Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Administrasi merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan sosial. Administrasi
sebagai ilmu pengetahuan berada dalam pemikiran manusia ilmuwan senantiasa
dihadapkan pada berbagai bantahan dan wajib memberikan penjelasan tentang nilai
kebenaran, sesuai dengan prinsip-prinsip umum empiris. Sebenarnya focus utama dari
ilmu administrasi adalah persoalan tentang manusia, terutama yang berkaitan dengan
pengaturan dan keteraturan dalam rangka peningkatan kebahagiaan dan kesejahteraan
manusia itu sendiri.
Kata paradigma dilontarkan pertama kalinya oleh Thomas S. Kuhn yang kemudian
berkembang dalam seluruh aspek kehidupan manusia, baik dalam organisasi formal
dalam artian organisasi pemerintah secara resmi maupun organisasi informal. Paradigma
adalah suatu pndangan yang disepakati dari seluruh anggota organisasi, jika
paradigmanya organisasi dan jika paradigmanya negara maka semua pandang yang telah
disepakati seluruh warga negara yang bersangkutan dan sebagainya.
Paradigma administrasi merupakan suatu teori dasar atau ontologi administrasi dengan
cara pandang yang relatif fundamental dari nilai-nilai kebenaran, konsep, dan metodologi
serta pendekatan-pendekatan yang dipergunakan. Perubahan paradigma disebabkan oleh
perkembangan pemikiran para ilmuwan administrasi atas bantahan-bantahan karena
keraguan kebenaran yang dikandungnya itu telah mengalami pergeseran makna.
B. Rumusan Masalah
- Sebelum menjadi teori
- Apa yang dimaksud teori dikotonomi
- Apa saja teori structural Formal
-Teori structural Fungsional

BAB II
PEMBAHASAN

A. Sebelum Menjadi Teori


Konsep-konsep tentang organisasi sebenarnya telah berkembang mulai tahun
1800-an, dan konsep-konsep ini sekarang dikenal sebagai teori klasik (classical theory )
atau bisa disebut dengan teori tradisional. Teori klasik berkembang dalam tiga aliran yaitu
: Teori birokrasi , Teori administrasi, dan manajemen alamiah.
Birokrasi dikembangkan dari ilmu sosiologi, sedangkan teori administrasi dan
manajemen ilmiah dikembangkan langsung dari pengalaman praktek manajemen. Teori
administrasi memusatkan diri pada aspek makro dari organisasi. Aliran manajemen
ilmiah lebih menekankan pada karyawan dan mandor dalam kegiatan perusahaan, atau
elemen

mikro

sebagai

suatu

bagian

dari

proses

kerja.

Teori

klasik

mendefinisikan organisasi sebagai struktur hubungan, kekuassan-kekuasaan, tujuantujuan, peranan-peranan, kegiatan-kegiatan, komunikasi dan factor-faktor lain yang
terjadi bila orang bekerjasama.
I. Teori Birokrasi
Teori ini dikemukakan oleh Max Weber dalam bukunya The Protestant Ethic dan Spirit
of Capitalism.
Karakteristik-karakteristik birokrasi menurut Max Weber:
1. Pembagian Kerja yang jelas.
2. Hirarki wewenang yang dirumuskan secara baik
3. Program rasional dalam mencapai tujuan organisasi
4. Sistem prosedur bagi penanganan situasi kerja
5. Sistem aturan yang mencakup Hak dan Kewajiban posisi para pemegang jabatan
6. Hubungan antar pribadi yang bersifat impersonal.

II. Teori Administrasi


Teori ini sebagian besar dikembangkan atas dasar sumbangan Henri Fayol dan Lyndall
Urwick dari Eropa serta Mooney dan Reiley dari Amerika.
Henri Fayol mengemukakan dan mambahas 14 kaidah manajemen yang menjadi dasar
perkembangan teori ini yaitu:
- Pembagian Kerja / Division of Work
- Wewenang dan Tanggung jawab
- Disiplin
- Kesatuan perintah
- Kesatuan pengarahan
- Mendahulukan kepentingan umum dari pada pribadi
- Balas jasa
- Sentralisasi
- Rantai scalar
- Aturan
- Keadilan
- Kelanggengan personalia
- Inisiatif
- Semangat korps
III. Manajemen Ilmiah
Manajemen Ilmiah dikembangkan oleh Frederick Winslow Taylor tahun 1900. Ada
beberapa pendapat tentang manajemen ilmiah, salah satunya adalah mengatakan
manajemen ilmiah merupakan penerapan metode ilmiah pada studi, analisa, dan
pemecahan masalah-masalah organisasi.
Taylor mengemukakan empat kaidah dasar manajemen yang harus dilaksanakan dalam
organisasi perusahaan, yaitu:
o Menggantikan metoda-metoda kerja dalam praktek dengan berbagai metoda yang
dikembangkan atas dasar ilmu pengetahuan tentang kerja yang ilmiah dan benar.
o Mengadakan seleksi, latihan-latihan dan pengembangan para karyawan secara ilmiah.
o Pengembangan ilmu kerja serta seleksi, latihan dan pengembangan secara ilmiah harus

diintegrasikan.
o Untuk mecapai manfaat manajemen ilmiah, perlu dikembangkan semangat dan mental
para karyawan.
Teori organisasi klasik sepenuhnya hanya menguraikan anatomi organisasi formal. Dalam
organisasi formal ada empat unsure pokok yang selalu muncul, yaitu:
System Kegiatan yang terkoordinasi
Kelompok orang
Kerjasama
Kekuasaan dan kepemimpinan
Menurut para pengikut aliran teori klasik, adanya suatu organisasi formal sangat
tergantung pada empat kondisi pokok, yaitu:
Kekuasaan
Saling melayani
Doktrin
Disiplin

B. DIKOTOMI ADMINISTRASI PUBLIK


Paradigma administrasi merupakan suatu teori dasar atau ontologi administrasi
dengan cara pandang yang relatif fundamental dari nilai-nilai kebenaran, konsep, dan
metodologi serta pendekatan-pendekatan yang dipergunakan. Perubahan paradigma
disebabkan oleh perkembangan pemikiran para ilmuwan administrasi atas bantahanbantahan karena keraguan kebenaran yang dikandungnya itu telah mengalami pergeseran
makna.
1. Dikotomi Politik / Administrasi (1900-1926)
Paradigma ini muncul karena adanya ketidakpuasan terhadap trikotomi ala trias
politika, dan kemudian menggantinya dengan dua fungsi yaitu politik dan administrasi.
Politik sebagai penetapan kebijaksanaan, sedangkan administrasi sebagai pelaksanaan
kebijakan.

Fokus paradigma dikotomi administrasi publik adalah pemisahan urusan politik


dari urusan administrasi dalam fungsi pokok pemerintah, dimana substansi ilmu politik
hanya meliputi masalah-masalah politik , pemerintahan , dan kebijakan. Substansi
administrasi publik pada masalah-masalah organisasi, kepegawaian, dan penyusunan
anggaran dalam sistem birokrasi pemerintah. Paradigma dikotomi politik-administrsi uga
mengindikasikan pentingnya manaemen untuk menyumbangkan analisis ilmiahnya
kepada ilmu administrsi publik, perlunya administrasi publik menaadi bebas nilai, dan
bahwa misi ilmu administrasi ekonomis dan efisiensi.
Locus politik meliputi badan-badan legislatif dan yudikatif dengan tugas pokok
membuat kebijakan-kebijakan atau melahirkan keinginan-keinginan negara, sementara
locus administrasi pada badan eksekutif tugasnya menyangkut hal-hal yang berkaitan
dengan pelaksanaan kebiakan-kebiakan tersebut (Goodnow, 1900 :10-11).
Para ilmuwan dan cendikiawan yang dapat digolongkan dalam paradigma ini adalah ,
Woodrow Wilson, Leonard White,Frank Goodnow,dan Dwight Waldo.
Dari buku yang diterbitkan oleh Leonard D. White mencerminkan kepercayaan
masyarakat yang menjadi ciri dan karakter pokok pada bidang administrasi negara, yaitu
Politik tidak tercampur dengan Administrasi, manajemen dapat menjadi bidang studi
tersendiri, administrasi negara dapat menjadi ilmu yang bebas nilai. Periode ini
memiliki misi administrasi yaitu ekonomi dan efisiensi.
Hasil paradigma I memperkuat pemikiran dikotomi politik / administrasi yang berbeda,
dengan menghubungkannya dengan dikotomi nilai / fakta yang berhubungan. Sehingga
segala sesuatu yang diteliti dengan cermat oleh para ahli administrasi negara dalam
lembaga eksekutif akan memberi warna dan legitimasi keilmiahan dan kefaktualan
administrasi negara, sedangkan studi pembuatan kebijakan publik menjadi kajian para
ahli ilmu politik

C. DESAIN DAN STRUKTUR ORGANISASI FORMAL


Teori Formal dapat diibaratkan sebagai sebuah kendaraan untuk mencapai
tujuan secara bersama. Menurut para penulis Teori Organisasi klasik, Organisasi formal

adalah sistem kegiatan yang terkoordinasi dari sekelompok orang yang bekerja sama
untuk mencapai tujuan dibawah kekuasaan dan kepemimpinan. Organisasi formal ini
merupakan Organisasi yang dengan sengaja di rencanakan dan strukturnya secara tegas
disusun.
Setelah itu dibicarakan dimensi-dimensi dasar struktur. Dan konsep-konsep klasik
untuk desain Organisasi, menyangkut pembagian fungsi-fungsi yang melekat pada
struktur, seperti Sentralisasi, Desentralisasi, Hubungan Lini dan Staf, Departementasi,
rentang Kendali Flat-Tall. Dan wewenang kekuasaan dan tanggung jawab.bagian dari
bab ini akan menguraikan berbagai desain Struktural Modern.
Desain Struktural Organisasi Formal
Struktur Organisasi formal disusun adalah untuk membantu pencapaian tujuan
organisasi dengan lebih efektif. Organisasi formal harus memiliki Tujuan atau sasaran
supaya tahu bagaimana menjakankan organisasi luntuk mencapainy. Tanpa tujuan
Organisasi tidak mungkin membuat perencanaan, dan bila organisasi tidak memiliki
peerencanaan maka tak akan ada ketentuan tentang jalannya Organisasi. Tujuan
Organisasi ini akan menentukan Struktur Organisasi antar tugas, batas wewenang dan
tanggung jawab untuk menjalankan masing-masing tugas tersebut.
Struktur organisasi formal mempunyai dua muka : Pertama,

model

struktur,`dimana kita dapat mempergunakan prinsip-prinsip Teori Organisasi, dan kedua,


dimensi-dimensi dasar struktur yang akan menentukan kegiatan-kegiatan dan hubunganhubungaan yang harus dilakukan dan singkat spesialisasi yang dapat diberikan. Variabelvariabel kunci yang menentukan desain struktural organisasi, yaitu Strategi Organisasi,
Lingkungan yang Melingkupinya, Teknilogi yang Digunakan, dan Orang-orang yang
terlibat dalam Organisasi.
Strategi dan Struktur

Hubungan erat antara strategi dan struktur organisasional pertama kali dijelaskan
oleh Chandler dalam studinya pada beberapa perusahaan besar amerika. Setelah
menganalisa sejarah perkembangan perusahaan-perusahaan seperti General Motors, Du
Pont, Standart Oil, dan Sears, Roebuck, Chandler menyimpulkan perubahan-perubahan
strategi mengakibatkan perubahan-perubahan internasional. Dia menyatakan bahwa
Struktur Mengikuti Strategi.
Setiap perusahaan yang diteliti Chandler pada mulanya mempunyai struktur yang
disentralisasikan, dimana tipe struktur ini cocok untuk lini produk yang tebatas.
Memasuki pasar-pasar produk baru, terutama memerlukan unit-unit organsasi yang lebih
independen agar dapat memberikan tenggapan cepat terhadap perubahan pasar, sebagian
pengorganisasian yang disentralisasikan masih dipertahankan, tetapi pada umumnya,
perusahaan-perusahaan

harus

merubah

strukturnya

menjadi

struktur

yang

disentralisasikan, dengan beberapa divisi yang hampir otonom agar kelangsungan hidup
perusahaan dapat dipertahankan. Hubungan antara strategi struktur dan lingkungan dapat
dipandang dari dua Perspektif utama. Dalam pandangan pertama, Organisasi adalah
reaktif terhadap lingkungannya : proses perumusan strategi harus memperhatikan
lingkungan dimana organisasi beroperasi pada saat sekarang dan akan beroprasi diwaktu
yang akan datang. Dalam pandangan kedua, organisasi adalah proaktif karena perumusan
strategi mencakup pemilihan lingkungan dimana organisasi akan beroperasi dalam jangka
waktu yang lebih panjang. Strategi Organisasi dipengaruhi oleh berbagai kesempatan dan
ancaman dalam lingkungan eksternalnya; berbagai tujuan, nilai dan kepercayaan para
anggota, dan berbagai kekuatan dan kelemahannya. Strategi ini pada giliranya akan
mempengaruhi Struktur Organisasi dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Strategi menentukan kegiatan-kegiatan organisasional, yang merupakan basis pokok bagi
desain organisasi. Sebagai contoh, kegiatan-kegiatan dengan kreatifitas dan kebutuhan
teknis sangat tinggi mungkin memerlukan desain organisasi tipe matriks.
2.

Srtrategi mempengaruhi pemilihan teknologi dan orang-orang yang tepat untuk


pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut dan hal ini selanjutnya mempengaruhi struktur
yang sesuai.

3. Strategi menentukan lingkungan spesifik dimana organisasi akan berpotensi , ini juga
mempengaruhi struktur.
Lingkungan Ekstenal dan Struktur.
Dalam pembahasan pengaruh lingkungan pada desain organisasi secara terperinci kita
perlu membedakan tiga tipe lingkungan sebagai berikut :
1. Lingkungan Stabil, yaitu lingkungan dengan sedikit atau tanpa perubahan yang tidak
diperkirakan atau tiba-tiba. Beberapa ciri Lingkungan ini atara lain, perubahan-perubahan
produk sering tidak terjadi., modifikasi-modifikasi dapat direncanakan dengan baik,
permintaan pasar tidak begitu berfluktuasi, perubahan hukum yang mempengaruhi
organisasi atau produk tidak sering terjadi, dan perkembangan teknologi baru dapat
diramalkan.
2.

Lingkungan Berubah (Changing Environment), yaitu Lingkungan dimana inovasi


mungkin terjadi dalam setiap atau semua bidang yang telah disebut diatas-produk, pasar,
hukum. Atau teknologi. Contoh beberapa Organisasi yang beroperasi dalam Lingkungan
berubah antara lain Industri Jasa, Konstruksi dan Peralatan Rumah Tangga.

3. Lingkungan Begejolak (Turbulent environtment), bila para pesaing melempar produk baru
dan tek terduga kepasaran., hukum sering terganti, kemajuan teknologi merubah secara
drastik desain produk dan metode-metode produksi, organisasi ada dalam Lingkungan
Bergejolak. Sebagai contoh, perusahaan komputer sekarang ini harus behadapan dengan
perubahan tingkat teknologi dan pasar yang sangat cepat dan terus-menerus.
Setelah melakukan studi terhadap berbagai macam perusahaan, Burns dan Shalter
mengemukakan bahwa Sistem Mekanistik adalah paling sesuai untuk Lingkungan Stabil,
sedangkan Sistem Organik paling sesuai untuk Lingkungan Bergejolak. Organisasi dalam
lingkungan berubah mungkindapat menggunakan kombinasi dua sistem tersebut.
Sistem Mekanistik, berarti bahwa kegiatan-kegiatan organisasi diperinci menjadi tugastugas yang terpisah dan terspesialisasi. Kekuasaan dalam organisasi mengikuti rantai
perintah Birokratik Klasik yang telah Dibahas dimuka.

Dalam Sistem Organik, individu-individu lebih cenderung bekerja dalam suatu


kelompok daripada bekerja sendiri. Para anggota berkomunikasi dengan semua tingkatan
organisasi untuk mendapatkan informasi dan saran.
Penemu Burns dan Stalker ini didukung dan diperluas oleh Paul R Lewrence dan Jay W.
Lorsch. Mereka menggunakan derajat perbedaan dan integrasi untuk menganalisa
hubungan organisasi dan lingkungan eksternal. Istilah perbedaan (differentiation) berarti
derajat variasi sistem nilai Organisasional para manajer Departemen dalam suatu
kesatuan yang terpadu.
Lawrence dan Lorsch menyimpulkan bahwa perusahaan-perusahaan yang beroprasi
dalam suatu lingkungan tidak stabil adalah paling tinggi dibedakan, sedangkan yang
beroperasi dalam lingkungan stabil paling sedikit dibedakan. Disamping itu organisasiorganisasi berprestasi tinggi dalam kedua tipe lingkungan mempunyai derajat integrasi
lebih tinggi daripada organisasi-organisasi berprestasi rendah.
Teknologi dan Struktur
Menurut Doodward atas dasar hasil studinya,ada sejumlah hubungan antara
proses teknologi dan struktur organisasi yang dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Semakin kompleks teknologi semakin besar jumlah teknologi dan tingkatan manajemen.
Dengan kata lain teknologi yang kompleks menyebabkan struktur organisasi berbentuk
Tall dan memerlukan derajat supervisi dan koordinasi yang lebih besar.
2. Rentang Manajemen para Manajer lini Pertama Meningkat dari Produksi unit ke massa
dan kemudian turun dari produksi massa ke proses. Para karyawan tingkat bawah dalam
perusahaan perusahaan produksi unit dan proses cenderung melakukan pekerjaan yang
memerlukan keterampilan tinggi.
3. Semakin tinggi kompleksitas teknologi perusahaan, semakin besar staf administratif dan
klerikal. Semakin besar para jumlah manajer dalam perusahaan yang komplesk secara
teknologis memerlukan jasa pendukung.

Arti penemuan ini adalah bahwa untuk setiap tipe teknologi ada aspek-aspek struktur
Organisasional spesifik yang berkaitan dengan pelaksanaan kerja yang lebih berhasil.
Organisasi dan struktur
Sikap, pengalaman dan peranan para anggota organisasi juga berhubungan dengan
struktur Organisasi.
Tentu saja, para manajer adalah juga karyawan, tetapi mereka mempunyai pengaruhpengaruh khusus/unik pada struktur organisasi, sehingga kita perlu membicarakannya
secara terpisah.
Manajemen dan Struktur. Seperti telah disebutkan dimuka, nilai-nilai manajerial
merupakan faktor penting dalam penentuan strategi Organisasi. Para manajer organisasi
terutama para manajer Puncak (direktur) mempengaruhi pemilihan strategi secara
langsung melalui preferensi mereka. Selanjutnya, pemilihan strategi ini akan
mempengaruhi tipe struktur yang digunakan dalam Organisasi. Preferensi-preferensi ini
diterjemahkan menjadi berbagai macam tipe struktur Organisasi. Sebagai contoh, seorang
manajer dengan anggapan-anggapan Teori X akan lebih menyukai struktur Organisasi
Mekanistik, sedangkan Manajer dengan anggapan-anggapan Y mungkin menyukai sistem
yang lebih Organik.
Karyawan dan Struktur, faktor-faktor seperti tingkat pendidikan, latar belakang, derajat,
minat dan pekerjaan para karyawan, dan ketersediaan berbagai alternatif di luar
Organisasi merupaka menentu-menentu penting struktur Organisasi. Sebagai contoh,
individu-individu yang bependidikan tinggi, mempunyai banyak alternatif menarik diluar
dan menyenangi bekerja lebih tepat di Organisasi dengan struktur Organik.

D. Teori Struktural Fungsional


Asumsi Dasar
Teori fungsionalisme struktural adalah suatu bangunan teori yang paling besar
pengaruhnya dalam ilmu sosial di abad sekarang. Tokoh-tokoh yang pertama kali
mencetuskan fungsional yaitu August Comte, Emile Durkheim dan Herbet Spencer.
Pemikiran structural fungsional sangat dipengaruhi oleh pemikiran biologis yaitu
menganggap masyarakat sebagai organisme biologis yaitu terdiri dari organ-organ yang
saling ketergantungan, ketergantungan tersebut merupakan hasil atau konsekuensi agar
organisme tersebut tetap dapat bertahan hidup. Sama halnya dengan pendekatan lainnya
pendekatan structural fungsional ini juga bertujuan untuk mencapai keteraturan sosial.
Teori struktural fungsional ini awalnya berangkat dari pemikiran Emile Durkheim,
dimana pemikiran Durkheim ini dipengaruhi oleh Auguste Comte dan Herbert Spencer.
Comte dengan pemikirannya mengenai analogi organismik kemudian dikembangkan lagi
oleh Herbert Spencer dengan membandingkan dan mencari kesamaan antara masyarakat
dengan organisme, hingga akhirnya berkembang menjadi apa yang disebut dengan
requisite functionalism, dimana ini menjadi panduan bagi analisa substantif Spencer dan
penggerak analisa fungsional. Dipengaruhi oleh kedua orang ini, studi Durkheim
tertanam kuat terminology organismik tersebut. Durkheim mengungkapkan bahwa
masyarakat adalah sebuah kesatuan dimana didalamnya terdapat bagian bagian yang
dibedakan.
Bagian-bagian dari sistem tersebut mempunyai fungsi masing masing yang membuat
sistem menjadi seimbang. Bagian tersebut saling interdependensi satu sama lain dan
fungsional, sehingga jika ada yang tidak berfungsi maka akan merusak keseimbangan
sistem. Pemikiran inilah yang menjadi sumbangsih Durkheim dalam teori Parsons dan
Merton mengenai struktural fungsional. Selain itu, antropologis fungsional-Malinowski
dan Radcliffe Brown juga membantu membentuk berbagai perspektif fungsional
modern.Selain dari Durkheim, teori struktural fungsional ini juga dipengaruhi oleh
pemikiran Max Weber. Secara umum, dua aspek dari studi Weber yang mempunyai
pengaruh kuat adalah :

Visi substantif mengenai tindakan sosial.

Strateginya dalam menganalisa struktur sosial.

Pemikiran Weber mengenai tindakan sosial ini berguna dalam perkembangan pemikiran
Parsons dalam menjelaskan mengenai tindakan aktor dalam menginterpretasikan
keadaan.
Adapula asumsi dasar menurut Talcott Parsons. Menurut Parson, ada empat komponen
penting dalam teori struktural fungsional, yaitu : Adaptation, Goal Atainment, Integration,
dan Latency (AGIL).
a. Adaptation : sistem sosial (masyarakat) selalu berubah untuk menyesuaikan diri
dengan perubahan-perubahan yang terjadi, baik secara internal ataupun eksternal.
b. Goal Attainment : setiap sistem sosial (masyarakat) selalu ditemui tujuan-tujuan
bersama yang ingin dicapai oleh system sosial tersebut.
c. Integration : setiap system sosial selalu terintegrasi dan cendeung bertahan pada
equilibrium

(keseimbangan).

Kecenderungan

ini

dipertahankan

memalui

kemampuan bertahan hidup demi system.


d. Latency : system sosial selalu berusaha mempertahankan bentuk-bentuk
interaksi yang relatif tetap dan setiap perilaku menyimpang selalu di akomodasi
melalui kesepakatan-kesepakatan yang diperbaharui terus menerus.
Teori-Teori Struktural Fungsional
1. Teori fungsionalisme Parsons
Suatu keyakinan akan perubahan dan kelangsungan sistem. Pada saat depresi kala
itu, teorinya merupakan teori sosial yang optimistis. Akan tetapi agaknya optimisme
Parson itu dipengaruhi oleh keberhasilan Amerika dalam Perang Dunia II dan kembalinya
masa kemewahan setelah depresi yang parah itu. Bagi mereka yang hidup dalam sistem
yang kelihatannya galau dan kemudian diikuti oleh pergantian dan perkembangan lebih
lanjut maka optimisme teori Parsons dianggap benar. Sebagaimana yang dinyatakan oleh
Gouldner (1970: 142): untuk melihat masyarakat sebagai sebuah firma, yang dengan jelas
memiliki batas-batas srukturalnya, seperti yang dilakukan oleh teori baru Parsons, adalah
tidak bertentangan dengan pengalaman kolektif, dengan realitas personal kehidupan
sehari-hari yang sama-sama kita miliki.

2. Emile Durkheim
Masyarakat modern dilihat oleh Durkheim sebagai keseluruhan organis yang
memiliki realitas tersendiri. Keseluruhan tersebut memiliki seperangkat kebutuhan atau
fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya
agar dalam keadaan normal, tetap langgeng. Bila mana kebutuhan tertentu tadi tidak
dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat patologis. Sebagai contoh
dalam masyarakat modern fungsi ekonomi merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi.
Bilamana kehidupan ekonomi mengalami suatu fluktuasi yang keras, maka bagian ini
akan mempengaruhi bagian yang lain dari sistem itu dan akhirnya sistem sebagai
keseluruhan. Suatu depresi yang parah dapat menghancurkan sistem politik, mengubah
sistem keluarga dan menyebabkan perubahan dalam struktur keagamaan. Pukulan yang
demikian terhadap sistem dilihat sebagai suatu keadaan patologis, yang pada akhirnya
akan teratasi dengan sendirinya sehingga keadaan normal kembali dapat dipertahankan.
Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal sebagai equilibrium, atau
sebagai suatu sistem yang seimbang, sedang keadaan patologis menunjuk pada
ketidakseimbangan atau perubahan sosial.
3. Bronislaw Malinowski dan A.R. Radcliffe-Brown
Malinowski dan Brown dipengaruhi oleh ahli-ahli sosiologi yang melihat
masyarakat sebagai organisme hidup, dan keduanya menyumbangkan buah pikiran
mereka tentang hakikat, analisa fungsional yang dibangun di atas model organis. Di
dalam batasannya tentang beberapa konsep dasar fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial,
pemahaman Radcliffe-Brown (1976:503-511) mengenai fungsionalisme struktural
merupakan dasar bagi analisa fungsional kontemporer : Fungsi dari setiap kegiatan yang
selalu berulang, seperti penghukuman kejahatan, atau upacara penguburan, adalah
merupakan bagian yang dimainkannya dalam kehidupan sosial sebagai keseluruhan dan,
karena itu merupakan sumbangan yang diberikannya bagi pemeliharaan kelangsungan
struktural (Radcliffe-Brown (1976:505).
4. Coser dan Rosenberg (1976: 490)
melihat bahwa kaum fungsionalisme struktural berbeda satu sama lain di dalam
mendefinisikan konsep-konsep sosiologi mereka. Sekalipun demikian adalah mungkin
untuk memperoleh suatu batasan dari dua konsep kunci berdasarkan atas kebiasaan

sosiologis standar. Struktur menunjuk pada seperangkat unit-unit sosial yang relatif stabil
dan berpola, atau suatu sistem dengan pola-pola yang relatif abadi.Lembaga-lembaga
sosial seperti keluarga, agama, atau pemerintahan, termasuk struktur kelembagaan partai
politik adalah contoh dari struktur atau sistem sosial yang masing-masing merupakan
bagian yang saling bergantungan satu sama lain (norma-norma mengatur status dan
peranan) menurut beberapa pola tertentu.
Coser dan Rosenberg (1976: 490) membatasi fungsi sebagai konsekuensi-konsekuensi
dari setiap kegiatan sosial yang tertuju pada adaptasi penyesuaian suatu struktur tertentu
dari bagian-bagian komponennya. Dengan demikian fungsi menunjuk kepada proses
dinamis yang terjadi di dalam struktur itu. Hal ini melahirkan masalah tentang bagaimana
berbagai norma sosial yang mengatur status-status, ini memungkinkan status-status
tersebut saling berhubungan satu sama lain dan berhubungan dengan sistem yang lebih
luas.
5. Di tahun 1959 Kingsley Davis
Dalam pidato kepemimpinannya di hadapan anggota American Sociological
Association, bahkan melangkah lebih jauh dengan menyatakan bahwa fungsionalisme
struktural sudah tidak dapat lagi dipisahkan dari sosiologi itu sendiri. Tetapi dalam
sepuluh tahun terakhir ini teori fungsionalisme struktural itu semakin banyak mendapat
serangan sehingga memaksa para pendukungnya untuk mempertimbangkan kembali
pernyataan mereka tentang potensi teori tersebut sebagai teori pemersatu dalam sosiologi.
6.Robert K. Merton
Sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih dari ahli teori lainnya telah
mengembangkan pernyataan mendasar dan jelas teori-teori fungsionalisme, adalah
seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif ini.
Mengakui bahwa pendekatan ini telah membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis,
ia juga mengakui bahwa fungsionalisme struktural mungkin tidak akan mampu mengatasi
seluruh masalah sosial (Merton, 1975: 25). Pada saat yang sama Merton tetap sebagai
pelindung setia dari analisa fungsional, yang dinyatakannya mampu melahirkan suatu
masalah yang saya anggap menarik dan cara berfikir yang saya anggap lebih efektif
dibanding dengan cara berfikir lain yang pernah saya temukan (Merton, 1975: 30). Di
dalam kata-kata Coser dan Rosenberg (1976: 492) model fungsionalisme struktural

Merton ini adalah merupakan pernyataan yang paling canggih dari pendekatan
fungsionalisme yang tersedia dewasa ini.Model analisa fungsional Merton merupakan
hasil perkembangan pengetahuan yang menyeluruh dari teori-teori klasik yang
menggunakan penulis besar seperti Max Weber.
Pengaruh Weber dapat dilihat dalam batasan Merton tentang birokrasi. Mengikuti
Weber, Merton (1957: 195-196) mengamati beberapa hal berikut di dalam organisasi
birokrasi modern :
(1) birokrasi merupakan struktur sosial yang terorganisir secara rasional dan formal;
(2) ia meliputi suatu pola kegiatan yang memiliki batas-batas yang jelas;
(3) kegiatan-kegiatan tersebut secara ideal berhubungan dengan tujuan-tujuan organisasi;
(4) jabatan-jabatan dalam organisasi diintegrasikan ke dalam keseluruhan struktur
birokratis; (5) Status-status dalam birokrasi tersusun ke dalam susunan yang bersifat
hirarkis;
(6) berbagai kewajiban serta hak-hak di dalam birokrasi dibatasi oleh aturan-aturan yang
terbatas serta terperinci;
(7) otoritas pada jabatan, bukan pada orang;
(8) hubungan-hubungan antara orang-orang dibatasi secara formal. Organisasi-organisasi
yang berskala besar, termasuk universitas atau akademi, memberikan ilustrasi yang baik
tentang model birokrasi yang diuraikan oleh Weber dan Merton.
Paradigma analisa fungsional Merton, mencoba membuat batasan-batasan beberapa
konsep analitis dasar dari bagi analisa fungsional dan menjelaskan beberapa
ketidakpastian arti yang terdapat di dalam postulat-postulat kaum fungsional. Merton
mengutip tiga postulat yang terdapat di dalam analisa fungsional yang kemudian
disempurnakannya satu demi satu.
Postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang dapat dibatasi sebagai
suatu keadaan di mana seluruh bagian dari sistem sosial bekerja sama dalam suatu tingkat
keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik yang
berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur (Merton, 1967: 80). Merton
menegaskan bahwa kesatuan fungsioanal yang sempurna dari suatu masyarakat adalah
bertentangan dengan fakta. Sebagai contoh dia mengutip beberapa kebiasaan masyarakat
yang dapat bersifat fungsional bagi suatu kelompok (menunjang integrasi dan kohesi

suatu kelompok) akan tetapi disfungsional (mempercepat kehancuran) bagi kelompok


lain. Para sesepuh sosiologi melihat agama, misalnya, sebagai suatu unsur penting (kalau
tidak esensial) di dalam masyarakat. Kita memiliki banyak contoh di mana agama
mampu mempertinggi tingkat kohesi suatu masyarakat, kita juga mempunyai banyak
kasus di mana agama memiliki konsekuensi disintegratif.
Paradigma Merton menegaskan bahwa disfungsi (elemen disintegratif) tidak
boleh diabaikan hanya karena orang begitu terpesona oleh fungsi-fungsi positif (elemen
integratif). Sebagai contoh, beliau juga menegaskan bahwa apa yang fungsional bagi
suatu kelompok (masyarakat Katolik atau Protestan di kota Belfast, misalnya) dapat tidak
fungsional bagi keseluruhan bagi kota Belfast. Oleh karena itu batas-batas kelompok
yang dianalisa harus diperinci.
Postulat kedua, yaitu fungsionalisme universal, terkait dengan postulat pertama.
Fungsionalisme universal menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan
yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif (Merton, 1967: 84), seperti apa yang
telah kita ketahui Merton memperkenalkan konsep disfungsi maupun fungsi positif.
Beberapa perilaku sosial jelas bersifat disfungsioanal. Merton menganjurkan agar
elemen-elemen kultural seharusnya dipertimbangkan menurut kriteria keseimbangan
konsekuensi fungsional (net balance of functional consequences), yang menimbang
fungsi positif relatif terhadap fungsi negatif. Sehubungan dengan kasus agama yang
dicontohkan tadi, seorang fungsionalis harus mencoba mengkaji fungsi positif maupun
negatifnya, dan kemudian menetapkan keseimbangan di antara keduanya.
Postulat ketiga melengkapi trio postulat fungsionalisme, adalah postulat indispensability.
Ia menyatakan bahwa dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, obyek materil,
dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki sejumlah tugas yang harus
dijalankan, dan merupakan bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan
sistem sebagai keseluruhan (Merton, 1967: 86).
7.Teori struktural fungsional sebagaimana Garna (1996: 54)
Mengemukakan, Pertama, bahwa fungsionalisme sebagai kaidah atau teori dapat
menjelaskan gejala-gejala dan institusi sosial dengan memfokuskan kepada fungsi yang
dibentuk dan disusun oleh gejala sosial dan institusi sosial tersebut. Dari sisi kaidah

tersebut, maka fungsional memperhatikan sistem dan pola komunikasi sebagai fakta
sosial (social facts). Kedua, struktur sosial merujuk pada pola hubungan dalam setiap
satuan sosial yang mapan dan sudah memiliki identitas sendiri; sedangkan fungsi
merujuk pada kegunaan atau manfaat dari tiap satuan sosial tadi.
8.Menurut Sendjaja (1994: 32)
Mengemukakan bahwa model struktural fungsional mempunyai ciri sebagai
berikut:
(1) sistem dipandang sebagai satu kesatuan yang terdiri dari unsur-unsur yang saling
berkaitan;
(2) adanya spesifikasi lingkungan yakni spesifikasi faktor-faktor eksternal yang bisa
mempengaruhi sistem;
(3) adanya ciri-ciri, sifat-sifat yang dipandang esensial untuk kelangsungan sistem;
(4) adanya spesifikasi jalan yang menentukan perbedaan nilai; dan
(5) adanya aturan tentang bagaimana bagian-bagian secara kolektif beroperasi sesuai ciricirinya untuk menjaga eksistensi sistem.
9.Francesca Cancian
Memberikan sumbangan pemikiran bahwa sistem sosial merupakan sebuah model
dengan persamaan tertentu. Analogi yang dikembangkan didasarkan pula oleh ilmu alam,
sesuatu yang sama dengan para pendahulunya. Model ini mempunyai beberapa variabel
yang membentuk sebuah fungsi. Penggunaan model sederhana ini tidak akan mampu
memprediksi perubahan atau keseimbangan yang akan terjadi, kecuali kita dapat
mengetahui sebagaian variabel pada masa depan. Dalam sebuah sistem yang
deterministik, seperti yang disampaikan oleh Nagel, keadaan dari sebuah sistem pada
suatu waktu tertentu merupakan fungsi dari keadaan tersebut beberapa waktu lampau.
10. Kingsley Davis dan Wilbert Moore
Menurut mereka, dalam masyarakat pasti ada stratifikasi atau kelas, stratifikasi
sosial merupakan fenomena yang penting dan bersifat universal. Stratifikasi adalah
keharusan fungsional, semua masyarakat memerlukan sistem seperti dan keperluan ini
sehingga memerlukan stratifikasi. Mereka memandang sistem stratifikasi sebagai sebuah
struktur, dan tidak mengacu pada stratifikasi individu pada system stratifikasi, melainkan
pada sistem posisi (kedudukan).

Pusat perhatiannya ialah bagaimana agar posisi tertentu memiliki tingkat prestise
berbeda dan bagaimana agar individu mau mengisi posisi tersebut. Masalah
fungsionalnya ialah bagaimana cara masyarakat memotivasi dan menempatkan setiap
individu pada posisi yang tepat. Secara stratifikasi masalahnya ialah bagaimana
meyakinkan individu yang tepat pada posisi tertentu dan membuat individu tersebut
memiliki kualifikasi untuk memegang posisi tersebut.
Penempatan sosial dalam masyarakat menjadi masalah karena tiga alasan mendasar,
- Posisi tertentu lebih menyenangkan daripada posisi yang lain
- Posisi tertentu lebih penting untuk menjaga keberlangsungan masyarakat daripada
posisi
yang lain.
- Setiap posisi memiliki kualifikasi dan bakat yang berbeda.
Posisi yang tinggi tingkatannya dalam stratifikasi cenderung untuk tidak diminati tetapi
penting untuk menjaga keberlangsungan masyarakat, juga memerlukan bakat dan
kemampan terbaik. Pada keadaan ini masyarakat dianjurkan agar memberi reward kepada
individu yang menempati posisi tersebut agar dia menjalankan fungsinya secara optimal.
Jika ini tidak dilakukan maka masyarakat akan kekurangan individu untuk mengisi posisi
tesebut yang berakibat pada tercerai-berainya masyarakat.

BAB III
PENUTUP
A.

http://sanditricahyo.blogdetik.com/2011/03/20/teori-struktural-fungsional-dan-teorikonflik/
http://prismamika.blogspot.com/2012/04/148-3-aliran-teori-klasik.html
http://elkanagoro.blogspot.com/2014/05/teori-teori-aliran-klasik.html
Source : Drs. Awang Anwaruddin,M.ed. Pasang Surut Paradigma Administrasi Publik
Rahimokes Blog Pengertian dan Perkembangan Paradigma Ilmu Administrasi

Anda mungkin juga menyukai