Anda di halaman 1dari 10

Makalah Antropologi Tentang Sistem Perkawinan dan Keluarga

Dosen Pengampu:

Alaika M. Bagus Kurnia P.S, S.Pd.I, M.Pd

Disusun Oleh Kelompok Lima :

Adistya Firman Aurika (181131003)


Anita Septyani (181131008)
Prima Widya Ciptaningrum (181131029)
Venus Aryo Mukti (181131036)

Prodi S1 Ilmu Gizi


Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Surabaya
Tahun Ajaran 2018/2019

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat, inayah, taufik, dan
ilhamnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan,
petunjuk maupun pedoman bagi pembaca. Makalah ini disusun dalam rangka untuk
menyelesaikan tugas dari dosen kami bapak Alaika M. Bagus Kurnia P.S, S.Pd.I M.Pd selaku
dosen pengampu mata kuliah Pengantar Antropologi.

Makalah ini membahas mengenai sistem perkawinan dan keluarga yang meliputi
pengertian perkawinan, bentuk perkawinan, syarat-syarat perkawinan berdasarkan agama di
Indonesia, adat menetap setelah perkawinan, arti dan tipe keluarga serta perceraian yang
bertujuan untuk memahami bagaimana pengertian perkawinan, bentuk perkawinan, syarat-syarat
perkawinan berdasaarkan agama di Indonesia, adat menetap setelah perkawinan, arti dan tipe keluarga
serta perceraian.

Harapan kami makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para
pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik. Kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan yang
disebabkan keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman kami. Namun demikian
kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang baik. Kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pengetahuan bagi kami sendiri maupun
bagi pihak yang memerlukan.

Surabaya, 08 April 2019

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Menurut Undang- Undang pasal 1 nomor 1 tahun 1974 Tentang Perkawinan, yaitu
“Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai
suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan ke Tuhanan Yang Maha Esa”. Perkawinan merupakan peristiwa penting
dalam kehidupan. Dengan perkawinan, seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup
baik secara biologis, psikologis maupun secara sosial. Batasan usia pernikahan ideal pada
perempuan yaitu 21-25 tahun dan pada laki-laki 25-28 tahun. Pada usia tersebut organ
reproduksi perempuan secara fisiologis sudah berkembang secara baik dan kuat serta siap
melahirkan keturunan secara fisik sudah mulai matang. Sementara pada laki-laki yang
berusia 25-28 tahun kondisi psikis dan fisiknya sangat kuat, sehingga mampu menopang
kehidupan keluarga untuk melindungi baik secara psikis emosional, ekonomi, dan sosial
(Irianto, 2015).

Dalam bahasa yang lain K. Wantjik Saleh mengatakan perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri. Tujuan dari
perkawinan adalah membentuk sebuah keluarga yang bahagia dan kekal, suami dan istri
saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan
kepribadiannya, membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil. Ada
berbagai macam bentuk perkawinan dalam masyarakat, yaitu perkawinan monogami,
poligami, poliandri,dan perkawinan kelompok (group marriage). Dari keempat bentuk
perkawinan ini, perkawinan monogami dianggap paling ideal dan sesuai untuk dilakukan.

Di Indonesia merupakan negara multi kultural, yang dapat mempengaruhi suatu


perkawinan yang ditinjau baik dari segi agama maupun budaya (adat-istiadat). Dalam
setiap agama pasti memiliki syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi demi sah nya dan
kelancaran proses perkawinan. Yang syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi oleh pasangan
atau calon suami istri karena perkawinan merupakan hal yang sakral dan dipertanggung
jawabkan di hadapan Tuhan Yang Maha Esa. Selain itu setiap kelompok sosial mengenal
seperangkat aturan mengenai perkawinan, ada ketentuan tertentu salah satunya yaitu
mengenai tempat menetap setelah perkawinan, yang dipengaruhi oleh sekelompok social
yang masih menganut suatu adat. Mengenai hal ini dikenal pola yang berbeda-beda yang
memiliki aturan sesuai dengan pola-pola tersebut.

Berdasarkan tujuan perkawinan menurut pendapat K. Wantjik Saleh, yaitu untuk


membentuk sebuah keluarga. Menurut Mattessich dan Hill (Zeitlin 1995), keluarga
merupakan suatu kelompok yang berhubungan kekerabatan, tempat tinggal, atau
hubungan emosional yang sangat dekat yang memperlihatkan empat hal (yaitu
interdepensi intim, memelihara batas-batas yang terseleksi, mampu untuk beradaptasi
dengan perubahan dan memelihara identitas sepanjang waktu, dan melakukan tugas-tugas
keluarga). Definisi lain menurut Settels (Sussman dan Steinmetz 1987), keluarga juga
diartikan sebagai suatu abstraksi dari ideologi yang memiliki citra romantis, suatu proses,
sebagai satuan perlakukan intervensi, sebagai suatu jaringan dan tujuan/peristirahatan
akhir. Lebih jauh, Frederick Engels dalam bukunya The Origin of the Family, Private
Property, and the State, yang mewakili pandangan radikal menjabarkan keluarga
mempunyai hubungan antara struktur sosial-ekonomi masyarakat dengan bentuk dan isi
dari keluarga yang didasarkan pada sistem patriarkhi (Ihromi 1999).

Namun disisi lain keluarga sering kali menjadi sumber konflik bagi sejumlah
orang. Suasana keluarga yang tidak harmonis sering mendorong terjadinya konflik antara
suami istri. Dan akhirnya akan berujung menjadi sebuah perceraian sebagai keputusan
akhir apabila konflik tersebut tidak bisa ditemukan titik terangnya. Perceraian merupakan
salah satu sebab dari putusnya perkawinan. Suatu perkawinan d apat putus dan berakhir
oleh beberapa hal, yaitu terjadinya talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap isterinya,
atau karena terjadinya perceraian antara keduanya, kematian salah satu pihak, dan atas
putusan hakim (Titik Triwulan Tutik, 2010:133).

Dari uraian diatas membuat penulis tertarik untuk mengkaji persoalan tentang
Sistem Perkawinan dan Keluarga.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana pengertian dari perkawinan?

1.2.2 Bagaimana bentuk-bentuk perkawinan?

1.2.3 Bagaimana syarat-syarat perkawinan berdasarkan agama di Indonesia?

1.2.4 Bagaimana adat menetap setelah perkawinan?

1.2.5 Bagaimana arti dan tipe keluarga?

1.2.6 Bagaimana yang dimaksud tentang perceraian?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mendiskripsikan pendapat para ahli tentang perkawinan.

1.3.2 Mendeskripsikan tentang bentuk-bentuk perkawinan.

1.3.3 Mendeskripsikan tentang syarat-syarat perkawinan berdasarkan agama di Indonesia

1.3.4 Mendeskripsikan tentang adat menetap setelah perkawinan.


1.3.5 Mendeskripsikan tentang arti dan tipe keluarga.

1.3.6 Mendeskripsikan tentang perceraian.

BAB II

PEMBAHASAN
2.1.1 Pengertian Perkawinan

Salah satu masa peralihan terpenting dalam kehidupan manusia adalah masa
peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa dan berkeluarga yang ditandai dengan
perkawinan. Nikah (kawin) menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut arti
majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah aqad (perjanjian) yang menjadikan halal
hubungan seksual sebagai suami istri antara seorangpria dengan seorang wanita.

Secara etimologis perkawinan dalam bahasa Arab berarti nikah atau zawaj Kedua
kata ini yang terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam
Al-Qur’an dan hadits Nabi. Al-Nikah mempunyai arti Al-Wath’i, Al-Dhommu, Al-
Tadakhul, al-Jam’u atau ibarat ‘an al-wath wa al-aqd yang berarti bersetubuh, hubungan
badan, berkumpul,jima; dan akad. Secara terminologis perkawinan yaitu akad yang
membolehkan terjadinya istimta’ (persetubuhan) dengan seorang wanita, selama seorang
wanita tersebut bukan dengan wanita yang diharamkan baik dengan sebabketurunan atau
sebab susuan.

Menurut Abd al Rahman Al Jaziri dalam KH. Husein Muhammad, perkawinan


atau nikah adalah akad yang memberikan hak (keabsahan) kepada laki-laki untuk
memanfaatkan tubuh perempuan demi kenikmatan seksualnya. Perkawinan juga dapat
dimaknai sebagai bagian dari siklus dan ritus kehidupan manusia yang dimulai dari
kelahiran, masa anak-anak, masa remaja, masa dewasa, masa lanjut usia dan meninggal.

Perkawinan merupakan fase yang banyak memperoleh perhatian antropolog.


Perkawinan sebagai unsur budaya yang universal ditemukan diseluruh kehidupan social.
Dipandang dari sudut kebudayaan, perkawinan merupakan pengatur kelakuan manusia
manusia yang bersangkut paut dengan kehidupan seksnya, ialah kelakuan-kelakuan seks,
terutama persetubuhan (Koentjaraningrat, 1992: 93). Dalam pengertian yang lain,
perkawinan merupakan suatu transaksi dan kontrak yang sah dan resmi antara seorang
wanita dengan seorang pria yang mengukuhkan hak mereka yang tetap untuk
berhubungan seks satu sama lain, serta menegaskan bahwa si wanita yang bersangkutan
sudah memenuhi syarat untuk melahirkan (William A. Haviland,1985:77).

Menurut pengertian perkawinan tersebut, menunjukkan bahwa perkawinan


merupakan bentuk kontrak social antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama.
Kontrak social tersebut berimplikasi pada dengan siapa individu boleh melakukan
hubungan seks. Atau dengan kata lain perkawinan melegalkan hubungan biologis antara
laki-laki dan perempuan.
2.1.2 Bentuk-Bentuk Perkawinan

Sebagai proses social, perkawinan pada masyarakat yang satu dengan yang
lainnya tentulah berbeda-beda. Pada masyarakat tertentu ada yang melarang perkawinan
dengan pasangan dari daerah/marga/suku yang sama. Pada masyarakat lainnya justru
mengharuskan. Ada masyarakat yang melarang perkawinan dengan lebih dari satu
pasangan. Masyarakat lainnya justru membolehkan perkawinan dengan pasangan yang
lebih dari satu orang. Pada akhirnya terdapat pembatasan-pembatasan dalam hal
perkawinan. Pembatasan bisa meliputi aspek asal pasangan, jumlah pasangan,pasangan
untuk perkawinan yang kesekian kali. Berikut beberapa bentuk perkawina yang dapat
dijumpai dimasyarakat diantaranya:

a. Endogami, ialah perkawinan yang harus dilakukan dengan memilih pasangan


hidupnya yang berasal dari desa/marga/kasta/keluarganya sendiri.

b. Eksogami, adalah suatu perkawinan antara etnis, klan, suku, kekerabatan


dalam lingkungan yang berbeda. Eksogami dapat dibagi menjadi dua macam,
yakni :

 Eksogami connobium asymetris terjadi bila dua atau lebih


lingkungan bertindak sebagai pemberi atau penerima gadis seperti
pada perkawinan suku batak dan ambon.

 Eksogami connobium symetris apabila pada dua atau lebih


lingkungan saling tukar-menukar jodoh bagi para pemuda.

Eksogami melingkupi heterogami dan homogami. Heterogami adalah


perkawinan antar kelm as sosial yang berbeda seperti misalnya anak
bangsawan menikah dengan anak petani. Homogami adalah perkawinan
antara kelas golongan sosial yang sama seperti contoh pada anak saudagar /
pedangang yang kawin dengan anak saudagar / pedagang.

c. Monogami adalah suatu bentuk perkawinan / pernikahan di mana si suami


tidak menikah dengan perempuan lain dan si isteri tidak menikah dengan
lelaki lain. Jadi singkatnya monogami merupakan nikah antara seorang laki
dengan seorang wanita tanpa ada ikatan penikahan lain.

d. Poligami adalah bentuk perkawinan di mana seorang pria menikahi beberapa


wanita atau seorang perempuan menikah dengan beberapa laki-laki.

e. Poligini adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan beberapa orang


istri. Perkawinan semacam ini seringkali menimbulkan perselisihan diantara
para istri. Untuk meminimalisir perselisihan antar istri, perkawinan bisa
dilakukan dengan poligini sororat. Disebut poligini sororat jika istrinya kakak
beradik kandung dan disebut non-sororat jika para istri bukan kakak adik.

f. Poliandri adalah seorang perempuan memiliki banyak suami. Terdapat


poliandri fraternal yaitu jika si suami beradik kakak dan disebut non-fraternal
bila suami-suami tidak ada hubungan kakak adik kandung.

Selain itu juga terdapat bentuk perkawinan lainnya, seperti berikut ini:

 Perkawinan kelompok (group marriage) yaitu perkawinan yang dilakukan


oleh beberapa laki-laki dengan beberapa perempuan yang dapat
melakukan hubungan seks satu-satu.

 Perkawinan berturut (serial marriage) yaitu bentuk perkawinan dimana


seorang laki-laki atau perempuan kawin atau hidup bersama dengan
sejumlah orang secara berturut-turut.

 Perkawinan sejenis (homoseksual) yaitu perkawinan yang dilakukan oleh


dua orang yang memiliki jenis kelamin sama . seperti perkwinan gay, dan
perkawinan lesbi.

2.1.3 Syarat-Syarat Perkawinan berdasarkan Agama di Indonesia

2.1.4 Adat Menetap Setelah Perkawinan

2.1.5 Arti dan Tipe Keluarga

2.1.6 Pengertian Perceraian

BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

3.2 SARAN

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai