Anda di halaman 1dari 10

URGENSI ADAT PELANGKAH BATANG DALAM PERNIKAHAN

(Studi Kasus di Desa Pekawai Kecamatan Sayan


Kabupaten Melawi Provinsi Kalimantan Barat)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : Sosiologi Hukum


Dosen Pengampu :
Pradjarta Dirjosonjoto, S.H., Ph.D

Oleh: Arman
NIM : A.312.1823.018

UNIVERSITAS SEMARANG
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER ILMU HUKUM

TAHUN 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernikahan bukan pula hanya demi memenuhi kebutuhan seksual secara halal,
namun juga sebagai ikhtiar membangun keluarga yang baik. Keluarga adalah wadah
untuk meneruskan keturunan dan tempat awal mendidik generasi baru untuk belajar nilai-
nilai moral, berfikir, berkeyakinan, berbicara, bersikap, bertakwa dan berkualitas dalam
menjalankan perannya di masyarakat sebagai hamba.1
Di dalam Pernikahan Undang-undang telah mengatur secara rinci tetang
perkawinan yaitu Undang-Undang No 1 Tahun 1974 yang kemudian diperbaharui dengan
Undang-Undang No 16 Tahun 2019. Ini merupakan bukti bahwa negara memiliki aturan-
aturan sebagai pedoman dan acuan yang harus ditaati oleh warganya, begitu pula di
dalam pernikahan, ketika sudah memenuhi syarat dan rukunnya maka pernikahan
tersebut dianggap sah menurut agama dan negara. Tetapi yang terjadi di masyarakat
ketika seseorang ingin menikah, syarat dan ketentuannya tidaklah semudah itu, banyak
sekali hukum-hukum adat yang harus dipenuhi oleh mempelai laki-laki maupun wanita.
Di Indonesia, negara yang penuh dengan keberagaman suku, agama, ras, adat dan
budaya, pelaksanaan pernikahan tidak hanya di laksanakan dari sisi syariat agama saja,
namun juga dilaksanakan dari sisi keperdataan atau pencatatan sipil, tak- terkecuali dari
sisi adat istiadat dan budaya dimana seseorang berdomisili. Hal ini karena masyarakat
Indonesia kental dengan kekayaan budaya serta adat istiadat yang telah diwariskan secara
turun temurun oleh nenek moyang kita.
Oleh karena itu, terkadang undang-undang ketika diterapkan di masyarakat
seringkali disesuaikan atau dicocok-cocokkan dengan adat kebiasaan dimana masyarakat
itu berdomisili. Banyak pranata-pranata Undang-Undang yang disesuaikan dengan
hukum adat-istiadat setempat, padahal sebagai seorang yang taat atas aturan negara
seharusnya hukum negaralah yang lebih diutamakan dibandingkan dengan hukum adat-
istiadat, artinya tidak boleh sesorang lebih mendahulukan hukum adat sehingga
mengesampingkan undang-undang.

1
Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Fondasi Keluarga Sakinah Bacaan Mandiri Calon Pengantin,
(Jakarta, Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan Keluarga Sakinah, 2018), 2.

1
B. Permasalahan
Salah satu adat yang masih berlaku dan sampai saat ini masih dilaksanakan
masyarakat adalah adat pelangkahan, yaitu ketika seorang adik ingin mendahului
menikah daripada kakaknya, maka ia akan dikenakan adat pelangkahan. Adat
pelangkahan ini adalah pemberian adik kepada kakaknya baik itu berupa barang, maupun
berupa uang. Pemberian atau pembayaran adat pelangkah ini dilakukan sebelum
pernikahan selambat-lambatnya sebelum melangsungkan akad nikah, di Desa Pekawai
Kecamatan Sayan Kabupaten Melawi ketika adik mendahului menikah daripada
kakaknya dinamakan dengan adat Pelangkah Batang.
Di dalam undang-undang khususnya tentang ketentuan-ketentuan perkawinan tidak
ada satu pasalpun yang mensyariatkan bahwa ketika adik menikah mendahului kakaknya
maka ia harus memberikan sesuatu kepada kakaknya.
Dari penjelasan di atas, tidak ada satupun udang-undang yang mewajibkan ketika
seorang adik mendahului menikah dari kakaknya ia harus membayar adat pelangkah.
Tentu peristiwa yang terjadi di Desa Pekawai Kecamatan Sayan Kabupaten Melawi ini
tidak terdapat dalam undang-undang pernikahan, sementara dalam dalam undang-undang
ketika seorang hendak menikah cukup terpenuhi syarat dan rukun pernikahan maka
pernikahan tersebut sudah dianggap sah. Hal ini pula yang menjadi landasan penulis
tertarik untuk menulis tentang adat Pelangkah Batang ini.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkawinan
Pada umunya menurut hukum agama perkawinan adalah perbuatan yang suci,
yaitu suatu perikatan antara dua pihak dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan
Yang Maha Esa, agar kehidupan berkeluarga dan berumah tangga serta berkerabat
tetangga berjalan dengan baik sesuai dengan anjuran agama masing-masing.
Perkawinan adalah hubungan permanen antara dua orang yang diakui sah oleh
masyarakat yang bersangkutan yang berdasarkan atas peraturan perkawinan yang
berlaku. Bentuk perkawinan tergantung budaya setempat bisa berbeda-beda dan
tujuannya bisa berbeda-beda juga. Tapi umumnya perkawinan itu ekslusif dan mengenal
konsep perselingkuhan sebagai pelanggaran terhadap perkawinan. Perkawinan umumnya
dijalani dengan maksud untuk membentuk keluarga. Ikatan perkawinan yang sah
dibuktikan dengan adanya dokumen berupa akta perkawinan.
UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UUP) mengatur tentang
perkawinan, termasuk usia yang diizinkan untuk menikah. Berdasarkan UUP tersebut,
usia minimal yang diizinkan untuk menikah adalah 16 tahun bagi perempuan. Dan 19
tahun bagi laki-laki. Namun, dalam kasus khusus, perkawinan di bawah usia tersebut
dapat diizinkan dengan persetujuan dari hakim dan orang tua atau wali.
Pada tahun 2019, Undang-Undang Perkawinan direvisi dan usia minimal
pernikahan dinaikkan menjadi 19 tahun baik untuk laki-laki maupun perempuan. Revisi
ini dilakukan untuk mengatasi masalah pernikahan anak di bawah usia yang rentan
terhadap risiko kesehatan, pendidikan terhenti, serta masalah sosial dan ekonomi.
Tujuannya adalah melindungi hak anak, mendukung pendidikan, dan mengurangi
dampak negatif perkawinan usia muda.
B. Tujuan Pernikahan
Boleh jadi, banyak orang yang tidak menghargai, mempermainkan, bahkan
cenderung mengabaikan institusi pernikahan karena belum memahami faidah dan hikmah
di balik pernikahan. Padahal, hikmah pernikahan itu begitu besar, baik bagi individu,
keluarga, maupun masyarakat manusia secara umum.
Berbicara pernikahan, mau tidak mau harus disadari bahwa kehidupan manusia
tak mungkin berlangsung dan berkelanjutan kecuali dengan memelihara generasi yang
baik dan generasi yang baik tak mungkin lahir kecuali dari pernikahan dan keluarga yang

3
utuh dan harmonis, juga tentunya keluarga yang berakidah kuat, taat beribadah, dan
berbudi pekerti luhur.
1. Menjaga Diri dari Hal-Hal yang Dilanggar
2. Menjadi Pasangan yang Bertakwa
3. Memperoleh Keturunan
4. Membangun Generasi Beriman
Selanjutnya, menikah juga merupakan satu jalan untuk saling mengikat, saling
menutupi kekurangan, saling menaruh kepercayaan, saling membutuhkan, saling berbagi
peran, saling menolong, saling memenuhi hak-kewajiban, saling meringankan beban, dan
sebagainya. Karena tak mungkin seluruh tugas rumah tangga tertangani seluruhnya oleh
suami atau istri. Maka di sanalah pentingnya berbagi peran dan saling meringankan
beban satu sama lain.
Kesibukan suami mencari nafkah di luar rumah, misalnya, akan lebih berat jika
harus ditambah dengan kesibukan memasak, mengasuh anak, dan pekerjaan rumah
lainnya. Karenanya, dibutuhkan sosok yang fokus menangani tugas-tugas dalam rumah
dan mengatur rumah tangga, yaitu seorang istri. Dan yang lebih penting lagi dari semua
itu adalah meneguhkan kepemimpinan suami dalam rumah tangga.
C. Pengertian Perkawinan Menurut Hukum Adat
Menurut hukum adat pada umumnya di Indonesia pernikahan itu bukan saja
berarti sebagai 'perikatan perdata', tetapi juga merupakan perikatan adat dan sekaligus
nerupakan 'perikatan kekerabatan dan ketetanggaan. Jadi terjadinya suatu ikatan
pernikahan bukan semata-mata membawa akibat terhadap hubungan-hubungan
keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami-istri, harta bersama, kedudukan anak, hak
dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut hubungan-hubungan adat istiadat
kewarisan, kekeluargaan, kekerabatan dan ketetanggaan serta menyangkut upacara-
upacara adat dan keagamaan.
Bagaimana tata-tertib adat yang harus dilakukan oleh mereka yang akan
melangsungkan pernikahan menurut bentuk dan sistem pernikahan yang berlaku dalam
masyarakat, sementara UU tidak mengaturnya. Hal mana berarti terserah kepada selera
dan nilai-nilai budaya dari masyarakat bersangkutan, asal saja segala sesuatunya tidak
bertentangan dengan kepentingan umum, Pancasila dan UUD 1945.
Bagi mereka berlaku peraturan hukum yang bertalian dengan agama dan adat
kebiasaan mereka, yang hanya dapat menyimpang dari itu, apabila ternyata kepentingan
umum atau kebutuhan masyarakat menghendakinya. Pernikahan dalam arti perikatan

4
adat, walaupun dilangsungkan antar adat yang berbeda, tidak akan seberat
penyelesaiannya daripada berlangsungnya pernikahan yang bersifat agama, oleh karena
perbedaan adat hanya menyangkut perbedaan masyarakat bukan perbedaan keyakinan. 2
D. Hukum Pernikahan Menurut Hukum Adat
Menurut Hukum Adat pada umumnya di Indonesia perkawinan itu bukan saja
berarti sebagai perikatan Perdata tetapi juga merupakan “Perikatan Adat” dan sekaligus
merupakan perikatan kekerabatan dan kekeluargaan.
Jadi terjadinya suatu ikatan perkawinan bukan semata-mata membawa akibat
terhadap hubungan-hubungan keperdataan, seperti hak dan kewajiban suami istri, harta
bersama kedudukan anak, hak dan kewajiban orang tua, tetapi juga menyangkut
hubungan-hubungan adat istiadat, kewarisan kekeluargaan, dan kekerabatan dan
ketetanggaan serta menyangkut upacara-upacara adat dan keagamaan.
Begitu juga menyangkut kewajiban mentaati perintah dan larangan keagamaan,
baik dalam hubungan manusia dengan Tuhannya (Ibadah) maupun hubungan manusuia
dengan manusia (Mu’amalah) dalam pergaulan hidup agar selamat di dunia dan selamat
di akhirat.
Oleh karenanya, Imam Sudiyati dalam bukunya Hukum Adat mengatakan:
“Menurut Hukum Adat perkawinan biasa merupakan urusan kerabat, keluarga,
persekutuan, martabak, bisa merupakan urusan pribadi bergantung pada susunan
masyarakat”.3
E. Tujuan Pernikahan Menurut Hukum Adat
Tujuan pernikahan bagi masyarakat hukum adat yang bersifat kekerabatan, adalah
untuk mempertahankan dan meneruskan keturunan menurut garis kebapakan atau
keibuan atau keibu-bapakan, untuk kebahagian rumah tangga keluarga/kerabat, untuk
memperoleh nilai-nilai adat budaya dan kedamaian, dan untuk mempertahankan
kewarisan.
Oleh karena sistem keturunan dan kekerabatan antar suku bangsa Indonesia yang
satu dan lain berbeda-beda, maka tujuan pernikahan adat bagi masyarakat adat berbeda-
beda di antara suku bangsa yang satu dan suku bangsa yang berlainan, daerah yang satu

2
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut: Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama
(Bandung, Mandar Maju, 2007), 10.
3
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut: Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama
(Bandung, Mandar Maju, 2007), 8.

5
dan daerah yang lain berbeda, serta akibat hukum dan upacara pernikahannya berbeda-
beda.
F. Syarat Sah nya Pernikahan Menurut Hukum Adat
Sahnya pernikahan menurut hukum adat bagi masyarakat hukum adat di
Indonesia pada umumnya bagi penganut agama tergantung pada agama yang dianut
masyarakat adat bersangkutan. Maksudnya jika telah dilaksanakan menurut tata tertib
hukum agamanya, maka pernikahan itu sudah sah menurut hukum adat.
Kecuali bagi mereka yang belum menganut agama yang diakui pemerintah,
seperti halnya mereka yang masih menganut kepercayaan agama lama (kuno) seperti
sipelebegu (pemuja roh) di kalangan orang Batak atau agama Kaharingan di kalangan
orang-orang Daya Kalimantan tengah dan lainnya. maka pernikahan yang dilakukan
menurut tata tertib adat/agama mereka itu adalah sah menurut hukum adat setempat.
G. Adat Pelangkah Batang dalam Pernikahan
Di Indonesia negara yang kaya dengan keberagaman suku, ras, budaya dan
agama. Banyak sekali terdapat pranata-prata adat yang berlaku dan sampai saat ini masih
dilestarikan oleh penduduk dimana ia berdomisili. Salah satu adat yang masih berlaku di
Indonesia yaitu adat pelangkahan (ketika seorang adik menikah mendahului kakaknya
maka ia diwajibkan membayar adat pelangkahan ini). Pemberian ini baik berupa barang
maupun uang tergantung kepada adat yang berlaku di daerah tersebut.
Di Desa Pekawai Kecamatan Sayan Kabupaten Melawi pemberian adik kepada
kakak ini dinamakan dengan adat Pelangkah Batang. Yang mana setiap adik menikah
mendahului kakaknya maka ia akan dikenakan adat Pelangkah Batang dan wajib
membayar adat ini dengan uang tunai sebesar Rp 500,000 (lima ratus ribu rupiah) yang
dibayarkan pada saat pehitungan adat, akan dianggap berhutang apabila belum
membayarnya dan wajib membayar di kemudian hari setelah menikah.
Adat pelangkah batang di Desa Pekawai, Kecamatan Sayan, Kabupaten Melawi
berlaku ketika calon mempelai perempuan memiliki seorang kakak perempuan (adik dan
kakak sama-sama perempuan). Namun, ketika seorang adik perempuan memiliki saudara
laki-laki maka adat pelangkah batang ini tidak perlu dibayar atau tidak dilaksanakan,
begitu pula ketika adik laki-laki memiliki saudari perempuan (kakak perempuan) yang
belum menikah, maka adat pelangkah batang juga tidak dilaksanakan.
Berdasarkan hasil wawancara Peneliti dengan Bapak Arfandi selaku Ketua Adat
Desa Pekawai, Kecamatan Sayan, Kabupaten Melawi. Beliau mengatakan bahwa:

6
“Adat Pelangkah Batang adalah apabila seorang adik ingin menikah mendahului
kakaknya maka ia akan dikenakan Pelangkah Batang, tetapi adat Pelangkah Batang ini
hanya berlaku apabila adik dan kakak tersebut sama-sama perempuan. Asal-usul adat
Pelangkah Batang di Desa Pekawai adalah semata-mata mengikuti tradisi yang sudah ada
dan dimula dari zaman nenek moyang yang sampai sekarang masih dilestarikan, karena
yang namanya adat-istiadat itu tidak akan pernah hilang selalu ada sampai kapanpun.

Adat Pelangkah Batang dilaksanakan ketika perhitungan uang adat, jika calon
mempelai wanita mempunyai kakak yang belum menikah, maka pemuka adat akan
memberitahukan bahwa suami harus membayar adat Pelangkah Batang berjumlah 5 real
atau setara dengan uang senilai Rp 500.000 yang dibayarkan sekaligus ketika
menyerahkan uang adat (seserahan) yang lainnya. Akan dianggap berhutang adat apabila
mempelai yang tekena adat Pelangkah Batang tetapi belum membayar dan wajib
membayar dikemudian hari.
Manfaat dari adat Pelangkah Batang adalah agar kedua mempelai yang hendak
menikah mendahului kakak dari mempelai wanita bersikap sopan kepada kakanya,
sebagai tanda bahwa mempela laki-laki akan segera menjadi saudara ipar dari kakaknya
mempelai wanita, serta menjadi penghibur untuk kakak mempelai wanita yang belum
menikah. Kemudian Beliau juga menjelaskan dasar masyarakat melakukan adat
Pelangkah Batang adalah karena adat Pelangkah Batang ini merupakan tradisi yang
sudah turun-temurun dari zaman ke zaman.
Adat Pelangkah Batang tidak mempunya sanksi bagi siapa saja yang melanggar,
tetapi wajib membayar dikemudian hari setelah menikah. Apabila kedua mempelai
tersebut dikemudian hari terdapat permasalahan didalam rumah tangganya, maka adat
Pelangkah Batang ini wajib dibayar/dilunasi”.4

4
Wawancara dengan bapak Arfandi (Ketua Adat Desa Pekawai), Senin 13 Juni 2022, Desa Pekawai,
Kecamatan Sayan, Kabupaten Melawi.

7
BAB III
PENUTUP

Adat Pelangkah Batang adalah ketika seorang adik menikah mendahului


kakaknya. Adat Pelangkah Batang dilaksanakan ketika perhitungan uang adat, jika calon
mempelai wanita mempunyai kakak yang belum menikah, maka pemuka adat akan
memberitahukan bahwa suami harus membayar adat Pelangkah Batang berjumlah 5 real
atau setara dengan uang senilai Rp 500.000 yang dibayarkan sekaligus ketika
menyerahkan uang adat (seserahan) yang lainnya. Akan dianggap berhutang adat apabila
mempelai yang terkena adat Pelangkah Batang tetapi belum membayar dan wajib
membayar dikemudian hari.
Pada hakikatnya, Pelangkah Batang tersebut hanyalah sebuah bentuk ikhtiar dan
kehati-hatian dalam pernikahan untuk membina rumah tangga di masa depan. Adat
Pelangkah Batang tersebut juga merupakan sebuah ikhtiar dan memberikan pengharapan
agar kelak dalam pernikahannya, kedua mempelai menjadi keluarga yang sakinah,
mawaddah warahmah.

8
DAFTAR PUSTAKA

Direktur Bina KUA dan Keluarga Sakinah, Fondasi Keluarga Sakinah Bacaan Mandiri
Calon Pengantin, (Jakarta, Subdit Bina Keluarga Sakinah Direktorat Bina KUA dan
Keluarga Sakinah, 2018)
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia menurut: Perundangan, Hukum Adat,
Hukum Agama (Bandung, Mandar Maju, 2007)
Wawancara dengan bapak Arfandi (Ketua Adat Desa Pekawai), Senin 13 Juni 2022, Desa
Pekawai, Kecamatan Sayan, Kabupaten Melawi.

Anda mungkin juga menyukai