, DAN TEKNOLOGI


UNIVERSITAS JAMBI
FAKULTAS HUKUM

PELAKSANAAN PEMBERIAN SANKSI ADAT KAWIN LARI


DI DUSUN TANJUNG KECAMATAN TANAH
SEPENGGAL KABUPATEN BUNGO

PROPOSAL SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Seminar Proposal Skripsi Pada
Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Jambi

MEIDY RAHMA UTARI


B10018435

Pembimbing :
1. Dr. Diana Amir, S.H., M.H.
2. Sulhi Muhammad Daud Abdul Kadir, Lc., M.H.

JAMBI
2022
1
`

BAB I

A. Latar Belakang
Sekian banyak suku di Indonesia salah satu suku dan budaya yang unik di

Indonesia yaitu suku melayu Jambi karna keanekaragaman di suku melayu

Jambi sangat unik salah satunya yaitu pernikahan proses pernikahan pada tiap-

tiap daerah selalu menjadi hal yang menarik untuk di bahas. Baik dari segi

dari latar belakang pernikahan maupun dari segi kompleksitas pernikahan itu

sendiri1. Pernikahan merupakan suatu akad untuk menghalalkan hubungan

antara laki-laki dan perempuan sebagai suami istri kedua belah pihak, dengan

dasar suka rela dan keridhahan kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu

kebahagiaan dalam berumah tangga yang diliputi rasa kasih sayang dan

ketentraman dengan cara-cara yang diridhai Allah.

Indonesia ditegaskan di dalam Konstitusi Negara yang mengakui

keberadaan masyarakat hukum adat, yaitu terdapat di dalam Pasal 18 B Ayat

(2) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa: “Negara mengakui

dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak

tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan

bangsa, masyarakat dan prinsip-prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Pertama, pengakuan terhadap masyarakat hukum adat diletakkan pada

syarat-syarat sepanjang masih hidup, sesuai dengan perkembangan masyarakat

dan prinsip NKRI. Persyaratan ini pun bersumber dari persyaratan yang telah

diperkenalkan oleh Undang-undang di bawahnya. Pada banyak sisi,

1
Ridwan Syam et al., Sejarah Lembaga Kajian dan Penulisan Sejarah Budaya, Jakarta,
2009, hal.42

1
2
`

persayaratan normatif tersebut menjadi kendala pada pengakuan dan

pelindungan keberadaan hak-hak masyarakat hukum adat, karena frasa

“sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan

prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia” tersebut dalam kenyataannya

menyebabkan upaya pengakuan itu sendiri lebih banyak berhenti pada

diskursus menyangkut indikator dari persyaratan-persyaratan tersebut.

Beberapa undang-undang maupun peraturan operasional bahkan tidak

memiliki kesamaan indikator untuk menterjemahkan syarat-syarat

konstitusional keberadaan masyarakat hukum adat.

Kedua, konstitusi memperkenalkan dua istilah, yaitu Kesatuan

masyarakat hukum adat Pasal 18 B Ayat 2 dan masyarakat tradisional Pasal 28

I Ayat 3. Sama sekali tidak ada penjelasan menyangkut kedua istilah tersebut.

Undang-Undang No. 6 tahun 2014 tentang Desa telah mencoba

menerjemahkan Pasal 18 B Ayat (2) UUD 1945 dengan memperkenalkan

“desa adat” sebagai pandangan dari “kesatuan masyarakat hukum adat.”

Namun ternyata penerapan Undang-undang tersebut masih menyisakan

persoalan pokok menyangkut unit sosial masyarakat hukum adat, dimana

istilah masyarakat hukum adat tidak dapat terakomodasi secara sempurna di

dalam terminologi “desa adat” yang diperkenalkan undang-undang Desa

tersebut.2

Menghadapi situasi sebagaimana digambarkan di atas, negara ternyata

tidak menyediakan suatu mekanisme penyelesaian konflik yang mampu

2
Roni Sulistianto Lahukay, Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayah Kawasan Hutan,
Inkuiri Nasional Komnasham, Jakarta, 2016, hal. 38
3
`

menjamin kepastian hukum tetapi lebih jauh dari itu mampu menjamin

tercapainya keadilan bagi masyarakat hukum adat. Mekanisme penyelesaian

konflik yang tersedia lebih banyak melalui jalur yudisial. Sementara pilihan

untuk menggunakan jalur ini sangat beresiko bagi masyarakat hukum adat

karena seringkali berbenturan dengan status legal masyarakat hukum adat,

baik statusnya sebagai subjek hukum maupun status kepemilikan masyarakat

hukum adat atas objek hak asal-usulnya.

Salah satu kekayaan Indonesia adalah banyaknya hukum adat dan adat

istiadat yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Hampir setiap daerah

di Indonesia mempunyai kebiasaan tersendiri yang kelestariannya tetap dijaga

dan dipertahankan, meskipun daerah itu sudah maju dan tampak sudah

menjadi adat setempat yang berhubungan dengan perilaku masyarakat.

Aturan-aturan yang berbeda tersebut disebabkan karena sifat kebiasaan

masyarakat, adat istiadat, agama dan kerpercayaan masyarakat Indonesia yang

berbeda.

Zaman globalisasi seperti sekarang semakin marak terjadinya Pergaulan

bebas generasi muda yang menyebabkan banyak terjadinya penyimpangan hal

ini disebabkan dengan semakin mudahnya bergaul dengan orang lain dan

menjalin hubungan baik itu percintaan dan asmara, jika dilihat dari segi

pergaulannya sudah banyak kasus-kasus yang telah terjadi penyimpangan

yang melanggar hukum, norma dan adat istiadat setempat, seperti kawin lari

dan penyimpangan lainnya, kawin lari biasanya disebabkan oleh tidak adanya

restu dari orang tua, hamil diluar nikah, faktor ekonomi dan usia. Seperti
4
`

halnya di Dusun Tanjung Tanah Sepenggal Kabupaten Bungo, dampak yang

ditimbulkan dari kawin lari adalah sering terjadinya pertengkaran rumah

tangga, adanya kebencian keluarga, pemutusan hubungan kepada anak yang

melakukan kawin lari, dan anak yang kawin lari tidak pulang baik kepada

keluarga.

Faktor yang melatarbelakangi kawin lari yaitu faktor suka sama suka,

syarat-syarat pembiayaan terlalu tinggi atau terkendala di uang panai’, laki-

laki dan perempuan telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan

hukum islam, hukum adat dan yang terakhir faktor budaya atau tradisi adat 3.

Tradisi kawin lari mengakibatkan adanya keharusan si gadis untuk tinggal

serumah bersama si bujang sebelum terjadinya akad nikah. Cara penyelesaian

kawin lari sama seperti pernikahan biasa hanya saja tidak lagi menggunakan

pemilihan jodoh pertunangan tetapi langsung pada proses pernikahan.

Walaupun kedua pasangan ini menyadari bahwa tindakan kawin lari

ini penuh resiko tetapi itulah jalan terbaik baginya untuk membina

rumah tangga dengan kekasihnya kelak. Kawin lari ini adalah suatu bentuk

perkawinan yang tidak di benarkan oleh adat Kecamatan Tanah sepenggal

terutama di Dusun Tanjung, itulah sebabnya para pelaku kawin lari artinya

orang yang menyalahi aturan adat dan aturan norma.

Kehidupan sosial masyarakat Dusun Tanjung dan Suku Jambi pada

dasarnya kawin lari tersebut tidak dibenarkan, karena didalamnya ada hal-hal

yang dilanggar yaitu tidak mengindahkan asas musyawarah dan mufakat,

3
Titik Riyani, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Adat Lahi Kawin, Studi Kasus di Rejosari,
Skripsi Fakultas Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,2011.
5
`

terjadinya pemaksaan kehendak dan terbukanya aib keluarga maupun

masyarakat karena kawin lari akan berpeluang terjadinya maksiat, penegakan

hukum dan sanksi adat secara tegas dan adanya perasaan malu masyarakat

terhadap perbuatan yang menyimpang ini sangat besar pengaruhnya dalam

mengatur kehidupan sosial dalam masyarakat.

Setiap pelanggaran adat dalam kasus kawin lari selalu mendapatkan

sanksi berupa bahan pergunjingan terkadang di dalam kehidupan masyarakat,

peristiwa kawin lari dilakukan kerabat akan menjadi bahan percekcokan

dengan masyarakat sekitarnya yang berujung pada saling bunuh,

pertengakaran ini merupakan bentuk gejala awal yang melahirkan kebencian

dan permusuhan dikalangan masyarakat.4

Umumnya kawin lari dalam masyarakat Suku Jambi khususnya di

masyarakat Dusun Tanjung dianggap sebagai penyelesaian hubungan rasa

cinta yang mengalami hambatan dari pihak orang tua kerabat, karena masih

ada sebagian orangtua di masyarakat yang menentukan pilihan pasangan

terhadap anak-anaknya, yang mengakibatkan kurangnya kebebasan anak

dalam memilih pasangan hidup yang dikehendakinya, walaupun sudah ada

juga orang tua yang membebaskan anaknya untuk memilih jodoh sendiri.

Pihak laki-laki biasanya membawa pergi perempuan ke rumah pak imam

nanti kalau sudah dinikahi baru dibawa pergi kerumah laki-laki. Kedua belah

pihak bisa menikah apabila dapat izin dari keluarga mempelai perempuan,

dalam hal ini imam setempat yang memberikan persuratan kepada imam
4
Ageng Triganda Sayuti dan Dini Suryani, Sanksi Adat Perkawinan Semarga Masyarakat
Batak Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan, Jurnal of Civil and Bussiness Law, Vol 3 No. 1,
2022.
6
`

dimana tempat tinggal mempelai perempuaan pelaku kawin lari karena

biasanya apabila dilakukan persuratan izin terkadang tidak langsung di beri

izin dari pihak keluarga mempelai perempuan dan ada juga tanpa

sepengetahuan pihak keluarga mereka langsung menikah.

Setelah beberapa bulan atau tahun lamanya di pelarian maka ada hasrat

untuk datang baik, maka pihak pemuda pun mendatangi orang tua perempuan

itu untuk menyampaikan maksudnya pihak laki-laki minta acara biasanya

orang tua perempuan masih emosi, maka ia mewakilkan pada saudaranya

untuk berembuk. Bila terjadi kata sepakat untuk datang juga ditetapkan

passala (uang denda). 5Pelaku kawin lari bertahun-tahun baru datang baik atau

keluarganya, terkadang sudah mempunyai anak baru datang baik, proses

datang baik ini dilakukan apabila sudah meminta izin kepada kedua orangtua

perempuan dan apabila sudah disetujui, maka selanjutnya dilakukan acara atau

datang baik maka tidak ada lagi namanya tupakasiri. Proses datang baik

adalah mengurus permintaan maaf boleh dilakukan oleh bersangkutan sendiri,

melainkan harus melalui orang-orang tertentu yang memiliki wibawa atau

tokoh masyarakat yang disegani. Namun hal ini bukan merupakan jaminan

untuk diterimanya kembali kekeluarganya, karena terkadang ada juga

pemberian maaf sering di ulur-ulur oleh pihak keluarga perempuan, bahkan

sampai bertahun tahun lamanya barulah bisa di beri maaf, memang

konsekuensi kawin lari ini cukup berat untuk dihadapi, karena nyawa

taruhanya selama mereka tidak datang dengan baik. 6


5
Hadikusuma, Hilman, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, cet. 2, Mandar Maju,
Bandung, 2003
6
Syukri Daeng Limpo, Masalah Kawin Lari, Mimbar Karya, Artikel, 9 desember 1984.
7
`

Terkadang orang yang melakukan kawin lari biasa ada yang tidak pulang

baik walaupun telah menikah secara resmi di tempat dimana mereka

melakukan kawin lari pasangan kedua belah pihak pasti ingin pulang baik ke

orang tuanya akan tetapi pasangan kawin lari ini tidak diterima begitu saja

oleh keluarga belah pihak. Agar bisa diterima oleh keluarga siperempuan

maka pelaku kawin lari ini harus menggelar acara atau berdamai dengan pihak

keluarga si perempuan, pelaku kawin lari harus menyediakan sunrang atau

bisa dikatakan mahar dan passala atau denda karena keduanya telah berbuat

salah. Selain itu Pihak laki-laki harus menyediakan uang panai’. Apabila

pelaku kawin lari belum bisa memenuhi semua itu maka keduanya tidak

bisa pulang baik.

Kasus pelaku kawin lari sebaiknya memang dihentikan setidaknya

mengurangi terjadinya kawin lari karena dilihat dari dampak yang ditimbulkan

oleh pelaku kawin lari lebih banyak menimbulkan mudarat dari pada maslahat.

Mungkin sebagai solusinya, para tokoh adat, tokoh agama, dan pendidik

sebaiknya memberikan pencerahan kepada generasi muda agar tidak

melakukan kawin lari, kemudian bagi orang tua yang memiliki anak gadis

agar tidak membebani dengan permintaan sebagai mahar yang terlalu tinggi.

Sesungguhnya Allah SWT tidak suka orang yang berlebihan.

Berdasarkan data yang penulis peroleh dari ketua lembaga adat di Dusun

Tanjung Kecamatan Tanah Sepenggal. “Dari tahun 2019 sampai 2021 terdapat

17 pasangan yang melangsungkan perkawinan ada 7 (Tujuh) pasangan yang

melakuk an kawin lari. Rata-rata yang melakukan kawin lari itu adalah anak-
8
`

anak yang masih duduk dibangku sekolah dan anak yang putus sekolah dan

juga yang tidak mendapatkan restu dari kedua orang tua.”7

Tabel 1
Kasus Kawin Lari di Dusun Tanjung Kecamatan Tanah Sepenggal
Dari Juni 2019 - Mei 2021
No Nama Pasangan Kasus Kawin Lari Tahun

1 Nirmala kusuma dan Adi 2021


2 Aminah dan Pajar Hoirul 2020
3 Siti Maryam dan Yusuf 2019
4 Putri Mawar dan Romi Andika 2019
5 Dian Haryani dan Aldi Saputra 2020
6 Sasmiati dan Eka Putra 2021
7 Patmawati dan Ismail 2020
Sumber data: Ketua Lembaga Adat Dusun Tanjung.

Meskipun hukum adat di Dusun Tanjung Kecamatan Tanah Sepenggal

sudah terdapat tentang sanksi adat kawin lari, yakni pada aturan Dusun

Tanjung yang disebut sanksi salah melah anak rumah tanggo yang mana adat

menjatuhkan hutang adat Dusun Tanjung Kecamatan Tanah Sepenggal. Yang

mana sanksi adat Dusun Tanjung memiliki tiga tingkatan:

1. Sanksi adat ringan yaitu salah bujang dek gadis ( kawin lari atas suka

sama suka), denda adat nya 20 ameh atau setara dengan 4 kayu kain

2. Sanksi adat menengah zinah muhson ( kawin lari karena hamil diluar

nikah), denda adat nya 60 ameh atau 12 kayu kain

7
Ketua Lembaga Adat Dusun Tanjung, Kasus Pelaku Kawin,2019.
9
`

3. Sanksi adat berat zina ghoiro muhson (kawin lari dengan isteri atau

suami orang), denda adat nya 1 ekor kerbau atau setara dengan 12

kayu kain, kelapa 100 tali dan beras 100 gantang.8

Meskipun telah ada sanksi-sanksi adat tersebut namun pada kenyataannya

Kecamatan Tanah Sepenggal. Apabila hal ini terjadi, maka setuju atau tidak

setuju orang tua harus menikahkan mereka dan membayar denda adat. Denda

adat ini diberlakukan bagi pihak yang melanggar aturan adat Dusun Tanjung

Kecamatan Tanah Sepenggal sesuai dengan saluko adat:

Mengambo parit melumpat paga

Lah manitin laman panjang

Maningkai rumah batin.9

Dalam pemikiran dapat dilaksanakan dengan cara sederhana saja agar

terhindar dari kawin lari, bagi siperempuan pun sebaiknya menyarankan

kekasihnya untuk menempuh jalan peminangan saja dan tidak mudah diajak

lari hanya karena alasan cinta. Alasan saya mengangkat judul ini karena saya

ingin mengkaji lebih dalam proses pemberian sanksi adat kawin lari yang ada

di kampung saya dan ingin melihat apa kendala dalam menerapkan sanksi adat

kawin lari di masyarakat Dusun Tanjung itu sendiri dan ingin tahu masalah-

masalah apa saja sehingga terjadinya proses kawin lari itu sendiri dan sebagai

pengalaman untuk menemukan fakta-fakta yang aktual dijaman sekarang.

Fenomena kawin lari telah menjadi hal yang menyimpang maka

pentingnya penelitian ini penulis berinisiatif untuk mengkaji lebih dalam


8
Wawancara dengan Muhammad Jais, Wakil Ketua Lembaga Adat Melayu Kecamatan
Tanah Sepenggal, tanggal 26 Juli 2022.
9
Ibid.
10
`

“Pelaksanaan Pemberian Sanksi Adat Kawin Lari di Dusun Tanjung

Kecamatan Tanah Sepenggal Kabupaten Bungo”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang di atas, maka yang menjadi

pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pelaksanaan pemberian sanksi adat kawin lari di Dusun

Tanjung Kecamatan Tanah Sepenggal?

2. Apa kendala dalam pelaksanaan sanksi adat kawin lari di Dusun Tanjung

Kecamatan Tanah Sepenggal?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penelitian tentunya memiliki tujuan yang hendak dicapai oleh

penulis. Tujuan ini tidak lepas dari permasalahan yang dirumuskan

sebelumnya. Tujuan penulisan sebagaimana dimaksudkan dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut

1. Mengetahui bagaimana pelaksanaan pemberian sanksi adat kawin lari di

Dusun Tanjung Kecamatan Tanah Sepenggal.

2. Mengetahui kendala dalam pelaksanaan sanksi adat kawin lari di Dusun

Tanjung Kecamatan Tanah Sepenggal.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Manfaat teoretis sebagai perbandingan antara teori yang didapat dari

bangku perkuliahan dengan fakta yang lapangan. Hasil dari penelitian ini
11
`

dapat dapat dingunakan sebagai bahan acuan penelitian yang sejenis

khususnya bidang studi sosiologi.

2. Manfaat praktis sebagai tambahan wawasan pengetahuan tentang kawin

lari diharapkan mampu menjadi bahan referensi serta stimulus bagi

peneliti yang memiliki topik yang sama sehingga perkembangan ilmu

pengetahuan khususnya sosiologi menjadi tidak stabil.

E. Kerangka Konseptual

Memberikan definisi-definisi dari beberapa istilah yang ada, yaitu untuk

mempermudah mengetahui serta memahami pembahasan permasalahan dan

penafsiran. Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menghindari

penafsiran yang berbeda-beda dalam mengartikan istilah yang digunakan

dalam penelitian ini tentang pandangan masyarakat dan pelaksanaan

pemberian sanksi adat kawin lari di Dusun Tanjung Kecamatan Tanah

Sepenggal, maka penulis memberikan batasan dari konsep terkait.

1. Delik Adat

Ter Haar mengartikan suatu delik adat itu sebagai tiap-tiap gangguan
dari keseimbangan, tiap-tiap gangguan pada barang-barang materii dan
inmateriil milik hidup seseorang atau kesatuan (persatuan) orang-orang,
yang menyebabkan timbulnya suatu reaksi adat, dengan reaksi adat ini
keseimbangan akan dan harus dipulihkan kembali. Macam serta besarnya
reaksi ditentukan oleh hukum adat yang bersangkutan lazimnya wujud
reaksi tersebut adalah suatu pembayaran delik dalam uang atau barang.10

Jadi menurut pengertian Ter Haar diatas, untuk dapat disebut delik

perbuatan itu harus mengakibatkan kegoncangan dalam neraca

keseimbangan masyarakat dan kegoncangan ini tidak hanya terdapat

10
Soerojo Wignjodipoero, Op.Cit., hal. 228
12
`

apabila peraturan-peraturan hukum dalam suatu masyarakat dilanggar,

melainkan juga apabila norma-norma kesusilaan, keagamaan dan sopan

santun dalam masyarakat dilanggar.

2. Sanksi Adat

Melakukan kawin lari berarti melakukan suatu perbuatan siri’.

“Bilamana perbuatan tersebut dicap melanggar siri” maka pihak keluarga

perempuan atau laki-laki wajib mematuhi hukum adat punya hak untuk

mengambil tindakan terhadap pelaku yang disebut.11

Menurut Lesquilier di dalam bukunya “Het Adat Delectenrecht In De

Magische Werel De Beschouwing” yang dikutip itu yang paling sering

menyatakan bahwa: Reaksi adat ini merupakan tindakan-tindakan yang

bermaksud mengembalikan ketentraman magis yang diganggu dan

meniadakan atau menetralisir suatu keadaan sial yang ditimbulkan oleh

suatu pelanggaran adat.12

3. Kawin Lari

Kawin lari adalah jenis perkawinan yang terjadi dengan larinya calon

suami atau isteri tanpa peminangan formal dan tanpa pertunangan. Itu

terdapat umum di dalam tata tertib matrilineal maksudnya, ialah untuk

menghindarkan diri dari berbagai macam ragam keharusan sebagai

konsekuensi kawin lari, lebih dari campur tangan dan rintangan dari pihak

orang tua serta kelompok kerabat.13

11
Zainuddin Tika dan M.Ridwan Syam, Silariang Kawin Lari, Artikel, 2007.
12
Tolib Setiady, Op.Cit,. hal. 347
13
Sinarti, “Legalitas Wali Nikah Kawin Lari Perspektif Hukum Islam dan Kompilasi
Hukum”. Skripsi UIN Alauddin Makassar, 2017
13
`

Perkawinan kawin lari ini dilakukan tanpa persetujuan orang tua, dan

juga bisa diartikan sama-sama lari, atau silelaki membawa lari gadis untuk

dinikahi. Terjadinya kawin lari karena kehendak bersama setelah

mengadakan mufakat secara rahasia, kemudian menetapkan waktu untuk

bersama menuju rumah penghulu adat (imam atau kadhi) meminta

perlindungan dan selanjutnya untuk dinikahkan.

Pengertian silariang menurut Moh Natsir Said di dalam Buku

Zainuddin Tika bahwa: “Kawin Silariang adalah suatu perkawinan yang

dilangsungkan setelah pemuda/laki-laki. dengan gadis/perempuan lari

bersama atas kehendak sendiri-sendiri”.

Pengertian Silariang menurut Chbot didalam Buku Zainuddin Tika

bahwa: “Silariang adalah apabila gadis/perempuan dengan laki-laki

setelah lari bersama-sama kawin”. Dari kedua pendapat diatas, maka

menunjukkan bahwa perkawinan silariang mempunyai unsur-unsur

sebagai berikut:

a. Gadis/ perempuan dan pemuda/laki-laki bersepakat untuk kawin lari.

b. Melarikan diri bersama.

c. Mereka kawin setelah lari

F. Landasan Teoritis

Perkawinan dalam hal ini merupakan suatu peristiwa yang sangat penting

dan sakral dalam kehidupan masyarakat. Untuk itu setiap perkawinan

pelaksanaannya ditentukan oleh kesepakatan antara kedua belah pihak calon

mempelai. Dalam hukum positif Indonesia, masalah perkawinan sebagaimana


14
`

diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

Perkawinan. Adapun pengertian perkawinan adalah: “Suatu ikatan Lahir

bathin antara seorang pria dan seorang wanita dengan tujuan membentuk

keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa”.

Perkawinan merupakan perwujudan dari tradisi atau adat istiadat yang

merupakan bagian dari kebudayaan, dalam hal menyatukan dua keluarga yang

diakui secara resmi. Suatu perkawinan dapat dianggap sah apabila sesuai

dengan hukum agama, hukum adat, pandangan masyarakat dan Undang-

Undang yang mengatur tentang perkawinan. Perkawinan adalah hak setiap

orang, akan tetapi terkadang perkawinan itu cenderung membuat keluarga

terguncang dan bahkan nama keluarga tercoreng. Pola dan keragaman bentuk-

bentuk perkawinan yang sering kita temui pada tiap-tiap daerah membuat kita

kaya akan budaya, namun jika diperhatikan bentuk perkawinan yang ada di

Indonesia khususnya di wilayah Sulawesi masih ditemukan bentuk

perkawinan yang menyalahi peraturan dan hukum adat yang berlaku.

Perkawinan itu mengharapkan terciptanya kebahagiaan dan menyatukan

dua keluarga yang pada akhirnya melahirkan generasi baru. Kawin lari adalah

jenis perkawinan yang terjadi dengan larinya calon suami atau isteri tanpa

peminangan formal dan tanpa pertunangan. Itu terdapat umum di dalam tata

tertib matrilineal maksudnya, ialah untuk menghindarkan.

1. Teori Keputusan
15
`

Menurut Ter Haar yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer

(teori keputusan) mengungkapkan bahwa hukum adat mencakup

peraturan-peraturan yang menjelma didalam keputusan-keputusan para

pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan pengaruh, serta merta

dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh keputusan

tersebut. Keputusan tersebut dapat berupa sebuah persengketaan, akan

tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan dan musyawarah. Dalam

tulisannya Ter Haar juga menyatakan bahwa hukum adat dapat timbul

dari keputusan warga masyarakat.14 Keputusan tersebut menunjukkan

adanya kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat, yaitu hukum

sebagai manifestasi dari nilai yang hidup dalam masyarakat sekaligus

hukum yang timbul dari anekaragam gejala sosial masyarakat.

G. Metode Penelitian

Metode memegang peranan penting dalam mencapai suatu tujuan,

termasuk juga metode dalam suatu penelitian. Metode penelitian yang

dimaksud adalah cara-cara melaksanakan penelitian (yaitu meliputi kegiatan-

kegiatan mencari, mencatat, merumuskan, menganalisis, dan juga menyusun

laporan) berdasarkan fakta-fakta atau gejala-gejala ilmiah. Dalam menyusun

proposal ini penyusun menggunakan penelitian sebagai berikut.

1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terletak di Dusun Tanjung Kecamatan Tanah

Sepenggal.
14
Soerojo Wignjodipoero, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Cet. 14, Gunung Agung,
Jakarta, 1995, hlm. 17.
16
`

2. Tipe Penelitian

Bagian dari latar belakang dan rumusan masalah yang telah diurakan

diatas, maka jenis penelitian yang akan penulis lakukan adalah penelitian

yuridis empiris yang disebut juga dengan penelitian lapangan. Dalam

pendekatan penelitian ini ditunjukkan untuk mengetahui sampai dimana

hukum bekerja dalam masyarakat, sehingga dapat mengetahui kesenjangan

antara das sollen dan dass sein

Menurut Bahder Johan Nasution, yuridis empiris adalah: “Penelitian


ilmu hukum yang berupaya mengamati fakta-fakta hukum yang berlaku di
tengah-tengah masyarakat, dimana hal ini mengharuskan pengetahuan
untuk dapat diamati dan dibuktikan secara terbuka”. Titik tolak
pengamatan ini terletak pada kenyataan atau fakta-fakta sosial yang ada
dan hidup di tengah-tengah masyarakat sebagai budaya hidup
masyarakat.15

Penelitian lapangan (field research) jenis penelitian yang dilakukan

untuk memperoleh data-data dengan wawancara secara langsung serta

telah pustaka dan dokumen yang berkaitan dengan masalah yang akan

diteliti.

3. Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi Penelitian

15
Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Cet. 2, CV. Mandar Maju,
Bandung, 2020, hlm.125
17
`

Populasi adalah seluruh objek, seluruh individu, seluruh gejala

atau seluruh kejadian termasuk waktu, tempat, gejala-gejala, pola

sikap, tingkah laku dan sebagainya yang mepunyai ciri atau karakter

yang dan merupakan unit satuan yang diteliti.16

Populasi dalam penelitian ini adalah orang-orang yang melakukan

pelanggaran adat dalam kasus kawin lari di Dusun Tanjung Kecamatan

Tanah Sepenggal dari Juni 2019 – Mei 2021 yang terdapat sebanyak 7

(tujuh) kasus. (Tabel-1)

b. Sampel Penelitian

Teknik penarikan sampel dalam penelitian ini adalah seluruh populasi

yang menjadi objek dari penelitian berdasarkan purposive sampling, yaitu

mengambil sampel dengan menentukan kriterianya. Kriterianya yaitu

orang yang melakukan kawin lari atas dasar suka sama suka, kawin lari

karena hamil diluar nikah dan kawin lari dengan oaring yang sudah

mempunyai status istri atau suami orang. Dengan demikian dalam

pengambilan sampel tentang responden yang akan diteliti untuk suatu

tujuan, perlu ditentukan berdasarkan kriteria. Jadi, dalam hal ini peneliti

menentukan sendiri responden mana yang dianggap dapat mewakili

populasi.

4. Pengumpulan Data

16
Ibid, hal. 145
18
`

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini

adalah:

a. Wawancara

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik wawancara

untuk mendapatkan data yaitu dengan cara melakukan tanya jawab

secara langsung dengan pihak-pihak yang mampu memberikan

informasi yang benar dan akurat.

b. Studi Keputusan

Studi keputusan ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder

dengan cara membaca, memahami, dan mengkaji buku-buku yang

berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas.

c. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk

mempelajari dan memahami dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan pelaksanaan penerimaan sanksi adat kawin lari di Dusun

Tanjung Kecamatan Tanah Sepenggal Kabupaten Bungo.

5. Sumber Data

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh lansung oleh peneliti

melalui wawancara di Dusun Tanjung.

b. Data Sekuder
19
`

Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan, yang terdiri dari

masyarakat adat (ungkapan adat), literatur-literatur maupun bacaan

ilmiah yang berhubungan dengan hukum adat dalam penulisan ini.

6. Pengolahan dan Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis data kualitatif, yakni suatu metode analisis terhadap kualitas suatu

norma hukum. Penelitian ini dilakukan dengan mengkaji berbagai

peraturan perundang-perundang yang berkaitan dengan kasus kawin lari di

berbagai suku setempat informasi dari masyarakat dan suku adat

berdasarkan studi pustaka serta studi dokumen untuk mendapatkan

kesimpulan yang signifikan dan ilmiah.

H. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini terdiri atas 4 (empat) bab. Dari bab-bab tersebut

dirinci lagi menjadi beberapa sub bab dan dari sub-sub bab tersebut dirinci

lagi menjadi bagian-bagian terkecil. Adapun sistematika yang dipergunakan

dalam penulisan skripsi ini adalah secara garis besarnya diuraikan sebagai

berikut:

Bab I Pendahuluan, merupakan bab yang berupa pemaparan tentang

segala hal yang diuraikan dalam penulisan yang berisikan latar belakang

masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kerangka

konseptual, landasan teoritis, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Dalam bab ini berguna memberikan gambaran umum serta berkaitan dengan

permasalahan yang akan dibahas pada bab selanjutnya.


20
`

Bab II Tinjauan Pustaka, pada bab ini penulis akan menguraikan

tinjauan umum tentang hukum adat, sifat hukum adat dan tujuan hukum adat,

pelanggaran tentang adat salah satunya kawin lari, apa bentuk sanksi dari

pelanggaran adat, unsur-unsur pelanggaran adat dan asas-asa nya.

Bab III Pembahasan, pada bab ini penulis akan menguraikan hal-hal yang

menjadi pokok permasalahan yaitu, tentang bagaimana pelaksanaan

pemberian sanksi adat terhadap pelaku kawin lari serta apa saja kendala dalam

pelaksanaan sanksi adat kawin lari bagi pelaku kawin lari di Dusun Tanjung

Kecamatan Tanah Sepenggal.

Bab IV Penutup, merupakan bab yang memuat kesimpulan dari yang

telah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya dan setelah itu dikemukakan pula

mengenai saran dalam bab ini.


21
`

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Cet. 2 , CV. Mandar
Maju, Bandung, 2020, hal. 125.

Hadikusuma, Hilman, Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia, cet. 2, Mandar


Maju, Bandung, 2003

Ketua Lembaga Adat Dusun Tanjung, Kasus Pelaku Kawin, 2019

Ridwan Syam, et al, Sejarah, Lembaga Kajian dan Penulisan Sejarah


Budaya,2019

Roni Sulistianto Lahukay, Hak Masyarakat Hukum Adat Atas Wilayah Kawasan
Hutan, Inkuiri Nasional Komnasham, Jakarta, 2016

Setiady, Tolib, Intisari Hukum Adat Indonesia,cet. 4, Alfabeta, Bandung,


2015.

Soerojo Wignjodipoero, Pengantar Dan Asas-Asas Hukum Adat, cet. 14,


Jakarta, Gunung Agung, 1995, hal. 17.

Syukri Daeng Limpo, Artikel Masalah Kawin Lari, Mimbar Karya.09


Desember 1984.

Yakin, H.A. Rasyid, Menggali Adat Lama Pusaka Usang Di Sakti Alam
Kerinci, Cv. Andalas. Kerinci, 1986.

B. Jurnal /Karya Ilmiah

Hairunnisa, “Dampak Praktek Kawin Lari Terhadap Kehidupan Keluarga


Pada Masyarakat Kecematan Ketapang Kabupaten Gayo Lues”.
Skipsi UIN Ar-Raniry Darussalam Banda Aceh

Ageng Triganda Sayuti dan Dini Suryani, “Sanksi Adat Perkawinan Semarga
Masyarakat Batak Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan”, Zaaken:
Jurnal of Civil and Bussiness Law, Vol 3 No. 1, 2022.
Sinarti, “Legalitas Wali Nikah Kawin Lari Perspektif Hukum Islam dan Kompilasi
Hukum”. Skripsi UIN Alauddin Makassar, 2017

Titik Riyani, “Tinjauan Hukum Terhadap Adat lahi Kawin” Studi Kasus di Rejosari
22
`

C. Media Massa

Amri Majid, Hubungan Hukum Kawin Lari Setiap Suku


https://slideplayer .info/slide/2729964/, diakses pada 12 Januari 2021
pukul 16.00 WIB.

Anton Suhartono, Saudi Larang Kawin Lari Dibuka 17 Mei, tersedia di


https://www.inews.id/news/internasional/saudi-tetap-larang-masuk
pendatang-indonesia-setelah-penerbangan-internasional-dibuka-17-
mei, diakses pada 10 May 2021 pukul 22.15

Paandangan masyrakat
https://nasional.kompas.com/read/2019/04/15/18055341/arab-saudi-
tambah-kuota-adat -indonesia-menjadi-231000-jemaah, diakses pada
15 Desember 2020 pukul 15.34 WIB.

Moh. Khoiron, “Penerimaan Masyarakat Terhadap Perilaku Kawin Lari”,

Tim CNN Indonesia, “Saudi adat 876 Terbanyak

Kedua”,https://www.cnnindonesia.com/nasional/20200228111308-20-
479019/saudi-adat indonesia-876-ribu-terbanyak-kedua, diakses pada
15 Desember 2020 pukul 16.00 WIB.

D. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

……….., Undang-Undang Tentang Perkawinan, UU Nomor 1 Tahun 1974.

Anda mungkin juga menyukai