NAMA KELOMPOK:
GEDE ALKY SARTIKA
PARYANA P. (018.3.0016)
KADEK NOVITA DWIYANTI
(018.3.0028)
I PUTU ANDIKA WIRAWAN (018.3.0045)
Analisis Hukum:
Terkait dengan perkawinan diatur dalam Undang-Undang Perkawinan dan
Hukum Adat pada masing-masing daerah. Undang-Undang perkawinan berlaku
secara umum, sedangkan Hukum Adat hanya berlaku pada suatu daerah tertentu.
Berdasarkan aturan hukum perkawinan yang berlaku secara umum menurut Pasal
8 Huruf b Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa
“Perkawinan dilarang antara antara dua orang yang berhubungan darah dalam
garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan
seorang saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya”.
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, dapat diketahui bahwa perkawinan sedarah
permisanan atau antara saudara sepupu tidak dapat dilakukan dikarenakan
adanya pelarangan perbuatan. Sedangkan dalam hukum adat Bali (Awig-Awig
Desa Adat Tangguwisia) tidak ada larangan mengenai perkawinan sedarah
permisanan.
Pada hal ini di Desa Tangguwisia, Kecamatan Seririt, Kabupaten Buleleng,
masih terdapat adanya Perkawinan sedarah permisanan atau antar sepupu.
Perkawinan sedarah antar sepupu ini masih lumrah dilakukan di desa adat
Tangguwisia. Perkawinan sedarah permisanan ini merupakan perkawinan yang
dilakukan antara sepupu atau saudara menyamping, yang dimana orang tua dari
pihak laki-laki memiliki hubungan darah dengan orang tua dari pihak perempuan.
Pada hal ini, perkawinan sedarah antar sepupu ini masih kerap dilakukan karena
orang tua dari kedua mempelai mengharapkan adanya perkawinan sedarah antar
sepupu ini. Hal tersebut mengartikan bahwa pemikiran para orang tua masih
jadul/kolot akan perkawinan, dengan begitu para masyarakat masih
mengagungkan hukum lokal yang ada di masyarakat tersebut sebagai acuan
berperilaku mereka dan mengesampingkan aturan hukum nasional. Oleh karena
itu, perkawinan sedarah menyamping antar permisanan masih kerap dijumpai
pada setiap masyarakat adat di Bali.
Hukum nasional yang mengatur tentang perkawinan diatur dalam Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan Pasal 8 menegaskan adanya larangan perkawinan
sedarah. Namun, dalam Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan di luar hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-
Undang Dasar 1945. Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya
dan kepercayaannya itu termasuk ketetntuan perundang-undangan yang berlaku
bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu sepanjang tidak bertentangan
atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini. Sedangkan Pasal 2 ayat (2)
yang menjelaskan bahwa tiap perkawinan dicatatkan tidak diberi penjelasan
sehingga kesimpulannya Undang-Undang Perkawinan menyatakan bahwa Pasal
2 ayat (2) telah cukup jelas padahal dengan adanya ketidakpastian apakah Pasal 2
ayat (2) ini termasuk dalam syarat sah dilangsungkannya suatu perkawinan atau
hanya sebatas syarat administratif saja yang tidak mempengaruhi keabsahan
dilangsungkannya suatu perkawinan maka, pasal ini dianggap kabur (obsecure
lible) sehingga pasal tersebut menimbulkan ambiguitas bagi pemaknaan Pasal 2
ayat (1) Undang-Undang Perkawinan karena pencatatan yang dimaksud Pasal 2
ayat (2) tidak ditegaskan apakah sekedar pencatatan secara administratif yang
tidak berpengaruh terhadap sah atau tidaknya perkawinan yang telah
dilangsungkan menurut agama atau kepercayaan masing-masing dalam hal ini
hukum adat itu sendiri.
Secara biologis perkawinan sedarah dilarang karena orang-orang dalam satu
keluarga memiliki proporsi materi genetik yang sama, maka suami istri yang
memiliki hubungan saudara juga memiliki risiko membawa materi genetik yang
sama. Jika salah satu adalah carrier suatu penyakit autosomal recessive maka
terdapat kemungkinan bahwa yang lain juga pembawa. Seberapa besar
kemungkinannya bergantung pada seberapa dekat kekerabatannya. Dalam hal ini,
jika orangtua dari suami adalah saudara kandung dari orang tua istri,
kemungkinannya tentu lebih besar dibandingkan jika orangtua suami adalah
sekedar saudara jauh dari orang tua istri. Anak yang dihasilkan dari perkawinan
(sedarah maupun tidak) dimana kedua orang tuanya adalah pembawa suatu
penyakit genetik autosomal recessive dapat menderita penyakit tersebut (dengan
kemungkinan 25%), dapat menjadi carrier juga (dengan kemungkinan 50%) atau
sama sekali sehat dan bukan carrier (dengan kemungkinan 25%). Pasal 8 juga
menegaskan adanya larangan-larangan perkawinan sedarah yang dimana
didalamnya telah mengatur antar hubungan perkawinan yang sedarah maupun
tidak sedarah sehingga secara tidak langsung undang-undang menyadari bahwa
perkawinan sedarah bukanlah hal baik dilakukan karena memiliki resiko secara
legalitas, biologis maupun sosiologis.
Simpulan:
Hukum nasional yang mengatur tentang perkawinan diatur dalam Undang-
Undang Nomor 16 Tahun 2019 Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan Pasal 8 menegaskan adanya larangan perkawinan
sedarah. Namun, dalam Pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan di luar hukum
masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Undang-
Undang Dasar 1945. Sedangkan dalam hukum adat Bali (Awig-Awig Desa Adat
Tangguwisia) tidak ada larangan secara tertulis mengenai perkawinan sedarah
(permisanan) dikarenakan hal itu sudah menjadi kebiasaan masyarakat setempat
untuk mempertahankan garis keturunan Wangsa Brahmana akan tetapi adapun
risiko yang dihadapi oleh pasangan yang melakukan perkawinan sedarah baik
secara hukum, biologis maupun sosiologis.
DAFTAR PUSTAKA
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 perubahan atas Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan
Buku
Creswell, John W. (2015). Penelitian Kualitatif Dan Desai Riset. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Hermanto, Winarno. (2011). Ilmu Sosial Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara Hertati,
dkk. (2017). Ilmu Sosial Dan Budaya Dasar. Tanggerang selatan: Universitas
Terbuka
Skripsi/Tesis
Libertus, Yosef Ricorpus. (2020). Praktik Perkawinan Sedarah (Incest) Dalam
Tradisi Lokal Masyarakat LIO (Studi Etnografis Pada Masyarakat Di Desa
Paga, Kecamatan Paga, Kab. Sikka) Dikutip 28 Oktober 2021. JURNAL
TESIS II gbungn jadi.pdf (umm.ac.id)
Putra, Made Dwi Satya Dharma. (2016). Tinjauan Yuridis Pernikahan Sedarah
(Permisanan) Pada Masyarakat Adat Bali Desa Bondalem Dikaitkan Dengan
UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dikutip 28 Oktober 2021.
https://repository.unpad.ac.id/frontdoor/index/index/year/2020/docId/1990
Internet
Kurniawan, Aris. (2019, 4 Januari). Pengertian Budaya Menurut Para Ahli Beserta
Definisi Dan Unsurnya. Dikutip. 27 Oktober 2021.
https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-budaya-menurut-para-ahli-
beserta_definisi-dan-unsurnya/
Pratama S, Ray. (2012, 12 february). Pengertian Perkawinan. Dikutib 28 Oktober
2021.http://raypratama.blogspot.com/2012/02/pengertian-perkawinan.html
Sari, Rofiana Fika. (2018, 15 oktober). Pengertian pernikahan. Dikutib 29 Oktober
2021.http://www.idpengertian.com./pengertian-pernikahan
Sukma N. A, Prestia. (2015, 3 desember). Teori Fungsionalisme Malinowski. Dikutib
29 Oktober 2021. http://blog.unnes.ac.id/prestia/2015/12/03/teori-
fungsionalisme_malinowski/