Oleh
JACKLY TAMBUNAN
(712018236)
FAKULTAS TEOLOGI
SALATIGA
2021
BAGIAN 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kata “pernikahan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merujuk kepada satu
kata yakni nikah yang artinya sebuah ikatan perkawinan yang dilakukan berdasarkan hukum dan
ajaran agama tertentu yang diakui di Indonesia. Menurut Fuady pernikahan merupakan sebuah
proses yang mengikatkan antara laki-laki dan perempuan untuk menjadi pasangan suami-istri
dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa. Adapun tujuan dari sebuah pernikahan ialah untuk
membangun keluarga yang baru agar kekal, harmonis dan bahagia berdasarkan ketentuan-
ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Dalam pandangan iman Kristen pernikahan dipahami bukan merupakan sebuah hak pilih,
melainkan sebagai ketetapan Tuhan, yang artinya Tuhan sendiri yang telah menetapkan bahwa
manusia akan melakukan pernikahan. Pernikahan dalam Kekristenan sendiri merujuk pada teks
Alkitab. Teks Alkitab yang menggambarkan tentang pernikahan terdapat dalam Markus 10:8
“Sehingga keduanya itu menjadi satu daging demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan
satu”. Berdasarkan isi teks Alkitab tersebut, menegaskan bahwa di dalam sebuah ikatan
pernikahan perlu adanya kasih yang tulus dari pihak laki-laki maupun perempuan, sehingga
mereka memiliki komitmen untuk menjalani hidup bersama atau satu dalam Kristus. Melihat
pengertian tersebut maka pernikahan dalam Kekristenan dipandang sebagai suatu ikatan yang
disatukan oleh Allah, sehingga pernikahan itu sendiri tidak dapat dipisahkan oleh manusia
sampai pada diceraikan oleh kematian atau diceraikan oleh Allah.
Pernikahan dalam konteks Indonesia dilihat dengan berbagai cara pandang, mengingat
bahwa Indonesia kaya akan kebudayaan dan keanekaragaman yang dimilikinya. Seperti yang
diketahui bahwa Indonesia merupakan negara yang majemuk dengan begitu banyak suku dengan
berbagai adat istiadat yang berbeda. Jika mengacu pada data BPS (Badan Pusat Statistik),
terdapat 1331 kategori suku di Indonesia salah satunya ialah suku Batak.
Suku Batak merupakan salah satu suku yang berada di dalam naungan negara Indonesia.
Dalam perkembangannya suku Batak terbagi menjadi 6 yakni Batak Toba, Karo, Simalungun,
Pakpak Dairi, Angkola dan Mandailing. Suku Batak Toba sendiri merupakan suku Batak yang
bertempat di Sumatera Utara yang mendiami dataran tinggi Toba Holbung, Silindung, Humbang,
Pahae dan Pulau Samosir. Dalam melihat pernikahan masyarakat Batak Toba tentu memiliki
dasar tersendiri yakni marga. Marga merupakan dasar yang paling utama dalam menentukan
sebuah pernikahan, karena marga merupakan dasar dalam melihat partuturan (hubungan
persaudaraan) atau adanya ikatan keturunan setiap orang yang bahkan tidak kita kenal sama
sekali. Perhatian pada marga dalam masyarakat Batak Toba dimaksudkan agar terhindar dari
sebuah pernikahan sedarah atau satu marga yang sama.
Dalam sebuah pernikahan terdapat 3 konsep atau cara pandang yang digunakan dalam
melihat pernikahan:
Pernikahan Endogami
Pernikahan endogami merupakan ikatan sebuah pernikahan yang dilakukan antara
laki-laki dan perempuan berdasarkan suku dan ras yang sama. Pernikahan endogami yang
berlangsung di kalangan masyarakat biasanya terjadi berdasarkan garis keturunan (suku)
dari sang ayah maupun ibu. Pernikahan endogami sendiri dilakukan guna menjaga ikatan
kekerabatan dari keluarga ayah maupun ibu.
Pernikahan Eksogami
Berbanding terbalik dengan pernikahan endogami, pernikahan eksogami
merupakan ikatan sebuah pernikahan yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan
berdasarkan suku dan ras yang berbeda. Pernikahan eksogami yaitu pernikahan yang
dilakukan dengan orang yang berada di luar dari satu kelompok baik itu suku maupun ras
yang dimiliki.
Pernikahan Eleutherogami
Berbeda dengan endogami dan eksogami, pernikahan eleutherogami lebih
membebaskan setiap orang, laki-laki maupun perempuan dalam memilih pasangannya
baik dengan orang yang berada di dalam kelompok sukunya maupun di luar dari
kelompok sukunya.
Berdasarkan ketiga pandangan pernikahan tersebut pada dasarnya suku Batak Toba
menganut sistem eksogami atau tidak melarang adanya pernikahan antar etnis dan suku. Akan
tetapi dalam penerapannya masyarakat Batak Toba menganggap bahwa budaya merupakan hal
yang sangat penting atau tidak boleh ditinggalkan, sehingga ketika melakukan pernikahan,
masyarakat Batak Toba cenderung mewajibkan anaknya untuk menikah dengan sesama orang
Batak Toba atau berdasarkan ras dan suku yang sama. Hal tersebut karena adanya sistem marga,
marga merupakan tanda seseorang menjadi orang Batak. Di satu sisi, dalam sistem marga hanya
laki-lakilah yang dapat menurunkan marga sehingga ketika laki-laki bersuku Batak menikah
dengan perempuan di luar suku Batak, maka perempuan tersebut harus melalui tahap pemberian
marga terlebih dahulu. Di sisi lain jika perempuan bersuku Batak menikah dengan orang di luar
suku Batak, maka identitas kesukuannya hanya akan sampai pada dirinya saja dan keturunannya
tidak akan memperoleh marga. Berdasarkan hal tersebut ada pandangan yang mewajibkan orang
Batak terkhusus perempuan Batak untuk menikah dengan sesama orang Batak agar identitas
kesukuannya tidak hilang.
Jika melihat data jemaat yang telah melakukan pernikahan di HKBP Semarang Barat.
Dari 130 pasangan yang tercatat telah melakukan pernikahan dan membentuk keluarga, terdapat
125 atau sekitar 97% keluarga menganut sistem pernikahan endogami atau menikah berdasarkan
kelompok suku yang sama dan terdapat 5 pasangan atau 3% keluarga yang tidak menganut
sistem pernikahan endogami. Hal tersebut jelas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat
Batak Toba di HKBP Semarang Barat masih menganut sistem pernikahan endogami. Oleh
karena itu, perlu dilihat lebih dalam bagaimana pemahaman masyarkat Batak Toba di HKBP
Semarang Barat tentang pernikahan endogami.
Pernikahan endogami atau pernikahan dengan satu suku yang sama menjadi norma ideal
yang sangat dipegang kuat oleh suku Batak Toba. Perkawinan tersebut dianggap ideal karena
pemahaman masyarakat Batak Toba yang menganggap bahwa perkawinan juga merupakan
tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, dalam memilih pasangannya masyarakat Batak Toba
cenderung memilih orang yang mengerti tradisi atau adat istiadat yang dianut oleh masyarakat
setempat. Dampak yang diperoleh ketika tidak menikah dengan satu suku yang sama ialah
mendapatkan cemoohan bahkan tidak mendapatkan perhatian dari masyarakat Batak Toba atau
dihiraukan karena tidak mengerti adat istiadat dan dianggap akan menjauhkannya dari adat
istiadat yang telah dianut turun temurun.
Newman berpandangan bahwa pernikahan endogami merupakan sebuah sistem
pernikahan yang membatasi setiap individu untuk dapat memilih pasangannya hanya
berdasarkan satu kelompoknya. Berdasarkan hasil penelitian Erda Wicahya Kirana tentang
Makna Pernikahan Endogami dalam Keluarga Militer, sistem endogami dapat menghilangkan
sisi subjektifitas seseorang sebagai individu yang dapat mengambil keputusan sendiri, sehingga
dapat menolak dan menerima secara langsung. Dalam teori Jean Paul Sartre tentang eksistensial
manusia sebagai makhluk hidup, ia menjelaskan bahwa manusia hidup untuk mencari kebebasan.
Kebebasan tersebut meliputi kebebasan memilih, mengatur dan memberikan makna pada
keadaan hidupnya. Berdasarkan pandangan Newman dan hasil penelitian Erda Wicahya Kirani
jika dikaitkan terhadap teori Sartre, maka dapat disimpulkan bahwa manusia sebagai individu
memiliki kebebasannya sendiri untuk memilih dan mengatur dalam hal ini mencari pasangan
hidupnya.
Penelitian tentang pernikahan endogami telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya. Efri Yenti telah melakukan penelitian dalam skripsinya yang berjudul Perkawinan
Endogami dalam Masyarakat Batak Mandailing di Kejorongan Kasik Putih Kecamatan Sungai
Aur Kabupaten Pasaman Barat. Penelitian yang dilakukan oleh Efri Yenti dengan yang akan
penulis teliti berbeda dalam hal tataran pernikahan endogami itu sendiri. Penelitian sebelumnya
membahas tentang pernikahan endogami pada tataran marga, sedangkan penelitian yang akan
penulis lakukan ialah pernikahan endogami pada tataran suku.
Buku
Adams, Jay E. (1984). Masalah-Masalah Dalam Rumah Tangga Kristen. Jakarta: Bpk Gunung
Mulia.
Fathoni, Abdurrahmat. (2011). Metode Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta : Rineka
Cipta.
Gunawan, Imam . (2016). Metode Penelitian Kualitatif Teori & Praktik . Jakarta: Bumi Aksara.
Jehani, Libertu. (2008). Perkawinan, Apa Resiko Hukumnya? Jakarta: Forum Sahabat.
Napitu, Ulung. (2021). Eksistensi Punguan (Asosiasi Marga) Dalam Pelestarian Sistem
Kekerabatan . Bandung : Yayasan Kita Menulis.
Nystrom, Gertrude. (1976). Christian Romance and Marriage, Diterjemahan oleh Sardjono.
Chichago : Moddy Press.
Sari, Endang. (1993). Audience Research Pengantar Studi Penelitian Terhadap Pembaca,
Pendengar, dan Pemirsa. Yogyakarta : Andi Offset.
Supriatna, Nana, dkk. (2006). Ilmu Pengetahuan Sosial "Geografi, Sejarah, Sosiologi, Ekonomi".
Bandung : Grafindo Media Pratama.
Jurnal
Baskara, I Gede Bagus Indra, dkk. (2021, Mei). Eksistensi Perkawinan Endogami di Desa Adat
Tenganan Pegringsingan Karangasem. Jurnal Kontruksi Hukum,vol. 2, No. 2. 379.
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jukonhum/article/view/3259/2366 ,
diakses 01 Oktober 2021.
Heryana, Ade. Informan dan Pemilihan Informan dalam Penelitian Kualitatif, (Prodi
Jayusman, Iyus & Oka A. K. Shavab, Studi Deskriptif Kuantitatif Tentang Aktivitas
Manik, Helga Septiani. (2011). Makna dan Fungsi Sinomat dalam Adat Perkawinan Suku
Bangsa Batak Toba di Perantauan Surabaya. Jurnal BioKultur, Vol 2, No. 2. (Alumni
Antropologi FISIP Unair).
https://journal.unair.ac.id/downloadfullpapers02%20Helga%TRADISI%20SINAMOT
%20DALAM%20ADAT%20PERKAWINAN%20SUKU%20BATAK%20TOBA%20DI
%20PERANTAUAN%20Rev.pdf diakses 01 Oktober 2021.
Yunus, M. Firdaus (2011, Desember ). Kebebasan dalam Filsafat Eksistensialisme Jean Paul
Sartre. Junal Al Ulum, Vol 11, No 2. .
https://media.neliti.com/media/publications/184339-none-b21bf6c8.pdf Diakes 01
Oktober 2021
Tesis
Kirana, Erda Wicahya. Skripsi: Makna Pernikahan Endogami pada Keluarga Militer (Studi pada
Anak Rumdis TNI-AL Pulungan Kab. Sidoarjo, (Universitas Airlangga).
http://repository.unair.ac.id/84446/5/JURNAL_Fis.S.29%2019%20Kir%20m.pdf
Sianturi, Rose Diana Rahel (0930218) (2014) Studi Deskriptif Mengenai Atribusi Pernikahan
Beda Suku pada Jemaat Bersuku Batak Toba di Gereja Huria Kristen Batak Protestan
(HKBP) Kota Bandung (Suatu Penelitian Yang Dilakukan pada Empat Gereja Huria Kristen
Batak Protestan (HKBP) di Kota Bandung). Undergraduate thesis, Universitas Kristen
Maranatha.
http://repository.maranatha.edu/14993/3/0930218_Chapter1.pdf
Veronica, Juwita. Skripsi: Negosiasi Identitas Dalam Pernikahan Tanpa Marga Pada
Pasangan Campuran (Suku Batak dan Suku Lainnya), Universitas Diponogoro, Hlm 4.
https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/interaksionline/article/download/19112/18148
Link
https://www.bps.go.id/news/2015/11/18/127/mengulik-data-suku-di-indonesia.html diakses
pada 01 Oktober 2021
Wawancara
Pdt. Patuan Simatupang M.Th. 2021.”data-data pernikahan jemaat HKBP Semarang Barat”.
Hasil Wawancara Pribadi: 24 Agustus 2021, Semarang Barat.