Anda di halaman 1dari 21

Rika Widhyasari

Kamis, 18 Desember 2014


Makalah Agama Pernikahan Beda Keyakinan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan para remaja pada era globalisasi seperti sekarang ini tidak dapat dipisahkan
dari suatu hal yang disebut percintaan. Tidak dapat kita pungkiri, semua orang tentu pernah
berada dalam lingkaran kisah yang indah ini. Suatu kondisi yang dapat membuat seseorang
merasakan kebahagiaan. Tidak luput dari hal itu juga tentu terdapat hal hal yang mungkin
saja tidak diharapkan terjadi. Terlebih lagi apabila hubungan yang telah terjalin itu dapat
dilanjutkan ke jenjang yang lebih serius yang disebut dengan pernikahan. Tingkatan
kehidupan berumah tangga sangat jauh berbeda dengan saat kita hidup sendiri atau dalam hal
ini sering disebut berpacaran. Tingkatan kehidupan ini sudah termasuk tingkatan yang serius
dan tentu saja diikuti dengan adanya suatu komitmen Antara 2 orang yang memutuskan untuk
hidup bersama.
Era globalisasi sangat berpengaruh terhadap kehidupan seluruh umat manusia di dunia
tidak terkecuali Indonesia. Pengaruh yang ditimbulkan dapat berasal dari berbagai factor
seperti teknologi yang semakin canggih. Suatu contoh yang dapat kita ambil yaitu
penggunaan jejaring social oleh para remaja yang kemudian memicu adanya perkenalan
antara beberapa orang yang asalnya dari daerah yang saling berjauhan. Selain itu juga
terdapat warga Negara Indonesia yang bekerja ke luar negeri kemudian bertemu dengan
lawan jenis yang menarik hatinya dan notabene masyarakatnya beragama lain, begitu juga
sebaliknya. Dari perkenalan ini munculah komunikasi satu sama lain bahkan bisa terjalin
hubungan yang lebih jauh dari sekedar pertemanan. Tidak menutup kemungkinan kedua
orang ini ternyata berbeda keyakinan. Rasa cinta kasih telah mengikat mereka dan pada
akhirnya mereka tidak akan terlalu mempermasalahkan tentang perbedaan tersebut.
Pada awalnya, perbedaan itu memang bisa saja dianggap tidak terlalu penting karena
kedua insan ini hanya mengutamakan perasaan mereka. Setelah berjalan lama dan bahkan
hingga menginjak masa berumah tangga maka perbedaan itu akan sangat terasa. Terlebih lagi

jika keduanya tetap teguh kepada kepercayaannya masing masing dan tidak ada yang mau
mengalah untuk memeluk salah satu agama saja. Permasalahan ini tentu akan berkepanjangan
dan dapat menyebabkan pertengkaran bahkan bisa saja sampai perceraian yang sangat tidak
dikehendaki Veda. (Subali, Ida Bagus. 2008; 130). Selain itu juga akan berimbas pada
keturunan mereka nantinya. Masih menjadi suatu hal yang sering dipermasalahkan oleh
warga masyarakat tentang polemic ini. Diidealkankah pernikahan yang berbeda keyakinan
ini, bagaimana sebenarnya aturan dalam agama khususnya agama Hindu, dan masih banyak
lagi pertanyaan pertanyaan yang belum terjawab secara jelas.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4

Apakah arti dan tujuan pernikahan dalam Agama Hindu ?

Apakah pernikahan berbeda keyakinan itu diidealkan dalam Agama Hindu ?


Bagaimanakah pelaksanaan upacara Sudhi Wadani di Bali ?
Bagaimanakah Perbandingan aturan pernikahan berbeda keyakinan dalam konteks non
Hindu ?

1.2.5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti dan tujuan pernikahan
Pernikahan dalam agama Hindu disebut dengan Pawiwahan. Dalam ajaran Catur
Asrama, pawiwahan termasuk ke dalam Grhastha Asrama. Di samping itu, wiwaha dipandang
sebagai

sesuatu

yang

sangat

mulia,

seperti

yang

dijelaskan

dalam

kitab

Manawadharmasastra.III.2 bahwa wiwaha tersebut bersifat sakral yang hukumnya wajib


dalam artian harus dilakukan oleh seseorang yang normal sebagai suatu kewajiban yang harus
dilakukan dalam hidupnya. Pernikahan atau pawiwahan ini tidak boleh dilakukan karena
paksaan atau pengaruh dari orang lain. Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
ketegangan setelah menjalani masa grhastha asrama. Keberhasilan dalam perkawinan atau
wiwaha adalah saling mencintai, bekerjasama, saling mengisi, dan bahu membahu dalam
setiap kegiatan berumah tangga. Terbentuknya keluarga bahagia dan kekal haruslah disertai
adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban serta kedudukan suami dan istri itu harus
sama dan seimbang, meskipun swadharmanya berbeda dalam melaksanakan tugas dan
kewajibannya.
Mengenai definisi perkawinan menurut Undang Undang No. 1 tahun 197 4 pasal 1
disebutkan, perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (Redaksi New Merah Putih, 2009; 12) Dari definisi
diatas dapat disimpulkan bahwa perkawinan memiliki kaitan yang sangat erat dengan agama.
Perkawinan bukan hanya memiliki unsur jasmani tetapi juga unsur batin atau rohani.
Perkawinan bukan hanya sekedar hubungan biologis yang dilegalkan oleh hukum tetapi lebih
daripada itu. Perkawinan atau wiwaha identik dengan upacara yadnya yang menyebabkan
kedudukan lembaga perkawinan sebagai lembaga yang tidak terpisah dengan hukum agama
dan menjadikan hukum Hindu sebagai dasar persyaratan.
Pada umumnya, Undang Undang perkawinan secara prinsip mengandung asas
asas yang dapat menbawa kepada keharmonisan dan kebahagiaan keluarga. Asas asas itu
adalah sebagai berikut :
1.

Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan

2.

Ketuhanan Yang Maha Esa.


Suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum agama yang dianut dan
setiap perkawinan harus dicatat menurut peraturan perundang undangan yang berlaku.

3. Undang Undang perkawinan mengandung asas monogami.


4. Calon suami istri harus telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan.
5. Undang Undang ini menganut prinsip untuk mempersulit perceraian.
6. Hak dan kedudukan suami istri dalam kehidupan berumah tangga dan masyarakat diatur
dalam Undang Undang ini.
(Ida Bagus Sudirga dkk, 2010;124)
Bagi masyarakat Hindu, perkawinan atau pawiwahan memiliki arti dan kedudukan
yang khusus dalam dunia kehidupan mereka. Perkawinan bersifat religius, karena dikaitkan
dengan kewajiban seseorang untuk menebus dosa dosa orang tua mereka dengan jalan
melahirkan seorang putra. Jadi tujuan utama dari sebuah pawiwahan adalah memiliki
keturunan terutama yang suputra. Seorang anak dapat dikatakan suputra apabila memiliki
sifat yang mulia, hormat dan selalu berbahkti kepada orang tua, cinta kasih terhadap sesame,
dn berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa. Suputra juga dapat diartikan anak mampu
menyeberangkan orang tuanya dari neraka ke sorga. Seorang anak yang suputra dengan
sikapnya yang mulia mampu mengangkat derajat dan martabat orang tuanya. Mengenai
keutamaan suputra dijelaskan dalam buku Canakya Niti Sastra.III.14 sebagai berikut :
Seluruh hutan menjadi wangi hanya karena ada sebuah pohon dengan bunga indah dan
harum semerbak. Begitu juga halnya kalau di dalam keluarga terdapat seorang anak yang
suputra
2.2 Pernikahan berbeda keyakinan dalam Agama Hindu
Sebagai suatu Negara yang menganut prinsip Bhinneka Tunggal Ika, Indonesia
memang memiliki berbagai macam budaya, tradisi, dan tidak hanya ada satu agama atau
keyakinan saja. Sangat banyak terdapat kebudayaan dan tradisi yang berasal dari berbagai
daerah di Indonesia. Selain itu juga ada 5 agama atau keyakinan yang diakui secara sah di
Indonesia yaitu Islam, Protestan, Khatolik, Hindu dan agama Budha. Di balik semua itu
tentunya sangat banyak perbedaan prinsip diantara kita, namun semua perbedaan itu jangan
sampai mendatangkan perpecahan. Semua perbedaan itu harus dapat mempersatukan kita.
Seperti halnya perbedaan keyakinan. Meskipun terdapat lebih dari satu keyakinan di
Indonesia, tetapi itu bukan suatu alasan untuk kita terpecah belah. Dapat diambil contoh
seperti dua orang yang berbeda keyakinan tetapi ingin hidup bersama dalam suatu ikatan
perkawinan. Bukan hal yang salah, tetapi tetap harus mengikuti tradisi dan budaya yang
berlaku dalam keyakinan mereka masing masing. Dalam agama Hindu khususnya,
pernikahan berbeda agama sebenarnya tidak disarankan, karena dalam membangun suatu
rumah tangga haruslah didasari dengan prinsip dan tujuan yang sama. Bagaimana bisa
seseorang menjalani kehidupan bersama jika tidak memiliki dasar keyakinan yang sama.

Selain itu bagaimana pula dengan keturunan mereka kelak. Akan sangat susah untuk
mendidik keturunana mereka dengan keyakinan yang berbeda karena masing msing
keyakinan pasti memiliki caranya masing masing.
Dalam agama Hindu, sah atau tidaknya suatu perkawinan terksit dengan sesuai atau
tidaknya persyaratan yang ada dalam ajaran agama. Suatu perkawinan dianggap sah menurut
Hindu apabila telah memenuhi persyaratan di bawah ini :
1. Perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut ketentuan hukum Hindu.
2.

Untuk menegaskan perkawinan menurut hukum Hindu harus dilakukan oleh pendeta atau
rohaniawan atau pejabat agama yang memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan itu.

3.

Suatu perkawinan dikatakan sah apabila kedua calon mempelai telah menganut agama
Hindu.

4.

Berdasarkan tradisi yang berlaku di Bali perkawinan dikatakan sah apabila telah
melaksanankan upacar byakala atau pabiokaoanan sebagai rangkaian upacara wiwaha.

5. Calon mempelai tidak terikat oleh suatu ikatan pernikahan.


6.

Tidak ada kelainan, seperti tidak banci, kuming (tidak pernah haid), tidak sakit jiwa atau
sehat jasmani dan rohani.

7. Calon memepelai cukup umur, pria berumur 21 tahun dan wanita minimal 18 tahun.
8. Calon mempelai tidak mempunyai hubungan darah dekat atau sapinda.
(Suratmini, Ni Wayan,dkk.2010;127)
Jika calon mempelai tidak memenuhi persyaratan tersebut, perkawinan dikatakan
tidak sah. Selain persyaratan tersebut, yang tidak kalah penting agar pekawinan dianggap sah
adalah harus dibuatkan akta perkawinan sesuai dengan Undang undang yang berlaku.
Menurut kitab Manawa Dharmasastra, suatu perkawinan itu dilarang apabila kedua
mempelai adalah sapinda, yang artinya mempunyai hubungan keluarga atau ikatan darah
yang dekat satu sama lainnya. Seperti yang terdapat pada Manawa Dharmasastra.III.42
Aninditaih stri wiwahair anindya bhawati praja. Ninditairnindita nrrnam tasmannindyan
wiwarja yet.
Dari perkawinan yang terpuji putra-putra terpujilah lahir dan dari perkawinan tercela lahir
keturunan tercela. Karena ini hendaknya dihindari bentuk-bentuk perkawinan yang tercela
Berdasarkan sloka diatas, maka sangat disarankan untuk menjauhi semua jenis
pernikahan yang tidak dipantaskan dalam agama sehingga nantinya dapat melahirkan putra
putri yang suputra. Selain itu, menurut Undang Undang No. 1 tahun 1974, suatu

perkawinan dapat dibatalkan bila tidak sesuai dengan ketentuan pasal 24 dan pasal 27 yang
isinya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.

Suatu perkawinan dapat dimintakan pembatalannya apabila bertentangan dengan hukum


agama, misalnya dilaksanakan dengan system raksasa wiwaha atau paisaca wiwaha.

2. Perkawinan dapat dibatalkan apabila calon mempelai masih mempunyai ikatan perkawinan
dengan seseorang sebelumnya.
3.

Perkawinan dapat dibatalkan bila calon istri atau suami mempunyai cacat yang
disembunyikan sehingga salah satu pihak merasa ditipu. Misalnya mempunyai penyakit
menular yang berbahaya, tidak sehat pikiran atau impotensi, mengandung karena akibat
berhubungan dengan laki laki lain.

4. Perkawinan batal berdasarkan hubungan sapinda.


5. Perkawinan dapat dibatalkan apabila istri tidak menganut agama yang sama dengan suami
menurut hukum Hindu.
Dalam ajaran agama Hindu, disaat dua orang memutuskan untuk menikah tetapi
memiliki keyakinan yang berbeda itu kurang diidealkan. Pernikahan dapat tetap dilaksanakan
apabila kedua mempelai telah menganut keyakinan yang sama yaitu Hindu. Jadi sebelum
rangkaian upacara pernikahan dilaksanakan, mempelai yang belum menganut agama Hindu
akan diupacarai terlebih dahulu. Upacara tersebut dikenal dengan istilah Sudhi Wadani.
2.3 Upacara Sudhi Wadani
Dalam tradisi agama Hindu di Bali, terdapat suatu upacara yang dikenal dengan nama
Sudi Wadani. Upacara Sudi Wadani adalah Upacara yang wajib dilakukan bagi umat nonHindu yang ingin memeluk Hindu. Upacara ini
administrative

tidak hanya sebagai pencatatan

bagi yang menjalankannya, melainkan juga bermakna sebagai bentuk

penyucian diri dan pernyataan spiritual bahwa yang bersangkutan siap melaksanakan seluruh
ajaran agama Hindu. Bagi seseorang yang akan melaksanakan upacara Sudhi Wadani, baik
yang dilakukan secara perorangan atau

secara kelompok diwajibkan untuk memenuhi

persyaratan administrasi terlebih dahulu, yaitu :


1.

Membuat surat pernyataan dengan tulus ikhlas ntuk menganut agama Hindu tanpa adanya

2.

paksaan dari pihak manapun.


Membuat surat permohonan kepada Parisadha Hindu Dharma Indonesia setempat atau

3.

lembaga adat untuk mengikuti upacara Sudhi Wadani.


Mengumpulakan foto copy KTP dan pas photo ukuran 3x4 sebanyak 2 lembar.

4.

Adanya saksi saksi dalam pelaksanaan upacara Sudhi Wadani. Perlu diketahui bahwa
dalam pelaksanaan upacara Sudhi Wadani tidak dibatasi usia karena upacara ini bertujuan
untuk menyucikan diri secara lahir batin seseorang ketika akan menganut agama Hindu.
Selain persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan
melaksanakan upacara Sudhi Wadani, terdapat beberapa sarana upacara yang juga harus
disiapkan, diantaranya :

1.

Berwujud dedaunan, seperti : daun kelapa, daun enau, daun pisang, daun sirih, dan

senagainya.
2. Berwujud buah buahan, seperti : buah kelapa, beras atau padi, pinang, kacang kacangan,
dan sebagainya.
3. Berwujud bunga bungaan atau kembang.
4. Berwujud air (disebut tirta).
Setelah memenuhi persyaratan administrasi dan mempersiapkan segala sarana
upacaranya, berikut ini tata cara pelaksanaan dari upacara Sudhi Wadani :
1. Setelah ditentukan pemimpin upacara, upakara, tempat upacara, Parisada memanggil calon
yang akan disudhi wadanikan. Biasanya di Pura atau tempat suci lainnya yang dipandang
cocok.
2. Pemimpin upacara terlebih dahulu mengantarkan upakara dengan puja mantra ke hadapan
Hyang Widhi beserta manifestasinya yang dipusatkan di Padmasana.
3. Calon yang akan disudhiwadanikan diharapkan sudah siap lahir bathin dengan berpakaian
4.

bersih dan rapi serta menyerahkan diri sepenuhnya kepada Hyang Widhi sebagai saksi agung.
Upacara Byakala sebelum memasuki halaman tempat suci dengan doa : Om kaki bhuta
penampik lara, kaki bhuta penampik klesa, ngunduraken bhaya kalaning manusaning hulun,

Om ksama sampurna ya nama svaha


5. Setelah melaksanakan upacara Byakala, orang yang disudhiwadanikan diantar masuk ke
dalam tempat suci, kemudian dilakukan upacara prayascita. Upacara ini bertujuan yang
bersangkutan dapat dibersihkan dan disucikan dari kotoran sehingga Atma yang bersemayam
dalam diri pribadinya dapat memancarkan sinarnya. Doa yang digunakan : Om Sri Guru
6.

Saraswati, sarwa roga, sarwa papa, sarwa klesa, sarwa kali, kuluwasa ya namah svaha.
Upacara selanjutnya adalah persembahan upakara berupa tataban atau ayaban sebagai
pernyataan terima kasih ke hadapan Hyang Widhi. Doanya : Om Bhuktyantu sarwa dewa

bhuktyantu tri loka natham sageneh sapariwarah, sarwagah, sadhasidasah.


7. Setelah selesai menghaturkan upakara, pemimpin upacara membacakan pernyataan yang
sudah di tulis oleh yang melakukan Suddhi Wadani, kemudian ditirukan dengan seksama.
Adapun bunyi surat pernyataan yang ditulis pada blangko surat pernyataan oleh calon Suddhi
Wadani adalah sebagai berikut :

a. Om tat Sat ekam eva adwityam brahman (Sang Hyang Widhi hanya satu tidak ada duanya)
b. Satvam eva jayate (Hanya kebenaran yang jaya)
c. Dengan melaksanakan ajaran agama Hindu kebahagiaan pasti akan tercapai.
Kemudian setelah mengucapkan pernyataan tersebut, yang disuddhiwadanikan diminta
menepati pernyataannya itu dengan mengucapkan janji sebagai berikut :
a. Bahwa saya akan tunduk serta taat pada Hukum Hindu.
b. Bahwa saya tetap akan berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran serta batin untuk dapat
memenuhi kewajiban saya sebagai umat Hindu.
Kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan Surat keterangan Sudhi Wadani, baik oleh
yang bersangkutan maupun oleh para saksi.
8. Setelah penandatangan selesai dilanjutkan dengan persembahyangan bersama yang dipimpin
oleh pemimpin upacara guna memohon persaksian dan restu dari Sang Hyang Widhi.
Adapun rangkaian persembahyangannya sebagai berikut :
a. Menyembah tanpa sarana (tangan kosong) yaitu tangan dicakupkan, diangkat setinggi dahi
sehingga ujung jari sejajar ubun ubun. Doanya : Om atma tatwatma sudhamam svaha
yang artinya (Hyang widhi yang merupakan atma tattwa, sucikanlah hamba).
b. Menyembah dengan bunga atau kembang. Tangan menjepit bunga, ujung jari sejajar ubun
ubun ditujukan ke hadapan Siwa Raditya, menifestasi Hyang Widhi sebagai dewa Surya
untuk menyaksikan semua persembahan manusia. Doanya : Om Adityasya paramjyoti,
raktateja namo stute, sveta pangkaja madhyasta bhaskara ya namo stute. Om pranamya
bhaskara dewam, srwa klesa winasanam. Pranamyaditya ciwartam bhukti mukthi
warapradham. Om rang ring sah parama ciwaditya namo namah svaha yang artinya (Hyang
Widhi hamba sembah engkau dalam manifestasi sebagai sinar surya yang merah cemerlang,
berkilauan cahayaMu, engkau putih suci bersemayam di tengah tengah laksana teratai,
engakaulah Bhaskara yang hamba puja selalu. Hyang Widhi, cahaya sumber segala sinar
binasa. Karena dikau adalah sumber bukti dan mukti, kesejahteraan hidup jasmani dan
rohani. Hamba memujaMu, Hyang Widhi Paramaciwaditya).
c. Menyembah dengan Kwangen. Tangan menjepit Kwangen, ujung jari sejajar ubun ubun
sehingga permukaan kwangen berada lebih tinggi dari ubun ubun. Pemujaan dengan
kwangen ini ditujukan ke hadapan Hyang Widhi dalam manifestasiNya sebagai
Ardanareswari. Doanya : Om namah dewa adhistanaya, sarwa wyapiwai ciwaya, padmasana
eka pratisthaya ardhanarecwaryainamo namah yang artinya (Hyang Widhi hamba
memujaMu sebagai sumber sinar yang hamba muliakan, hamba memuja dikau sebagai Siwa
penguasa semua makhluk, bertahta pada padmasana sebagai satu satunya penegak.
Engkaulah satu satunya wujud tunggal Ardanareswari yang hamba hormati).
d. Menyembah dengan Kwangen. Tangan menjepit kwangen, ujung jari sejajar ubun ubun ke
hadapan hyang widhi guna memohon anugrah.Doanya : Om Anugraha manohara dewatta

nugrahaka, arcanam sarwapujanam, namahsarwanugrahaka, Dewa dewi mahasiddhi,


yadnyakita mulat idham, laksmisidhisca dhirgayuh. Nirwignam sukha wrdhisca. Om ghring
anugraha arcane ya namo namah svaha, om ghring anugraha manoharaya namo namah
svaha yang artinya (Hyang Widhi limpahakanlah anugerahMu yang menggembirakan pada
hamba. Hyang Widhi maha pemurah yang melimpahkan segala kebahagiaan yang dicita
citakan serta dipuji puji dengan segala pujian. Hamba puja engkau yang melimpahkan
segala macam anugrah, sumber kesidhian semua dewata yang semua berasal dari yajnya
kasih syangMu. Limpahkanlah kemakmuran, kesdihian, umur panjang serta keselamatan.
e.

Hamba puja dikau untuk dianugrahi kebaktian dan kebahagiaan).


Menyembah tanpa sarana. Tangan dicakupkan diangkat sejajar dahi, sehingga ujung jari
sejajar ubun ubun. Tujuan menyembah terakhir ini untuk mengucapkan terima kasih atas
anugrah yang dilimpahkan. Doanya : Om dewa suksma parama achintya nama svaha, Om
santih santih santih om yang artinya (Hyang Widhi hamba memujaMu dalam wujud suci
yang gaib serta wujud maha agung tak dapat dipikirkan. Semoga semuanya damai di hati,
damai di dunia, damai selalu).
Dengan demikian berakhirlah rangkaian persembahyangan yang kemudian disusul
dengan memohon tirta (air suci) yang dipercikan, diminum, dan diraup. Doanya : Om
pratama sudha, dwitya sudha, tritya sudha, sadham wari astu yang artinya (Pertama suci,

kedua suci, semoga disucikan dengan air ini).


9. Sebagai rangkaian terakhir dari pelaksanaan upacara Suddhi Wadani adalah Dharma Wacana
yang diberikan oleh Parisada Hindu Dharma atau yang mewakili. Tujuan dharma wacana ini
diberikan adalah untuk memberikan bekal dan tuntunan kepada umat Hindu yang baru mulai
menganut agama Hindu sehingga mereka mengetahui sisi ajaran agama Hindu. Upacara
ditutup dengan memberikan ucapan selamat oleh yang ikut menyaksikan berlangsungnya
upacara pensuddhian selanjutnya diakhiri dengan parama shanti.
2.4 Perbandingan aturan pernikahan berbeda keyakinan dalam konteks non Hindu
2.4.1 Pernikahan Beda Agama menurut Undang-undang
Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang dalam pasal 1 berbunyi:
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Selanjutnya dalam pasal 2 ayat 1 dinyatakan: Perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu.

Dalam penjelasan atas pasal 1 disebutkan : Sebagai negara yang berdasarkan


Pancasila, dimana sila pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan
bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi unsur batin/rohani juga mempunyai
peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat hubungan dengan keturunan,
yang merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan menjadi hak dan
kewajiban orang tua.
2.4.2 Menurut Agama Islam
Pandangan Agama Islam terhadap perkawinan antar agama, pada prinsipnya tidak
memperkenankannya. Dalam Al-Quran dengan tegas dilarang perkawinan antara orang Islam
dengan orang musyrik seperti yang tertulis dalam Al-Quran yang berbunyi:
Janganlah kamu nikahi wanita-wanita musrik sebelum mereka beriman. Sesungguhnya
wanita budak yang mukmin lebih baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hati. Dan
janganlah kamu menikahkan orang musyrik (dengan wanita-wanita mukmin) sebelum
mereka beriman. Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik,
walaupun dia menarik hatimu. (Al-Baqarah [2]:221)
Larangan perkawinan dalam surat al-Baqarah ayat 221 itu berlaku bagi laki-laki maupun
wanita yang beragama Islam untuk menikah dengan orang-orang yang tidak beragama Islam.
2.4 3 Menurut Agama Katolik
Gereja Katolik memandang bahwa perkawinan antara seorang beragama Katolik
dengan yang bukan agama Katolik bukanlah bentuk perkawinan yang ideal. Karena
perkawinan dianggap sebagai sebuah sakramen (sesuatu yang kudus, yang suci). Menurut
Hukum Kanon Gereja Katolik, ada sejumlah halangan yang membuat tujuan perkawinan
tidak dapat diwujudkan. Misalnya, adanya ikatan nikah (kanon 1085), adanya
tekanan/paksaan baik secara fisik, psikis maupun sosial/komunal (kanon 1089 dan 1103), dan
juga karena perbedaan gereja (kanon 1124) maupun agama (kanon 1086).
Namun demikian, sebagaimana disebut dalam Hukum Kanonik, perkawinan karena
perbedaan agama ini baru dapat dilakukan kalau ada dispensasi dari Ordinaris Wilayah atau
Keuskupan (Kanon 1124). Jadi, dalam ketentuan seperti ini, Agama Katolik pada prinsipnya
melarang perkawinan antara penganutnya dengan seorang yang bukan Katolik, kecuali dalam
hal-hal tertentu Uskup dapat memberikan dispensasi atau pengecualian.
2.4.4 Menurut Agama Protestan

Pada umumnya pernikahan beda agama tidak dikehendaki di dalam Perjanjian Lama
(PL). Alasannya adalah kekuatiran bahwa kepercayaan kepada Allah Israel akan dipengaruhi
ibadah asing dari pasangan yang tidak seiman (Ezr. 9-10; Neh. 13:23-29; Mal. 2:10).
Larangan yang eksplisit terdapat dalam Ul. 7:3-4, Janganlah juga engkau kawin-mengawin
dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka,
ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki; sebab mereka akan
membuat anakmu laki-laki menyimpang dari pada-Ku, sehingga mereka beribadah kepada
allah lain. Maka murka TUHAN akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan
engkau dengan segera.
2.4.5 Menurut Agama Budha
Perkawinan antar agama di mana salah seorang calon mempelai tidak beragama
Budha, menurut keputusan Sangha Agung Indonesia diperbolehkan, asal pengesahan
perkawinannya dilakukan menurut cara agama Budha. Dalam hal ini calon mempelai yang
tidak bergama Budha, tidak diharuskan untuk masuk agama Budha terlebih dahulu. Akan
tetapi dalam upacara ritual perkawinan, kedua mempelai diwajibkan mengucapkan atas
nama Sang Budha, Dharma dan Sangka.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agama Budha tidak melarang umatnya
untuk melakukan perkawinan dengan penganut agama lain. Akan tetapi untuk penganut
agama lainnya maka harus dilakukan menurut agama Budha. Kewajiban untuk mengucapkan
atas nama Sang Budha, Dharma dan Sangka, ini secara tidak langsung berarti bahwa calon
mempelai yang tidak beragama Budha menjadi penganut agama Budha, walaupun
sebenarnya ia hanya menundukkan diri pada kaidah agama Budha pada saat perkawinan itu
dilangsungkan.
2.4.6 Menurut Agama Khonghucu
Dalam ajaran agama Khonghucu perkawinan adalah, ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga yang
bahagia), dan melangsungkan keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. Tujuan
perkawinan dalam agama Konghucu di Indonesia ialah memungkinkan manusia
melangsungkan sejarahnya dan mengembangkan benih-benih Thian (Tuhan Yang Maha Esa),
berwujud kebajikan yang bersemayam di dalam dirinya, dan memungkinkan manusia
membimbing putra-putrinya.
Adapun syarat-syarat perkawinan bagi umat Konghucu yang terkait masalah beda agama :

a.

Ada persetujuan dari kedua mempelai tanpa ada unsur paksaan.


b. Kedua calon mempelai wajib melaksanakan pengakuan iman. Peneguhannya
dilaksanakan di tempat ibadah umat Konghucu (Lithang).
c. Mendapat persetujuan dari kedua orang tua, baik orang tua pihak laki-laki
maupun pihak perempuan atau walinya.
d. Disaksikan oleh dua orang saksi.

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan yang berasal dari berbagai referensi dapat disimpulkan bahwa
pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
sepasang suami istri yang bertujuan untuk membentuk suatu rumah tangga yang bahagia yang
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam agama Hindu, pernikahan disebut dengan
pawiwahan. Tingkatan ini merupakan salah satu bagian dari catur asrama yang dikenal
dengan Grhastha asrama. Pawiwahan ini dipandang wajib untuk seluruh umat dan tidak boleh
dilaksanakan secara terpaksa atau dipengaruhi oleh orang lain. Tujuan utama dari pawiwahan
adalah untuk mendapatkan keturunan yang suputra yang dapat menyeberangkan orang tuanya
dari neraka menuju surga. Terkait dengn suatu problematik dalam masyarakat tentang
pernikahan berbeda keyakinan, jika kita tinjau secara umum, tidak menjadi suatu
permasalahan yang besar apabila ada dua orang yang ingin hidup bersama tetapi memiliki
dasar keyakinan yang berbeda. Tetapi di satu sisi, kita juga harus berpedoman pada adat dan
tradisi yang berlaku. Dalam agama Hindu khusunya, memang tidak disarankan untuk
membina suatu rumah tangga yang didasari dua keyakinan yang berbeda karena pada
prinsipnya suatu rumah tangga harus memiliki dasar keyakinan yang sama agar rumah tangga
tersebut dapat terbina secara harmonis. Selain itu, diharapkan suami dan istri itu menganut
keyakinan yang sama agar tidak mengakibatkan keturunannya kelak bingung untuk
mengikuti keyakinan orang tuanya.
Sesuai dengan aturan dalam agama Hindu terkait dengan pernikahan berbeda
keyakinan, maka apabila salah satu mempelai belum menganut agama Hindu maka harus
diupacarai terlebih dahulu. Upacara ini disebut dengan Sudhi Wadani. Upacara ini dilakukan
oleh seseorang yang hendak menganut agama Hindu dimana makna dari upacara ini adalah
untuk penyucian diri dan pernyataan spiritual bahwa orang tersebut siap lahir dan batin untuk
mengikuti dan menerapkan seluruh ajaran agama Hindu. Tahapan pertama yang harus
dipenuhi adalah tahap administrasi dimana seorang yang akan mengikuti upacara ini
mengajukan surat permohonan untuk mengikuti upacara Sudhi Wadani kepada PHDI
setempat. Setelah permohonan itu diproses, calon yang akan mengikuti upacara Sudhi
Wadani menyiapkan sarana yang akan digunakan baik itu berupa dedaunan, buah-buahan,
bunga, dan air. Setelah seluruh sarana siap, maka upacara dapat dilaksanakan dengan
dipimpin oleh pemuka agama Hindu yang sudah ditunjuk oleh PHDI dan memang dipandang
pantas untuk memimpin jalannya upacara Sudhi Wadani. Sama halnya dengan agama Hindu,

aturan pada agama lain terkait dengan pernikahan berbeda keyakinan juga kurang diidealkan.
Bukan hanya dari segi hukum agama itu sendiri, tapi juga mempertimbangkan tujuan dari
pernikahan yaitu menyatukan dua insan yang berbeda untuk membina bahtera rumah tangga
bersama. Dalam membina rumah tangga, akan terjalin hubungan untuk melahirkan
keturunan, memelihara, membesarkan dan mendidik anak. Jadi jauh akan lebih mudah
apabila rumah tangga dibangun dengan dasar keyakinan yang sama.
3.2 Saran
Dari permasalahan yang dibahas, saran yang dapat diberikan umumnya untuk
seseorang yang hendak mencari pasangan hidup, hendaklah mencari yang seiman. Tidak
menutup kemungkinan memang ada bahkan cukup banyak pasangan yang berbeda
keyakinan, jika dengan keadaan yang demikian maka salah satunya harus siap berpindah
keyakinan agar nantinya bisa membangun bahtera rumah tangga yang harmonis. Namun
apabila satu sama lain masih tetap menganut keyakinannya masing masing setelah
menikah, maka keduanya harus dapat memunculkan sikap toleransi satu sama lain dan
mendidik keturunan mereka nantinya dengan cara yang tepat dan usahakan tidak
memaksakan salah satu keyakinan orang tuanya. Biarkanlah anak yang memilih sehingga
anak tidak merasa terkekang.
DAFTAR PUSTAKA
Sudirga, Ida Bagus, dkk. 2010. Widya Dharma Agama Hindu SMA. Denpasar: Ganeca Exact.
Rai Sudharta, Tjokorda. 2003. Manawa Dharmasastra. Jakarta: CV. Nitra Kencana Buana.
Subali, Ida Bagus. 2008. Wanita Mulia Istana Dewa. Surabaya: Paramita.
Darmayasa, I Made. 1995. Canakya Niti Sastra terjemahan. Denpasar: Yayasan Dharma
Naradha.
New Merah Putih, Redaksi. 2009. Undang Undang Perkawinan No 1 tahun 1974. Yogyakarta:
New Merah Putih.
http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/17/pernikahan-beda-agama-dalam-perspektifberbagai-agama-611672.html
http://www.ajihoesodo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=81:seputarpernikahan-beda-agama&catid=2:hukum&Itemid=6
http://www.hindubatam.com/upacara/sudhi-wadani/tata-cara-sudhi-wadani.html
http://paduarsana.com/2012/08/14/upacara-sudi-wadani/
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-catur-asrama.htm.
https://linggahindusblog.wordpress.com/tag/manawa-dharmasastra/

Diposkan oleh Rika Widhyasari di 20.21


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest
Tidak ada komentar:
Poskan Komentar
Posting Lama Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)

Arsip Blog

2014 (1)
o Desember (1)

Makalah Agama Pernikahan Beda Keyakinan

2012 (2)

Mengenai Saya

Rika Widhyasari
Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.

Penelitian ini berjudul Aktivitas Komunikasi Upacara Pernikahan Hindu-Bali yang


dilaksanakan di Desa Tegal Suci, Kabupaten Bangli. Sistem patrilineal menjadi suatu adat
menurut keyakinan masyarakat Bali dalam melaksanakan pernikahan, dimana sistem ini lebih
mengutamakan garis keturunan laki-laki. Pernikahan yang berlangsung pada penelitian ini
merupakan pernikahan dari pasangan yang berbeda agama, tetapi sudah dianggap sah karena
salah satu pasangan non-Hindu telah di-Sudhi Wadani-kan atau sudah disahkan secara agama
untuk memeluk agama Hindu dengan ikhlas dan tanpa adanya unsur paksaan dari pihak luar.
Mereka menikah secara sah menurut agama Hindu dan mengikuti aturan-aturan yang terdapat
di dalamnya sebagai bentuk keyakinan bahwa dalam Hindu pernikahan merupakan suatu
bentuk pengagungan kepada Tuhan untuk meneruskan garis keturunan melalui pernikahan.

Metode yang digunakan adalah metode studi etnografi komunikasi dalam penelitian
kualitatif. Data diperoleh dari hasil wawancara secara mendalam dengan Pemangku, Calon
Mempelai Pria, dan MC. Selain itu, data yang diperoleh juga didukung dari hasil observasi
partisipan, kemudian data diuji kebenarannya dengan metode triangulasi, kemudian hasil data
tersebut dianalis dengan menggunakan reduksi data, penyajian data dalam uraian singkat, dan
pengambilan kesimpulan yang akan menghasilkan bentuk uraian yang tersusun secara detail
dan sistematis.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu situasi komunikatif pada pernikahan tersebut sangat
sakral dan kental akan budaya Bali. Peristiwa komunikatif memberikan gambaran secara
keseluruhan mengenai proses terjadinya pernikahan dari awal, ritual upacara pernikahan
sampai akhir ritual upacara. Sedangkan tindak komunikatif mendeskripsikan secara mendetail
bagaimana tindakan-tindakan atau interaksi yang terjadi memberikan arti simbolik sebagai
pesan komunikasi non verbal. Ketiga unsur tersebut menajdi kunci dalam mendeskripsikan
proses komunikasi yang terdapat pada pernikahan Hindu-Bali di Desa Tegal Suci, Kabupaten
Bangli, Bali.
Kata Kunci : Penelitian Kualitatif, Studi Etnografi Komunikasi, Sudhi Wadani, Aktivitas
Komunikasi.

Komunikasi persuasif bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku


seseorang. Komunikasi persuasif dilakukan dengan halus, luwes, yang mengandung sifatsifat manusiawi. Agar komunikasi persuasif itu mencapai tujuan dan sasarannya, maka perlu
dilakukan perencanaan yang matang. Perencanaan yang dilakukan berdasarkan komponenkomponen komunikasi yaitu komunikator, pesan, media, dan komunikan. Komunikator atau
sumber adalah orang-orang yang akan mengkomunikasikan suatu pesan kepada orang lain.
Agar komunikasi yang dilakukan oleh komunikator menjadi persuasif, maka komunikator
harus mempunyai kredibilitas yang tinggi. Yang dimaksud dengan kredibel disini adalah
komunikator yang mempunyai pengetahuan, terutama tentang apa yang disampaikannya.
Misalnya, ketika seorang komunikator menjelaskan kepada komunikannya, dia harus
menguasai apa yang akan disampaikannya. Apalagi pada saat audience atau komunikan
adalah masyarakat yang memiliki pendidikan yang tinggi. Pesan adalah informasi yang
disampaikan oleh pengirim kepada penerima, yang bertujuan agar komunikan melakukan halhal yang disampaikan dalam pesan tersebut. Sama halnya dengan sumber atau komunikator,
pesan juga sangat berpengaruh terhadap persuasif, pesan-pesan yang disampaikan oleh
fasilitator harus sederhana dan mudah dimengerti. Artinya, fasilitator harus menyesuaikan isi
pesan yang disampaikan dengan khalayak sasarannya/masyarakat.
Supaya komunikasi bisa persuasif, maka media atau saluran yang digunakan harus tepat.
Saluran atau media harus mempertimbangkan karakteristik kelompok sasaran, baik budaya,
bahasa, kebiasaan, maupun tingkat pendidikan, dan lain-lain. Mengenali siapa yang ingin kita
jangkau dapat membantu kita dalam mengembangkan pesan yang sesuai. Dalam
berkomunikasi, khalayak sasaran/komunikan juga perlu menjadi perhatian. Bagaimana
karakteristik kelompok sasaran, baik budaya, bahasa, kebiasaan, maupun tingkat pendidikan,
dan lain-lain, sangat dibutuhkan dalam memformulasikan pesan yang akan disampaikan.

Ketika kita berkomunikasi dengan masyarakat kelas bawah, maka bahasa yang digunakan
harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat, jangan sampai kita menggunakan
kata-kata yang tidak dimengerti oleh masyarakat, seperti transparansi, akuntabilitas, fleksibel,
dan sebagainya. Sederhanakanlah bahasa sesuai dengan pemahaman masyarakat.
http://erpandsima.blogspot.co.id/2014/06/komunikasi-persuasif.html

About

Contact

Sitemap

Privacy Policy

Makalah dan Skripsi Terlengkap

HOME

AGAMA

EKONOMI

PENDIDIKAN

KOMUNIKASI

Jurnalistik

SOSIAL

POLITIK

Home KOMUNIKASI Makalah Komunikasi Persuasif (Ciri dan Fungsinya)

Makalah Komunikasi Persuasif (Ciri dan


Fungsinya)

Diposkan oleh Makalah dan Skripsi Terlengkap on Minggu, 27 Maret 2016

Label: KOMUNIKASI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi adalah suatu aspek kehidupan manusia yang paling mendasar, penting, dan
kompleks. Kehidupan sehari-hari kita sangat dipengaruhi oleh komunikasi kita sendiri
dengan orang lain, bahkan oleh pesan yang berasal dari orang yang kita tidak tahu (we can
not not communication).
Karena kekompleksan komunikasi, maka Little John mengatakan, komunikasi adalah sesuatu
yang sulit untuk didefinisikan. Sementara itu, menurut ensiklopedia bebas berbahasa
Indonesia, komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak
kepada pihak lain, agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya.
Berhasil tidaknya suatu komunikasi tergantung dari kelima elemen dasar tersebut. Bagaimana
komunikator bisa mempengaruhi komunikannya, sehingga bisa bertindak sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh komunikator, bahkan bisa merubah sikap dan perilaku dari komunikan
tersebut. Namun, komunikator, pesan, saluran yang bagaimana yang akan bisa merubah sikap
dan perilaku komunikan.
Dalam ilmu komunikasi, kita mengenal adanya komunikasi persuasif, yaitu komunikasi yang
bersifat mempengaruhi audience atau komunikannya, sehingga bertindak sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh komunikator. Menurut K. Andeerson, komunikasi persuasif
didefinisikan sebagai perilaku komunikasi yang mempunyai tujuan mengubah keyakinan,
sikap atau perilaku individu atau kelompok lain melalui transmisi beberapa pesan.
B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalaha diatas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah ciri-ciri komunikasi persuasif
2. Apakah fungsi komunikasi persuasif
C. Kegunaan Penelitian
Adapun makalah yang penulis susun memiliki bebarapa keguanaan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui ciri-ciri komunikasi persuasif
2. Untuk mengetahui fungsi komunikasi persuasif

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi Persuasif
Istilah persuasi atau dalam bahasa inggris persuasion bersal dari kata Latin persuasio, yang
secara harafiah berarti hal membujuk, hal mengajak, atau menyakinkan. Dalam ilmu
komunikasi, kita mengenal adanya komunikasi persuasif, yaitu komunikasi yang bersifat
mempengaruhi audience atau komunikannya, sehingga bertindak sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh komunikator. Menurut K. Andeerson, komunikasi persuasive didefinisikan
sebagai perilaku komunikasi yang mempunyai tujuan mengubah keyakinan, sikap atau
perilaku individu atau kelompok lain melalui transmisi beberapa pesan. Sedangkan menurut
R. Bostrom bahwa komunikasi persuasif adalah perilaku komunikasi yang bertujuan
mengubah, memodifikasi atau membentuk respon (sikap atau perilaku) dari penerima.
Komunikasi persuasif ini dapat dipergunakan dalam komunikasi politik. Yang dikehendaki
dalam komunikasi persuasif adalah perubahan perilaku, keyakinan, dan sikap yang lebih
mantap seolah-olah perubahan tersebut bukan atas kehendak komunikator akan tetapi justru
atas kehendak komunikan sendiri. Persuasi yaitu menggunakan informasi tentang situasi
psikologis dan sosiologis serta kebudayaan dari komunikan, untuk mempengaruhinya, dan
mencapai perwujudan dari apa yang diinginkan oleh message Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar komunikasi kita menjadi persuasif atau bisa mempengaruhi orang lain.
1. Komunikator
Komunikator atau sumber adalah orang-orang yang akan mengkomunikasikan suatu pesan
kepada orang lain. Agar komunikasi yang dilakukan oleh komunikator menjadi persuasif,
maka komunikator harus mempunyai kredibilitas yang tinggi. Yang dimaksud dengan
kredibel disini adalah komunikator yang mempunyai pengetahuan, terutama tentang apa yang
disampaikannya.
2. Pesan.
Pesan adalah hal-hal yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima, yang bertujuan agar
komunikan melakukan hal-hal yang disampaikan dalam pesan tersebut.Sama halnya dengan
sumber atau komunikator, pesan juga sangat berpengaruh terhadap persuasif tidaknya
komunikasi yang kita lakukan.

3. Saluran.
Saluran adalah media atau sarana yang digunakan supaya pesan dapat disampaikan oleh
sumber kepada si penerima.Supaya komunikasi bisa persuasif, maka media atau saluran yang
digunakan harus tepat.Saluran atau media harus mempertimbangkan karakteristik kelompok
sasaran, baik budaya, bahasa, kebiasaan, maupun tingkat pendidikan, dan lain-lain.
4. Penerima.
Penerima adalah orang-orang yang menerima pesan dari komunikator, yang biasa disebut
dengan komunikan.Dalam berkomunikasi, khalayak sasaran komunikan juga perlu menjadi
perhatian. Bagaimana karakteristik kelompok sasaran, baik budaya, bahasa, kebiasaan,
maupun tingkat pendidikan, dan lain-lain, sangat dibutuhkan dalam memformulasikan pesan
yang akan disampaikan. Ketika kita berkomunikasi dengan masyarakat kelas bawah, maka
bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat, jangan
sampai kita menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti oleh masyarakat.
B. Ciri-Ciri Komunikasi Persuasif
Komunikasi persuasi sebagai suatu teknik mempengaruhi manusia dengan jalan
memanfaatkan atau mengunakan data dan fakta pshycolos dan sosiologi dari komunikasi
yang hendak dipengaruhi. Persuasi memiliki ciri-ciri, yaitu :
1. Kejelasan tujuan.
Tujuan komunikasi persuasif adalah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku
2. Memikirkan secara cermat orang yang dihadapi.
Sasaran persuasi memiliki keragaman yang cukup kompleks. Keragaman tersebut dapat
dilihat dari karakteristik demografis, jenis kelamin, level pekerjaan, suku bangsa, hingga gaya
hidup.
3. Memilih strategi komunikasi yang tepat.
Strategi komunikasi persuasif merupakan perpaduan antara perencanaan komunikasi
persuasif dengan manajemen komunikasi.
C. Fungsi Komunikasi Persuasif
Tiga fungsi utama komunikasi persuasif adalah control function, consumer protection
function, dan knowledge function. Ada 3 jenis pola komunikasi, yaitu:
1. Komunikasi Asertif, yaitu kemampuan komunikasi yang mampu menyampaikan pendapat
secara lugas kepada orang lain (communicate) namun tidak melukai atau menyinggung
secara verbal maupun non verbal (tidak ada agresi verbal dan non verbal).
2. Komunikasi Pasif, yaitu pola komunikasi yang tidak mempunyai umpan balik yang
maksimal sehingga proses komunikasi seringkali tidak efektif.
3. Komunikasi Agresif, yaitu pola komunikasi yang mengutarakan pendapat/ informasi atau
pesan secara lugas namun terdapat agresi verbal maupun non verbal.
Mempengaruhi seseorang adalah melakukan suatu peran (dalam pengertian secara kasar,
yang mempengaruhi kepercayaan atau minat) mengunakan semacam bentuk komunikasi,
biasanya bahasa. Suatu kemampuan berbicara atau melakukan suatu peran adalah suatu
tindakan yang harus diinginkan dan hanya memiliki beberapa efek tertentu yang bernama
keadaan psikologis atau tindakan yang disengaja.
Dalam dimana kita ingin agar cerita kita dipercaya dan ingin mempengaruhi tindakan dari
orang orang yang membaca cerita kita oleh karena itu penting mengetahui bagaimana bisa

melakukan komunikasi yang persuasif kepada masyarakat agar mendapat umpan balik yang
menguntungkan bagi perusahaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi persuasif merupakan bentuk komunikasi yang mepengaruhi komunikannya
sehingga bertindak sesuai dengan apa yang dinginkan oleh komunikatornya mungkin juga
dapat merubah sikap dari komunikannya, namun pesan yang akan disampaikan komunikator
kepada komunikannya harus menjadi hal besar yang perlu di perhatikan karena akan merubah
sikap dan perilaku komunikannya. Hal yang dapat mempengaruhi dalam komunikasi
persuasif diantaranya, komunikator, pesan, saluran, penerima.
B. Saran
Saat komunikasi persuasif dilakukan maka komunikator tidak diperkenankan untuk:
Menggunakan data palsu, data yang sengaja dirancang untuk menonjolkan kesan tertentu,
data yang dengan sengaja diejawantahkan secara salah, dibelokkan, atau bukti yang benar
tapi tidak ada hubungannya untuk mendukung suatu pernyataan atau mengesahkan sesuatu.
Tidak diperkenankan untuk mengaku sebuah kepastian sudah dibuat padahal situasinya masih
sementara, dan derajat kemungkinan situasi masih dapat berubah.

DAFTAR PUSTAKA
http://erpandsima.blogspot.co.id/2014/05/teori-dalam-komunikasi-persuasif. Html #sthash
.ssftFolL.dpuf.
Effendi Onong Uchjana. Komunikasi, Teori dan Praktek, Bandung: PT.Remaja Rosda karya,
1990.
Suranto AW. Komunikasi Interpersonal, Yogjakarta: Graha Ilmu, 1999.
Rakhmat, J, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remadja Karya, 1986.
S. Djuarsa Senjaya, Teori Komunikasi, Jakarta :Universitas Terbuka, 1994.
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2008.
Tweet

Makalah Komunikasi Persuasif (Ciri dan Fungsinya)

Posting Lebih Baru Beranda


Copyright 2016 Makalah dan Skripsi Terlengkap. All Rights Reserved. Makalah dan Skripsi by rol.
Original Theme Makalah dan Skripsi Terlengkap

J-Theme
http://makalah90.blogspot.co.id/2016/03/komunikasi-persuasif-ciri-dan-fungsinya.html

Anda mungkin juga menyukai