Anda di halaman 1dari 4

Perkawinan Pada Satu Warga Dalam Adat Suku Batak

ASLINDA
Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Amsir Parepare
Email : aslindaxyxy@gmail.com

ABSTRACT
Tulisan ini dibuat untuk menganalisis makna filosofi dari larangan perkawinan satu
marga dalam masyarakat Batak Mandailing Di Kecamatan Barumun Kabupaten
Padang Lawas. Metode penulisan yang digunakan adalah dengan mengumpulkan
data data melalui media internet. Hasil penelitian ini bahwa pernikahan satu marga
dilarang karna dipercaya orang-orang semarga adalah keturunan dari kakek moyang
yang sama sehigga dapat merusak hubungan tegur sapa ,oleh karena itu mereka
dianggap orang yang sedarah. Tapi karna perkembangan zaman kurangnya
kepercayaan seseorang terhadap adat,salah satu faktornya itu perngaruh
perkembangan hukum islam yang tidak melarang pernikahan satu marga.
Kata Kunci : Kurangnya Kepercayaan ,Pernikahan Satu Marga,Adat Batak

Latar Belakang Masalah


perkawinan menurut masyarakat bukan hanya sekedar persetubuhan jenis
kelamin yang berbeda akan tetapi perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga
yang Bahagia kekal. Bahkan dalam hukum adat perkawinan itu bertujuan untuk
mebangun,membina hubungan keluarga dan kekerabatan yang rukun dan damai.
Dikarenakan nilai nilai yang hidup dalam masyarakat adat yang menyangkut
terhadap kehormatan keluarga dan kerabat yang bersangkutan dalam masyarakat,
maka proses pelaksanaan perkainan harus diatur dengan tata cara adat agar dapat
terhindar dari penyimpangan dan pelanggaran yang memalukan dan dapat
menjatuhkan harkat dan martabat serta kehormatan keluarga dan kerabat yang
bersangkutan.
Indonesia sendiri memiliki ketentuan yang berkenan dengan perkawinan telah
diatur dalam peraturan perundang undangan negara yang khusus berlaku pada
warga negara Indonesia. Aturan perkawinan yang dimaksud adalah dalam bentuk
undang undang yaitu UU No.1 Tahun 1974 dan peraturan pelaksanaannya dalam
bentuk peraturan pemerintah No.9 tahun 1975. UU ini merupakan hukum materil dari
perkawinan. (Tolib Setiady , Intruksi Hukum Adat Indonesia Dalam Kajian
Keputusan (Bandung:Alfabeta,2013),h.221)
Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan normative enpiris,yakni penelitian yang
dilakukan dengan pendekatan pada norma atau substansi hukum,dan perbandingan
hukum yang memadukan antara penelitian hukum normatif dan penelitian hukum
sosial/empiris. Pada jenis penelitian semacam ini yaitu dilakukan dengan
menggabungkan kedua tipe penelitian. Pendekatan yang dapat dilakukan yaitu
pendekatan konseptual yang merupakan pendekatan yang memberi sudut pandang
analisis terhadap penyelesaian permasalahan dalam penelitian hukum yang dilihat
dari aspek dan konsep konsep hukum yang terkandung dalam penormaan sebuah
peraturan yang berkaitan dengan dengan konsep konsep yang digunakan.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis yaitu menggambarkan, menganalisis ,
menyimpulkan, masalah masalah yang menjadi objek penelitian.(Muh.Akbar Fhad
Syahril,2021:4-5).
Analisis Dan Pembahasan
Prinsip perkawinan orang batak adalah kawiwn dengan orang diluar marganya
sehingga dilarang kawin dengan orang didalam marganya. Masyarakat batak pada
umumnya mengatur/menganut paham perkawinan eksogami yang mengharuskan
perkawinan beda marga dengan kata lain perkawinan adalah hal yang tabu apabila
seorang laki laki dan perempuan melakukan perkawinan semarga. Terlarangnya
orang-orang semarga melakukan perkawinan menurut prinsip adat masyarakat
mandailing adalah karena pada dasarnya orang yang semarga adalah keturunan
dari kakek yang sama , oleh karena itu mereka di pandang sebagai orang-orang
yang sedarah, apabila orang yang melakukan perkawinan semarga dipandang
melakukan hubungan sumbang yang sangat dilarang dengan masyarakat adat.
Pada masa dulu orang orang yang melakukan itu akan segera di culik dan di usir
dari suatu komunitas dan juga tidak akan di terima menjadi marganya. Menurut adat
Tapanuli Selatan pada pokoknya orang yang sedarah / semarga tidak boleh kawin
mengawin dan bukan hanya itu banyak pihak lain yang tidak boleh di kawini menurut
adat. Andaikan terjadi maka masyarakat adat dan penguasa adat akan menghukum
mereka .(oleh L.Elly AM.Pendiangan,2016:Analisis hukum perkawinan satu marga
menurut adat batak toba;459)
Suku bangsa mandailing terkelompok dalam beberapa marga atau clan. Marga-
marga tersebut antara lain adalah Lubis ,Nasution , Harahap , Hutasuhut , Batubara,
Matondong, Rangkuti, Perinduri, Pulungan Dan Daulay. Asal usul marga-marga
yang menempati tanah mandailing ini diawali pada akhir abad ke-9 atau awal abad
ke-10. Suku batak mengenal marga sebagai suatu identitas diri yang menunjukkan
dari keluarga mana kita berasal. Dalam kelompok marga sendiri secara horizontal
menganggap dan mengakui mereka berasal dari garis keturunan yang sama.
Mereka mengggap dirinya berasal dari perut yang sama dan mereka sedarah atau
biasa disebut dongan sabatuba. Dan mereka percaya bahwa perkawinan satu
marga akan membawa malappetaka bagi kedua belah pihak keluarga. Itu sebabnya
masyarakat batak melarang menikah satu marga , karna itu melanggar peraturan
marga mereka dan dapat mencemarkan nama baik keluarga yang bersangkutan.
Tapi setelah berkembangnya pola pikir dan bertambahnya wawasan masyarakat
mengikuti perkembangan zaman termaksud orang batak yang merantau meyakini
bahwa kepercayaan yang itu menikahi semarga itu hanyalah mitos atau sebatas
tahayyul saja. Tapi tidak seperti orang batak yang berdiam di kampung jauh dari
kehidupan globalisasi masi percaya bahwa itu benar adanya, karna sejatinya sifat
dari masyarakat adat adalah religion magis yaitu percaya bahwa adanya kekuatan
gaib.
Sebuah kenyataan yang sulit dibantah bahwa kearifan lokal telah memberi
kontribusi positif,hukum adat berkembang dalam masyarakat sejak lama
berdasarkan pada nilai nilai yang hidup dalam masyarakat itu salah satu
pengaruhnya yaitu pengaruh hukum islam pada masyrakat mandailing
mempengaruhi mereka tidak bebas memilih jodohnya sedangkan dalam hukum
islam tidak mengatur itu dan tidak melarang perkawinan semarga. Dengan sifat dari
hukum adat yang kaku dan mengikat kuat masyarakat adatnya sangatlah bertolak
belakang dengan perkembangan yang terjadi. Ditambah lagi dengan prosesi
upacara adat yang sangat banyak membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga
hal ini memicu masyarakat pemuda pemudi yang mengikuti perkembangan zaman
untuk memakai budaya yang simple dan praktis dalam system perkawinannya.
Pelaksanaan adat dan hukum adat dalam kehidupan masyarakat mandailing
dilakukan berdasarkan struktur dan system hukum adat yang disebut dengan
DALIHAN NA TULO. Dalam hal ini mengandung arti bahwa masyarakat mandailing
menganut system sosial yang tergabung dalam satu tatanan struktur yang terdiri
atas kahanggi, mora, dan anak baru. System dan nilai budaya DALIHAN NA TOLU ,
dapat dikatakan sebagai satu kearifan lokal. Sebagai satu system nilai budaya
DALIHAN NA TOLU memiliki aturan yang mengikat orang batak menjadi lebih
bersifat emosional dan tradisional.
oleh L.Elly AM.Pendiangan,2016:Analisis hukum perkawinan satu marga menurut
adat batak toba;459Kesimpulan
Maksna filosofi dari dilarangnya perkawinan semarga itu karna masyarakat adat
mempercayai bahwa pernikahan semarga akan membawa bencana karna semarga
berarti satudara satu keturunan bahkan satu perut , tapi hal ini dapat dipecahkan
seiring perkembangan zaman , yang membuat pemikiran dan kehidupan beberapa
masyarakat adat terbuka dan mengalami perubahan yang baik untuk kedepannya
yang paling utama karna factor masuknya agama islam ,karna dalam agama islam
tidak melarang pernikahan satumarga , hal ini yang menyebabkan banyak yang kini
menikah dengan satu marga karna meski melanggar dalam hukum adat tapi
dibenarkan dalam hukum islam

Daftar Pusataka
Tolib Setiady , Intruksi Hukum Adat Indonesia Dalam Kajian Keputusan
(Bandung:Alfabeta,2013),h.221)
Muh.Akbar Fhad Syahril,2021:4-5).
oleh L.Elly AM.Pendiangan,2016:Analisis hukum perkawinan satu marga menurut
adat batak toba;459

Anda mungkin juga menyukai