Anda di halaman 1dari 19

DIPONEGORO LAW JOURNAL

Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017


Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

PERKEMBANGAN SISTEM PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA DI


KOTA MEDAN

Debora Maria Paramita Pasaribu*, Sukirno, Sri Sudaryatmi


Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
E-mail : md_debora@yahoo.com

Abstrak

Perkawinan merupakan salah satu bagian paling penting. Perkawinan menyatukan


seorang laki-laki dan perempuan, juga menyatukan 2 (dua) keluarga bahkan juga merupakan
jembatan antar dalihan na tolu. Perkembangan sistem perkawinan yang terjadi adalah
perkembangan sistem perkawinan exogami menjadi eleuthrogami, terlihat dari terjadinya
perkawinan semarga di masyarakat Batak Toba. Dimana, perkawinan semarga merupakan
perkawinan terlarang. akibat yang ditimbulkan dari perkawinan semarga ini adalah terjadinya
kekacauan dalam keteraturan atau kedudukan atau posisi seseorang dalam internal marganya.
Dengan telah terjadinya perkawinan semarga tersebut, hal ini menunjukkan bahwasannya telah
terjadi perkembangan sistem perkawinan dari exogami menuju eleuthrogami, karena sistem
perkawinan eleuthrogami tidak mengenal larangan-larangan dalam mengambil pasangan baik dari
dalam ataupun luar klan, sama seperti perkawinan semarga yang terjadi di masyarakat adat Batak
Toba. kemudian faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkembangan sistem perkawinan ini
adalah faktor pendidikan, perantauan dan globalisasi.

Kata kunci : Perkembangan, Sistem Perkawinan, Batak Toba, Perkawinan Semarga

Abstract

Marriage is one of the most important part. Marriage unites a man and a woman, also
brings together two (2) families and even also a bridge between Dalihan na tolu.The development
of the system of marriage that happened was the development of mating systems exogami be
eleuthrogami, visible from the same clan marriage in Toba Batak society. Where, the same clan
marriage is forbidden marriage. the impact of the same clan marriage is chaos in the order or
status or position within the internal clan. With the occurrence of the same clan marriage such, it
demonstrates that progress has been mating system of exogami towards eleuthrogami, because the
mating system eleuthrogami knows no restrictions on taking a couple either from inside or outside
the clan, the same as the same clan marriage occurring in indigenous peoples Batak Toba. then
the factors that lead to the development of mating systems are factors of education, overseas and
globalization.

Keywords : Development, Systems Marriage, Batak Toba, The Same Clan Marriage

I. PENDAHULUAN Perkawinan merupakan institusi


Manusia adalah mahluk sosial, yang sangat penting dalam
dimana manusia yang satu masyarakat. Perkawinan bagi
memerlukan manusia lainnya untuk masyarakat adat Batak Toba
memenuhi kebutuhan hidupnya. bukanlah merupakan persoalan
Manusia tidak dapat hidup sendiri di pribadi antara suami istri saja,
dunia ini, dia perlu melakukan termasuk persoalan antara orangtua
interaksi sosial dengan manusia serta saudara-saudara kandung
lainnya dan disebut dengan hidup masing-masing, akan tetapi
bermasyarakat. merupakan ikatan juga dari marga
orangtua si suami dengan marga

1
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

orangtua si istri, ditambah lagi perkawinan exogami, artinya tidak


dengan boru serta hula-hula dari diperkenankan mengambil istri
masing-masing pihak. Sebelum maupun suami dari kelompok marga
melangsungkan perkawinan, hal sendiri. Di beberapa daerah timbul
yang perlu diperhatikan adalah kesulitan karena tidak banyak
melihat dan menelusuri sistem kampung yang mempunyai anak
kekerabatan yang dimilikinya dan gadis (boru) yang siap untuk
yang dimiliki pasangannya. Sebab, dikawinkan, sebaliknya di daerah
dalam setiap sistem kekerabatan, lingkup kampung induk, terdapat
memiliki pengaturan atau hukum banyak gadis yang menurut adat
yang berbeda-beda dalam sistem istiadat terlarang untuk dinikahi
perkawinan adatnya. meskipun hubungan keluarga sudah
Masyarakat Batak Toba memiliki jauh.
kelompok kekerabatan yang kuat Menurut peraturan dan hukum
yaitu didasari dengan keturunan garis adat Batak Toba yang berlaku pada
patrilineal.1 Dalam sistem kekebatan zaman dahulu, seseorang yang kawin
patrilineal masyarakat adat Batak dengan putri atau putra semarga atau
Toba, kekerabatan ini memiliki dengan kelompok semarganya,
bentuk perkawinan eksogami yaitu hukumannya dibakar hidup-hidup
bentuk perkawinan yang atau ditenggelamkan ke dalam air
mengaharuskan untuk mengambil (situtungon tu api, sinongnongon tu
pasangan diluar klan atau marganya. aek).3
Misalnya, seorang laki-laki yang Meskipun terlarang bagi
bermarga A harus mengambil masyarakat adat Batak Toba, namun
seorang perempuan bermarga B tidak dapat dipungkiri bahwasannya
sebagai istrinya. Oleh karena itu dalam kenyataannya saat ini telah
perkawinanan dalam satu marga terjadi beberapa perkawinan antar
adalah dilarang dalam adat Batak sesama marga atau antar kelompok
Toba. Ada lima perkawinan yang semarga di kota Medan. Perkawinan
dilarang atau marsumbang yang antar kelompok semarga tersebut
diatur di dalam adat Batak Toba dilaksanakan tanpa adanya upacara
yaitu perkawinan antara namarito, adat, sehingga perkawinan itu hanya
namarpadan, dua punggu dilakukan dengan upacara agama
saparihotan, pariban na so boi olion, serta dicatatkan di catatan sipil saja.
marboru namboru atau nioli anak ni Padahal, perkawinan masyarakat
tulang.2 Batak Toba yang hanya diabsahkan
Perkawinan masyarakat adat dengan upacara agama serta catatan
Batak Toba adalah sistem sipil boleh dikatakan masih dianggap
perkawinan gelap oleh masyarakat
1
Helga Septiani Manik, “Makna dan Fungsi Batak Toba dilihat dari sudut adat
Tradisi Sinamot Dalam Adat Perkawinan dalihan na tolu.4
Suku Bangsa Batak Toba di Perantauan
Surabaya”, Biokultur,Vol.1,No.1, diakses
dari http/journal.unair.ac.id, Januari-Juni
3
2011, hlm.20-21. Ibid, hal.108
2 4
Bisuk Siahaan, Batak Toba; Kehidupan Di Siahaan Nalom, Adat Dalihan Natolu;
Balik Tembok Bambu, (Jakarta : Kempala Prinsip dan Pelaksanaannya, (Jakarta: Dian
Foundation,2005), hlm. 107 Utama,2013), hlm.51

2
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Dengan telah terjadinya semarga dalam adat suku


perkawinan antar sesama marga atau Batak Toba?
antar kelompok semarga di antara
masyarakat adat Batak Toba
memungkin bahwasannya II. METODE
melemahnya kekuatan hukum adat Metode adalah proses, prinsip-
dalam mengikat masyarakatnya yang prinsip, dan tata cara dalam
mungkin saja dikarenakan hukum memecahkan suatu masalah, sedang
adat yang sudah tidak eksis lagi, penelitian adalah pemeriksaan secara
hukum adat yang telah pudar oleh hati-hati, tekun dan tuntas terhadap
karena globalisasi yang tidak dapat suatu gejala untuk menambah
dibendung lagi sehingga telah terjadi pengetahuan manusia, maka metode
perkembangan-perkembangan yang penelitian dapat diartikan sebagai
demikian. proses prinsip-prinsip dan tata cara
Dengan telah terjadinya untuk memecahkan masalah yang
perkawinan antar kelompok semarga dihadapi dalam melakukan
5
di kehidupan masyarakat adat Batak penelitian.
Toba, sangat dimungkinkan kelak Penelitian pada umumnya
terjadi pergeseran atau bertujuan untuk mengembangkan
perkembangan sistem perkawinan atau menguji kebenaran suatu
yang dahulunya berbentuk eksogami, pengetahuan. Menemukan berarti
kemudian menjadi sistem berusaha memperoleh sesuatu yang
perkawinan eleutherogami. Dimana mengisi kekosongan atau
Sistem ini tidak mengenal larangan- kekurangan. Mengembangkan berarti
larangan atau keharusan-keharusan memperluas atau menggali lebih
seperti halnya dalam sistem dalam sesuatu yang sudah ada.
endogami dan eksogami. Larangan- Menguji kebenaran dilakukan jika
larangan yang terdapat dalam sistem apa yang sudah ada masih atau
ini adalah larangan-larangan yang menjadi diragukan kebenarannya.
bertalian dengan ikatan A. Metode Pendekatan
berkeluargaan. Oleh karena Metode pendekatan yang
banyaknya urgensi tersebut diatas, digunakan dalam penelitian
penulis merasa perlu untuk ini adalah Metode pendekatan
melakukan penelitian mengenai penelitian hukum empiris
“PERKEMBANGAN SISTEM (sosiologis), yaitu penelitian
PERKAWINAN ADAT BATAK TOBA yang menggunakan fakta-
DI KOTA MEDAN”. fakta empiris yang diambil
Dari latar belakang ini saya akan dari perilaku manusia,6 baik
mengangkat dua permasalahan, perilaku verbal yang didapat
yaitu: melalui wawancara maupun
1. Bagaimana perkembangan perilaku nyata yang
sistem perkawinan adat Batak dilakukan melalui
Toba di Kota Medan? pengamatan langsung. Selain
2. Apa saja faktor yang
5
menyebabkan terjadinya Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian
perkawinan antar kelompok Hukum, (Jakarta: UI Press, 1982), halaman 6
6
Soerjono Sukanto, Op.cit., halaman 7

3
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

itu, penelitian empiris juga adalah dengan penelitian


digunakan untuk mengamati kepustakaan (Library
hasil dari perilaku manusia Research)7, yaitu suatu cara
yang berupa peninggalan memperoleh data melalui
fisik maupun arsip yang penelitian kepustakaan, yang
terkait dengan sistem dalam penulisan laporan
perkawinan pada masyarakat penelitian penulis mencari
sistem kekerabatan patrilineal data dan keterangan-
Batak Toba. keterangan dengan membacar
buku-buku, bahan kuliah,
B. Spesifikasi Penelitian karya ilmiah yang berkaitan
Spesifikasi penelitian dalam dengan sistem perkawinan
studi ini adalah deskriptif adat kekerabatan patrilineal
analitis, yaitu Batak Toba, serta wawancara
menggambarkan atau interview disusun secara
perkembangan sistem sistematis, yang merupakan
perkawinan yang menyangkut data sekunder yang
permasalahan yang ada. diperlukan dalam penelitian
Berbagai data yang telah ada ini untuk mencari kejelasan
kemudian diolah melalui terhadap masalah yang akan
analisis dan konstruksi data diteliti.
dengan maksud memberikan a. Data Primer
gambaran yang mendalam Data primer adalah data yang
mengenai tema ini. Hal ini diperoleh langsung dari
ditempuh guna memperoleh objeknya.8 Data primer
deskripsi mengenai objek diperoleh dengan cara
yang diteliti. bertanya secara langsung
Setiap informasi yang (wawancara) kepada sampel
terkumpul, baik bahan primer yang telah ditetapkan
9
maupun sekunder langsung sebelumnya.
dianalisis secara deskriptif Tipe wawancara yang
analitis, dengan dilakukan adalah tipe
menggambarkan keadaan dari wawancara yang tidak
objek yang akan diteliti dan berstruktur, yaitu wawancara
sejumlah faktor-faktor yang yang tidak dibatasi oleh batas
mempengaruhi data yang waktu dan tidak berpedoman
diperoleh dikumpulkan, pada daftar urutan
disusun, dijelaskan, kemudian pertanyaan, tetapi tetap
dianalisis. Proses ini akan berpegang pada pokok
dilakukan dengan cara
berpikir induktif. 7
M.Syamsudin, Op.cit., halaman 101
8
J.Supranto, Metode Penelitian Hukum dan
C. Metode Pengumpulan Data Statistik, (Jakarta : Rineka Cipta,2003),
Pengumpulan data halaman 2
9
yang diperlukan dalam Amaruddin dan Zainal Asikin, Pengantar
menyusun penelitian ini Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT.Raja
Grafindo Persada,2004), halaman 30

4
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

penting yang sesuai dengan - Buku-buku


tujuan wawancara, dengan - Makalah
maksud agar memperoleh - Tulisan ilmiah yang
jawaban spontan dan berkaitan dengan materi
gambaran yang lebih luas penelitian.
tentang masalah yang akan D. Metode Analisis Data
diteliti. Seluruh data yang
Sifat wawancara yang telah terkumpul kemudian
dilakukan adalah wawancara diolah dan dianalisis dengan
terbuka, artinya wawancara menggunakan metode
yang subjeknya mengetahui kualitatif. Metode kualitatif
bahwa mereka sedang yaitu metode yang
diwawancara dan mengetahui menganalisis terhadap data
maksud dan tujuan kualitatif yaitu data-data yang
wawancara tersebut. terdiri dari rangkaian kata-
Subjek yang akan diambil kata.11 Dengan menganalisis
untuk diwawancara adalah : data yang telah terkumpul
1. Tokoh masyarakat tersebut, kemudian diuraikan
adat Batak Toba dan dihubungkan antara data
(Kepala Adat), yang satu dengan data yang
2. Masyarakat adat lainnya secara sistematis,
Batak Toba, dan pada akhirnya disusun atau
3. Masyarakat adat disajikan dalam bentuk
Batak Toba yang penulisan hukum.
melakukan
perkawinan antar III. HASIL DAN PEMBAHASAN
sesama klan atau A. PERKEMBANGAN SIS-
marga. TEM PERKAWINAN ADAT
b. Data Sekunder BATAK TOBA
Data sekunder 1. Sistem Perkawinan Mas-
merupakan bahan hukum yarakat adat Batak Toba
dalam penelitian yang Dahulu ( Sistem Perkawinan
diambil dari studi Exogami)
kepustakaan yang terdiri dari Berdasarkan penelitian yang
bahan hukum primer dan penulis lakukan, menurut bapak
bahan-bahan hukum St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si selaku
sekunder. kepala adat, sistem perkawinan
Data sekunder adalah yang digunakan oleh masyarakat
data yang diperoleh dari adat Batak Toba adalah sistem
dokumen-dokumen resmi, perkawinan exogami, maka
buku-buku, hasil penelitian masyarakat adat Batak Toba
yang berwujud laporan, dan tersebut harus mengambil
sebagainya.10 Data sekunder pasangan dari luar klan atau
ini terdiri dari : marganya.

10 11
Loc.cit Sorejono Soekanto, Op.Cit, halaman 7

5
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Menurut Patik dohot Uhum semarga yang dilarang itu


(peraturan dan hukum), dinayatakan batal atau mereka
seseorang yang kawin dengan akan dibunuh. Kawin lari yang
putri atau putra semarganya, dimaksudkan adalah perkawinan
hukumannya dibakar hidup-hidup yang dilakukan dengan
atau ditenggelamkan ke dalam pengesahan dari gereja dan
air. Hal ini dikarenakan Negara saja, tanpa pengesahan
masyarakat adat Batak Toba dari adatnya.
memiliki kepercayaan Kawin lari bukanlah jalan keluar
bahwasannya jika terjadi yang tidak menimbulkan masalah,
perkawinan semarga akan karena dengan kawin lari maka
mengakibatkan malapetaka pada orangtua dan keluarga dari si
desa atau kampung mereka yang perempuan akan mencari si pemuda
berasal dari para leluhur mereka. yang melarikan putrinya dan akan
Dengan adanya patik dohot membunuh si pemuda tersebut
uhum yang begitu tegas dan karena telah membawa lari putrinya
mengikat masyarakat adat Batak tanpa izin. Dengan telah
Toba, hal ini mengakibatkan dilakukannya kawin lari tersebut,
masyarakat adat Batak Toba maka pemuda-pemudi tersebut tidak
tidak berani untuk melanggar dapat lagi kembali ke kampung
patik dohot uhum tersebut. halamannya karena mereka telah
Dahulu, jika seorang pemuda dan dianggap sebagai pelanggar hukum
pemudi yang semarga saling adat dan telah dibuang dari kampung
jatuh cinta dan ingin melakukan dan keluarganya. Jika mereka berani
pernikahan maka ia akan kembali ke kampungnya, maka
menerima penolakan dari sanksi yang akan mereka terima
orangtua, keluarga, kumpulan adalah pernikahannya akan
marganya dan seluruh warga dibatalkan atau mereka dibunuh atau
kampungnya serta kepala adatnya ditenggelamkan ke dalam air.
dan mereka yang menolak Apabila mereka telah memiliki anak
tersebut akan berusaha untuk dari hasil perkawinan semarga
memisahkan pemuda-pemudi tersebut, maka pemuda-pemudi
tersebut agar tidak terjadi beserta anak-anaknya akan dibunuh
pernikahan antar kelompok atau ditenggelamkan ke dalam air
semarga dan juga kampung karena mereka ada aib bagi
mereka tidak mendapat masyarakat adat Batak Toba dan
malapetaka dari leluhur mereka. dapat menjadi pemicu terjadinya
Zaman dahulu, jika pemuda- malapetaka di kampung mereka.12
pemudi yang berasal dari Perkawinan masyarakat adat
kelompok marga yang sama ingin Batak Toba haruslah diresmikan
melakukan pernikahan, maka secara adat berdasarkan adat dalihan
jalan keluar satu-satunya adalah na tolu, dan upacara agama serta
mereka harus melakukan kawin catatan sipil hanyalah perlengkapan
lari. Kawin lari menjadi satu-
12
satunya cara karena perkawinan Wawancara dengan bapak
marsumbang atau perkawinan St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si, 7 Februari 2017,
melaui komunikasi via telepon genggam

6
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

belaka. Perkawinan masyarakat adat Perkawinan antar kelompok


Batak Toba yang hanya disahkan semarga yang telah terjadi di antara
dengan upacara agama serta catatan masyarakat adat Batak Toba yang
sipil boleh dikatakan masih dianggap berada di Kota Medan adalah
perkawinan gelap oleh masyarakat perkawinan antara masyarakat adat
adat Batak Toba dilihat dari sudut Batak Toba yang bermarga Siagian
adat dalihan na tolu.13 dengan masyarakat adat Batak Toba
2. Sistem Perkawinan Adat Batak yang bermarga Silitonga. Marga
Toba di Kota Medan Saat InI Siagian dan marga Silitonga
(Sistem Perkawinan Eleuthrogami) merupakan satu rumpun marga atau
Berdasarkan penelitian yang masuk dalam kategori kelompok
telah penulis lakukan, telah marga. Berdasarkan kedudukannya,
ditemukan bahwasannya telah terjadi maka kedudukan marga Silitonga
perkembangan sistem perkawinan di lebih tinggi daripada marga Siagian,
masyarakat adat Batak Toba. Dimana atau marga Silitonga adalah kakak
masyarakat adat Batak Toba yang dari marga Siagian. Perkawinan yang
dahulunya menganut sistem dilakukan oleh marga Siagian dan
perkawinan exogami, kini marga Silitonga ini adalah salah satu
masyarakat adat Batak Toba perkawinan yang dilarang menurut
sebagian telah mengarah kepada adat masyarakat Batak Toba, karena
sistem perkawinan eleutherogami. perkawinan tersebut masuk dalam
Sistem perkawinan eleutherogami kategori perkawinan namarito.
adalah sistem perkawinan dimana Namarito (ito), atau bersaudara laki-
sistem ini tidak mengenal larangan- laki dan perempuan khusunya oleh
larangan atau keharusan-keharusan marga yang dinyatakan sama sangat
seperti halnya dalam sistem dilarang untuk saling menikahi.
endogami dan exogami. Larangan- Menurut Bapak Adenan
larangan yang terdapat dalam sistem Silitonga dan ibu Rosanna Siagian
ini adalah larangan-larangan yang yang telah melakukan perkawinan
bertalian dengan ikatan antar namarito, sejatinya mereka
berkeluargaan yakni larangan karena berdua menyadari dan mengetahui
: Nasab (turunan yang terdekat), bahwasannya perkawinan yang telah
seperti kawin dengan ibu, nenek, mereka langsungkan adalah
anak kandung, cucu (keturunan garis perkawinan yang melanggar aturan
lurus ke atas dan ke bawah) juga adat yang ada dan hidup di antara
dengan saudara kandungnya, masyarakat adat Batak Toba. Mereka
saudara-bapak musyaharah (per- berdua menuturkan satu-satunya
iparan), seperti kawin dengan ibu tiri, alasan sehingga mereka melanggar
menantu, mertua, anak tiri. Hal ini aturan adat tentang pernikahan
didasarkan pada temuan penulis tersebut adalah karena cinta, mereka
bahwasannya telah terjadi sudah saling mencintai.14
perkawinan antar kelompok semarga
dan perkawinan semarga di 14
Wawancara dengan Adenan Silitonga dan
masyarakat adat Batak Toba. Rosanna Siagian, 3 Januari 2017 di Jalan
Aman 1 Gang Cemara No.12 medan,
Sumatera Utara (Kediaman Adenan
13
Nalom Siahaan, op.cit., hlm.50-51 Silitonga dan Rosanna Siagian)

7
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Pak Adenan Silitonga dan ibu Silitonga lakukan adalah bukan


Rosanna Siagian menuturkan bahwa mendapatkan sanksi adat dan sanksi
perkawinan antar kelompok semarga sosial melainkan adalah perubahan
yang telah mereka lakukan tersebut keteraturan atau posisi atau
mendapatkan penolakan restu oleh kedudukan dalam struktur marga
orang tua mereka masing-masing mereka masing-masing dalam
pada saat awal mengatakan upacara adat. Seperti, posisi marga
keinginan mereka untuk Silitonga dan marga Siagian yang
melangsungkan pernikahan. namun seharusnya merupakan dongan tubu,
berbeda dengan orangtua mereka, namun kini posisi marga Silitonga di
pihak kepala adat dan persekutuan marga Siagian adalah menjadi boru.
marga mereka tidak melakukan Juga pariban dari anak-anak mereka
penolakan terhadap rencana mereka menjadi pariban dari marga Siagian
untuk melangsungkan pernikahan. yang mana seharusnya marga Siagian
Sehingga pernikahan yang telah adalah dongan tubu mereka bukan
mereka langsungkan tersebut tetap pariban.
disahkan menurut hukum agama, Kemudian perkawinan
adat dan Negara. Semua urutan semarga yang terjadi di antara
seremonial perkawinan adat Batak masyarakat adat Batak Toba di Kota
Toba juga dilakukan secara runtut Medan adalah perkawinan antar
dan lengkap mulai dari mangaririt, sesama marga Manalu yaitu
patua hata, mangarisik-risik, perkawinan yang dilakukan oleh
marhusip, manulangi tulang, bapak Ronald Manalu dengan ibu
marhata sinamot, martumpol, Kristina Manalu. Perkawinan yang
martonggo raja, marsibuha-buahi, dilakukan oleh pak Ronald Manalu
sampai pesta unjuk (marunjuk), dan ibu Kristina Manalu juga
Pada saat melangsungkan didasari atas cinta, dan perkawinan
pernikahan, setelah pernikahan mereka juga awalnya mendapat
dilangsungkan dan sampai saat ini, penolakan dari orang tua mereka
menurut beliau, mereka sekeluarga masing-masing.15
tidak mendapatkan sanksi adat Masyarakat adat Batak Toba
(diusir atau bahkan dibakar) dan juga adalah masyarakat adat yang
mereka tidak mendapat sanksi sosial menganut sistem perkawinan
dari persekutuan marga bahkan dari exogami, sehingga perkawinan antar
masyarakat adat Batak Toba di sesama marga yang dilakukan oleh
sekitar wilayah tempat tinggal bapak Ronald Manalu dan ibu
mereka. Beliau juga menuturkan Kristina Manalu adalah perkawinan
bahwasannya mereka sekeluarga yang dilarang dan merupakan aib
aktif dalam upacara-upacara adat bagi masyarakat adat Batak Toba
Batak Toba bahkan bapak Adenan terutama bagi persekutuan marganya
Silitonga merupakan tokoh agama yaitu marga Manalu. Untuk
yaitu seorang sintua atau penatua di
gereja. 15
Wawancara dengan Ronald Manalu dan
Akibat dari pernikahan antar Kristina Manalu, 4 Januari 2017, jalan
kelompok semarga yang bapak Sempurna Ujung Gang Mandiri no.24
Adenan Silitonga dan ibu Rosanna (Kediaman Ronald Manalu dan Kristina
Manalu)

8
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

menutupi aib tersebut, maka para Ronald Manalu di dalam marga


tokoh adat seperti kepala desa dan manalu seharusnya adalah dongan
tokoh-tokoh adat dari persekutuan tubu dengan terjadinya perkawinan
marga Manalu melakukan diskusi antar sesama marga maka
untuk mencari cara agar bisa kedudukannya pak Ronald Manalu di
menutupi aib tersebut. Agar tidak dalam keluarga ibu Kristina Manalu
menjadi aib dan bahan olokan berubah menjadi boru. Contoh
masyarakat adat lainnya, akhirnya lainnya adalah saudara laki-laki baik
kepala adat dan tokoh-tokoh adat abang maupun adik dari pihak istri
lainnya memutuskan jika perkawinan yaitu ibu abang atau adik dari ibu
yang akan dilakukan oleh bapak Kristina Manalu yang seharusnya
Ronald Manalu dan ibu Kristina kedudukannya adalah dongan tubu
Manalu ingin diakui secara adat karena marga mereka adalah sesama
maka mereka tidak boleh marga Manalu, kini kedudukan
menggunakan marga Manalu dalam saudara laki-laki dari ibu Kristina
upacara adat perkawinannya Manalu berubah menjadi hula-hula
melainkan mereka harus dari bapak Ronald Manalu.
menggunakan sub marga dari marga Kemudian akibat yang
Manalu yang mereka punya masing- ditimbulkan dari perkawinan
masing. Bapak Ronald Manalu semarga yang dilakukan oleh bapak
mempunyai sub marga Manalu Ronald Manalu dan ibu Kristina
Rumaijuk dan ibu Kristina Manalu Manalu terhadap anaknya adalah
mempunyai sub marga Manalu pariban anak-anaknya adalah ito dari
Rumagorga. Sehingga di dalam anak-anaknya karena sesama marga
upacara adat perkawinan marga yang Manalu.
mereka gunakan adalah menjadi Sebagaimana telah dijelaskan
Ronald Rumaijuk dan Kristina terdahulu bahwasannya perkawinan
Rumagorga. masyarakat adat Batak Toba adalah
Sama seperti akibat yang perkawinan dengan sistem
ditimbulkan dari perkawinan antar perkawinan exogami, artinya tidak
kelompok semarga yang dilakukan diperkenankan mengambil istri
oleh bapak Adenan Silitonga dan ibu maupun suami dari kelompok marga
Rosanna Siagian, akibat yang sendiri. Larangan untuk melakukan
ditimbulkan saat ini bukanlah sanksi perkawinan dari kelompok semarga
adat ataupun sanksi sosial namun tersebut menurut
yang ditimbulkan adalah perubahan St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si sebagai
keteraturan atau posisi dan kepala adat,diyakini berdasarkan
kedudukan dalam struktur marga kepercayaan leluhur masyarakat adat
mereka masing-masing. Batak Toba bahwasannya jika terjadi
Dalam kasus perkawinan perkawinan antar kelompok semarga
semarga yang dilakukan oleh bapak akan terjadi malapetaka.16 Namun,
Ronald Manalu dan ibu Kristina St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si menuturkan,
Manalu perubahan keteraturan yang
16
terjadi adalah kedudukan marga Wawancara dengan kepala adat
dilihat dari kekerabatan yang St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si, 5 Januari 2017 di
terdekat. Misalnya kedudukan bapak Jalan Menteng II No.12 (kediaman kepala
adat St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si)

9
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

bahwasannya jika dilihat berdasarkan menempuh ke desa lain


logika, larangan terhadap perkawinan mengakibatkan raja-raja adat Batak
antar kelompok semarga dibuat Toba mengesahkan terjadinya
karena masyarakat adat Batak Toba perkawinan semarga dengan
mempunyai keteraturan atau posisi penyesuaian seperti yang tersebut di
atau kedudukan dalam struktur atas. Pengesahan yang dilakukan
marganya. Larangan ini dibuat untuk raja-raja adat ini disebut juga sebagai
menjaga keteraturan, untuk menjaga manompas lombong atau
garis keturunan dan menjaga agar meruntuhkan tembok pembatas.17
tidak terjadi tukar posisi dalihan na MenurutSt.P.Pasaribu,S.Si,M.
tolu, seperti posisi hula-hula tetap Si, terjadinya perkawinan
dalam posisi hula-hula, begitu juga marsumbang atau perkawinan yang
posisi boru, dan dongan tubu atau dilarang ini tidak diketahui sejak
dongan sahuta. kapan terjadi namun menurutnya
MenurutSt.P.Pasaribu,S.Si,M. perkawinan terlarang ini terjadi telah
Si selaku kepala adat, ternayata terjadi sejak dahulu sejak zaman-
perkawinan semarga atau serumpun zaman raja batak, namun dahulu
sudah pernah terjadi sejak lama, hukum adat begitu kuat mengikat
namaun tidak diketahui sejak kapan masyarakat dan hukum adat berlaku
mulai terjadinya. Jika dahulu, sangat tegas pada masyarakatnya,
pelanggar aturan larangan sehingga jika dulu terjadi perkawinan
perkawinan semarga tersebut akan terlarang tersebut maka pelaku
dibakar atau diusir dari kampung perkawinan terlarang tersebut harus
halaman atau ditenggelamkan di air, dibunuh dengan cara dibakar atau
maka saat ini perkawinan antar ditenggelamkan ke air atau dia dapat
kelompok semarga masih tetap melakukan kawin lari dengan akibat
dilarang namun sudah mulai ada tidak lagi dianggap oleh keluarganya
penyesuaian-penyesuaian terhadap dan masyarakat kampungnya.
atauran adat tersebut. Misalnya Sedangkan sekarang jika terjadi
seperti perkawinan semarga yang perkawinan marsumbang atau
dilakukan oleh bapak Ronald Manalu perkawinan terlarang, para ketua adat
dan ibu Kristina Manalu, marga yang telah memberikan beberapa
mereka pakai di upacara perkawinan penyesuaian terhadap sanksi adat
adat mereka adalah sub marga terdahulu, dimana perkawinan yang
mereka masing-masing dari marga akan dilakukan tersebut dibuat
Manalu, sehingga menjadi Ronald seolah-olah tidak melakukan
Rumaijuk dan Kristina Rumagorga. perkawinan marsumbang yaitu
Penyesuaian-penyesuaian dengan menggunakan sub marga
terhadap aturan adat tersebut terjadi mereka pada pesta perkawinannya
karena mulai timbul kesadaran dan sehingga perkawinan mereka
juga karena wawasan masyarakat tersebut tampak seolah-olah
adat Batak Toba sudah semakin luas.
Melihat kondisi daerah tempat
17
tinggal yang terpencil, jumlah boru Wawancara dengan kepala adat
yang siap untuk dinikahi yang St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si, 5 Januari 2017 di
sedikit, dan jarak yang jauh untuk Jalan Menteng II No.12 (kediaman kepala
adat St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si)

10
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

bukanlah perkawinan antar penolakan dari kepala adat terhadap


kelompok semarga.18 niat bapak Adenan Silitonga dan
MenurutSt.P.Pasaribu,S.Si,M. istrinya yang saat itu akan
Si, dengan telah terjadinya melakukan perkawinan antar
perkawinan marsumbang yaitu kelompok semarga. Jika
perkawinan antar kelompok semarga dibandingkan dengan sikap
dan juga sikap para kepala adat yang masyarakat adat dan kepala adat
telah melakukan penyesuaian- terdahulu, yang jika mengetahui akan
penyesuaian terhadap hukum adat terjadi perkawinan antar kelompok
dan sanksinya tersebut telah semarga, maka mereka akan
menunjukkan bahwa saat ini adalah melakukan penolakan yang keras
masa transisi perkembangan sistem terhadap pelaku perkawinan
perkawinan masyarakat adat Batak tersebut.19
Toba yang dahulunya memakai Sedangkan menurut bapak
sistem perkawinan exogami, namun M.Sibagariang,SE selaku tokoh yang
sekarang mulai mengarah kepada dihormati oleh masyarakat adat
sistem perkawinan eleuthrogami. Hal Batak Toba di daerah Medan Denai,
ini mulai terlihat dari pola kehidupan beliau belum pernah melihat
pemuda-pemudi di masyarakat adat perkawinan antar kelompok semarga
Batak Toba yang saat ini tidak terlalu di daerahnya, sehingga menurutnya
memperdulikan akan adanya sistem perkawinan yang dimiliki oleh
eksistensi dari hukum adatnya, yang masyarakat adat Batak belum
mengakibatkan pemahaman mereka mengalami perkembangan. Sistem
terhadap hukum adat dan sanksi- perkawinan masyarakat adat Batak
sanksi dari hukum adat tersebut Toba masih sama seperti yang dulu
sangat minim. Hal ini juga didukung yaitu menganut sistem perkawinan
dengan sangat minim pula peran exogami. Namun bapak
orangtua dalam memperkenalkan M.Sibagariang melihat adanya
hukum adat tersebut dan peran fenomena perkembangan pola pikir
pentingnya bagi keteraturan hidup dan sikap yang dimiliki pemuda-
anak-anaknya di kemudian hari. Dan pemudi masyarakat adat Batak Toba
perkembangan sistem perkawinan di Kota Medan yaitu terlihat dari
tersebut juga terlihat dari terjadinya banyaknya pemuda-pemudi yang
perubahan pola pikir masyarakat tidak dapat berbahasa batak, apalagi
terhadap perkawinan antar kelompok mengetahui mengenai hukum adat
semarga tersebut yang terlihat dari dan sanksi-sanksinya. Menurutnya,
keterbukaan masyarakat adat Batak sistem perkawinan yang dimiliki oleh
Toba khususnya yang berada di Kota masyarakat adat Batak Toba tidak
Medan dalam menerima pelaku boleh berkembang menjadi sistem
perkawinan marsumbang tersebut, perkawinan eleuthrogami, karena
bahkan kepala adat juga jika terjadi perkembangan tersebut
menunjukkan sikap yang sama yang maka hal tersebut akan
terlihat dari tidak adanya sikap mengakibatkan terjadi kekacauan
18 19
Wawancara dengan kepala adat Wawancara dengan kepala adat
St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si, 7 Februari 2017 St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si, 7 Februari 2017
Melalui Komunikasi via telepon genggam Melalui Komunikasi via telepon genggam

11
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

dalam keteraturan atau posisi atau ini sering ditemukan keretakan


kedudukan seseorang dalam susunan keluarga lebih banyak oleh karena
internal marga dan marga harta benda. Pergeseran ini juga
20
pasangannya. terlihat dari banyaknya masyarakat
Secara umum, hukum adat perkotaan yang mulai melakukan
adalah hukum yang hidup dan penyimpangan-penyimpang aturan
berkembang dalam masyarakat sejak adat dan juga banyak ditemukan
lama yang berdasarkan pada nilai- generasi muda yang bahkan tidak
nilai yang hidup dalam masyarakat mengetahui sedikit pun mengenai
itu. Melihat perkembangan adat istiadatnya.
perubahan masyarakat yang hidup C. Faktor-faktor yang Menyebab-
pada zaman globalisasi dan kan Terjadinya Perkawinan Antar
modernitas, bisa disebut juga sebagai Kelompok Semarga Dalam Adat
konsekuensi logis dari kemajuan Suku Batak Toba
teknologi, informasi dan tranportasi, 1. Faktor Pendidikan
cenderung meninggalkan sesuatu MenurutSt.P.Pasaribu,S.Si,M.
yang telah menjadi pegangan luhur Si selaku kepala adat, perkembangan
dalam budayanya. Nilai-nilai yang sistem perkawinan adat masyarakat
dibawa melalui globalisasi dan adat Batak Toba khususnya di Kota
modernitas diambil dan digunakan Medan yang dahulunya memakai
begitu saja tanpa adanya filterisasi, sistem perkawinan exogami dan kini
salah satu contohnya yaitu orang perlahan-lahan mengarah kepada
akan senang jika menyelesaikan sistem eleuthrogami dikarenakan
persoalan di depan pengadilan, tingkat pendidikan masyarakat adat
walaupun itu mempunyai implikasi yang terus meningkat sehingga
pada banyak waktu yang terbuang mampu mengubah pola pikir dari
dan mahalnya biaya untuk berperkara masyarakat adat itu sendiri. Hal ini
jika dibandingkan menyelesaikan terlihat dari, pada zaman dulu,
sengketa melalui permusyawaratan, masyarakat adat Batak Toba hanya
di mana hal ini bisa dilakukan secara 5% saja yang menempuh pendidikan
kekeluargaan dan dengan biaya yang sampai perguruan tinggi, karena pada
murah.21 zaman dulu itu pendidikan tidak
Pergeseran ini begitu terlihat terlalu penting bagi mereka, sekedar
juga pada sistem kekerabatan yang tahu menulis, membaca dan
mulai luntur, Jikalau dahulu keluarga menghitung sudah sangat cukup bagi
merupakan prioritas utama dalam mereka. Bapak
segala hal, kini sudah bergeser pada St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si juga
semakin mengagungkan materi dan menuturkan bahwasannya zaman
lebih pada beberapa tahun terakhir dulu bahkan masih banyak
masyarakat adat yang tidak dapat
20
menulis dan membaca atau buta
Wawancara dengan tokoh masyarakat huruf, karena memang dahulu biaya
adat M.Sibagariang,SE, 7 Februari 2017
pendidikan sangat mahal, hanya
Melalui Komunikasi via telepon genggam
21 orang-orang kaya saja yang mampu
Laksanta Utama, Hukum Adat,
(Depok : PT.Rajagrafindo
Persada,2016, hlm.174-176

12
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

menempuh pendidikan sampai ke Contohnya seperti aturan adat


tingkat perguruan tinggi.22 tentang larangan-larangan per-
Berbeda dengan masyarakat adat kawinan yang salah satunya adalah
yang dulu, masyarakat adat Batak larangan untuk melakukan
Toba yang saat ini sangat perkawinan antar kelompok semarga.
mementingkan pendidikan bagi masa Masyarakat adat Batak Toba yang
depannya dan anak-anaknya. masih berdiam di kampung yang
Meskipun saat ini telah mana kebanyakan dari mereka adalah
banyak masyarakat adat Batak Toba memiliki pendidikan yang rendah,
yang telah merantau ke kota namun mereka kebanyakan menganggap
tak sedikit pula masyarakat adat bahwasannya aturan adat tersebut
Batak Toba yang masih berdiam di harus ditaati karena takut akan terjadi
kampung halamannya dengan malapetaka. Sedangkan pada
berbagai alasan. Masyarakat adat kenyataannya saat ini, peraturan
Batak Toba yang masih berdiam di tersebut jika dijelaskan secara logika,
kampung halamannnya kebanyakan sebenarnya aturan adat tersebut di
memiliki pendidikan yang rendah buat untuk menjaga keteraturan atau
sehingga kebanyakan dari mereka posisi atau kedudukan di dalam
masih memiliki kepercayaan kepada stuktur marga-marga yang dimiliki
hal-hal gaib, sehingga mereka masyarakat adat Batak Toba.
memegang teguh semua aturan adat Juga dengan telah meningkat-
yang ada dan berlaku karena mereka nya tingkat pendidikan sebagian
percaya kekuatan dari hal-hal gaib masyarakat adat Batak Toba yang
itu akan menimpa mereka dan warga telah merantau untuk menempuh
kampungnya jika mereka melanggar pendidikan, maka mereka juga
aturan tersebut. mengetahui bahwasannya sanksi
Berbeda dengan masyarakat akan dibunuh, dibakar, dan diusir
adat Batak Toba yang sudah dari aturan adat tentang larangan
merantau dan telah memiliki melakukan perkawinan antar
pendidikan yang tinggi, mereka telah kelompok semarga sudah tidak
memiliki wawasan yang luas dan relevan dan tidak mungkin lagi
memiliki pemikiran yang lebih diberlakukan di kehidupan saat ini,
rasional, sehingga mereka sudah bisa karena seluruh aspek kehidupan
menganalisis bahwasannya aturan- masyarakat sudah dilindungi dengan
aturan adat yang dibuat para leluhur hak asasi manusia.
mereka sebenarnya tidak ada Dengan telah berkembang-
kaitannya dengan kekuatan gaib nya pengetahuan dan meningkatnya
seperti yang selama ini dihubung- tingkat pendidikan masyarakat adat
hubungkan oleh masyarakat adat Batak Toba mengakibatkan
yang berdiam di kampung, terjadinya perkembangan pola pikir
melainkan semuanya bisa dijelaskan diantara mereka. Dengan ber-
secara rasional dengan logika. kembangnya pola pikir tersebut,
mengakibatkan timbulnya keinginan
di antara mereka agar terjadi pula
22
Wawancara dengan kepala adat perkembangan-perkembangan atas
St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si, 8 Februari 2017 aturan adat yang telah ada khususnya
melalui Komunikasi via telepon genggam

13
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

aturan adat mengenai sistem Masyarakat adat batak yang


perkawinan untuk menyesuaikan telah merantau memiliki pola pikir
masyarakat adat Batak Toba yang dan wawasan yang lebih luas
kehidupannya juga semakin daripada masyarakat adat Batak Toba
berkembang saat ini. yang masih berdiam di kampung
Tuntutan-tuntutan teresbut dianggap halamannya, karena mereka yang
sebagai pemicu terjadinya per- telah bermigrasi ke kota atau
kembangan-perkembangan sistem merantau tersebut telah memiliki
perkawinan adat yang ada di tingkat pendidiakn yang lebih tinggi
masyarakat adat Batak Toba.23 daripada masyarakat adat yang masih
2. Faktor Perantauan berdiam di kampung halamannya.
Masyarakat adat Batak Toba Dengan pendidikan yang lebih tinggi
terkenal sebagai masyarakat adat dan wawasan yang lebih luas
yang paling banyak merantau. tersbeut mengakibatkan pola pikir
Sehingga orang batak khususnya masyarakat adat Batak Toba yang
Batak Toba banyak sekali ditemukan berada di perantauan khususnya di
di kota perantauan seperti pulau Kota Medan berbeda dengan pola
jawa, Kalimantan, Sulawesi, bahkan pikir masyarakat adat Batak Toba
Papua. Pada umumnya salah satu yang tidak merantau atau dengan
alasan masyarakat adat Batak Toba kata lain masyrakat adat Batak Toba
bermigrasi ke kota atau merantau yang merantau pola pikirnya
adalah untuk menempuh pendidikan selangkah lebih maju daripada
karena di kampung halamannya tidak masyarakat adat Batak Toba yang
memiliki perguruan tinggi atau tidak merantau. Hal ini
menurut mereka sekolah-sekolah dimungkinkan karena diperantauan,
yang ada di kota lebih baik daripada masyarakat adat Batak Toba tersebut
sekolah-sekolah yang ada di lebih terbuka lagi pikiran dan
kampung halamannya. Dengan wawasannya bertambah karena di
memiliki bermigrasi ke kota atau perantauan mereka melihat dan
merantau tersebut mereka akan bertemu dengan masyarakat adat dari
mendapatkan pendidikan yang lebih kota yang berbeda dengan mereka
baik bahkan sampai ke jenjang yang memiliki adat istiadat dengan
pendidikan yang paling tinggi. mereka, dan kemudian di perantauan
Dengan modal pendidikan yang mereka juga lebih banyak dan mudah
tinggi tersebut, mereka beranggapan memperoleh informasi-informasi
juga kelak mereka akan mendapatkan karena di perkotaan teknologi sudah
pekerjaan yang lebih baik daripada pasti lebih canggih atau lebih maju
pekerjaan yang ada dikampung daripada di desa.
mereka.24 Dengan telah berkembangnya
pola pikir dan bertambahnya
23
Wawancara dengan kepala adat wawasan masyarakat adat Batak
St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si, 8 Februari 2017 Toba yang merantau, maka orang
melalui Komunikasi via telepon genggam batak yang telah merantau,
24
Wawancara dengan kepala adat kepercayaan atau tahayul akan
St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si, 8 Februari 2017 terjadinya malapetaka bila terjadi
melalui Komunikasi via telepon genggam perkawinan antar kelompok semarga

14
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

hanyalah akan menjadi mitos atau tidak seperti budaya yang kita miliki
sebatas tahayul saja. Tidak seperti terutama yang dimiliki masyarakat
orang batak yang berdiam di adat Batak Toba. Seperti yang telah
kampung, yang masih percaya pada tersebut diatas bahwasannya dia
tahayul, karena memang sejatinya dalam adat masyarakat adat Batak
sifat dari masyarakat adat adalah Toba terdapat tahapan-tahapan
memiliki sifat religio magis yaitu sebelum melangsungkan upacara
yang masih mempercayai adanya perkawinan adat dan setiap tahapan-
kekuatan gaib. tahapan tersebut memiliki makna
Dengan telah berkembang- tersendiri dan sifatnya adalah
nya pemikiran dan wawasan yang sakral.26
semakin bertambah memicu Budaya bebas yang telah
masyarakat adat yang berada di sedikit banyak mempengaruhi
perantauan menginginkan terjadi masyarakat adat tersebut dianggap
pula perkembangan pada aturan memicu perkembangan masyarakat
hukum adat beserta sanksi-sanksinya adat yang terikat dengan aturan
termasuk pula aturan dan sanksi adatnya, ditambah dengan ke-
mengenai larangan perkawinan tidakmampuan masyarakat adat
karenaaturan dan sanksi tersebut untuk beradaptasi dengan baik
dianggap sudah tidak sesuai dan menjadikan masyarakat adat
tidak relevan lagi, sudah seharusnya terbawa-bawa budaya barat yang
aturan adat dan sanksi-sanksinya serba bebas. Telah terkontaminasinya
tersebut berkembang seperti masyarakat adat Batak Toba yang
perkembangan yang terjadi di bermigrasi atau merantau ke Kota
kehidupan mereka.25 Medan dengan budaya asing yang
3. Faktor Globalisasi serba bebas yang dibawa oleh arus
Menurut bapak St. P. globalisasi mengakibatkan perubahan
Pasaribu,S.Si,M.Si selaku kepala dari karakter masyarakat adat Batak
adat, globalisasi dianggap sebagai Toba tersebut dan menurunkan
faktor terakhir penyebab terjadinya kewibawaan dari hukum adat dalam
perkembangan yang terjadi di mengatur dan mengikat masyarakat
masyarakat adat Batak Toba. adatnya. Sehingga hal ini dianggap
Globalisasi membawa budaya- sebagai salah satu faktor yang
budaya asing yang dianggap dapat mengakibatkan masyarakat adat
mempengaruhi masyarakat adat menginginkan terjadinya per-
untuk mengikuti budaya asing kembangan aturan adat terutama
tersebut. Seperti misalnya budaya aturan tentang perkawinan adat, agar
barat yang ada saat ini ialah budaya aturan adat tersebut mengikuti
seks bebas, pasangan yang bukan perkembangan yang terjadi di
suami istri namun melakukan hidup masyarakat tersebut.
bersama, dan budaya barat juga tidak Melihat budaya bebas yang
memiliki prosesi atau upacara adat dimiliki oleh orang barat sangat
dalam melangsungkan perkawinan, memungkinkan mengubah pola pikir
25 26
Wawancara dengan kepala adat Wawancara dengan kepala adat
St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si, 8 Februari 2017 St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si, 8 Februari 2017
melalui Komunikasi via telepon genggam melalui Komunikasi via telepon genggam

15
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

masyarakat adat Batak Toba di Kota adat Batak Toba yang berada di Kota
Medan memiliki pola pikir yang Medan adalah perkembangan sistem
serba praktis. Dengan sifat dari perkawinan yang semulanya
hukum adat yang masih sangat kaku menggunakan sistem perkawinan
dan mengikat kuat masyarakat eksogami yang kemudian mengarah
adatnya sangatlah bertolak belakang ke sistem eleutherogami. Hal ini
dengan perkembangan yang terjadi di terlihat dari telah terjadinya
masyarkat adat Batak Toba yang saat perkawinan antar kelompok semarga
ini, apalagi masyarakat adat Batak diantara masyarakat adat Batak
Toba saat ini khususnya para Toba. Dahulu, masyarakat adat Batak
pemuda-pemudinya menginginkan Toba melarang keras perkawinan
kepraktisan, sedangkan seperti yang antar kelompok semarga karena
telah disebutkan di atas bahwsannya mereka memiliki sistem perkawinan
aturan adat dari masyarakat adat exogami, yang mana mengaharuskan
Batak Toba masih sangat kaku masyarakat adatnya untuk
ditambah lagi dengan prosesi dari mengambil pasangan dari luar klan
upacara adatnya yang sangat banyak, atau marganya. Karena dahulu
yang dianggap tidak praktis dan juga perkawinan antar kelompok semarga
membutuhkan biaya yang sangat sangat dilarang, maka jikalau
besar. Sehingga hal ini menjadi seseorang ingin melakukan per-
gambaran yang ditangkap oleh kawinan antar kelompok semarga
pemuda-pemudi dari masyarakat adat tersebut, jalan keluar satu-satunya
Batak Toba yang telah ter- adalah dengan melakukan kawin lari,
kontaminasi dengan budaya barat, dengan konsekuensi mereka berdua
bahwasannya aturan adat itu tidak tidak dianggap lagi bagian
praktis, hukum adat adalah primitif keluarganya dan bagian dari
atau tidak dapat mengikuti per- masyarakat adat serta kumpulan
kembangan yang terjadi di marganya. Karena pada zaman
masyarakat adatnya, sehingga hal ini dahulu, perkawinan antar kelompok
memicu pemuda-pemudi daripada semarga adalah aib dan dipercaya
masyarakat adat Batak Toba memilih akan mendatangkan malapetaka bagi
untuk memakai budaya praktis yaitu kampung halaman mereka. Namun
menggunakan sistem perkawinan saat ini, patik dohot uhum (peraturan)
eleuthrogami dalam sistem per- mengenai larangan perkawinan antar
kawinannya.27 kelompok semarga tersebt sudah
mulai diberikan beberapa
IV. KESIMPULAN penyesuaian terhadap pelaksanaan
A. Kesimpulan dan sanksinya. Sehingga saat ini, jika
1. Perkembangan Sistem Per- terjadi perkawinan antar kelompok
kawinan Adat Batak Toba di Kota semarga, para pelaku perkawinan
Medan semarga tersebut tidak lagi harus
Perkembangan sistem per- melakukan kawin lari atau diusir dari
kawinan yang terjadi di masyarakat kampung halamannya ataupun
dibunuh, melainkan saat ini mereka
27
Wawancara dengan kepala adat dapat melakukan perkawinan antar
St.P.Pasaribu,S.Si,M.Si, 8 Februari 2017 kelompok semarga tersebut dengan
melalui Komunikasi via telepon genggam

16
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

menggunakan dari sub marga mereka masyarakat adat Batak Toba yang
masing-masing. Sehingga di dalam telah memiliki tingkat pendidikan
upacara pernikahannya terihat yang tinggi tentu telah memiliki
seolah-olah mereka bukanlah kesadaran bahwasannya saat ini
pasangan dari kelompok marga yang sanksi tersebut sudah tidak relevan
sama. karena saat ini masyarakat sudah
Hal ini terjadi karena pola dilindungi oleh Hak Asasi Manusia.
pikir masyarakat adat yang semakin Faktor kedua yaitu
berkembang, begitu juga halnya perantauan dimasukkan ke dalam
dengan kepala adat dituntut harus kategori faktor yang menyebabkan
dapat menegakkan hukum adat terjadinya perkawinan antar
dengan mengikuti segala kelompok semarga dalam adat suku
perkembangan yang telah terjadi di Batak Toba dikarenakan masyarakat
masyarakat adat. adat yang berada di perantantauan
akan mengalami pembauran dengan
2. Faktor-faktor yang menyebab- masyarakat adat lainnya yang berada
kan terjadinya perkawinan antar di perantauan tersebut juga. Hal ini
kelompok semarga sangat dimungkinkan akan
Berdasarkan hasil penelitian mengubah pola pikir masyarakat adat
penulis, terdapat 3 (tiga) faktor yang khususnya masyarakat adat Batak
menyebaban terjadinya perkawinan Toba akan menjadi lebih majemuk.
antar kelompok semarga dalam adat Ditambah lagi dengan kondisi saat
suku Batak Toba yakni faktor ini dimana daya mengikat hukum
pendidikan, perantauan dan adat suku Batak Toba terhadap
globalisasi. masyarakat adatnya relatif rendah.
Faktor pertama yaitu Dengan terjadinya hal yang
pendidikan. Penddikan dimasukkan demikian, sangat dimungkinkan
ke dalam kategori faktor yang masyarakat adat yang berada di
menyebabkan terjadinya perkawinan perantauan tersebut menginginkan
antar kelompok semarga dalam adat terjadi perubahan aturan-aturan
suku Batak Toba dikarenakan hukum adat dan sanksi-sanksi adat
peningkatan tingkat pendidikan mengikuti perkembangan yang
diantara masyarakat adat Batak Toba terjadi pada masyarakat adat di
mengakibatkan masyarakat adat perantauan tersebut.
mengalami perubahan pola pikir ke Faktor ketiga yaitu
arah yang lebih rasional. Hal ini globalisasi. Globalisasi dimasukkan
terlihat dari masyarakat adat yang ke dalam kategori faktor yang
dahulunya masih mempercayai menyebabkan terjadinya perkawinan
kekuatan gaib, kini mereka lebih antar kelompok semarga dalam adat
mampu menganalisisnya menurut suku Batak Toba dikarenakan
logika. Seperti sanksi bagi globalisasi membawa budaya asing
pelanggaran terhadap larangan yang serba bebas yang
perkawinan antar kelompok semarga memperngaruhi masyarakat adat
yang dulunya adalah di usir dari khususnya masyarakat adat Batak
kampung, dibunuh dengan cara Toba yang dahulunya sangat terikat
dibakar atau ditenggelamkan, bagi dengat hukum adatnya kini dengan

17
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

masuknya budaya asing melalui 2. Faktor-faktor yang Menyebab-


globalisasi mengakibatkan mas- kan Terjadinya Perkawinan Antar
yarakat adat Batak Toba tersebut Kelompok Semarga Dalam Adat
terpengaruh untuk ikut merasakan Suku Batak Toba
budaya bebas. Kebanyakan a. Perlu dilakukan sosialisasi kembali
masyarakat adat yang terpengaruh mengenai peran penting hukum adat
efek dari globalisasi tersebut adalah bagi masyarakat adat khususnya bagi
kawula muda. Sehingga dengan masyarakat adat Batak Toba. Juga
pengaruh-pengaruh budaya asing perlu diadakan pengedukasian
dari globalisasi tersebut terhadap orangtua dan remaja-remaja
mengakibatkan para kawula muda mengenai apa itu hukum adat,
tersebut menuntut agar hukum adat bagaimana sanksi-sanksinya dengan
yang dimiliki suku Batak Toba juga menggunakan penalaran logika
mengalami perkembangan mengikuti bukan lagi mengguanakan tahyul
perkembangan budaya-budaya asing atau kepercayaan terhadap kekuatan
yang dibawa oleh globalisasi gaib agar hukum adat dan sanksi adat
tersebut. tersebut tidak lagi terkesan kuno dan
menakut-nakuti masyarakat adatnya,
B. Saran dan juga agar tidak terjadi kekacauan
1. Perkembangan Sistem Per- keteraturan marga-marga dalam
kawinan Adat Batak Toba di Kota masyarakat adat Batak Toba itu
Medan sendiri.
a. Perlu dilakukan Perlu dilakukan
sosialisasi kembali mengenai 5 V. DAFTAR PUSTAKA
(lima) larangan hukum adat tentang A. Buku
perkawinan beserta sanksi-sanksinya Al Hakim, Suparlan. 2015.
kepada masyarakat adat Batak Toba Pengantar Studi Masyarakat
khususnya di Kota Medan, agar Indonesia. Malang: Madani
perkawinan marsumbang dapat (Kelompok Intrans Publishing.
diminimalisir. Sehingga, tidak terjadi Amaruddin dan Zainul Asikin. 2014.
kekacauan dalam keteraturan atau Pengantar Metode Penelitian
kedudukan atau posisi seseorang Hukum. Jakarta :
dalam internal marganya dan PT.Raja Grafindo Persada.
pasangannya. Ardinarto, E.S. 2009. Mengenal Adat
b. Perlu dilakukan pengambilan Istiadat Dan Hukum Adat Di
suatu sikap yang tegas dari para Indonesia. Surakarta: UNS-Press.
penegak hukum adat (kepala adat) Basyir, Ahmad Azhar. 1995. Nikah
dalam menetapkan sanksi-sanksi sebagai Perikatan. Jakarta :
adat. Agar masyarakat mendapatkan PT.Rajagrafindo.
manfaat dari salah satu fungsi hukum Hadikusuma, Hilman. 1990. Hukum
itu sendiri yaitu kepastian. Dengan Perkawinan Indonesia Menurut
adanya kepastian hukum dari Perundangan, Hukum Adat,
penegak hukum adat, maka tingkat Hukum Agama. Bandung :
pelanggaran terhadap perkawinan Mandar Maju.
semarga tersebut juga akan semakin Hanitidjo, Ronny. 1994. Metodologi
menurun.

18
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 2, Tahun 2017
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Penelitian Hukum dan Jurimetri. Hukum dan Statistik. Jakarta :


Jakarta : Ghalia Indonesia. Rineka Cipta.
Marzuki, Mahmud Peter. 2010. Syamsudin, M. 2007.
Penelitian Hukum. Jakarta : Operasionalisasi Penelitian
Prenada Media Group. Hukum. Jakarta : Raja Grafindo
Muhammad, Bushar. 1926. Pokok- Persada.
Pokok Hukum Adat. Jakarta Tutik, Titik Triwulan. 2008. Hukum
Pradnya Paramita. Perdata Dalam Sistem
Mulyadi. 2014. Hukum Perkawinan Hukum Nasional. Jakarta:
Indonesia. Semarang : Badan Kencana.
Penerbit Universitas Diponegoro. Utama, Laksanta. 2016. Hukum Adat.
Pide, A.Suriyaman Mustari. 2014. Depok : PT.Rajagrafindo
Hukum Adat; Dahulu, Kini, Dan Persada.
Akan Datang. Jakarta : PT.Fajar Wignjodipoero, Soerojo. 1989.
Interpratama Mandiri. Pengantar dan Asas-Asas Hukum
Raharjo, Satjipto. 2009. Hukum Dan Adat. Jakarta: Haji Masagung.
Perubahan Sosial; Suatu Tinjauan B. Jurnal, Makalah/Karya Tulis
Teoritis Serta Pengalaman- Ilmiah
Pengalaman Di Indonesia. Manik, Helga Septiani. Makna dan
Yogyakarta : Genta Publishing. Fungsi Tradisi Sinamot Dalam
Siahaan, Bisuk. 2005. Batak Toba; Adat Perkawinan Suku Bangsa
Kehidupan Di Balik Tembok Batak Toba di Perantauan
Bambu. Jakarta : Surabaya. Biokultur,Vol.1,No.1.
Kempala Foundation. diakses dari
Siahaan, Nalom. 2013. Adat Dalihan http/journal.unair.ac.id, Januari-
Natolu; Prinsip dan Juni 2011
Pelaksanaannya. Jakarta: Dian
Utama. C. Internet
Sinaga, Richard. 2013. Perkawinan Disdukcapil.pemkomedan.go.id
Adat Dalihan Natolu. Jakarta: Sumut.bps.go.id
Dian Utama. D. Peraturan Perundang-
Soekamto, Soerjono. 1982. Undangan
Pengantar Penelitian Hukum. Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Jakarta: UI Press. 1974 Tentang Perkawinan
Soekamto, Soerjono dan Soleman Kitab Undang-Undang Hukum
B. Tnaeko. 1981. Hukum Adat Perdata
Indonesia. Jakarta : Rajawali.
S., Salim H. 2012. Pengantar Hukum
Perdata Tertulis (BW). Jakarta :
Sinar Grafika.
Subagyo, Joko. 2006. Metode
Penelitian Dalam Teori dan
Praktek. Jakarta : PT.Rienka
Cipta.
Supranto, J. 2003. Metode Penelitian

19

Anda mungkin juga menyukai