Anda di halaman 1dari 5

OBJEK FILSAFAT ADMINISTRASI

1. OBJEK MATERIA

Objek materia filsafat administrasi adalah manusia dalam suatu kerja sama. Bagi
filsafat adiminstrasi, kerja sama manusia yang berlangsung didasarkan pada pertimbangan
rasio dalam rangka pencapaian tujuan secara bersama. Dalam rangka kerja sama itulah
manusia dalam hubungan dengan manusia dilakukan pengkajian secara filsafat.

2. OBJEK FORMA

Objek forma administrasi adalah keteraturan, pengaturan, atau dalam lingkup yang
luas yaitu administration (inggris) atau beheren atau bestuur (Belanda) yang berarti
“pemerintah, pemerintahan” yang kesemuanya sebagai hasil dari pendekatan yang digunakan.
Artinya dengan pendekatan yang digunakan, akan memberi batas terhadap apa yang menjadi
objek materia dari filsafat yang dikaji. Pendekatan atau yang menjadi pembatas inilah yang
menempatkan perbedaan suatu kajian filsafat tertentu dengan filasafat lainnya.

Keteraturan, pengaturan, kepemerintahan sebagai objek forma filsafat administrasi


secara substansial atau secara esensial akan tampak pada hubungan pengatur dengan pihak
yang diatur, baik itu dalam konteks internal kerja sama yang berlangsung maupun secara
eksternal antara individu sebagai manusia subjek administrasi dengan individu dalam yang
lebih luas, apakah dalam realitas kehidupan kelompok kecil hingga pada kehidupan
masyarakat, bahkan negara sekalipun sebagai objek yang harus dilayani, diayomi dan
diberdayakan oleh para subjek administrasi.

Dalam artian yang luas esensi keteraturan dalam administrasi akan tampak pada
hubungan pemerintahan yang berlangsung secara fungsional yang diciptakan oleh para subjek
administrasi sebagai pemerintah dengan para subjek yang diatur sebagai pihak-pihak yang
diperintah.

3. PARADIGMA ONTOLOGI ADMINISTRASI

Kalau perkembangan administrasi diamati dari waktu ke waktu melalui metodologi


ilmu, objek materia filsafat administrasi dalam objek formanya akan terlihat berlainan.
Pengamatan demikian melahirkan pendekatan paradigmatic, yaitu pendekatan yang melihat
dan mengkaji focus dan lokus dari hal yang akan dikaji. Focus bisa saja sama, tetapi lokuslah
yang membedakan satu disiplin dengan disiplin lainnya.
Pada awalnya, administrasi dilihat sebagai administrasi bukan sebagai ilmu, bukan
juga sebagai suatu disiplin yang memiliki objek, pendekatan, dan terminologi. Pada saat itu,
administrasi dipandang tidak lain sebagai seni pengaturan. Hal ini berlangsung lama sejak
165 tahun sebelum masehi.

Lahirnya teori dichotomy yang diepernalkan dan dikembangkan oleh Wilson,


Goodnow bahwa apa yang menjadi keteraturan yang diaktualisasikan dalam kegiatan-
kegiatan kerja sama yang disebut dengan administrasi (tatkala administrasi telah memperoleh
kedudukan sebagai ilmu), secara ontologis melahirkan paradigma awal dari ilmu administrasi
dengan melakukan pengaturan bahwa kegiatan-kegiatan harus dilihat sebagai kegiatan politik
(ini berarti berkaitan dengan kekuasaan influencing) dimana secara dikotomi, kegiatan itu
harus dipahami dalam perspektif: politik sebagai etik dan politik sebagai Teknik; politik dan
administrasi. Dalam kerangka inilah, administrasi sebagai ilmu adalah merupakan cabang
dari ilmu politik, dan malah dipandang sebagai bagian dari ilmu politik. Politik sebagai etik
suatu proses yang berkenaan dengan perumusan tujuan, sedangakan politik sebagai Teknik
adalah suatu proses administrasi berkenaan dengan pelaksanaan. Oleh karena itu, dalam
pemikiran dikotomi berkembanglah pemikiran pemisahan politik dan administrasi.

Ilmu administrasi yang diawali dengan paradigma dikotomi dalam perkembangan


selanjutnya melahirkan paradigma baru, yaitu structural formal atau structural fungsional
dalam alur pemekaran sosiologis dalam pengkajian bentuk kerja sama sebagaimana
dikembangkan Max Webber, yang pada akhrinya disebut sebagai teori awal dari apa yang
disebut birokrasi.

Menurut Pfiffner dan Presthus, pemikiran terhadap administrasi negara secara


sturuktural-fungsional adalah karena fungsi-fungsinya administrasi negara berada dalam
struktur yang secara formal menempati bidang-bidang tugas dalam hubungan hierarkis yang
dibentuk dalam organisasi. Pemikiran ini menunjukan bahwa ada pengaruh pemikiran
Webber terhadap kegiatan administrasi. Pertanyaan yang juga perlu terjawab oleh paradigma
ini adalah mengapa diperlukan keteraturan dalam kegiatan administrasi. Hal ini secara filsafat
menyangkut hal yang berkaitan aksioologis dari ilmu administrasi (negara) nilai yang
dikehendaki, tidak lain adalah keinginan agar tercapainnya keteraturan yang berlangsung
secara rasional. Tidak sekedar terjadi apa adanya atau berdasarkan hukum alam sebagaimana
dikembangan dalam pemikiran ilmu alamiah, tetapi suatu nilai dalam lokus administrasi.
Itulah yang diterminologikan dengan nilai-nilai efisiensi, rasionalitas dan ekonomis. Pada
konteks inilah, ketiga terminology tersebut menjadi kriteria dari pencapaian tujuan dari kerja
sama manusia dalam suatu keteraturan yang diharapkan. Ketiga kriteria atau terminology
tersebut dapat dikaji dalam Redford, yang membahas sesuatu yang diinginkan dan sesuatu
yang dapat dijalankan dalam administrasi negara.

Perkembangan selanjutnya terjadi perubahan dalam paradigma, yang secara ontology


ilmu administrasi berkembang ke paradigma lanjut, setelah muncul aliran pemikiran yang
mengembangkan prinsip-prinsip administrasi (negara) secara universal, seperti prinsip
pembagian kegiatan, pembagian kerja dan adanya system kerja. Aliran inilah yang disebut
aliran manajemen dalam administrasi (negara). Manajemen disini tidak dimaksudkan bahwa
administrasi lebih luas dari manajemen, tetapi pemikiran, dan memahami administrasi
(negara) sebagai proses manajemen (pemerintahan). Pemikiran ini pula yang melahirkan
tentang fungsi-fungsi manajemen dalam kegiatan administrasi (pemerintahan) seperti fungsi
perencanaan dan fungsi pengawan yang untuk selanjutnya munculah berbagai akronim-
akronim, seperti POSDCORB oleh Gullick dan Waldo, singkatan dari: P (Planning); O
(Organizing); S (Staffing); D (Directing); CO (Coordinating); R (Reporting) dan B
(Budgeting) sebagai akibat dari perkembangan pemikiran dalam paradigm ini.

Pemikiran ini memperkuat paradigma awal (I) yang mengembangkan kegiatan


administrasi ke dalam fungsi utama, yang secara dikotomi terdiri dari fungsi politik dan
fungsi administrasi. Diperkuat pula oleh aliran pemikiran manajemen ilmiah yang
dikembangkan Taylor dan oleh pemikiran Fayol. Dalam tingkatan yang lebih maju
(revolusioner), aliran ini berkembang menjadi administrative management, yaitu melihat
manajemen dari tingkat atas yang harus dibedakan dengan operative management (melihat
manajemen dari tingkat bawah).

Secara aksiologis, aliran ini pun sangat menekankan pada aspek mekanis dari sistem
kerja, dan oleh karena itu sangat memberi arti kecil pada aspek manusia, nilai-nilai
kemanusiaan, hubungan kerja, dan aspek perilaku dalam administrasi (negara). Dengan
perkembangan manajemen administratif, peralatan, dan teknik manajemen, barulah
dimasukkan aspek management dynamic, sehingga dari sinilah berkembang sistem analisis,

seperti Analisis Operation Research, PPBS, dan lain-lain. Inilah awal munculnya
kemandirian administrasi (negara) sebagai studi, secara filsafat (ontologis dan aksiologis)
seperti studi-studi
lainnya, sebagaimana dikemukakan oleh Willougby dan oleh Money. Dan studi keteraturan
sebagai substansi administrasi berada dalam pendekatan fungsi sebagai pendalaman dari
struktural fungsional, pendekatan sistem, pendekatan organisasi dan manajemen, pendekatan
makanistik prosedural (proses) dan pendekatan probabilistik sekalipun.

Melalui pendekatan fungi, keteraturan sebagai esensi dalam kerja sama yang disebut
administrasi tampak dalam hubungan kerja sama yang terbentuk berdasarkan pengelompokan

kegiatan ke dalam berbagai fungi yang masing-masingnya berinteraksi secara fungsional


sebagaimana hubungan fungsi keuangan dengan fungsi pemasaran. Dalam konteks ini fungsi

keuangan secara fungsional akan menerima hasil penjualan barang dan jasa yang dipasarkan,
sebaliknya bagian pemasaran akan selalu memerlukan pembiayaan yang harus disediakan
oleh bagian keuangan, demikian seterusnya. Keteraturan itu akan berlangsung dalam kerja
sama yang disebut organisasi. Jika terjadi disfungsionalisasi oleh salah satu bagian dalam
organisasi, ketidakteraturan yang akan dihadapi oleh organisasi itu.

Melalui pendekatan sistem, keteraturan yang menjadi esensi administrasi tampak pula
dalam keterlibatan seluruh unsur atau subsistem secara teratur dari akibat suatu sistem yang
diperlakukan oleh organisasi. Konkretnya, keteraturan dapat dipahami melalui pengungkapan
suatu contoh sebagai berikut: Ketika suatu perusahaan atau suatu organisasi memperkenalkan
sistem penjualan sesuatu produk, yang tampak adalah kegiatan bagian promosi dan bagian
penjualan. Namun demikian, bagian ini tidak pernah menyatakan bahwa sistem yang
diperkenalkan adalah sistem dari bagian promosi atau penjualan, tetapi selalu yang
dinyatakan bahwa sistem yang diperkenalkan adalah system dari perusahaan atau organisasi
secara utuh dan keseluruhan. Hal ini berarti bahwa seluruh bagian-bagian yang ada dalam
organisasi bertanggung jawab atas sistem yang diperkenalkan. Ini artinya bahwa seluruh dari
sub-subsistem dalam satu kesatuan sistem adalah suatu keteraturan kerja sama administrasi
yang ditampakkan melalui organisasi. Jika terjadi tindakan yang dilakukan oleh salah satu
bagian dengan tidak mengindahkan bagian lain, akan terjadi kerapuhan sistem yang
ditegakkan oleh organisasi. Keangkuhan salah satu bagian misalnya dari bagian lainnya akan
menyebabkan kerja sama dalam satu kesatuan sistem tidak tercipta, sehingga ketidakteraturan
terjadi dalam organisasi. Dalam kondisi demikian, kekacauan sistem akan terus berlangsung.

Melalui pendekatan organisasi dan manajemen, keteraturan sebagai esensi


administrasi dapat dilihat pada perilaku individu dalam organisasi yang membentuk struktur
organisasi dalam mengarahkan proses kegiatan yang akan berlangsung demi pencapaian
tujuan secara bersama. Dan ketika proses itu memperlihatkan hasil karyanya, keteraturan
akan tampak pada kegiatan-kegiatan manajemen melalui kegiatan perencanaan, pelaksanaan
sampai pada kegiatan pengawasan. Jika terjadi penyimpangan perilaku individu dalam
organisasi, akan mengganggu bekerjanya organisasi sesuai struktur yang dibentuk yang pada
akhirnya proses organisasi akan berlangsung tidak seba-gaimana mestinya. Kalau ini terjadi,
hasil karya organisasi yang berlangsung dalam keteraturan kegiatan manajemen tidak akan
mencapai hasil sebagaimana yang diharapkan, karena telah terjadi ketidakteraturan fungsi
kegiatan.

Melalui pendekatan mekanistik prosedural, keteraturan sebagai esensi administrasi


pun akan tampak pada alur kegiatan yang diciptakan secara mekanistik, dalam arti dibentuk
ber- dasarkan pertimbangan rasio guna mencapai tingkat efisiensi dan efektivitas kegiatan
yang diharapkan. Jika terjadi kegiatan di luar alur yang ditetapkan, akan terjadi benturan
kegiatan yang pada intinya mengakibatkan ketidakteraturan yang diharapkan.

Melalui pendekatan probabilistik, keteraturan pun akan selalu ada walaupun dalam
pendekatan ini tidak didasarkan pada determinan salah aspek terhadap aspek lainnya dalam
organisasi Probabilistik sebagai pendekatan sans baru, yang dalam konteks filsafat sebagai
filsafat yang mutakhir, terhadap organisasi bekerja atas dasar pola, struktur dan proses di
mana struktur dapat saja berubah setiap saat jika pola menghendakinya, sehingga proses akan
menghasilkan sesuatu yang diharapkan.

Perubahan struktur atau yang disebut dengan struktur disipatif pada hakikatnya adalah
tetap berada dalam lokus keteraturan sebagaimana sensi dari administrasi. la akan berubah
dan perubahannya sesuai tuntutan pola. Tapa pola, kendatipun struktur yang berlangsung
dalam suatu organisasi akan tetap bekerja dengan proses yang dikehendaki oleh struktur
organisasi itu sendiri. Jika terjadi perubahan struktur tapa kehendak pola, hasilnya tidak akan
sesuai dengan apa yang dinginkan, dan ini akan berarti terjadi suatu ketidakteraturan.

Demikian secara singkat dan jelas apa yang menjadi objek filsafat administrasi,
khususnya dalam objek forma yang mengetengahkan "keteraturan" sebagai esensi
administrasi dalam berbagai konteksnya, seperti administrasi dalam konteks negara dan
pemerintahan.

Anda mungkin juga menyukai