BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan para remaja pada era globalisasi seperti sekarang ini tidak dapat dipisahkan
dari suatu hal yang disebut percintaan. Tidak dapat kita pungkiri, semua orang tentu pernah
berada dalam lingkaran kisah yang indah ini. Suatu kondisi yang dapat membuat seseorang
merasakan kebahagiaan. Tidak luput dari hal itu juga tentu terdapat hal hal yang mungkin
saja tidak diharapkan terjadi. Terlebih lagi apabila hubungan yang telah terjalin itu dapat
dilanjutkan ke jenjang yang lebih serius yang disebut dengan pernikahan. Tingkatan
kehidupan berumah tangga sangat jauh berbeda dengan saat kita hidup sendiri atau dalam hal
ini sering disebut berpacaran. Tingkatan kehidupan ini sudah termasuk tingkatan yang serius
dan tentu saja diikuti dengan adanya suatu komitmen Antara 2 orang yang memutuskan untuk
hidup bersama.
Era globalisasi sangat berpengaruh terhadap kehidupan seluruh umat manusia di dunia
tidak terkecuali Indonesia. Pengaruh yang ditimbulkan dapat berasal dari berbagai factor
seperti teknologi yang semakin canggih. Suatu contoh yang dapat kita ambil yaitu
penggunaan jejaring social oleh para remaja yang kemudian memicu adanya perkenalan
antara beberapa orang yang asalnya dari daerah yang saling berjauhan. Selain itu juga
terdapat warga Negara Indonesia yang bekerja ke luar negeri kemudian bertemu dengan
lawan jenis yang menarik hatinya dan notabene masyarakatnya beragama lain, begitu juga
sebaliknya. Dari perkenalan ini munculah komunikasi satu sama lain bahkan bisa terjalin
hubungan yang lebih jauh dari sekedar pertemanan. Tidak menutup kemungkinan kedua
orang ini ternyata berbeda keyakinan. Rasa cinta kasih telah mengikat mereka dan pada
akhirnya mereka tidak akan terlalu mempermasalahkan tentang perbedaan tersebut.
Pada awalnya, perbedaan itu memang bisa saja dianggap tidak terlalu penting karena
kedua insan ini hanya mengutamakan perasaan mereka. Setelah berjalan lama dan bahkan
hingga menginjak masa berumah tangga maka perbedaan itu akan sangat terasa. Terlebih lagi
jika keduanya tetap teguh kepada kepercayaannya masing masing dan tidak ada yang mau
mengalah untuk memeluk salah satu agama saja. Permasalahan ini tentu akan berkepanjangan
dan dapat menyebabkan pertengkaran bahkan bisa saja sampai perceraian yang sangat tidak
dikehendaki Veda. (Subali, Ida Bagus. 2008; 130). Selain itu juga akan berimbas pada
keturunan mereka nantinya. Masih menjadi suatu hal yang sering dipermasalahkan oleh
warga masyarakat tentang polemic ini. Diidealkankah pernikahan yang berbeda keyakinan
ini, bagaimana sebenarnya aturan dalam agama khususnya agama Hindu, dan masih banyak
lagi pertanyaan pertanyaan yang belum terjawab secara jelas.
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1
1.2.2
1.2.3
1.2.4
1.2.5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Arti dan tujuan pernikahan
Pernikahan dalam agama Hindu disebut dengan Pawiwahan. Dalam ajaran Catur
Asrama, pawiwahan termasuk ke dalam Grhastha Asrama. Di samping itu, wiwaha dipandang
sebagai
sesuatu
yang
sangat
mulia,
seperti
yang
dijelaskan
dalam
kitab
Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan
2.
Selain itu bagaimana pula dengan keturunan mereka kelak. Akan sangat susah untuk
mendidik keturunana mereka dengan keyakinan yang berbeda karena masing msing
keyakinan pasti memiliki caranya masing masing.
Dalam agama Hindu, sah atau tidaknya suatu perkawinan terksit dengan sesuai atau
tidaknya persyaratan yang ada dalam ajaran agama. Suatu perkawinan dianggap sah menurut
Hindu apabila telah memenuhi persyaratan di bawah ini :
1. Perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut ketentuan hukum Hindu.
2.
Untuk menegaskan perkawinan menurut hukum Hindu harus dilakukan oleh pendeta atau
rohaniawan atau pejabat agama yang memenuhi syarat untuk melakukan perbuatan itu.
3.
Suatu perkawinan dikatakan sah apabila kedua calon mempelai telah menganut agama
Hindu.
4.
Berdasarkan tradisi yang berlaku di Bali perkawinan dikatakan sah apabila telah
melaksanankan upacar byakala atau pabiokaoanan sebagai rangkaian upacara wiwaha.
Tidak ada kelainan, seperti tidak banci, kuming (tidak pernah haid), tidak sakit jiwa atau
sehat jasmani dan rohani.
7. Calon memepelai cukup umur, pria berumur 21 tahun dan wanita minimal 18 tahun.
8. Calon mempelai tidak mempunyai hubungan darah dekat atau sapinda.
(Suratmini, Ni Wayan,dkk.2010;127)
Jika calon mempelai tidak memenuhi persyaratan tersebut, perkawinan dikatakan
tidak sah. Selain persyaratan tersebut, yang tidak kalah penting agar pekawinan dianggap sah
adalah harus dibuatkan akta perkawinan sesuai dengan Undang undang yang berlaku.
Menurut kitab Manawa Dharmasastra, suatu perkawinan itu dilarang apabila kedua
mempelai adalah sapinda, yang artinya mempunyai hubungan keluarga atau ikatan darah
yang dekat satu sama lainnya. Seperti yang terdapat pada Manawa Dharmasastra.III.42
Aninditaih stri wiwahair anindya bhawati praja. Ninditairnindita nrrnam tasmannindyan
wiwarja yet.
Dari perkawinan yang terpuji putra-putra terpujilah lahir dan dari perkawinan tercela lahir
keturunan tercela. Karena ini hendaknya dihindari bentuk-bentuk perkawinan yang tercela
Berdasarkan sloka diatas, maka sangat disarankan untuk menjauhi semua jenis
pernikahan yang tidak dipantaskan dalam agama sehingga nantinya dapat melahirkan putra
putri yang suputra. Selain itu, menurut Undang Undang No. 1 tahun 1974, suatu
perkawinan dapat dibatalkan bila tidak sesuai dengan ketentuan pasal 24 dan pasal 27 yang
isinya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1.
2. Perkawinan dapat dibatalkan apabila calon mempelai masih mempunyai ikatan perkawinan
dengan seseorang sebelumnya.
3.
Perkawinan dapat dibatalkan bila calon istri atau suami mempunyai cacat yang
disembunyikan sehingga salah satu pihak merasa ditipu. Misalnya mempunyai penyakit
menular yang berbahaya, tidak sehat pikiran atau impotensi, mengandung karena akibat
berhubungan dengan laki laki lain.
penyucian diri dan pernyataan spiritual bahwa yang bersangkutan siap melaksanakan seluruh
ajaran agama Hindu. Bagi seseorang yang akan melaksanakan upacara Sudhi Wadani, baik
yang dilakukan secara perorangan atau
Membuat surat pernyataan dengan tulus ikhlas ntuk menganut agama Hindu tanpa adanya
2.
3.
4.
Adanya saksi saksi dalam pelaksanaan upacara Sudhi Wadani. Perlu diketahui bahwa
dalam pelaksanaan upacara Sudhi Wadani tidak dibatasi usia karena upacara ini bertujuan
untuk menyucikan diri secara lahir batin seseorang ketika akan menganut agama Hindu.
Selain persyaratan administrasi yang harus dipenuhi oleh seseorang yang akan
melaksanakan upacara Sudhi Wadani, terdapat beberapa sarana upacara yang juga harus
disiapkan, diantaranya :
1.
Berwujud dedaunan, seperti : daun kelapa, daun enau, daun pisang, daun sirih, dan
senagainya.
2. Berwujud buah buahan, seperti : buah kelapa, beras atau padi, pinang, kacang kacangan,
dan sebagainya.
3. Berwujud bunga bungaan atau kembang.
4. Berwujud air (disebut tirta).
Setelah memenuhi persyaratan administrasi dan mempersiapkan segala sarana
upacaranya, berikut ini tata cara pelaksanaan dari upacara Sudhi Wadani :
1. Setelah ditentukan pemimpin upacara, upakara, tempat upacara, Parisada memanggil calon
yang akan disudhi wadanikan. Biasanya di Pura atau tempat suci lainnya yang dipandang
cocok.
2. Pemimpin upacara terlebih dahulu mengantarkan upakara dengan puja mantra ke hadapan
Hyang Widhi beserta manifestasinya yang dipusatkan di Padmasana.
3. Calon yang akan disudhiwadanikan diharapkan sudah siap lahir bathin dengan berpakaian
4.
bersih dan rapi serta menyerahkan diri sepenuhnya kepada Hyang Widhi sebagai saksi agung.
Upacara Byakala sebelum memasuki halaman tempat suci dengan doa : Om kaki bhuta
penampik lara, kaki bhuta penampik klesa, ngunduraken bhaya kalaning manusaning hulun,
Saraswati, sarwa roga, sarwa papa, sarwa klesa, sarwa kali, kuluwasa ya namah svaha.
Upacara selanjutnya adalah persembahan upakara berupa tataban atau ayaban sebagai
pernyataan terima kasih ke hadapan Hyang Widhi. Doanya : Om Bhuktyantu sarwa dewa
a. Om tat Sat ekam eva adwityam brahman (Sang Hyang Widhi hanya satu tidak ada duanya)
b. Satvam eva jayate (Hanya kebenaran yang jaya)
c. Dengan melaksanakan ajaran agama Hindu kebahagiaan pasti akan tercapai.
Kemudian setelah mengucapkan pernyataan tersebut, yang disuddhiwadanikan diminta
menepati pernyataannya itu dengan mengucapkan janji sebagai berikut :
a. Bahwa saya akan tunduk serta taat pada Hukum Hindu.
b. Bahwa saya tetap akan berusaha dengan sekuat tenaga dan pikiran serta batin untuk dapat
memenuhi kewajiban saya sebagai umat Hindu.
Kemudian dilanjutkan dengan penandatanganan Surat keterangan Sudhi Wadani, baik oleh
yang bersangkutan maupun oleh para saksi.
8. Setelah penandatangan selesai dilanjutkan dengan persembahyangan bersama yang dipimpin
oleh pemimpin upacara guna memohon persaksian dan restu dari Sang Hyang Widhi.
Adapun rangkaian persembahyangannya sebagai berikut :
a. Menyembah tanpa sarana (tangan kosong) yaitu tangan dicakupkan, diangkat setinggi dahi
sehingga ujung jari sejajar ubun ubun. Doanya : Om atma tatwatma sudhamam svaha
yang artinya (Hyang widhi yang merupakan atma tattwa, sucikanlah hamba).
b. Menyembah dengan bunga atau kembang. Tangan menjepit bunga, ujung jari sejajar ubun
ubun ditujukan ke hadapan Siwa Raditya, menifestasi Hyang Widhi sebagai dewa Surya
untuk menyaksikan semua persembahan manusia. Doanya : Om Adityasya paramjyoti,
raktateja namo stute, sveta pangkaja madhyasta bhaskara ya namo stute. Om pranamya
bhaskara dewam, srwa klesa winasanam. Pranamyaditya ciwartam bhukti mukthi
warapradham. Om rang ring sah parama ciwaditya namo namah svaha yang artinya (Hyang
Widhi hamba sembah engkau dalam manifestasi sebagai sinar surya yang merah cemerlang,
berkilauan cahayaMu, engkau putih suci bersemayam di tengah tengah laksana teratai,
engakaulah Bhaskara yang hamba puja selalu. Hyang Widhi, cahaya sumber segala sinar
binasa. Karena dikau adalah sumber bukti dan mukti, kesejahteraan hidup jasmani dan
rohani. Hamba memujaMu, Hyang Widhi Paramaciwaditya).
c. Menyembah dengan Kwangen. Tangan menjepit Kwangen, ujung jari sejajar ubun ubun
sehingga permukaan kwangen berada lebih tinggi dari ubun ubun. Pemujaan dengan
kwangen ini ditujukan ke hadapan Hyang Widhi dalam manifestasiNya sebagai
Ardanareswari. Doanya : Om namah dewa adhistanaya, sarwa wyapiwai ciwaya, padmasana
eka pratisthaya ardhanarecwaryainamo namah yang artinya (Hyang Widhi hamba
memujaMu sebagai sumber sinar yang hamba muliakan, hamba memuja dikau sebagai Siwa
penguasa semua makhluk, bertahta pada padmasana sebagai satu satunya penegak.
Engkaulah satu satunya wujud tunggal Ardanareswari yang hamba hormati).
d. Menyembah dengan Kwangen. Tangan menjepit kwangen, ujung jari sejajar ubun ubun ke
hadapan hyang widhi guna memohon anugrah.Doanya : Om Anugraha manohara dewatta
Pada umumnya pernikahan beda agama tidak dikehendaki di dalam Perjanjian Lama
(PL). Alasannya adalah kekuatiran bahwa kepercayaan kepada Allah Israel akan dipengaruhi
ibadah asing dari pasangan yang tidak seiman (Ezr. 9-10; Neh. 13:23-29; Mal. 2:10).
Larangan yang eksplisit terdapat dalam Ul. 7:3-4, Janganlah juga engkau kawin-mengawin
dengan mereka: anakmu perempuan janganlah kauberikan kepada anak laki-laki mereka,
ataupun anak perempuan mereka jangan kauambil bagi anakmu laki-laki; sebab mereka akan
membuat anakmu laki-laki menyimpang dari pada-Ku, sehingga mereka beribadah kepada
allah lain. Maka murka TUHAN akan bangkit terhadap kamu dan Ia akan memunahkan
engkau dengan segera.
2.4.5 Menurut Agama Budha
Perkawinan antar agama di mana salah seorang calon mempelai tidak beragama
Budha, menurut keputusan Sangha Agung Indonesia diperbolehkan, asal pengesahan
perkawinannya dilakukan menurut cara agama Budha. Dalam hal ini calon mempelai yang
tidak bergama Budha, tidak diharuskan untuk masuk agama Budha terlebih dahulu. Akan
tetapi dalam upacara ritual perkawinan, kedua mempelai diwajibkan mengucapkan atas
nama Sang Budha, Dharma dan Sangka.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa agama Budha tidak melarang umatnya
untuk melakukan perkawinan dengan penganut agama lain. Akan tetapi untuk penganut
agama lainnya maka harus dilakukan menurut agama Budha. Kewajiban untuk mengucapkan
atas nama Sang Budha, Dharma dan Sangka, ini secara tidak langsung berarti bahwa calon
mempelai yang tidak beragama Budha menjadi penganut agama Budha, walaupun
sebenarnya ia hanya menundukkan diri pada kaidah agama Budha pada saat perkawinan itu
dilangsungkan.
2.4.6 Menurut Agama Khonghucu
Dalam ajaran agama Khonghucu perkawinan adalah, ikatan lahir batin antara seorang
pria dan seorang wanita dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga yang
bahagia), dan melangsungkan keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. Tujuan
perkawinan dalam agama Konghucu di Indonesia ialah memungkinkan manusia
melangsungkan sejarahnya dan mengembangkan benih-benih Thian (Tuhan Yang Maha Esa),
berwujud kebajikan yang bersemayam di dalam dirinya, dan memungkinkan manusia
membimbing putra-putrinya.
Adapun syarat-syarat perkawinan bagi umat Konghucu yang terkait masalah beda agama :
a.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dari pembahasan yang berasal dari berbagai referensi dapat disimpulkan bahwa
pernikahan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
sepasang suami istri yang bertujuan untuk membentuk suatu rumah tangga yang bahagia yang
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam agama Hindu, pernikahan disebut dengan
pawiwahan. Tingkatan ini merupakan salah satu bagian dari catur asrama yang dikenal
dengan Grhastha asrama. Pawiwahan ini dipandang wajib untuk seluruh umat dan tidak boleh
dilaksanakan secara terpaksa atau dipengaruhi oleh orang lain. Tujuan utama dari pawiwahan
adalah untuk mendapatkan keturunan yang suputra yang dapat menyeberangkan orang tuanya
dari neraka menuju surga. Terkait dengn suatu problematik dalam masyarakat tentang
pernikahan berbeda keyakinan, jika kita tinjau secara umum, tidak menjadi suatu
permasalahan yang besar apabila ada dua orang yang ingin hidup bersama tetapi memiliki
dasar keyakinan yang berbeda. Tetapi di satu sisi, kita juga harus berpedoman pada adat dan
tradisi yang berlaku. Dalam agama Hindu khusunya, memang tidak disarankan untuk
membina suatu rumah tangga yang didasari dua keyakinan yang berbeda karena pada
prinsipnya suatu rumah tangga harus memiliki dasar keyakinan yang sama agar rumah tangga
tersebut dapat terbina secara harmonis. Selain itu, diharapkan suami dan istri itu menganut
keyakinan yang sama agar tidak mengakibatkan keturunannya kelak bingung untuk
mengikuti keyakinan orang tuanya.
Sesuai dengan aturan dalam agama Hindu terkait dengan pernikahan berbeda
keyakinan, maka apabila salah satu mempelai belum menganut agama Hindu maka harus
diupacarai terlebih dahulu. Upacara ini disebut dengan Sudhi Wadani. Upacara ini dilakukan
oleh seseorang yang hendak menganut agama Hindu dimana makna dari upacara ini adalah
untuk penyucian diri dan pernyataan spiritual bahwa orang tersebut siap lahir dan batin untuk
mengikuti dan menerapkan seluruh ajaran agama Hindu. Tahapan pertama yang harus
dipenuhi adalah tahap administrasi dimana seorang yang akan mengikuti upacara ini
mengajukan surat permohonan untuk mengikuti upacara Sudhi Wadani kepada PHDI
setempat. Setelah permohonan itu diproses, calon yang akan mengikuti upacara Sudhi
Wadani menyiapkan sarana yang akan digunakan baik itu berupa dedaunan, buah-buahan,
bunga, dan air. Setelah seluruh sarana siap, maka upacara dapat dilaksanakan dengan
dipimpin oleh pemuka agama Hindu yang sudah ditunjuk oleh PHDI dan memang dipandang
pantas untuk memimpin jalannya upacara Sudhi Wadani. Sama halnya dengan agama Hindu,
aturan pada agama lain terkait dengan pernikahan berbeda keyakinan juga kurang diidealkan.
Bukan hanya dari segi hukum agama itu sendiri, tapi juga mempertimbangkan tujuan dari
pernikahan yaitu menyatukan dua insan yang berbeda untuk membina bahtera rumah tangga
bersama. Dalam membina rumah tangga, akan terjalin hubungan untuk melahirkan
keturunan, memelihara, membesarkan dan mendidik anak. Jadi jauh akan lebih mudah
apabila rumah tangga dibangun dengan dasar keyakinan yang sama.
3.2 Saran
Dari permasalahan yang dibahas, saran yang dapat diberikan umumnya untuk
seseorang yang hendak mencari pasangan hidup, hendaklah mencari yang seiman. Tidak
menutup kemungkinan memang ada bahkan cukup banyak pasangan yang berbeda
keyakinan, jika dengan keadaan yang demikian maka salah satunya harus siap berpindah
keyakinan agar nantinya bisa membangun bahtera rumah tangga yang harmonis. Namun
apabila satu sama lain masih tetap menganut keyakinannya masing masing setelah
menikah, maka keduanya harus dapat memunculkan sikap toleransi satu sama lain dan
mendidik keturunan mereka nantinya dengan cara yang tepat dan usahakan tidak
memaksakan salah satu keyakinan orang tuanya. Biarkanlah anak yang memilih sehingga
anak tidak merasa terkekang.
DAFTAR PUSTAKA
Sudirga, Ida Bagus, dkk. 2010. Widya Dharma Agama Hindu SMA. Denpasar: Ganeca Exact.
Rai Sudharta, Tjokorda. 2003. Manawa Dharmasastra. Jakarta: CV. Nitra Kencana Buana.
Subali, Ida Bagus. 2008. Wanita Mulia Istana Dewa. Surabaya: Paramita.
Darmayasa, I Made. 1995. Canakya Niti Sastra terjemahan. Denpasar: Yayasan Dharma
Naradha.
New Merah Putih, Redaksi. 2009. Undang Undang Perkawinan No 1 tahun 1974. Yogyakarta:
New Merah Putih.
http://sosbud.kompasiana.com/2013/11/17/pernikahan-beda-agama-dalam-perspektifberbagai-agama-611672.html
http://www.ajihoesodo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=81:seputarpernikahan-beda-agama&catid=2:hukum&Itemid=6
http://www.hindubatam.com/upacara/sudhi-wadani/tata-cara-sudhi-wadani.html
http://paduarsana.com/2012/08/14/upacara-sudi-wadani/
http://www.babadbali.com/canangsari/pa-catur-asrama.htm.
https://linggahindusblog.wordpress.com/tag/manawa-dharmasastra/
Arsip Blog
2014 (1)
o Desember (1)
2012 (2)
Mengenai Saya
Rika Widhyasari
Lihat profil lengkapku
Template Picture Window. Diberdayakan oleh Blogger.
Metode yang digunakan adalah metode studi etnografi komunikasi dalam penelitian
kualitatif. Data diperoleh dari hasil wawancara secara mendalam dengan Pemangku, Calon
Mempelai Pria, dan MC. Selain itu, data yang diperoleh juga didukung dari hasil observasi
partisipan, kemudian data diuji kebenarannya dengan metode triangulasi, kemudian hasil data
tersebut dianalis dengan menggunakan reduksi data, penyajian data dalam uraian singkat, dan
pengambilan kesimpulan yang akan menghasilkan bentuk uraian yang tersusun secara detail
dan sistematis.
Hasil penelitian yang diperoleh yaitu situasi komunikatif pada pernikahan tersebut sangat
sakral dan kental akan budaya Bali. Peristiwa komunikatif memberikan gambaran secara
keseluruhan mengenai proses terjadinya pernikahan dari awal, ritual upacara pernikahan
sampai akhir ritual upacara. Sedangkan tindak komunikatif mendeskripsikan secara mendetail
bagaimana tindakan-tindakan atau interaksi yang terjadi memberikan arti simbolik sebagai
pesan komunikasi non verbal. Ketiga unsur tersebut menajdi kunci dalam mendeskripsikan
proses komunikasi yang terdapat pada pernikahan Hindu-Bali di Desa Tegal Suci, Kabupaten
Bangli, Bali.
Kata Kunci : Penelitian Kualitatif, Studi Etnografi Komunikasi, Sudhi Wadani, Aktivitas
Komunikasi.
Ketika kita berkomunikasi dengan masyarakat kelas bawah, maka bahasa yang digunakan
harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat, jangan sampai kita menggunakan
kata-kata yang tidak dimengerti oleh masyarakat, seperti transparansi, akuntabilitas, fleksibel,
dan sebagainya. Sederhanakanlah bahasa sesuai dengan pemahaman masyarakat.
http://erpandsima.blogspot.co.id/2014/06/komunikasi-persuasif.html
About
Contact
Sitemap
Privacy Policy
HOME
AGAMA
EKONOMI
PENDIDIKAN
KOMUNIKASI
Jurnalistik
SOSIAL
POLITIK
Label: KOMUNIKASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Komunikasi adalah suatu aspek kehidupan manusia yang paling mendasar, penting, dan
kompleks. Kehidupan sehari-hari kita sangat dipengaruhi oleh komunikasi kita sendiri
dengan orang lain, bahkan oleh pesan yang berasal dari orang yang kita tidak tahu (we can
not not communication).
Karena kekompleksan komunikasi, maka Little John mengatakan, komunikasi adalah sesuatu
yang sulit untuk didefinisikan. Sementara itu, menurut ensiklopedia bebas berbahasa
Indonesia, komunikasi adalah suatu proses penyampaian pesan (ide, gagasan) dari satu pihak
kepada pihak lain, agar terjadi saling mempengaruhi di antara keduanya.
Berhasil tidaknya suatu komunikasi tergantung dari kelima elemen dasar tersebut. Bagaimana
komunikator bisa mempengaruhi komunikannya, sehingga bisa bertindak sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh komunikator, bahkan bisa merubah sikap dan perilaku dari komunikan
tersebut. Namun, komunikator, pesan, saluran yang bagaimana yang akan bisa merubah sikap
dan perilaku komunikan.
Dalam ilmu komunikasi, kita mengenal adanya komunikasi persuasif, yaitu komunikasi yang
bersifat mempengaruhi audience atau komunikannya, sehingga bertindak sesuai dengan apa
yang diharapkan oleh komunikator. Menurut K. Andeerson, komunikasi persuasif
didefinisikan sebagai perilaku komunikasi yang mempunyai tujuan mengubah keyakinan,
sikap atau perilaku individu atau kelompok lain melalui transmisi beberapa pesan.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalaha diatas dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah ciri-ciri komunikasi persuasif
2. Apakah fungsi komunikasi persuasif
C. Kegunaan Penelitian
Adapun makalah yang penulis susun memiliki bebarapa keguanaan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui ciri-ciri komunikasi persuasif
2. Untuk mengetahui fungsi komunikasi persuasif
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi Persuasif
Istilah persuasi atau dalam bahasa inggris persuasion bersal dari kata Latin persuasio, yang
secara harafiah berarti hal membujuk, hal mengajak, atau menyakinkan. Dalam ilmu
komunikasi, kita mengenal adanya komunikasi persuasif, yaitu komunikasi yang bersifat
mempengaruhi audience atau komunikannya, sehingga bertindak sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh komunikator. Menurut K. Andeerson, komunikasi persuasive didefinisikan
sebagai perilaku komunikasi yang mempunyai tujuan mengubah keyakinan, sikap atau
perilaku individu atau kelompok lain melalui transmisi beberapa pesan. Sedangkan menurut
R. Bostrom bahwa komunikasi persuasif adalah perilaku komunikasi yang bertujuan
mengubah, memodifikasi atau membentuk respon (sikap atau perilaku) dari penerima.
Komunikasi persuasif ini dapat dipergunakan dalam komunikasi politik. Yang dikehendaki
dalam komunikasi persuasif adalah perubahan perilaku, keyakinan, dan sikap yang lebih
mantap seolah-olah perubahan tersebut bukan atas kehendak komunikator akan tetapi justru
atas kehendak komunikan sendiri. Persuasi yaitu menggunakan informasi tentang situasi
psikologis dan sosiologis serta kebudayaan dari komunikan, untuk mempengaruhinya, dan
mencapai perwujudan dari apa yang diinginkan oleh message Ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar komunikasi kita menjadi persuasif atau bisa mempengaruhi orang lain.
1. Komunikator
Komunikator atau sumber adalah orang-orang yang akan mengkomunikasikan suatu pesan
kepada orang lain. Agar komunikasi yang dilakukan oleh komunikator menjadi persuasif,
maka komunikator harus mempunyai kredibilitas yang tinggi. Yang dimaksud dengan
kredibel disini adalah komunikator yang mempunyai pengetahuan, terutama tentang apa yang
disampaikannya.
2. Pesan.
Pesan adalah hal-hal yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima, yang bertujuan agar
komunikan melakukan hal-hal yang disampaikan dalam pesan tersebut.Sama halnya dengan
sumber atau komunikator, pesan juga sangat berpengaruh terhadap persuasif tidaknya
komunikasi yang kita lakukan.
3. Saluran.
Saluran adalah media atau sarana yang digunakan supaya pesan dapat disampaikan oleh
sumber kepada si penerima.Supaya komunikasi bisa persuasif, maka media atau saluran yang
digunakan harus tepat.Saluran atau media harus mempertimbangkan karakteristik kelompok
sasaran, baik budaya, bahasa, kebiasaan, maupun tingkat pendidikan, dan lain-lain.
4. Penerima.
Penerima adalah orang-orang yang menerima pesan dari komunikator, yang biasa disebut
dengan komunikan.Dalam berkomunikasi, khalayak sasaran komunikan juga perlu menjadi
perhatian. Bagaimana karakteristik kelompok sasaran, baik budaya, bahasa, kebiasaan,
maupun tingkat pendidikan, dan lain-lain, sangat dibutuhkan dalam memformulasikan pesan
yang akan disampaikan. Ketika kita berkomunikasi dengan masyarakat kelas bawah, maka
bahasa yang digunakan harus disesuaikan dengan tingkat pendidikan masyarakat, jangan
sampai kita menggunakan kata-kata yang tidak dimengerti oleh masyarakat.
B. Ciri-Ciri Komunikasi Persuasif
Komunikasi persuasi sebagai suatu teknik mempengaruhi manusia dengan jalan
memanfaatkan atau mengunakan data dan fakta pshycolos dan sosiologi dari komunikasi
yang hendak dipengaruhi. Persuasi memiliki ciri-ciri, yaitu :
1. Kejelasan tujuan.
Tujuan komunikasi persuasif adalah untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku
2. Memikirkan secara cermat orang yang dihadapi.
Sasaran persuasi memiliki keragaman yang cukup kompleks. Keragaman tersebut dapat
dilihat dari karakteristik demografis, jenis kelamin, level pekerjaan, suku bangsa, hingga gaya
hidup.
3. Memilih strategi komunikasi yang tepat.
Strategi komunikasi persuasif merupakan perpaduan antara perencanaan komunikasi
persuasif dengan manajemen komunikasi.
C. Fungsi Komunikasi Persuasif
Tiga fungsi utama komunikasi persuasif adalah control function, consumer protection
function, dan knowledge function. Ada 3 jenis pola komunikasi, yaitu:
1. Komunikasi Asertif, yaitu kemampuan komunikasi yang mampu menyampaikan pendapat
secara lugas kepada orang lain (communicate) namun tidak melukai atau menyinggung
secara verbal maupun non verbal (tidak ada agresi verbal dan non verbal).
2. Komunikasi Pasif, yaitu pola komunikasi yang tidak mempunyai umpan balik yang
maksimal sehingga proses komunikasi seringkali tidak efektif.
3. Komunikasi Agresif, yaitu pola komunikasi yang mengutarakan pendapat/ informasi atau
pesan secara lugas namun terdapat agresi verbal maupun non verbal.
Mempengaruhi seseorang adalah melakukan suatu peran (dalam pengertian secara kasar,
yang mempengaruhi kepercayaan atau minat) mengunakan semacam bentuk komunikasi,
biasanya bahasa. Suatu kemampuan berbicara atau melakukan suatu peran adalah suatu
tindakan yang harus diinginkan dan hanya memiliki beberapa efek tertentu yang bernama
keadaan psikologis atau tindakan yang disengaja.
Dalam dimana kita ingin agar cerita kita dipercaya dan ingin mempengaruhi tindakan dari
orang orang yang membaca cerita kita oleh karena itu penting mengetahui bagaimana bisa
melakukan komunikasi yang persuasif kepada masyarakat agar mendapat umpan balik yang
menguntungkan bagi perusahaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Komunikasi persuasif merupakan bentuk komunikasi yang mepengaruhi komunikannya
sehingga bertindak sesuai dengan apa yang dinginkan oleh komunikatornya mungkin juga
dapat merubah sikap dari komunikannya, namun pesan yang akan disampaikan komunikator
kepada komunikannya harus menjadi hal besar yang perlu di perhatikan karena akan merubah
sikap dan perilaku komunikannya. Hal yang dapat mempengaruhi dalam komunikasi
persuasif diantaranya, komunikator, pesan, saluran, penerima.
B. Saran
Saat komunikasi persuasif dilakukan maka komunikator tidak diperkenankan untuk:
Menggunakan data palsu, data yang sengaja dirancang untuk menonjolkan kesan tertentu,
data yang dengan sengaja diejawantahkan secara salah, dibelokkan, atau bukti yang benar
tapi tidak ada hubungannya untuk mendukung suatu pernyataan atau mengesahkan sesuatu.
Tidak diperkenankan untuk mengaku sebuah kepastian sudah dibuat padahal situasinya masih
sementara, dan derajat kemungkinan situasi masih dapat berubah.
DAFTAR PUSTAKA
http://erpandsima.blogspot.co.id/2014/05/teori-dalam-komunikasi-persuasif. Html #sthash
.ssftFolL.dpuf.
Effendi Onong Uchjana. Komunikasi, Teori dan Praktek, Bandung: PT.Remaja Rosda karya,
1990.
Suranto AW. Komunikasi Interpersonal, Yogjakarta: Graha Ilmu, 1999.
Rakhmat, J, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remadja Karya, 1986.
S. Djuarsa Senjaya, Teori Komunikasi, Jakarta :Universitas Terbuka, 1994.
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung : PT Remaja Rosdakarya,
2008.
Tweet
J-Theme
http://makalah90.blogspot.co.id/2016/03/komunikasi-persuasif-ciri-dan-fungsinya.html