Anda di halaman 1dari 14

PERKAWINAN DENGAN PARIBAN PADA SUKU BATAK TOBA DI KOTA

JAMBI

Oleh Melati : Putri Sitanggang


Dosen Pembimbing : Mita Rosaliza S.sos,M.Soc,Sc
mita_rosaliza@gmail.com
Jurusan Sosiologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Riau
Kampus Bina Widya, Jalan H.R.Soebrantas, Km 12,5 Simpang Baru
Pekanbaru Riau 28293.Telp/Fax. 0761-63277

Abstrak

Pada masyarakat Suku Batak Toba dimanapun berada perkawinan sangat


penting sebagai penentuan hak dan kewajiban dalam lingkungan masyarakat dalam
rangka meneruskan garis keturunan. Perkawinan ini juga berfungsi sebagai jembatan
dalam pelaksanaan tata adat Dalihan Na Tolu pada masyarakat Batak Toba. Perkawinan
yang di anggap ideal bagi masyarakat Batak Toba adalah perkawinan dengan Pariban.
Perkawinan dengan Pariban merupakan perkawinan yang ideal bagi Suku Batak Toba
yang merupakan tradisi perjodohan dari zaman dahulu sampai sekarang walaupun
merupakan perkawinan sedarah tetapi hal ini bisa terjadi , karena pada prinsip orang
Batak Marga lah yang menjadi identitas diri, jika semarga tetapi tidak sedarah itu di
anggap saudara, tetapi jika sedarah tetapi tidak semarga seperti halnya pariban ini bisa
menikah. Subjek dari penelitian ini adalah 6 orang dimana subjek dari penelitian ini
adalah Raja Adat dan orang yang menikah dengan pariban di Kota Jambi. Teknik
penentuan informan dalam penelitian ini yaitu menggunakan teknik purposive
sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif
deskriptif. Teori yang digunakan adalah teori Fungsionalisme yang dikemukakan Oleh
Malinowski. Hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa Perkawinan dengan Pariban
merupakan perkawinan yang lebih mudah dan untuk menentukan mahar menikah
dengan pariban juga tidak terlalu sulit, bisa sesuka Hati, namun Tradisi perjodohan
dengan Pariban ini sudah mulai hilang pada zaman sekarang ini seiring dengan
perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan.

Kata Kunci : Perkawinan dengan Pariban Pada Suku Batak Toba

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 1


MARRIAGE WITH PARIBAN ON THE TOBA BATAK TRIBE IN
JAMBI CITY

By: Melati Putri Sitanggang


melatiputri139@gmail.com
Supervisor: Mita Rosaliza S.sos.,M.Soc.Sc
mita.rosaliza@lecturer.unri.ac.id
Departement of Sociology
Faculty of Social and Political Sciences
Universitas Riau
Campus Bina Widya, Jalan H.R.Soebrantas KM.12,5 Simpang Baru,
Pekanbaru 28293 Phone/Fax. 0761-63277

Abstract

Marriage is very important in Toba Batak Tribe community since it’s become
the determination of the rights and obligations in community in order to maintain the
lineage. This marriage serves as a bridge in implementing Dalihan Na Tolu customary
system of the Toba Batak Tribe community. Ideal marriage for the Toba Batak
community is a marriage with Pariban which is the tradition of matchmaking that has
been carried out since long time ago until now even though this kind of marriage is a
inbreeding marriage but still possible to happen. In Bataknese principles, Marga
becomes the self-identity, if they have same clan from different descent they still
considered as a relative, in other hand if they are Pariban the marriage is allowed since
their clan are different although this marriage including to inbreeding marriages. The
subjects of this study were 6 people from Raja Adat and people who married with their
Pariban in Jambi City. The technique of determining the informants in this study is
using purposive sampling technique. The research method used is descriptive
qualitative research method. The theory used is the theory of Functionalism proposed
by Malinowski. The results of the study can be concluded that Marriage with Pariban is
an easier marriage as the determination of the dowry by marrying Pariban is not too
difficult as what they wanted to, but the matchmaking tradition with Pariban has begun
to disappear nowadays along with the development of technology and science.

Keywords: Toba Batak Pariban Marriage, functionalism

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 2


dan perempuan dalam ikatan yang sah
(Susetya, 2007). Pada masyarakat Suku
PENDAHULUAN Batak Toba dimanapun berada fungsi
Suku Batak adalah salah satu perkawinan sangat penting
suku terbesar di Indonesia. Nama Suku sebagai penentuan hak dan kewajiban
Batak ini merupakan sebuah tema dalam lingkungan masyarakat dalam
kolektif untuk mengidentifikasikan rangka meneruskan garis keturunan.
beberapa suku bangsa yang bermukim Perkawinan ini juga berfungsi sebagai
dan berasal dari Pantai Barat dan Pantai jembatan dalam pelaksanaan tata adat
Timur di Provinsi Sumatera Utara. Dalihan Na Tolu pada masyarakat
Suku batak yang dikategorikan sebagai batak toba. Perkawinan yang ideal bagi
Suku Batak masyarakat Batak Toba adalah
adalah Toba, Karo, Pakpak, Simalungu perkawinan dengan Pariban.
n, Angkola, Mandailing. Batak Perkawinan dianggap sah
adalah rumpun suku-suku yang karena Dalihan Natolu telah
mendiami sebagian besar wilayah menggariskan dan menetapkan aturan
Sumatera Utara. Namun sering sekali dan ketentuan rinci mengenai berbagai
orang menganggap penyebutan Batak hubungan sosial baik antara suami
hanya pada suku Toba padahal Batak dengan isteri, antara orang tua dengan
tidak diwakili oleh suku Toba. saudara-saudara kandung dari masing-
Sehingga tidak ada budaya dan bahasa masing pihak penganten, maupun
Batak tetapi budaya dan bahasa Toba, dengan boru serta hula-hula dari
Karo, Simalungun dan suku-suku lain masing-masing pihak. Perkawinan
yang serumpun. Suku Batak yang hanya dilakukan
Masyarakat Batak memiliki falsafah dengan upacara agama serta catatan
hidup, asas, dan sekaligus sebagai sipil dapat dikatakan masih dianggap
struktur dan sistem dalam perkawinan gelap oleh masyarakat
kemasyarakatannya yang Batak jika dilihat dari sudut adat
disebut dengan Dalihan na Tolu. Dalihan Natolu. Buktinya ialah apabila
Dalihan Natolu ini mempunyai peran timbul keretakan di dalam suatu rumah
dalam hukum perkawinan masyarakat tangga demikian maka sudah pasti
adat Batak Toba yang tidak dapat marga dari masing-masing pihak tidak
dipisahkan selama melangsungkan merasa ada hak dan kewajiban untuk
acara adat perkawinan yang sah mencampurinya. Hal tersebut diteliti
menurut tradisi orang Batak. Hal ini penulis dengan Metode Penelitian
dikarenakan bahwa keberadaan Kepustakaan (Library Research
Dalihan Natolu itu sendiri yang Method), yaitu cara pengumpulan data
diterima ditengah-tengah masyarakat berdasarkan kepustakaan, dimana
Batak Toba sebagai suatu sistem sosial sebagian bahan diambil dari buku-buku
kemasyarakatan. yang berhubungan dengan objek
Perkawinan adalah suatu penelitian yang telah dipilih terlebih
peristiwa atau acara sakral yang dahulu dan sifatnya lebih teoritis.
penting dalam kehidupan masyarakat, Adapun penyelesaian permasalahan lain
sebab perkawinan tidak hanya yang sering timbul dalam perkawinan
menyangkut wanita dan pria bakal masyarakat Batak Toba misalnya
mempelai saja bahkan kedua keluarga tentang perceraian, dan pembagian
mempelai. Perkawinan adalah harta warisan juga tidak akan dapat
bersatunya dua pribadi antara laki-laki diselesaikan apabila lembaga Dalihan

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 3


Natolu tidak ada, karena unsur untuk mensukseskan acara adatnya,
lembaga Dalihan Natolu dari pihak maka suatu saat nanti dia juga harus
yang bermasalahn tersebut yang ikut berperan serta dalam mensukseskan
memiliki inisiatif dalam hal mencari acara adata orang lain. Mau tidak mau
tahu masalah yang sedang terjadi, apa, setiap orang yang sudah menikah dan
mengapa dan bagaimana sumber sudah melaksanakan perkawinan
masalah terjadi, lalu mengajak menurut adat harus memahami adat
berkumpul, dan bermusyawarah untuk agar tidak disebut orang yang tidak
menyelesaikan permasalahan yang beradat yang artinya Sebuah posisi dan
sedang mereka alami tersebut. Dalihan status yang tidak baik dalam interkasi
Natolu bukan merupakan kasta karena social kehidupan masyarakat Batak.
setiap orang Batak pasti memiliki Tiga Banyak orang yang telah
posisi dalam Dalihan Na Tolu ini. ada mengetahui istilah “pariban” yang
saatnya akan menempati posisi Hula sering dipakai oleh orang batak. Hal ini
hula/Tondong, ada saatnya menempati banyak dibicarakan karena
posisi Dongan Tubu/Sanina dan ada berhubungan dengan adat, silsilah, dan
saatnya menempati posisi menjadi juga kepribadian dari orang batak.
Boru. Dalam menetukan Peran di Banyak orang menganggap fenomena
Dalihan Natolu dalam perkawinan adat “pariban” sebagai sebuah istilah kuno-
Batak tidak memandang posisi nya orang batak yang secara langsung
seseorang berdasarkan pangkat, harta tidak lagi dapat dipraktekkan untuk saat
atau status seseorang. ini. Beberapa orang mengetahui bahwa
Perkawinan dianggap sebagai pariban merupakan tradisi warisan
pintu masuk ke dalam proses adat perjodohan kuno orang batak yang unik
istiadat Suku Batak sangat penting dan kadang tidak dianggap rasional lagi
karena hal ini merupakan titik awal dari pada zaman sekarang ini.
setiap individu Suku Batak memiliki Pariban secara singkat merupakan
kedudukan dan peranan dalam sistem sebutan untuk sepupu yang konon di
Dalihan Na Tolu sebagai filsafat hidup adat Batak sangat dianjurkan untuk
Orang Batak. Perkawinan juga dijadikan keluarga atau dikawini.
merupakan bentuk keterlibatan Pariban itu merupakan saudara sepupu.
langsung oleh individu dalam Suku Seorang anak laki- laki akan
Batak melalui kedudukan dan peran memanggil “pariban” kepada anak
yang dimilikinya dalam Dalihan Na perempuan
Tolu. Tetapi posisi dan tanggung jawab dari Tulang (Tulang = paman, saudara
dalam adat masih di ambil alih oleh laki-laki ibu),dan sebaliknya seorang
orangtua yang sudah memiliki jabatan anak perempuan akan menyebut
dalam Dalihan Na tolu. Perkawinan “pariban” kepada anak laki-laki
juga merupakan bentuk kedewasaan dari Namboru-nya (Namboru =saudara
dari seseorang untuk bisa berinteraksi perempuan ayah baik kakak maupun
secara luas dalam adat di tengah-tengah adik perempuan ayah).
masyarakat Batak. Secara tanggung Marpariban kandung adalah
jawab seseorang yang telah menikah hubungan sepupu antara laki-laki dan
dan disahkan secara adat juga memiliki perempuan dalam Suku Batak Toba.
tanggung jawab adat yang harus di Karena sepupuan, mereka biasanya
bayar pada suatu hari nanti. Karena sudah mengenal pariban sejak kecil.
pada saat seseorang itu melakukan acara Karena hubungan pariban sama dengan
adat semua adat terlibat di dalamnya sepupu, banyak mereka yang

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 4


marpariban justru menolak dinikahkan. Hal diatas masih tentang Pariban
Alasan mereka menolak perjodohan ini yang berpacaran. Lalu Bagaimana jika
karena hubungan mereka terlalu dekat, dua orang yang marpariban sudah
sehingga takut incest (hubungan seksual menikah dan kemudia bercerai? Sebuah
pasangan yang memiliki kekerabatan ikatan perkawinan adat yang diikat oleh
dekat). Alasan ini biasanya dipakai hubungan darah akan membuat luka
mereka yang kurang begitu paham yang sangat dalam. Hubungan abang-
tentang pariban sebagai hubungan adik (na mariboto) bisa putus akibatnya
searah. Yang artinya (gotap rahut-rahut ni holong nang
hubungan pariban haruslah antara anak adat). Hal ini begitu sangat
laki-laki dengan putri saudara laki-laki menyakitkan, dan akibatnya bisa
ibu (tulang). Tidak bisa terbalik. Sebab, melebar dan panjang hingga waktu yang
jika terbalik, yakni antara anak laki-laki tak dapat dipastikan. Hal inilah yang
dengan putri namboru (saudara menyebabkan jika dua orang
perempuan ayah) justru dilarang. Bagi yang marpariban kandung diketahui
orang Batak Toba, hubungan menjalin hubungan atau berpacaran.
dengan putri namboru ini kadangkala kedua orangtua segera
disebut marito atau bersaudara-saudari. melarangnya karena bisa menimbulkan
Hubungan inilah yang disebut sumbang sakit hati jika kelak tidak jadi menikah.
dalam Suku Batak atau incest. Atau,jika sepasang marpariban hendak
Jika seseorang marpariban kandung menikah dengan paribannya, maka
mempunyai hubungan special sudah pasti kedua pihak akan
atau pacaran, maka orangtua kedua mempertimbangkan bagaimana
pihak mungkin akan wanti-wanti keseriusan dan kesungguhan anaknya.
melihatnya atau bahkan sampai Serta menyampaikan konsekuensi yang
melarangnya jika hubungan mereka itu akan diterima kedua pihak keluarga jika
hanya sekedar bermain-main saja. kelak keluarga mereka tidak harmonis.
Sebab jika pergaulan mereka semakin Akan ada ganjalan dan rasa
dekat akan membuat orangtuanya kecewa pada berenya (sebutan dari
sangat berharap mereka kelak menikah. tulang untuk anak perempuan saudari
Pengharapan yang tinggi kedua pihak perempuannya) dan maennya (sebutan
orangtua akan membuat sakit hati, dan untuk anak laki-laki dari namborunya)
pengharapan yang sia-sia (tarhirim) yang dapat menimbulkan perpecahan
akan berbekas di hati orangtua jika ikatan hubungan darah, terlebih untuk
pernikahan batal, Terlepas siapa yang hubungan adat abang-adik orangtua
membatalkan dan alasan apapun yang kedua pihak. Saat pria
membuat yang marpariban itu berpisah. mengecewakan borutulangnya dan
Jika tulang atau namboru sudah keluarganya, bagaimanalah
berharap perempuan atau laki-laki perasaan tulang pada saat acara adat
menjadi menantunya karena sudah pernikahanmu dengan gadis lain? Sebab
diawali berpacaran dengan anaknya, pada acara adat peran tulang sebagai
tetapi tidak jadi di nikahi, maka pihak yang bersama-sama dengan
tentu pihak tulang di satu sisi mertua adalah pemilik anak pada
dan namboru di sisi lain akan sakit hati. istrimu “sijalo tintin marangkup.”
Demikian juga misalnya gadis Bagi masyarakat Suku Batak
mengecewakan namborunya. Dan si Toba upacara adat yang terpenting dan
laki-laki mengecewakan Tulangnya. harus di lakukan adalah upacara
pernikahan karena hanya orang yang

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 5


sudah menikahlah yang berhak fenomena perjodohan ala “pariban” ini
melaksanakan upacara adat lainnya. banyak pendapat respon yang berbeda-
dalam pelaksanaan upacara perkawinan beda.sekarang ini para kaula muda akan
pada masyarakat Batak Toba dengan sah-sah saja mengklaim
merupakan sesuatu yang sakral, dimana seseorang sebagai paribannya dengan
pernikahan tidak dapat dilaksanakan mempelajari persamaan marga seperti
dengan suka-suka hati , melainkan yang telah saya jelaskan tadi. Seorang
memiliki aturan dan membutuhkan pemuda biasanya akan mencari wanita
banyak waktu. Tahapan-tahapan yang sama “marga”nya dengan ibunya
pelaksanaan upacara perkawinan yang kemudian disebut sebagai boru
masyarakat Batak Toba yakni di mulai tulang/ putri tulang. Hal ini banyak
dari marhorihoridinding, marhusip, ditemukan di kalangan pemuda-pemuda
martumpol, marhata sinamot, pesta batak yang tersebar luas. Banyak hal
unjuk, paulak une dan maningkir menarik yang terjadi dengan fenomena
tangga. “pariban” ini, terutama bagi anak
Dalam upacara perkawinan perantau . Ketika sepasang orang batak
masyarakat Suku Batak Toba, mereka berkenalan, tentu akan bertanya marga
memiliki system upacara perkawinan dahulu. Jika marganya sama, sebaiknya
yang masih kental dengan unsur-unsur jangan saling menyukai karena
budaya Toba. Ketika dahulu sepasang merupakan aib jika menjalin hubungan
laki-laki dan perempuan suku Batak spesial semacam berpacaran dengan
Toba yang akan menikah kedua belah semarga sendiri , karena hal tersebut
pihak harus memenuhi syarat-syarat dianggap sama saja seperti seorang
perkawinan dalam masyarakat Batak kakak yang menikahi adik kadungnya
Toba sebagai berikut : sendiri. Jika memang marganya tidak
1. Calon mempelai laki-laki dan sama, kemudian akan langsung
perempuan tidak boleh berasal menanyakan marga ibunya. Karena
dari satu rumpun marga yang dengan mengetahui marga ibulah, maka
sama. akan diketahui apakah istilaha “pariban”
2. Mempelai wanita Tidak boleh tersebut berlaku pada keduanya atau
menikahi laki-laki yang tidak. Jika tidak, hal tersebut tidak akan
mempunyai marga sama dengan menjadi masalah. Namun jika ya, hal
ibunya. tersebut merupakan berkah untuk ke
3. Pihak mempelai wanita harus langkah pendekatan selanjutnya.
meminta izin dulu kepada Tulang Ada beberapa agama
(saudara laki-laki dari ibu ) nya menunjukan sikap kritis terhadap
untuk menikah (meminta doa perjodohan ala “pariban” di kalangan
restu ) karena pada dasarnya orang Batak. Karena bagaimanapun
prinsip orang batak, Tulang juga, sepasang laki-laki dan perempuan
sabbola ni Langit yang artinya yang merupakan pariban kandung
Tulang setengah dari Langit. 4. masih memiliki ikatan darah yang
4. Calon mempelai laki-laki harus sangat dekat dan merupakan saudara
sudah menyiapkan mahar atau kandung. Hal tersebut kemudian
yang sering disebut dengan kembali lagi kepada pihak yang
sinamot. bersangkutan. Walaupun dari dulu
Perkembangan zaman yang pesat hingga sekarang, tidak ada yang
saat ini dengan masuknya pengaruh mengharuskan seorang laki-laki harus
globalisasi dan agama, tradisi atau menikahi paribannya. Perjodohan

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 6


tersebut bukanlah hal yang sangat tentunya berkaitan dengan ilmu
mutlak namu di sarankan pada zaman sosiologi yang peneliti pelajari.
dahulu. Banyak orang yang mengatakan Mempertajam teori tentang antropologi
bahwa menikah dengan Orang Batak sosial dan perubahan sosial.
Toba sangat sulit dan banyak hal yang 2. Manfaat Praktis
harus di jalani. Mungkin orang yang Manfaat Praktis penelitian ini
bukan dari keturunan batak akan diharapkan dapat memberikan
mengatakan hal tersebut. Berdasarkan sumbangan sebagai sumber bacaan
keterangan di atas membuat penulis untuk perpusatakaan, khususnya jurusan
tertarik untuk meneliti lebih jauh sosiologi. Dapat dijadikan sebagai
tentang “Perkawinan dengan Pariban bahan perbandingan dengan penelitiian
pada Suku Batak Toba di Kota yang sama , diadakan pada waktu
Jambi. mendatang dan dapat memberikan
sumbangan pengetahuan ataupun
RUMUSAN MASALAH sebagai referensi untuk penelitian
Berdasarkan latar belakang berikutnya .
masalah sebagaimana di uraikan di atas
maka rumusan masalah peneliti yang TINJAUAN PUSTAKA
dapat di rumuskan sebagai berikut : Teori yang digunakan dalam
1. Bagaimana Perkawinan dengan penelitian adalah teori fungsionalisme
Pariban Masyarakat Suku Batak Malinowski karena pada teori ini
Toba di Kota Jambi ? Malinowski menggambarkan bahwa
cinta dan seks merupakan kebutuhan
TUJUAN PENELITIAN biologis manusia dan harus di
Pada hakekatnya penelitian perhatikan bersama-sama dalam
merupakan usaha yang dilakukan secara konteks pacaran. Pacaran mempunyai
sistematis di teliti secara mendalam tujuan untuk perkawinan yang
untuk menganalisa serta memecahkan menciptakan keluarga. Keluarga tercipta
masalah yang akan di rumuskan dengan menjadi landasan bagi kekerabatan dan
cara menyimpulkan dan mencari klen, dan bila kekerabatan telah tercipta
pengertian terhadap fenomena social. akan ada sistem yang mengaturnya. dan
Adapun tujusn penelitian adalah sebagai selanjutnya akan di atur dalam satu
berikut : sistem kekerabatan. Dan juga akan
1. Untuk mengetahui bagaimana mengungkapkan fungsi dari upacara
tata cara perkawinan dengan perkawinan dengan pariban pada Suku
Pariban di kalangan masyakarat Batak Toba. Setiap fenomena budaya
Suku Batak Toba. sekecil apa pun pasti ada makna dan
2. Untuk mengetahui Gambaran fungsinya bagi pendukung budaya
kehidupan yang terjadi bila tersebut. Fungsi yang dimaksud adalah
menikah dengan pariban pada fungsi sosial dari adat,tingkah laku
Suku Batak Toba. manusia dan pranata-pranata social.
maka dari itu penulis menganggap teori
MANFAAT PENELITIAN fungsionalisme Malinowski ini tepat
1. Manfaat Teoritis digunakan karena dalam perkawinan
Dapat menambah wawasan pariban melalui proses berpacaran
pemahaman mengenai upacara Adat dahulu sampai ke perkawinan dan
Pernikahan suku Batak Toba khusus mengungkapkan bagaimana manusia
nya Pernikahan dengan Pariban. yang

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 7


mengembangkan dan mempertahankan menurut adat istiadat, dengan tegasnya
fungsi budayanya. menurut landasan yang tertuang dalam
Secara garis besar Malinowski falsafah hidup orang batak yaitu
merintis bentuk kerangka teori untuk Dalihan Na Tolu. Perkawinan orang
menganalisis fungsi dari kebudayaan batak adalah perkawinanan diluar
manusia, yang disebutnya sutu teori marganya sendiri atau disebut dengan
fungsional tentang kebudayaan atau “a eksogami. Perkawin eksogami adalah
functional theory of Culuture”. dimana pihak-pihak yang akan kawin
(Koentjaraningrat, 1980 :162) Dan harus mempunyai marga yang tidak
melalui teori ini banyak antropolog sama, karena itu system perkawinanan
yang sering menggunakan teori tersebut pada suku Batak Toba menarik garis
sebagai landasan teoritis hingga dekade keturunan Ayah (Patrilineal) untuk
tahun 1990-an, bahkan dikalangan menghindari kerancuan dan
mahasiswa banyak menggunakan teori menegakkan Hukum Dalihan Na Tolu.
ini untuk menganalisis data penelitian Penyimpangan perkawinan dari patokan
untuk keperluan skripsi dan sebagainya. yang berlaku berarti akan merusak
Ia berpendapat bahwa pada eksistensi Dalihan Na Tolu itu. Untuk
dasarnya kebutuhan setiap manusia itu menegakkan dan melestarikan hukum
sama, baik itu kebutuhan yang bersifat itu maka orang Batak harus tetap
biologis maupun yang bersifat menurut norma adat, terutama dalam
psikologis dan kebudayaan pada wujud perkawinan. Sistem perkawinan
pokoknya memenuhi kebutuhan Suku Batak Toba juga ditentukan
tersebut. Semisal kebutuhan sex dengan cara Sinamot, biasanya terdiri
biologis manusia yang dasarnya dari uang dan hewan.
merupakan kebutuhan pokok, tetapi Sistem perkawinan adalah
tidak serta merta dilakukan atau pranata penting dalam masyarakat
dipenuhi secara sembarangan. Kondisi sebagai awal bagi terbentuknya
pemenuhan kebutuhan tak terlepas dari keluarga. Perkawinan adalah Suatu
sebuah proses dinamika perubahan ke ikatan lahir batin antara seorang pria
arah konstruksi nilai-nilai yang dan seorang wanita sebagai suami istri
disepakati bersama dalam sebuah dengan tujuan membentuk rumah
masyarakat (dan bahkan proses yang tangga yang bahagia. Bagi masyarakat
dimaksud akan terus bereproduksi) dan suku Batak Toba perkawinan dalam
dampak dari nilai tersebut pada kelompok satu marga sangat di larang,
akhirnya membentuk tindakan-tindakan sedangkan perkawinan dengan anak
yang terlembagakan dan dimaknai namboru atau perkawinan dengan anak
sendiri oleh masyarakat bersangkutan laki-laki dari adik perempuan bapak
yang pada akhirnya memunculkan atau sering di sebut dengan Pariban
tradisi upacara perkawinan, tata cara sangat di anjurkan. (Sihombing., 2000)
dan lain sebagainya yang terlembaga Dalam Tradisi Suku Batak yang
untuk memenuhi kebutuhan biologis menjadi kesatuan Adat adalah ikatan
manusia tersebut. Hal inilah yang sedarah yang disebut dengan Marga.
kemudian menguatkan tese dari Bagi Masyarakat Batak khususnya
Malinowski yang sangat menekankan Batak Toba sesama satu marga tidak
konsep fungsi dalam melihat bisa saling mengawini jika melanggar
kebudayaan. maka sipelanggar akan mendapat sanksi
Perkawinan di kalangan hukum adat. Hal ini di tujukan untuk
masyarakat Suku Batak Toba diatur menghargai atau menghormati marga

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 8


seseorang dan juga supaya marga mereka yang masih hidup secara
tersebut dapat berkembang. Hubungan sederhana maupun modern. Di kota
social dengan sesame marga dalam Jambi ini masyarakat Suku Batak Toba
Suku Batak diatur melalui hubungan masih menggunakan sistem
perkawinan. Terutama antara marga perkawinanan Adat Batak Toba.
pemberi pengantin perempuan dengan Penelitian ini peneliti
marga penerima pengantin perempuan. menggunakan key informan sebagai
Marga marga atau klen patrilineal informasi kunci yang mengetahui seluk
secara keseluruhan mewujudkan sub- beluk budaya Batak Toba dan
suku daripada suku Batk. Pertumbuhan memahami secara langsung Sistem
penduduk dan persebaran mereka di Perkawinan Suku Batak Toba itu
wilayah pemukiman yang semakin luas sendiri. Adapun yang menjadi key
serta pengaruh dari luar menyebabkan informan dalam penelitian ini yaitu
perkembangan pola-pola adaptasi kepala suku yang bergelar Raja Adat
bervariasi dan terwujud dalam atau Raja Huta dan Natuatua. Informan
keanekaragaman kebudayaan Batak. adalah orang yang memberi informasi
Masyarakat Suku Batak Toba mengenai fenomena yang menadi objek
memakai hubungan social antar marga penelitian.
dengan segala hak dan kewajibannya Menentukan subyek penelitian ini
dalam berinteraksi. Marga memberikan dipilih menggunakan teknik purposive
kedudukan terhadap setiap individu sampling. Purposive sampling adalah
dalam suku Batak. Marga yang di teknik yang di gunakan apabila
dapatkan setiap keturunan dalam informan khusus berdasarkan tujuan
keluarga suku Batak Toba adalah marga riset. Sedangkan orang-orang dalam
dari ayahnya. Jika Laki-laki dalam Suku informan tidak sesuai dengan kriteria
Batak menikah dengan Perempuan dari tersebut tidak di jalanakan sample.
Suku bangsa lain, ia tidak akan Pemilihan informan ini bertitik tolak
kehilangan marganya seperti Suku pada pertimbangan pribadi peneliti yang
Batak Toba karena menganut sistem menyatakan bahwa criteria besarnya
patrilineal dan dapat saling sampel ditentukan pertimbangan
menyesuaikan. informan.

METODE PENELITIAN PEMBAHASAN


Metode penelitian ini dilakukan PERKAWINAN DENGAN
menggunakan metode kualitatif yaitu PARIBAN PADA SUKU BATAK
penelitian yang bertujuan untuk TOBA DI KOTA JAMBI .
mengetahui dan menggambarkan Adapun sistem perkawinan pada Suku
fenomena-fenomena sosial tertentu serta Batak Toba di uraikan mulai dari
berusaha menganalisisnya dengan data praperkawinan, marhata sinamot,
yang di peroleh. Metode penelitian yang prapesta perkawinan, pesta adat
di gunakan mencakup lokasi perkawinan dan setelah adat
penelitian,subek penelitian, teknik perkawinan.
pengumpulan data, sumber data dan Acara adat sebelum pra
analisis data. perkawinan adalah Mangaririt yaitu
Penelitian ini di lakukan di Kota Jambi Kata mangaririt berasal dari kata ririt
Provinsi Jambi. Lokasi ini di pilih yang berarti pilih. Jadi mangaririt
karena di kota ini sudah banyak Suku artinya memilih calon pasangan
Batak yang Merantau ke tempat ini baik hidup.Mangarisik atau marhusip yaitu

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 9


Apabila sepasang muda mudi sudah Pangamai. Pendamping di pelaminan
sepakat hendak membentuk satu rumah yaitu Apabila ayah dan ibu pengantin
tangga, maka langkah berikut yang sudah bercerai ada kalanya timbul
harus ditempuh adalah melaporkannya masalah siapa diantara mereka yang
kepada orangtua masing-masing. akan mendampingi di pelaminan, atau
Manulangi tulang Waktu yang tepat siapa di antara mereka yang
untuk manulangi tulang adalah sesudah memberikan/menerima ulos passamot.
mangarisik atau marhusip dilakukan, Apabila si anak tinggal dengan ibunya
Biasanya hal ini dilakukan di rumah dan sang ibu sudah menikah dengan
tulang yang tertua atau di rumah salah pria lain maka sang ayah yang baru itu
satu tulang yang ideal untuk tempat yang akan menjadi pendamping si anak
acara. Marhata sinamot yaitu adalah menikah di pelaminan. Begitu juga
sebuah musyawarah dari raja-raja sebaliknya jika si anak tinggal dengan
dalam Dalihan Na Tolu baik dari raja ni ayahnya maka ayah kandungnya yang
dongan tubu,raja ni boru,raja ni dongan akan mendampingi di pelampinan.
sahuta,raja ni hula-hula dan semua Sedangkan acara pesta
hadirin dari kedua belah pihak. perkawinan adat yaitu Marsibuhai-
Sedangkan acara pra perkawinan buhai yaitu marsibuha-buhai dapat di
adat adalah Martumpol yaitu artikan mengadakan acara
Martumpol sebenarnya adalah untuk pembuka/pembukaan acara pesta
mendengar kebulatan hati kedua calon perkawinan. Pesta unjuk yaitu Pesta
mempelai menjadi suami istri dengan unjuk adalah pesta perkawinan adat
dasar saling mengasihi. Martonggoraja Batak yang diawali dengan acara
yaitu Martonggo raja adalah sebutan marsibuha-buhai, kemudian acara
nama acara dipihak keluarga parboru pemberkatan di gereja. Setelah acara
(perempuan) untuk mempersiapkan kebaktian pemberkatan nikah selesai
segala sesuatu menghadapi pesta salah seorang wakil dari pihak
perkawinan. Marriaraja yaitu Marria perempuan dan wakil dari pihak laki-
raja pada prinsipnya sama dengan laki diberikan kesempatan berbicara di
martonggo raja, bahkan yang depan, untuk mengucapkan
seharusnya marria raja dibeberapa terimakasih kepada Penatua gereja
marga disebut juga sebagai yang telah melaksanakan kebaktian
martonggoraja yaitu pertemuan pemberkatan nikah dan sekaligus
membagi tugas persiapan pesta mengundang semua kerabat agar
pernikahan. Tertib acara di marria raja langsung bersama-sama berangkat ke
sama dengan acara martonggoraja. gedung pertemuan
Sebutan pangamai yaitu Ada kalanya Mengikuti zaman dahulu Suku
orang tua calon pengantin laki-laki atau Batak sangat mendukung tradisi
calon pengantin perempuan jauh di perjodohan pariban ini. Dan apabila
bona pasogit, hingga teman semarga kita menikah dengan pariban hal ini
dekat menanggung jawabi acara-acara merupakan suatu prestasi atau
sebelum ke hari H adat perkawinan. kebanggan tersendiri bagi keluarga,
Apabila teman semarga dekat yang namun untuk saat ini tradisi tersebut
mewakili orang tuanya mengurusi sudah tidak di haruskan lagi dalam
acara-acara pendahluan menjelang pesta keluarga karena juga tradisi perjodohan
perkawinan menunggu keluarga ini hukumnya tidak mutlak. Tapi
kandungnya datang untuk acara pesta, walaupun tradisi perjodohan dengan
hal tersebutlah yang dikatakan pariban ini sudah tidak terlalu di

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 10


haruskan saat ini. Kata pariban ini perkawinan yang di larang dan di
selalu jadi senjata ampuh bagi laki-laki anggap menyalahi adat dan ada Juga
untuk mendekati wanita di awal perkawinan yang sangat di anjurkan dan
pertemuan. dianggap sah. Berikut ini beberapa
Perkawinan dengan pariban juga istilah perkawinan dalam Suku Batak
tidak sama dengan perkawinan Toba yang masih di anggap sah dalam
biasanya, ada beberapa hal yang adat Batak Toba yang harus kita ketahui
berbeda perkawinan dengan Pariban yaitu Mahiturun atau Mahuempe,
sudah disederhanakan dengan istilah Panoroni , Mangalua , Mangabing Boru
Ulaon sadari. Berikut beberapa Tahapan , Marimbang atau Tungkot, Singkap
perkawinan pariban pada suku Batak Rere , Manghabia , Parumaen di
Toba. Acara sebelum di gedung Losung, Marsonduk Hela , Manggogoi ,
perkawinan yaitu mangarisik yang Dipaorohon. Selain perkawinan yang
artinya Mangarisik-risik atau lazim juga sah, ada pula beberapa perkawinan yang
disebut dengan marhori-hori dinding di larang dalam Suku Batak Toba dan
sebaiknya hanya dilakukan orangtua ini dianggap tidak sah dan menyalahi
atau wali calon pengantin laki-laki norma yang ada. Berikut beberapa
dengan mendatangi orangtua atau wali perkawinan dalam Suku Batak Toba
calon pengantin. Marhata sinamot yaitu yang di larang dan tidak boleh terjadi
Marhata sinamot itu harus dihadiri hula- yaitu namarpadan, namarito, dua pungu
hula masing-masing yaitu tulang calon saparihotan, pariban naso boi olion,
pengantin laki-laki dan tulang calon Marboru Namboru Ni Oli anak ni
pengantin perempuan. Ada baiknya Tulang.
acara marhata sinamot itu kita anggap Perkawinan yang ideal bagi
sudah resmi walaupun tidak di hadri masyarakat Suku Batak Toba adalah
hula-hula. Martonggo raja yaitu perkawinan antara orang-orang yang
Biasanya setelah selesai acara marpariban,yaitu antara seorang anak
martumpol digreja masing-masing laki-laki dengan anak perempuan dari
paranak dan parboru melakukan acara saudara laki-laki ibunya. Karena
martonggoraja dan marria raja. Kalau perkawinan dalam Suku Batak Toba
dipihak paranak yang melakukan pesta eksogami maka tiap-tiap marga
makan pihak paranaklah yang yang berfungsi memeberi anak perempuan
disebut martonggoraja, sebaliknya kalau mereka kepada marga yang berbeda
dipihak parboru nanti yang melakukan dengan marganya dan menerima anak
pesta maka pihak parborulah yang perempuan dari marga lain pula untuk
disebut Marria raja. Marsibuha-buhai di jodohkan bagi anak laki-laki dari
yaitu Marsibuha-buhai adalah acara marganya sendiri, sistem perkawinan
makan bersama yang keluarga seperti ini biasanya di sebut Connubium
pengantin laki-laki dan keluarga asimetris. Gambaran perkawinan
pengantin perempuan sebelum dengan pariban dalam satu keluarga
berangkat ke gereja melaksanakan acara yaitu Oppung (Kakek/Nenek)
pemberkatan nikah. Manjalo pasu-pasu melahirkan dua anak, yaitu satu laki-
parbogason yaitu Hal ini disebut juga laki dan satu anak perempuan yang
dengan menerima pemberkatan di kemudia mereka menikah dengan
gereja. Acara ini di laksanakan setelah jodohnya masing-masing. Lalu anak
acara marsibuha-buhai di Rumah dan laki-laki ini mempunyai anak yang
setelah acara makan bersama. Dalam berjenis kelamin laki-laki dan
Suku Batak Toba ada beberapa perempuan, dan anak perempuan tadi

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 11


juga memiliki anak berjenis kelamin 2. Perkawinan dengan Pariban
laki-laki dan perempuan. Anak laki-laki merupakan perkawinan yang lebih
akan memanggil Tulang kepada saudara mudah dan untuk menentukan
laki-laki dari ibunya, dan anak mahar menikah dengan pariban juga
perempuan akan memanggil Namboru tidak terlalu sulit, bisa sesuka Hati.
pada sudara perempuan Ayahnya. Anak 3. Tradisi perjodohan dengan Pariban
laki-laki dari saudara perempuan ayah ini sudah mulai hilang pada zaman
akan memanggil anak perempuan sekarang ini seiring dengan
Tulangnya dengan sebutan pariban dan perkembangan teknologi dan ilmu
mereka inilah yang disebut dengan pengetahuan.
marpariban kandung dan bisa menikah. 4. Dalam penelitian ini ditemukan
tetapi jika sebaliknya anak laki-laki dari bahwa masalah yang terjadi pada
saudara laki-laki ibu tidak bisa pasangan yang menikah dengan
menikahi anak perempuan dari saudara pariban akan mempengaruhi
perempuan ayahnya, karena hal ini keharmonisan kedua keluarga besar
disebut dengan mariboto. Dan pasangan.
perkawinan dengan pariban ini hanya 5. Dalam penelitian ini ditemukan
bisa terjadi satu kali dalam satu bahwa jenis kelamin anak dapat
keluarga. Jika Tulang mempunyai lebih mempengaruhi kepuasan pernikahan
dari satu anak perempuan dia tidak bisa yang terjadi pada pernikahan
lagi menikah dengan paribannya pariban, karena pernikahan pariban
walaupun anak laki-laki dari merupakan salah satu jenis
namborunya masih ada. Karena pernikahan dalam Budaya Batak.
perkawinan ini hanya dibenarkan sekali Dalam Budaya Batak memiliki anak
saja terjadi. laki-laki akan membuat sebuah
pernikahan sempurna karena
KESIMPULAN DAN SARAN memiliki penerus keturunan atau
Penelitian ini mengkaji tentang silsilah keluarga,
“PERKAWINAN DENGAN
PARIBAN PADA SUKU BATAK DAFTAR PUSTAKA
TOBA DI KOTA JAMBI” berdasarkan Ardhianita, B. (2005 ). Kepuasaan
hasil penelitian dan pembahasan maka Pernikahan Di Tinjau Dari
kesimpulan dalam penelitian ini adalah Proses Berpacaran dan Tidak
1. Perkawinan dengan Pariban Berpacaran . Jurnal Psikologi ,
merupakan perkawinan yang ideal 101-111.
bagi Suku Batak Toba yang Burhan, B. (2009). Sosiologi
merupakan tradisi perjodohan dari Komunikasi,Teori Paradigma
zaman dahulu sampai sekarang Dan Diskursus Teknologi
walaupun merupakan perkawinan Komunikasi di Masyarakat .
sedarah tetapi hal ini bisa terjadi , Jakarta : Kencana Press .
karena pada prinsip orang Batak Gobatak. (2012, Mei Jumat ). Retrieved
Marga lah yang menjadi identitas from Gobatak.com :
diri, jika semarga tetapi tidak www.gobatak.com/5-
sedarah itu di anggap saudara, tetapi perkawinan-yang-dilarang-adat-
jika sedarah tetapi tidak semarga batak-toba/
seperti halnya pariban ini bisa Goodma, G. (2016 ). Teori Sosiologi
menikah. Modern . Jakarta : Kenca press .

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 12


Hutagalung, W. (1991 ). Pustaka Batak Rampai, B. (2016 ). Pokok-Pokok
Trombo Dohot Turu-turian Ni Antropologi . Jakarta : Yayasan
Bangso Batak . Medan : Tulus Pustaka Obor Indonesia .
Jaya . Ranjabar, J. (2008). Sistem Sosial
Julianti, T. (2013). Gambaran Budaya Indonesia Suatu
Kepuasan Pernikahan Pada Pengantar . Jakarta : Raja
Pasangan Yang Menikah Grafindo Persada .
Dengan Pariban Dalam Suku Ritzer, G. (2004 ). Teori Sosiologi
Batak Toba. Medan : USU . Modern . Jakarta : Prenada
Koentjaraningrat. (2001 ). Pengantar Media .
Ilmu Antropologi . Jakarta : Sari, I. D. (2003 ). Sistem Kekerabatan
Djambatan . Masyarakat Batak Toba .
Koentjaraningrat. (2004 ). Manusia dan Jakarta : Djambatan .
Kebudayaan Di Indonesia . BIBLIOGRAPHY Siagian, T. (2017 ,
Jakarta : Rineka Cipta . Maret Kamis ). Retrieved from
Marpondang, D. R. (1992 ). Dalihan BatakGaul.com:
Natolu Nilai Budaya Suku Batak http://batakgaul.com/jodoh-
. Medan : Armanda . batak/mau-pacaran-nikah-
Martono, N. (2012). Sosiologi dengan-pariban-ingat-hal- hal-
Perubahan Sosial . Jakarta : penting-ini-dulu-1202-1.html
Raja Grafindo Persada. Sianipar, B. (2013 ). Horas Dari Batak
Meliana, R. O. (2017). Perkawinan Untuk Indonesia . Jakarta :
Dalam Adat Menurut Hukum Rumah Indonesia .
Nasional (Studi Perkawinan Sihombing. (2000). Buku Pengantar
Pariban Pada Masyarakat Pernikahan Adat Batak . Siantar
Batak Toba . Jurnal Hukum , 1- : Psianjur .
120. Simanungkalit, M. E. (2015 ). Dampak
Nainggolan, H. (2015 , April Kamis ). Modernisasi Terhadap Upacara
Retrieved from Sigotom.com : Adat Perkawinan Budaya Batak
www.sigotom.com/2015/07/per Toba Di Kota Medan .
nikahan-orang-batak-yang-tidak- Antropologi Sosial Budaya ,
di.html 167-174.
NN. (2017 , Juni Rabu ). Retrieved from Sinaga Dr. (2000). Adat Budaya Batak
Jiwa Batak : Toba Dan Kekristenan . Jakarta
https://jiiwabatak.blogspot.com/ : Dian Utama .
2017/06/apa-itu-pariban-dalam- Sinaga, R. (2013 ). Perkawinan Adat
suku-batak.html Dalihan Na Tolu . Jakarta : Dian
Napitupulu, P. (2008 ). Pedoman Utama .
Praktis Upacara Adat Batak . Soebarsa. (2008 ). Membangun
Jakarta : Papas Sinar Sinanti . Martabat Budaya Produktif .
Pasaribu, D. M. (2017). Perkembangan Jakarta : Mitra Wacana Media .
Sistem Perkawinan Adat Batak Soekanto, S. (2009 ). Sosiologi
Toba Di Kota Medan. Keluarga . Jakarta : Rineka
Diponegoro Law Jurnal, 1-19. Cipta .
Raho, B. (2007 ). Teori Sosiologi Soekanto, S. (2012 ). Sosiologi Suatu
Modern . Jakarta : Prestasi Pengantar . Jakarta : Rajawali
Pustaka Press . Press.

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 13


Soekanto, S. (1993 ). Pengantar
Sosiologi . Jakarta : Perdana
Media Grup.
Stompka, P. (2012 ). Sosiologi
Perubahan Sosial . Jakarta :
Prenada Press .
Tambunan, E. (1982 ). Sekelumit
Mengenai Budaya Batak Toba
Dan Kebudayaannya . Bandung
.

JOM FISIP Vol. 6: Edisi I Januari – Juni 2019 Page 14

Anda mungkin juga menyukai