1. Mengapa dalam kekuasaan politik harus ada kewenangan, apa saja tipe
kewenagan dalam kekuasaan tersebut. Uraikan dengan singkat.
4. Bagaimana pandangan Anda terhadap perilaku elit politik Indonesia saat ini?
Kemudian, kaitkan partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum per lima
tahun di Indonesia.
5. Apakah nilai-nilai politik dibutuhkan elit politik dan masyarakat kita saat ini.
Berikan pandangan Anda, berikut contoh-contohnya.
SELAMAT MENGERJAKAN
LEMBAR JAWABAN
NIM : 200208191
Kelas :D
1. Kekuasaan = Wewenang
adalah sistem lapisan kekuasaan dengan garis pemisah yang tegas dan kaku.
Tipe semacam ini biasanya dijumpai pada masyarakat berkasta, dimana hampir
hampir tak terjadi gerak sosial vertikal.
masih mempunyai garis pemisah yang tegas. Akan tetapi, dasar pembedaan
kelas – kelas sosial ditentukan oleh kebudayaan masyarakat, terutama pada
kesempatan yang diberikan kepada para warga untuk memperoleh kekuasaan –
kekuasaan tertentu. Bedanya dengan tipe pertama adalah walaupun kedudukan
para warga pada tipe kedua masih didasarkan pada kelahiran ascribed status,
individu masih diberi kesempatan untuk naik lapisan.
menunjukkan kenyataan akan adanya garis pemisah antara lapisan yang sifatnya
mobil sekali. Kelahiran seseorang tidak menentukan seseorang, yang terpenting
adalah kemampuan dan kadang – kadang juga faktor keberuntungan.
2. Kewenangan adalah kekuasaan yang mendapatkan keabsahan atau legitimasi, dan juga
hak moral untuk membuat dan melaksanakan keputusan politik, sedangkan Legitimasi
adalah Pengakuan dan penerimaan masyarakat kepada pemimpin untuk memerintah,
membuat dan melaksanakan keputusan politik.
Menurut Plato
Plato adalah pemikir yang pertama berbicara mengenai negara ideal. Dia
bermaksud membangun suatu masyarakat dimana orang banyak menyumbang
kepada kemakmuran komunitas tanpa adanya kekuasaan kolektif yang merusak.
Dalam model distribusi kekuasaan antara penguasa dan yang dikuasai, Plato
mengandaikan bahwa para penguasa memperoleh hak memakai kekuasaan
untuk mencapai kebaikan publik dari kecerdasan mereka
Oleh sebab itu, dengan merujuk pada sistem monarki yang lazim pada waktu itu,
Plato merumuskan bahwa pemerintahan akan adil jika raja yang berkuasa
adalah seorang yang bijaksana. Kebijaksanaan kebanyakan dimiliki oleh seorang
filsuf. Maka konsepsi tentang “filsuf raja” atau “raja filsuf” banyak disebut
sebagai inti dari teori Plato mengenai kekuasaan negara.selain itu Plato
mengatakan bahwa kebaikan publik akan tercapai jika setiap potensi individu
terpenuhi.
Masalah keadilan diterjemahkan oleh pemikir ini ke dalam dua bentuk, yaitu
pertama, keadilan yang timbul dari transaksi- transaksi seperti pembelian
penjualan yang sesuai dengan asas-asas distribusi pasar, dan kedua,
menyangkut pangkat bahwa keadilan yang wajar terjadi bila seorang penguasa
atau pemimpin memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya
berdasarkan pangkat. Kemudian Thomas Aquinas membahas tentang hukum
melalui pembedaan jenis-jenis hukum menjadi tiga, yaitu:
Hukum ini dijadikan dasar dari semua tuntutan moral. Tampak dia
bukan hanya membuat pembahasan yang berkaitan dengan etika religius
tanpa menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang mengapa Tuhan
menghendaki keadilan. Menurut Aquinas, Tuhan menghendaki agar
manusia hidup sesuai kodratnya. Itu berarti bahwa manusia hidup
sedemikian rupa sehingga ia dapat berkembang, membangun dan
menentukan identitasnya, serta mencapai kebahagiaan.
Dasar dari ajaran Hobbes adalah tinjauan psikologi terhadap motivasi tindakan
manusia. Dia menemukan bahwa manusia selalu memiliki harapan dan
keinginan yang terkadang licik dan emosional. Semua itu akan berpengaruh
apabila seorang manusia menggenggam kekuasaan. Hobbes mengaitkan
masalah tersebut dengan legitimasi kekuasaan politik.
Oleh karena itu, negara harus berkuasa jika tidak ingin keropos karena
banyaknya anarki. Hobbes adalah orang pertama yang menyatakan paham
positivisme hukum, bagi dia hukum di atas segala-galanya. Namun Hobbes lupa
bahwa tindakan manusia tidak hanya ditentukan oleh emosi, karena manusia
dikaruniai akal budi. Dan pendirian suatu negara juga bukan hanya atas
pertimbangan emosional tapi juga pemikiran rasional. Kesimpulan dari Hobbes
bahwa pembatasan konflik dilakukan melalui saran hukum,
Sudah diuraikan diatas mengenai persyaratan kepemimpinan yang harus dimiliki oleh
aparatur negara. Selain itu perlu juga adanya pemahaman secara dalam mengenai nilai-
nilai dari pancasila yang merupakan asas negara Indonesia. Untuk memahami hal
tersebut marilah kita renungkan pemikiran Dr. Ruslan Abdulgani mengenai moral
Pancasila dalam kaitannya dengan kepemimpinan nasional antara lain sebgai berikut:
Nilai-nilai tersebut harus dihayati, yaitu diresapi dan diendapkan dalam hati dan kalbu,
sehingga memunculkan sikap dan tingkah laku yang utama/terpuji dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk kemudian diterapkan/diamalkan dengankesungguhan hati dalam
kehidupan bermasyarakat, karena orang menyadari sedalam-dalamnya Pancsila sebagai
pandangan hidup bangsa dan sumber kejiwaan masyarakat, (sekaligus menjadi dasar
negara Republik Indonesia) untuk hidup rukun-damai bersama-sama.
Pancasila dan UUD 1945 menjamin kemerdekaan setiap penduduk utuk memeluk
agama masing-masingdang beribat meurut agama dan kepercayaannya. Kebebasn
beragama adalah salah satu hak paling asasi di antara hak-hak asasi manusia, karena
kebebasan itu langsung bersumber pada martabat manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan. Kebebasan beragam itu bukan pemberian negara, dan bukan pemberian
golongan, akan tetapi merupakan anugerah Ilahi.
Dalam teknik ini terdapat dua sub teknik yaitu teknik penerangan dan teknik
propaganda. Teknik penerangan dimaksud kan untuk memberi keterangan yang
jelas dan faktual kepada orang-orang sehingga mereka dapat memiliki
pengertian yang jelas dan mendalam mengenai sesuatu hal yang
menyebabkankan timbulnya kemauan untuk mengikuti pemimpin sesuai
dengan rasa hati dan akalnya. Hal ini berbeda dengan teknik propaganda yang
berusaha memaksakan kehendak atau keinginan pemimpin, bahkan kadang-
kadang bagi pengiktu tidak ada pilihan lain, dengan mengenakan ancaman-
ancaman hukuman.
Teknik menjadi teladan sangat cocok bagi masyarakat Indonesia dewasa ini
yang masih berorientasi ke atas. Dengan memberi contoh-contoh, orang-orang
yang harus digerakan itu lalu mengikuti apa yang dilihat. Hakekatnya dari
pemberian contoh ini diwujudkan dalm dua aspek, yaitu aspek negatif dalam
bentuk larangan-larangan atau pantangan-pantangan, dan aspek posotif dalam
bentuk anjuran-anjuran atau keharusan-keharusan berbuat. Dalam rangka
pemberian teladan maka si pemimpin harus dapat membatasi dan menguasai
diri, khususnya tidak menyimpang atau melanggar larangan-larangan dan
sebaliknya selalu mematuhi anjuran-anjuran. Dengan demikian orang-orang lalu
bersedia mengikuti pemimpin.
Teknik pemberian perintah, yaitu menyuruh orang yang diberi perintah untuk
mematuhi yang memberi perintah melakukan sesuatu. Di belakang perintah
terdapat kekuasaan. Kekuasaan adalah wewenang dari yang memerintah
ditambah dengan kemampuan memaksakan perintah. oleh karena itu sering kali
perintah ini diperluas dengan persuasi, jadi sifatnya campuran.
Teknik penggunaan sistem komunikasi yang cocok
Komunikasi berarti menyampaikan suatu mkasud kepada pihak lain, baik dalam
rangka penerangan, persuasu, perintah dan sebgainya. Dalam negara demokrasi
seperti negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, komunikasi bersifat dua
arah, yaitu Top-Down (dari atas ke bawah), berisi perintah-perintah dan
informasi-informasi, dari bawah ke atas (Bottom-Up) berisi laporan-laporan dan
saran-saran. Lain daripada itu tentunya masih ada juga komunikasike samping.
Sistem komunikasi yang cocok disesuaikan dengan faktor-faktor, seperti;
keadaan penerima, alat komunikasi, dan sebagainya. Akhirnya dalam hal
komuniksi ini perlu juga dibangun saluran-saluran komuniksai yang jelas dan
biasanya mengikuti struktur organisasi.
Kesimpulan:
Dalam kepemimpinan banyak teknik yang dapat dikembangkan, tetapi sesuai dengan
tingkat perkembangan masyarakat kita dewasa ini, yang masih berorientasi ke atas,
maka teknik kepemimpinan dengan pemberian suri tauladan merupakan teknik yang
sangat cocok. Lain daripada itu perlu juga dikembangkan gaya kepemimpinan motivasi
yang positifdengan memberikan penghargaan kepada yang berhasil, bersamaan
dengan gaya partisipasif atau gaya demokratis dengan memberikan kesempatan kepada
anak buah untuk berprakarsa dan berparisipasi dalam pengambilan keputusan,
dan gaya pengawasan yang berorientasi kpeada fakror-faktor manusia sejalan dengan
sila kemanusiaan yang adil dan beradab dari Pancasila.
4. Bila melihat sejarah kepemiluan, lembaga pemantau masih diyakini memiliki sumber
daya perjuangan yang tulus dan ikhlas. Mereka berjuang menemani pertumbuhkan
kualitas politik dan demokrasi. Pemantau menjadi pengingat yang selalu perhatian
kepada penyelenggara pemilu. Kritik membangun berdasar pada teori, fakta, dan data
lapangan menginspirasi regulasi dan kadang membantu kerja-kerja demokrasi dan
kepemiluan. Kepentingan pencegahan dan pengawalan demokrasi membutuhkan kerja-
kerja sosial para pemantau.
Proses kritis yang obyektif dan penghimpunan data lapangan, yang terkadang tidak
terjangkau oleh pengawas lapangan dan Bawaslu, adalah nilai lebih dari para aktivis
pemantauan pemilu. Partisipasi masyarakat pada momen pemilu tidak hanya dilihat
dari tingginya angka pemilih yang hadir menggunakan hak suara di tempat pemungutan
suara. Namun, diukur dari tingkat kesadaran masyarakat serta keterlibatan aktif dalam
seluruh tahapan penyelenggaraan pemilu.
Oleh karena itu, partisipasi politik masyarakat, baik dalam bentuk formal maupun
ekstra formal dalam ikut serta mengawasi atau memantau jalannya penyelenggaraan
pemilu, jangan dipandang sebelah mata. Karena, eksistensinya dapat mencegah
tindakan-tindakan kontrademokrasi yang dapat mengoyak dan mendegradasi loyalitas
rakyat terhadap sistem demokrasi di Indonesia.
5. Nilai-nilai politik sangat dibutuhkan elit politik dan masyarakat kita saat ini, bertujuan
untuk tidak memprovokasi dan membuat kegaduhan karena sangat dibutuhkan
kebersamaan