Anda di halaman 1dari 3

Menurut Agama Khonghucu

Dalam ajaran agama Khonghucu perkawinan adalah, ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang
wanita dengan tujuan untuk membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia), dan melangsungkan
keturunan berdasarkan Ketuhanan Yang maha Esa. Tujuan perkawinan dalam agama Konghucu di
Indonesia ialah memungkinkan manusia melangsungkan sejarahnya dan mengembangkan benih-
benih Thian (Tuhan Yang Maha Esa), berwujud kebajikan yang bersemayam di dalam dirinya, dan
memungkinkan manusia membimbing putra-putrinya.

Adapun syarat-syarat perkawinan bagi umat Konghucu yang terkait masalah beda agama:

- Ada persetujuan dari kedua mempelai tanpa ada unsur paksaan.


- Kedua calon mempelai wajib melaksanakan pengakuan iman. Peneguhannya dilaksanakan di
tempat ibadah umat Konghucu (Lithang).
- Mendapat persetujuan dari kedua orang tua, baik orang tua pihak laki-laki maupun pihak
perempuan atau walinya.
- Disaksikan oleh dua orang saksi.

Pernikahan Beda Agama menurut Undang-undang

Lalu bagaimana hukum pernikahan beda agama menurut undang-undang perkawinan yang berlaku di
Indonesia? Menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, yang dalam pasal 1 berbunyi:
“Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seseorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”. Selanjutnya dalam pasal 2 ayat 1 dinyatakan: “Perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu”.

Dalam penjelasan atas pasal 1 disebutkan : “Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, dimana sila
pertama adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan mempunyai hubungan yang erat sekali
dengan agama/kerohanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani, tetapi
unsur batin/rohani juga mempunyai peranan yang penting. Membentuk keluarga yang bahagia rapat
hubungan dengan keturunan, yang merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan dan pendidikan
menjadi hak dan kewajiban orang tua.

Nah, terlalu banyak kendala dan rintangan untuk melangsungkan pernikahan beda agama. Pada
prinsipnya semua agama tidak mengijinkan pernikahan dua insan yang berbeda agama. Bukan hanya
dari segi hukum agama itu sendiri, tapi juga mempertimbangkan tujuan pernikahan pernikahan itu
sendiri, yang menyatukan dua insan yang berbeda untuk membina bahtera rumah tangga bersama.
Dalam membina rumah tangga, akan terjalin hubungan untuk melahirkan keturunan, memelihara,
membesarkan dan mendidik anak, serta terkandung pula hak dan kewajiban orang tua.

Cinta memang terlalu indah untuk dikatakan. Tapi keharmonisan rumah tangga dan keutuhan
keluarga besar kedua mempelai jauh lebih penting untuk menjadi pertimbangan dalam membina
rumah tangga.
Hukum Perkawinan Dalam Agama Konghucu
Dengan ditetapkannya Undang-undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan, maka telah dikeluarkan hukum perkawinan agama Konghucu di Indonesia pada
Tahun 1975. Menurut agama Konghucu, bila seseorang hendak melakukan perkawinan, maka
ia diharukan terlebih dahulu diharuskan untuk mengetahui hukum perkawinannya.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh kedua calom mempelai. Hal-hal tersebut
adalah sebagai berikut :

1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
dengan tujuan membentuk keluarga bahagia dan melangsungkan keturunan
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Dasar perkawianan umat Konghuchu adalah monogamy demi tercapainya tujuan
perkawinan yang suci murni.
3. Perkawinan harus berdasarkan kemauan/persetujuan kedua calon mempelai, tanpa
adanya pakasaan dari pihak manapun.
4. Kedua calon mempelai masing-masing belum/tidak terikat dengan pihak lain yang
dianggap sebagai hidup berumah tangga.
5. Pengakuan iman wajib bagi calon mempelai sehingga benar-benar dewasa bukan saja
dari segi usia tetapi juga dalam berfikir, bertindak, bertingkah laku, dan lain
sebagainya.
6. Pada waktu acara peneguhan perkawinan harus dihadiri oleh kedua belah pihak orang
tua / wali mempelai demi kerukunan, kedamaian, kemajuan dan kebahagiaan kedua
empelai sepanjang hidupnya, maka yang menyulut lilin pada altar persembahyangan
adalah kedua belah pihak orang tua/ wali mempelai sebagai lambing merestui
perkawinan kedua mempelai.
7. Bilamana salah satu atau kedua belah pihak tidak memenuhi syarat-syarat dalam
hukum perkawinan, maka upacara peneguhan perkawinan bisa dibatalkan.
8. Perkawinan tidak bermaksud menceraikan seseorang dari bunda maupun keluarganya
karena telah membangun mahligai baru, melaikan menyatukan keluarga yang satu
dengan yang lain, memupuk rasa persaudaraan yang luas di antara manusia adalah
bersaudara.
9. Karena tujuan perkawinan membentuk keluarga harmonis, damai, maju, dan bahagia
lahir dan batin, maka hokum perkawinan ini pada dasarnyatidak mengenal
perceraian.1[3]

Anda mungkin juga menyukai