Anda di halaman 1dari 37

1. LINK JURNAL : http://jrem.iseisby.or.id/index.

php/id/article/view/33
Judul Penelitian : PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KINERJA
KARYAWAN MELALUI KOMITMEN ORGANISASI SEBAGAI
VARIABEL INTERVENING
Volume : Volume 16, No. 1
Nama Peneliti : Dewi Suryani Budiono (Universitas Negeri Surabaya)
Tahun : 2016
Abstrak
Pertumbuhan ekonomi yang pesat saat ini dipengaruhi oleh SDM yang tersedia. Tanpa SDM
maka perusahaan tidak dapat mencapai tujuannya. Masyarakat terdiri dari manusia dan
budaya nya. Dengan adanya budaya perusahaan akan memudahkan karyawan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungan perusahaan, dan membantu karyawan untuk
mengetahui tindakan apa yang seharusnya dilakukan. Faktor juga yang berpengaruh terhadap
kinerja karyawan yaitu komitmen organisasi. Komitmen memegang peranan penting apakah
seorang karyawan akan bertahan dan bekerja keras untuk organisasi. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk menguji pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui
komitmen organisasi sebagai variabel intervening (studi pada divisi HRD PT. Kerta Rajasa
Raya).
Pendahuluan/Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi saat ini dipengaruhi oleh SDM. SDM merupakan perencana dan
pelaku aktif dalam perusahaan. Tanpa SDM makam perusahaan tdiak dapat mencapai
tujuannya. Menurut Samsudin (2009:21) aset paling penting dalam sebuah perusahaan adalah
SDM nya. Mereka inilah yang membuat tujuan, mengadakan inovasi, dan mencapai tujuan
perusahaan.
Seorang pemimpin organisasi memiliki andil yang sangat besar dalam pencapaian tujuan
organisasi secara efektif dan efesien. Peimpinanlah yang menentukan arah kemana
organisasin akan dibawa dan bagaimana menggerakkan elemen yang ada didalam organisasi
agar dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan. Untuk mencapainya tentu bukan perkara
yang mudah, karena ada faktor manusia didalamnya yang seringkali menciptakan masalah
yang rumit dan sulit dipecahkan.
Budaya perusahaan merupaka ciri khas dari suatu perusahaan yang mencakup sekumpulan
nilai - nilai kepercayaan yang membantu karyawan menegtahui tindakan apa yang boleh
dilakukan atau tidak boleh dilakukan yang berhubungan dengan struktur formal dan informal
dalam lingkungan perusahaan. Masyarakat terdiri dari manusia dan budaya nya. Disiplin ilmu
budaya sebenrnya bersala dari disiplin ilmu antropologi. Sekitar tahun1979 kata budaya
seringkali dikaitkan dengan organisasi.
Faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan yaitu komitmen organisasi. Mowday (dalam
Sopiah, 2008:155) menyebut komitmen kerja sebagai istilah lain dari komitmen
organisasional. Komitmen organisasional merupakan dimensi perilaku penting yang dapat
digunakan untuk menilai kecenderungan karyawan untuk bertahan sebagai anggota
organisasi. Komitmen organisasi merupakan identifikasi dan keterlibatan seorang yang relatif
kuat terhdapa organisasi. Komitmen organisasi adalah kleinginan anggota organisasi dan
bersedia berusaha keras agar tercapainya tujuan organisasi.
Budaya organisasi mengarahkan perilaku pegawai untuk meningkatkan kemampuan kerja,
komitmen dan loyalitas serta perilaku Extrarole seperti membantu rekan kerja, melindungi
properti organisasi, menghargai peraturan yang berlaku, toleransi membangun serta tidak
membuang waktu ditempat kerja. Agar perusahaan mendapatkan karyawan yang berkualitas
diperlukan adanya pedoman berupa budaya organisasi. Budaya organisasi yang dijalankan
dengan baik akan meningkatkan komitmen organisasi bagi karyawan terhadap perusahaan
tempat dia bekerja.
Selanjutnya diketahui setidaknya bahwa ada dua faktor penting yang dapat mempengaruhi
kinerja pegawai, yaitu budaya organisasi dan komitmen organisisai dari masing – masing
individu. Keterkaitan antara faktor ini diyakini akan memiliki dampak yang luas bagi upaya
perbaikan kinerja pegawai. Dengan kata lain, budaya organisasi yang tinggin dari pegawai
ditambah dengan komitmen keorganisasian yang positif dari para pegawai merupakan faktor
penting bagi perbaikan kinerja pegawai.

Teori
1. Budaya organisasi adalah suatu sistem nilai, kepercayaan dan kebiasaan dalam suatu
organisasi yang saling berinteraksi dengan struktur sistem formalnya untuk
menghasilkan norma – norma perilaku organisasi.
2. Komitmen organisasi adalah derajat yang mana karyawan percaya dan menerima
tujuan - tujuan organisasi dan akan tetap tinggal atau tidak akan meninggalkan
organisasi.
3. Kinerja karyawan adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seorang atau kelompok
orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing
– masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar
hukum dan tidak bertentangan dengan moral dan etika.
Hipotesis
Pertama (H1), diduga budaya organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja
karyawan pada divisi HRD PT. Kerta Rajasa Raya
Kedua (H2), diduga komitmen organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja
karyawan pada divisi HRD PT. Kerta Rajasa Raya Ketiga
(H3), diduga budaya organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap komitmen organisasi
pada divisi HRD PT. Kerta Rajasa Raya Keempat
(H4), diduga budaya organisasi berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja karyawan
melalui komitmen organisasi sebagai variabel intervening pada divisi HRD PT. Kerta Rajasa
Raya
Sampel
Karyawan PT. Kerta Rajasa Raya
Metode Pengambilan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik SEM berbasis
komponen atau varian
Metode Analisis Data
Dengan menggunakan PLS (Partial Least Square). Teknik ini dipilih karena perangkat ini
banyak diapakai untuk analisis kausal-prediktif yang rumit dan merupakan teknik yang sesuai
digunakan dalam aplikasi prediksi.
Hasil Penelitian
Hasil penelitian dapat diketahui bahwa outer loading dari budaya organisasi, komitmen
organisasi dan kinerja karyawan lebih besar dari 0,50. Hal tersebut menunjukkan bahwa
dimensi dari masing – masing variabel dinyatakan valid atau dapat mengukur variabel
tersebut dengan tepat.
 Hasil estimasi Inner Weight untukpengaruh budaya organisasi terhadap kinerja
karyawan menunjukkan hasil t-Statistik sebesar 2,7609 lebih besar dari 1,96. Hal ini
menunjukkan bahwa adanya pengaruh signifikan pada variabel budaya organisasi
terhadap kinerja karyawan.
 Dalam pengujian Hipotesis, dilakukan untuk menjawab permasalahan penelitian.
Pengujian hipotesis yang diajukan dapat dilihat dari besarnya nilai t-Statistik. Batas
untuk menolak dan menerima hipotesis yang diajukan adalah 1,96 signifikan untuk
pengujian hipotesis pada Alpha ( tingkat kesalahan penelitian ), sebesar 5%.
Berdasarkan hasil pengujian tersebut, peneliti mendapatkan bahwa pengaruh budaya
organisasi terhadap kinerja karyawan berpengaruh signifikan dan positif, sehingga hipotesis 1
dapat diterima. Hasilnya menunjukkan bahwa budaya organisasi berada pada level tertinggi
apabila kinerja karyawan juga berada pada level tertinggi.
 Budaya organisasi terhadap kinerja karyawan dengan komitmen organisasi sebagai
variabel intervening tidak berpengaruh signifikan. Hal ini menujuukn bahwa tidak ada
pengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja karyawan. Maka hal ini dinyatakan
jika pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan melalui komitmen
organisasi lebih kecil dari pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan
sehingga hipotesis dapat ditolak.
 Komitmen organisasi terhadap kinerja karyawan berpengaruh terhadap kinerja
karyawan sehingga menunjukkan hasil yang tidak signifikan dan postif, sehingga
hipotesis 2 ditolak. Untuk meningkatkan kuantitas pekerjaan maka karyawan harus
merasa bahwa berkomitmen merupakan idenya sendiri. Dengan demikian
tinggi/rendahnya komitmen organsasi terhadap kinerja karyawan.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Terdapat pengaruh yang signifikan dari budaya organisasi terhadap kinerja karyawan
pada PT. Kerta Rajasa Raya.
2. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari komitmen organisasi terhadap kinerja
karyawan pada PT. Kerta Rajasa Raya.
3. Terdapat pengaruh yang signifikan dari budaya organisasi terhadap komitmen
organisasi pada PT. Kerta Rajasa Raya.
4. Budaya organisasi tidak berpengaruh signifikan postif terhadap kinerja karyawan
apabila komitmen organisasi menjadi variabel Intervening.

2. LINK JURNAL : https://media.neliti.com/media/publications/132070-ID-pengaruh-


motivasi-dan-disiplin-kerja-ter.pdf
Judul Penelitian : PENGARUH MOTIVASI, DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP
KINERJA DOSEN DENGAN GAYA KEPEMIMPINAN SEBAGAI
VARIABEL MODERATING (STUDI KASUS AKADEMI
KESEJAHTERAAN SOSIAL AKS IBU KARTINI SEMARANG)
Volume : Volume 8, No 2, Edisi Juni 2016
Nama Peneliti : Diva Reza Fahlefi
Tahun : 2016
Abstrak
Kinerja merupakan konsep yang sangat kompleks, baik definisi maupun pengukurannya dan
sering menjadi tantangan bagi para peneliti perilaku organisasi dan sumber daya manusia,
karena bersifat multidimensional. Penelitian ini menggunakan variabel Motivasi, Disiplin
Kerja, Gaya Kepemimpinan, dan Kinerja Dosen.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh dosen tetap, dosen tidak tetap, dan dosen luar
biasa AKS Ibu Kartini Semarang yang berjumlah 33 orang yang terletak di jalan Sultan
Agung No. 77 Semarang. Sampel yang dipilih menggunakan metode sensus sehingga
diperoleh sebanyak 33 responden. Dalam hasil penelitian yang dilakukan menunjukkan
bahwa Motivasi, Disiplin Kerja sangat berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Dosen.
Variabel Motivasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja dosen di Akademi Kesejahteraan
Sosial AKS Ibu Kartini Semarang. Disiplin Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja
dosen di Akademi Kesejahteraan Sosial AKS Ibu Kartini Semarang dengan Gaya
Kepemimpinan sebagai moderating. Nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square)
menunjukkan angka sebesar 0,923.
Pendahuluan/Latar Belakang
Setiap organisasi akan selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja karyawan dengan harapan
apa yang menjadi tujuan perusahaan akan tercapai. Kinerja pegawai merupakan hasil yang
dicapai oleh pegawai tersebut dalam pekerjaanya menurut kriteria tertentu yang berlaku
untuk suatu pekerjaan tertentu. Kinerja (ferformance) merupakan perilaku organisasional
yang secara langsung berhubungan dengan produksi barang atau penyampaian jasa (Winardi
dkk, 2012). Menurut Handoko (2008) Motivasi adalah kondisi kejiwaan dan mental seorang
manusia yang memberi energi, mendorong kegiatan atau moves dan mengarah atau
menyalurkan perilaku kearah mencapai kebutuhan yang memberi kepuasan atau mengurangi
ketidakseimbangan.
Perilaku seseorang suatu tertentu biasanya ditentukan oleh kebutuhan yang paling kuat. Oleh
karena itu, penting artinya bagi seorang pemimpin untuk memahami kebutuhan umumnya
yang paling penting bagi karyawannya. Motivasi kerja seorang karyawan atau pegawai akan
berpengaruh terhadap kinerja yang dapat dicapai secara murni hanya akan timbul dari dalam
diri seorang karyawan atau pegawai (motivasi internal) serta motivasi berasal dari luar
karyawan atau pegawai yang bersangkutan (motivasi eksternal). Motivasi merupakan
kegiatan yang mengakibatkan, menyalurkan, serta memelihara perilaku manusia. Motivasi
menjadi subyek yang penting bagi manajer, karena menurut definisi manajer harus bekerja
dengan dan melalui orang lain. Manajer perlu memahami perilaku manusia tertentu agar
dapat mempengaruhinya untuk bekerja sesuai dengan yang diinginkan organisasi. Kinerja
merupakan sebuah konsep yang kompleks, baik definisi maupun pengukurannya yang sering
sebuah tantangan bagi peneliti untuk masalah perilaku organisasi dan sumber daya manusia,
karena bersifat multidimensional. Seperti dikemukakan oleh Chen (2004), bahwa Kinerja
organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi dan gaya kepemimpinan. Selain itu Ogbonna
dan Harris (2000) juga menunjukkan hubungan yang positif signifikan antara gaya
kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kinerja.
Kinerja organisasi mengandalkan (setidaknya sebagian) pada perilaku karyawan dan perilaku
merupakan sumber keunggulan kompetitif yang berkelanjutan (Huselid, dkk., 1997 dalam
Indayati dkk, 2011). Kepemimpinan yang baik adalah syarat utama dalam menunjang
kelancaran proses operasi organisasi. Teori kepemimpinan menjelaskan bahwa seseorang
disebut sebagai pemimpin jika ia mampu mempengaruhi orang lain untuk berbuat sesuatu
sesuai dengan apa yang diinginkannya. kepemimpinan yang efektif akan lebih menekankan
pada suatu perilaku pemimpin dari smua sifat-sifat pemimpin yang telah ada. Siapapun yang
menduduki pemimpinan diharapkan untuk dapat bertindak secara efektif sebagai seorang
pemimpin.
Pemimpin dalam usahanya perlu menggunakan pedoman tertentu sebagai landasan
pelaksanaan agar mencapai hasil yang diharapkan. Pelaksanaan disiplin dalam
organisasi/perusahaan ditujukan supaya semua pegawai/karyawan yang ada dalam
organisasi/perusahaan bersedia dan sukarela. Peraturan yang ditaati berarti memberi sebuah
dukungan terhadap suatu organisasi dalam melaksanakan program-program yang telah
ditetapkan, sehingga akan lebih mempermudah tercapainya tujuan organisasi. Hal ini
menunjukkan bahwa disiplin pegawai yang baik akan mempermudah pencapaian tujuan
organisasi, dan disiplin yang merosot akan menjadi penghalang dan memperlambat tujuan
organisasi. Beberapa penelitian sebelumnya yang mengkaji kinerja pegawai telah dilakukan
oleh Basor (2007) memperoleh hasil bahwa Motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja
Karyawan.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Winardi dkk (2012) yang
menyatakan bahwa Motivasi mempunyai pengaruh terhadap kinerja karyawan. Berbeda
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Purnomo (2007), dalam penelitiannya dikatakan
bahwa Motivasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Kinerja karyawan. Penelitian yang
menguji pengaruh disiplin kerja terhadap kinerja pegawai seperti yang telah dilakukan oleh
Narmodo (2008), yang menyatakan bahwa Disiplin Kerja berpengaruh Positif dan signifikan
terhadap Kinerja Pegawai.
Sedangkan penelitian yang mengkaji pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja telah
dilakukan oleh Rutyaningsih dkk (2013) bahwa Gaya Kepemimpinan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kinerja Karyawan. Penelitian ini difokuskan pada obyek AKS Ibu Kartini
Semarang yang terletak di jalan Sultan Agung No. 77 Semarang. Akademi Kesejahteraan
Sosial dengan menggunakan variabel Motivasi, Disiplin Kerja, Gaya Kepemimpinan dan
Kinerja.
Teori
1. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Dosen Akademi Kesejahteraan Sosial AKS Ibu
Kartini Semarang. Keberhasilan dari perusahaan sangat ditentukan oleh keberhasilan
karyawan yang berhubungan langsung dengan obyek yang dihadapinya baik barang
maupun jasa yang ditanganinya sesuai dengan bidang kerjanya. Kinerja perusahaan akan
sangat ditentukan oleh kinerja karyawan. Kinerja karyawan juga menjadi dasar dalam
menentukan besarnya penghasilan yang akan diterima seseorang karyawan. Motivasi
kerja yang diberikan oleh perusahaan akan mendorong karyawan untuk memberikan
semua kemampuan untuk memberikan semua kemampuan yang dimilikinya secara
maksimal dan bukan hanya kemampuan umum mendasar dari setiap pribadinya seperti
halnya kemampuan intelektual dan fisik belaka. Besarnya penghasilan dan kemampuan
memenuhi kebutuhan hidup menjadi dorongan bagi karyawan melakukan kinerja yang
terbaik. Penjelasan diatas menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Motivasi
dengan kinerja. Penelitian yang dilakukan oleh Basor (2007) memperoleh hasil bahwa
Motivasi berpengaruh terhadap Kinerja Karyawan.
2. Pengaruh Disiplin Kerja terhadap Kinerja Dosen Akademi Kesejahteraan Sosial AKS Ibu
Kartini Semarang Disiplin adalah tindakan manajemen untuk memberikan semangat
kepada pelaksanaan standar organisasi. Penerapan disiplin dalam organisasi/perusahaan
ditujukan supaya semua pegawai/karyawan yang ada dalam organisasi/perusahaan
bersedia dan sukarela mematuhi dan mentaati segala peraturan dan tata tertib yang
berlaku dalam organisasi/perusahaan itu tanpa paksaan. Seseorang yang mematuhi
peraturan berarti memberi dukungan positif pada organisasi dalam melaksanakan
program-program yang telah ditetapkan, sehingga akan lebih memudahkan tercapainya
tujuan organisasi. Hal ini menunjukkan bahwa disiplin pegawai yang baik akan
memudahkan pencapaian tujuan organisasi, dan disiplin yang merosot akan menjadi
penghalang dan memperlambat tujuan organisasi (Oetomo dan Susanti,2012). Penelitian
yang dilakukan oleh Narmodo (2008) memperoleh hasil bahwa Disiplin Kerja
berpengaruh signifikan terhadap Kinerja.
3. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Dosen Akademi Kesejahteraan Sosial AKS Ibu
Kartini Semarang dengan Gaya Kepemimpinan sebagai Moderating Keberhasilan dari
organisasi tersebut sangat ditentukan oleh keberhasilan pegawai yang berhubungan
langsung dengan obyek yang dihadapinya baik barang maupun jasa yang ditanganinya
sesuai dengan bidang kerjanya. Kinerja organisasi akan sangat ditentukan oleh kinerja
pegawai. Kinerja pegawai juga menjadi dasar dalam menentukan besarnya penghasilan
yang akan diterima seseorang karyawan dan menjadikan dorongan seseorang pegawai
mewujudkan cita-cita organisasi. Hasil penelitian Widodo (2006) menyatakan bahwa
Gaya kepemimpinan berpengaruh signifikan terhadap kinerja bawahan. Dari penjabaran
diatas dapat deketahui bahwa ada keterkaitan antara motivasi kerja terhadap kinerja
pegawai dengan gaya kepemimpianan sebagai moderating (variabel penguat).
Hipotesis
 Hipotesis pertama = Motivasi berpengaruh positif terhadap Kinerja Dosen Akademi
Kesejahteraan Sosial AKS Ibu Kartini Semarang
 Hipotesis kedua = Disiplin Kerja berpengaruh positif terhadap Kinerja Dosen
Akademi Kesejahteraan Sosial AKS Ibu Kartini Semarang
 Hipotesis ketiga = Motivasi berpengaruh positif terhadap Kinerja Dosen Akademi
Kesejahteraan Sosial AKS Ibu Kartini Semarang dengan Gaya Kepemimpinan
Sebagai Moderating
 Hipotesis keempat = Disiplin Kerja berpengaruh positif terhadap Dosen Akademi
Kesejahteraan Sosial AKS Ibu Kartini Semarang dengan Gaya Kepemimpinan
sebagai moderating.
Sampel
Sampel adalah sebagian atau wakil yang diteliti dalam populasi. (Arikunto. 2002). Penentuan
sampel dalam penelitian ini menggunakan penelitian sensus atau penelitian populasi, dimana
seluruh anggota populasi yang merupakan dosen AKS Ibu Kartini Semarang diambil sebagai
sampel penelitian atau responden. Pemilihan sampel ini mengacu pada pendapat Suharsini
Arikunto (2002) bahwa apabila jumlah populasi kurang dari 100 lebih baik diambil semua
sebagai sampel penelitian
Metode Pengambilan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik survei, angket
atau kuisioner dan dokumentasi
Metode Analisi Data
Dengan menggunakan program SPSS
Hasil Penelitian
1. Uji Validitas Didasarkan hasil uji validitas dengan menggunakan factor loading,
Semua indikator memiliki factor loading Yang diatas 0,4. Sehingga indikatorindikator
tersebut valid.
2. Uji Reliabilitas Hasil uji reliabilitas pada penelitian ini akan menunjukkan bahwa
Cronbach Alpha variabel Kinerja akan menunjukkan nilai lebih dari 0.70. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa semua variabel dalam penelitian ini adalah
reliabel dan layak untuk dilakukan pengujian selanjutnya.
3. Asumsi Klasik
a) Uji Normalitas
Data residual dalam penelitian ini terdistribusi normal.
b) Uji Multikolonieritas
Setiap variabel bebas mempunyai nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10. Jadi
dapat disimpulkan bahwa tidak ada multikolinieritas antar variabel bebas dalam
model regresi ini.
c) Uji Heterokedastisitas
Tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi ini.
4. Analisis Regresi Linier Berganda Dari hasil analisis dengan program SPSS, diketahui
persamaan regresi dari penelitian ini. Adapun dalam persamaan regresi linier yang
terbentuk adalah:
Y = 0,491Motivasi + 0,248Disiplin Kerja + 0,326Motivasi*gaya
Kepemimpinan + 0,082 Disiplin Kerja*gaya Kepemimpinan.
5. Goodness Of Fit Model (Uji kelayakan Model)
A. Uji F
F hitung sebesar 315,445 dengan tingkat signifikansi 0.000 < 0,05. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa model tersebut merupakan model yang fit.
B. Koefisien Determinasi
Nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) menunjukkan angka 0,923. Hal
ini berarti bahwa variabel Motivasi, Disiplin Kerja dengan Gaya Kepemimpinan
sebagai moderating mempunyai peranan 92,3% secara bersamasama untuk dapat
menjelaskan atau menerangkan variabel kinerja Dosen. Sedangkan sisanya
sebesar 7,7% (100% - 92,3%) dijelaskan oleh variabel lain yang mempengaruhi
kinerja Dosen.
6. Pengujian hipotesis (Uji t)
Uji hipotesis 1 sampai dengan 4 diuji dengan uji parameter individual (iju statistik t)
yang bertujuan untuk mengetahui besarnya pengaruh masingmasing variabel
independen secara parsial (individu) terhadap variabel dependen. Nilai dari uji t
dilihat p-value (pada kolom sig) pada masing-masing variabel independen. Jika nilai
p-value lebih kecil dari level of signifikan 0,05 maka hipotesis diterima.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah:
1. Motivasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja dosen di Akademi Kesejahteraan
Sosial AKS Ibu Kartini Semarang. Hal ini telah dibuktikan dengan uji signifikansi
yang mempunyai tingkat signifikansi < 0,05. Dengan demikian hipotesis pertama
dalam penelitian ini diterima.
2. Disiplin Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja dosen di Akademi
Kesejahteraan Sosial AKS Ibu Kartini Semarang. Hal ini dibuktikan dengan uji
signifikansi yang terbukti mempunyai tingkat signifikansi < 0,05. Dengan demikian
hipotesis kedua dalam penelitian ini diterima.
3. Motivasi berpengaruh signifikan terhadap Kinerja dosen di Akademi Kesejahteraan
Sosial AKS Ibu Kartini Semarang dengan Gaya Kepemimpinan sebagai moderating.
Hal ini dibuktikan dengan uji signifikansi yang terbukti mempunyai tingkat
signifikansi < 0,05. Dengan demikian hipotesis ketiga dalam penelitian ini diterima.
4. Disiplin Kerja berpengaruh signifikan terhadap Kinerja dosen di Akademi
Kesejahteraan Sosial AKS Ibu Kartini Semarang dengan Gaya Kepemimpinan
sebagai moderating. Hal ini dibuktikan dengan uji signifikansi yang terbukti
mempunyai tingkat signifikansi < 0,05. Dengan demikian hipotesis keempat dalam
penelitian ini diterima.

3. LINK JURNAL: http://administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jab/article/view/


1245/1436
Judul Penelitian : PENGARUH PROMOSI JABATAN TERHADAP MOTIVASI
KERJA DAN PRESTASI KERJA (STUDI PADA KARYAWAN PT
TELKOM INDONESIA WITEL JATIM SELATAN MALANG)
Volume : Volume 32 No. 1 Maret 2016
Nama Peneliti : Bastian Prabowo, Mochammad Al Musadieq
Tahun : 2016
Abstrak
Penelitian ini bertujuan menjelaskan pengaruh promosi jabatan karyawan terhadap motivasi
kerja karyawan PT Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang, menjelaskan pengaruh
promosi jabatan karyawan terhadap prestasi kerja karyawan PT Telkom Indonesia Witel
Jatim Selatan Malang, dan menjelaskan pengaruh motivasi kerja karyawan terhadap prestasi
kerja karyawan PT Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang. Penelitian ini
menggunakan jenis penelitian penjelasan dengan pendekatan kuantitatif. Jumlah sampel
dalam penelitian ini adalah 55 responden yaitu karyawan PT Telkom Indonesia Witel Jatim
Selatan Malang yang pernah mendapat promosi jabatan. Peneliti menggunakan teknik
probability sampling yaitu proportionate random sampling. Metode pengumpulan data
menggunakan angket dan dokumentasi. Metode analisis data menggunakan analisis statistik
deskriptif dan analisis jalur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa promosi jabatan
karyawan berpengaruh signifikan terhadap motivasi kerja karyawan. Promosi jabatan
karyawan berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan. Motivasi kerja karyawan
berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan.
Pendahuluan/latar belakang
Promosi jabatan merupakan upaya yang dilakukan perusahaan untuk memberikan
kesempatan bagi karyawan yang memiliki prestasi kerja yang baik dan umumnya didasarkan
atas faktor senioritas (pengalaman/lamanya bekerja) untuk menduduki suatu jabatan yang
lebih tinggi dari jabatan yang diduduki sebelumnya serta memiliki wewenang dan tanggung
jawab yang lebih besar. Dilihat dari sisi kepentingan perusahaan, dengan adanya promosi
jabatan pihak perusahaan tentunya berharap agar karyawan mampu mengeluarkan
kemampuan terbaiknya yang mungkin selama ini terkendala dikarenakan pada jabatan
sebelumnya wewenang karyawan tersebut masih minim. Selain itu promosi jabatan juga
mampu memberikan kesempatan bagi karyawan untuk berkembang dan menambah
pengalaman baru di lingkungan kerja perusahaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah menjelaskan pengaruh promosi jabatan karyawan terhadap
motivasi kerja karyawan PT Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang, menjelaskan
pengaruh promosi jabatan karyawan terhadap prestasi kerja karyawan PT Telkom Indonesia
Witel Jatim Selatan Malang, dan menjelaskan pengaruh motivasi kerja karyawan terhadap
prestasi kerja karyawan PT Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang
Teori
Promosi jabatan menurut Ardana, dkk (2012:106) ialah suatu proses perubahan dari suatu
pekerjaan ke suatu pekerjaan yang lain, pada hierarki wewenang dan tanggung jawab yang
lebih tinggi dibandingkan dengan wewenang dan tanggung jawab yang telah dibebankan
kepada diri karyawan pada waktu sebelumnya. Menurut Hasibuan (2011:108), terdapat tiga
asas promosi jabatan yang harus dituangkan dalam program promosi jabatan, sehingga
karyawan mengetahui dan perusahaan mempunyai pedoman dalam mempromosikan
karyawan, yaitu meliputi: Asas Kepercayaan, Asas Keadilan, dan Asas Formasi.
Motivasi kerja merupakan daya pendorong atau penggerak baik itu secara internal maupun
eksternal yang membuat seorang karyawan bekerja secara optimal untuk mencapai tujuan
perusahaan. Clayton Aldelfer (dalam Mangkunegara 2009:98) mengemukakan teori motivasi
kerja ERG yang merupakan refleksi dari tiga dasar kebutuhan, yaitu: Existence (Eksistensi),
Relatedness (Keterhubungan), Growth (Pertumbuhan).
Prestasi kerja adalah hasil kerja atau pencapaian dari seorang karyawan atas kewajibannya
dalam melaksanakan pekerjaan yang dapat diukur dari segi kuantitas, kualitas dan ketepatan
waktu. Menurut Dharma (2000:32) cara yang dilakukan untuk mengukur tinggi rendahnya
prestasi kerja, yaitu: mengetahui kuantitas hasil kerja, mengetahui kualitas hasil kerja, dan
mengetahui ketepatan waktu kerja.
Hipotesis
1. Hipotesis 1: Promosi jabatan karyawan (X) berpengaruh signifikan terhadap motivasi
kerja karyawan (Y1).
2. Hipotesis 2: Promosi jabatan karyawan (X) berpengaruh signifikan terhadap prestasi
kerja karyawan (Y2).
3. Hipotesis 3: Motivasi kerja karyawan (Y1) berpengaruh signifikan terhadap prestasi
kerja karyawan (Y2).
Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah 122 Karyawan PT Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan
Malang yang pernah mendapat promosi jabatan. Peneliti menggunakan teknik probability
sampling yaitu proportionate random sampling dan diperoleh jumlah sampel sebanyak 55
responden.
Metode Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan angket dan dokumentasi.
Metode Analisa Data
1. Analisis Deskriptif, digunakan untuk menggambarkan karakteristik data yang
terkumpul dan disajikan dalam bentuk tabel dan persentase.
2. Analisis Jalur, digunakan untuk menganalisis pola hubungan antar variabel dengan
tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung seperangkat variabel
bebas terhadap variabel terikat.
Hasil Penelitian
1. Hasil Analisis Deskriptif
a. Promosi Jabatan Karyawan (X) Menunjukkan bahwa karyawan PT Telkom Indonesia
Witel Jatim Selatan Malang puas terhadap penetapan kriteria promosi jabatan di PT
Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang, akan tetapi masih diperlukan adanya
evaluasi yang berdasarkan atas asas kepercayaan, asas keadilan, dan asas formasi.\
b. Motivasi Kerja Karyawan (Y1) Menunjukkan bahwa motivasi kerja karyawan PT
Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang yang diukur berdasarkan kebutuhan
existence dan kebutuhan relatedness masuk dalam kategori tinggi.
c. Prestasi Kerja Karyawan (Y2) Menunjukkan bahwa prestasi kerja karyawan PT
Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang diukur dari aspek ketepatan waktu
masuk dalam kategori sangat tinggi, sedangkan aspek kualitas dan kuantitas masuk
dalam kategori tinggi.
2. Hasil analisis Jalur
a. Pengaruh Promosi Jabatan Karyawan (X) terhadap Motivasi Kerja Karyawan (Y1),
Dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja karyawan PT Telkom Indonesia Witel Jatim
Selatan Malang dipengaruhi oleh promosi jabatan karyawan yaitu sebesar 0,674.
b. Pengaruh Promosi Jabatan Karyawan (X) terhadap Prestasi Kerja Karyawan (Y2)
Dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja karyawan PT Telkom Indonesia Witel Jatim
Selatan Malang dipengaruhi oleh promosi jabatan karyawan yaitu sebesar 0,358.
c. Pengaruh Motivasi Kerja Karyawan (Y1) terhadap Prestasi Kerja Karyawan (Y2)
Dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja karyawan PT Telkom Indonesia Witel Jatim
Selatan Malang dipengaruhi oleh motivasi kerja karyawan sebesar 0,468.
Kesimpulan
Hasil analisis statistik deskriptif menunjukkan bahwa karyawan puas terhadap penerapan
promosi jabatan karyawan di PT Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang, serta
menunjukkan bahwa motivasi kerja karyawan dan prestasi kerja karyawan PT Telkom
Indonesia Witel Jatim Selatan Malang dapat dikategorikan tinggi. Hasil Analisis jalur
menunjukkan bahwa Promosi jabatan karyawan berpengaruh signifikan terhadap motivasi
kerja dan prestasi kerja karyawan PT Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang. Selain
itu, motivasi kerja karyawan juga berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja karyawan
PT Telkom Indonesia Witel Jatim Selatan Malang.

4. LINK JURNAL : http://jurnal.utu.ac.id/jbkan/article/view/885/713


Judul Penelitian : PENGARUH STRES KERJA TERHADAP KOMITMEN
ORGANISASI PADA PT. PELABUHAN INDONESIA I
(PERSERO) MEDAN
Volume : Volume 2, No. 1 2018
Nama Peneliti : Damrus, SE., M.,Si dan Ronal Donra Sihalolo, SE., M.Si
Tahun : 2018
Abstrak
Organizational commitment is one of the important thing to be considered by the company to
observe the extent to which employees are responsible toward their responsibility merupakan
suatu hal yang penting untuk diperhatikan suatu perusahaan untuk melihat sejauh mana
karyawan tersebut lebih bertanggungjawab terhadap kewajibannya. PT. Pelabuhan Indonesia
I (Persero Medan engages in port services which has good performance However, in March-
August 2015 the employees performance of PT Pelabuhan Indonesia I (Persero) Medan
showed declining trend This declining in performance are assumed to be influenced by
several factors such as work stress and organizational commitment. This study aims to
analyse the influence of work stress toward organizational commitment at PT. Pelabuhan
Indonesia I (Persero Medan. The problem identification of this study is how to increase the
organizational commitment by considering work stress inside the company. The theory used
in this study is human resources management related to work stress and organizational
commitment The method used in this study is survey method, this is descriptive quantitative
study ant the nature of this study is explanatory research. The number of samples used in this
FATHIA YASMIN FADHILLA 1824090147 LINK JURNAL:
http://jurnal.utu.ac.id/jbkan/article/view/885/713 study are 72 people The samples are drawn
by using non probability sampling technique with purposive sampling method. Data analysis
method used is simple multiple linear regression analysis using SPSS software. The result
shows that partially work stress conflict has negative and significant influence toward
organizational commitment.
Pendahuluan/Latar Belakang
Sumber daya manusia adalah faktor yang menentukan keberhasilan suatu perusahaan dan
menentukan nasib perusahaan kedepannya untuk mengembangkan usaha dan mampu
bersaing secara global. Sehingga diharapkan setiap pegawai memiliki komitmen yang kuat
untuk memberikan prestasi terbaik bagi organisasi maupun perusahaan tempatnya bekerja.
Komitmen pegawai merupakan salah satu kunci yang turut menentukan berhasil atau
tidaknya organisasi untuk mencapai tujuannya. Pegawai yang memiliki komitmen pada
organisasi biasanya mereka menunjukkan sikap kerja yang penuh perhatian terhadap
tugasnya, mereka sangat memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugas-tugas serta
sangat loyal terhadap instansi tempatnya bekerja.
Dengan komitmen seseorang akan menyatakan tekad untuk melaksanakan sesuatu. Dalam
komitmen terkandung keyakinan, pengikat yang akan menimbulkan energi untuk melakukan
terbaik. Secara nyata, komitmen berdampak kepada performansi kerja sumber daya manusia
dan pada akhirnya juga sangat berpengaruh terhadap kinerja suatu organisasi atau
perusahaan. Karena itu peran sumber daya manusia, khususnya jajaran manajemen dari lini
dasar sampai lini puncak harus mampu berperan sebagai penggerak untuk mewujudkan misi
dan tujuan organisasi. Komitmen pegawai merupakan salah satu kunci yang turut
menentukan berhasil atau tidaknya organisasi untuk mencapai tujuannya. Pegawai yang
memiliki komitmen pada organisasi biasanya mereka menunjukkan sikap kerja yang penuh
perhatian terhadap tugasnya, mereka sangat memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan
tugas-tugas serta sangat loyal terhadap instansi tempatnya bekerja.
Dengan komitmen seseorang akan menyatakan tekad untuk melaksanakan sesuatu. Dalam
komitmen terkandung keyakinan, pengikat yang akan menimbulkan energi untuk melakukan
terbaik. Secara nyata, komitmen berdampak kepada performansi kerja sumber daya manusia
dan pada akhirnya juga sangat berpengaruh terhadap kinerja suatu organisasi atau
perusahaan. Karena itu peran sumber daya manusia, khususnya jajaran manajemen dari lini
dasar sampai lini puncak harus mampu berperan sebagai penggerak untuk mewujudkan misi
dan tujuan organisasi.
Pegawai yang memiliki komitmen tinggi terhadap organisasi dapat dilihat dari keinginan kuat
untuk tetap menjadi anggota tersebut, kesediaan untuk berusaha sebaik mungkin demi
kepentingan organisasi, kepercayaan terhadap organisasi dan penerimaan yang kuat terhadap
nilai- nilai dan tujuan organisasi. Adanya komitmen organisasi yang tinggi pada pegawai
akan membuat pegawai terhindar dari perilaku-perilaku keorganisasian yang negatif misalnya
membolos, mangkir, pindah kerja keperusahaan lain, meninggalkan jam kerja dan lain
sebagainya. Menurut Kaswan (2012:293), Komitmen organisasi adalah merupakan ukuran
kesediaan karyawan bertahan dengan sebuah perusahaan di waktu yang akan datang.
Sedangkan menurut Panggabean (2004:135), Komitmen adalah kuatnya pengenalan dan
keterlibatan seseorang dalam organisasi tertentu.
Stres dapat diartikan sebagai sesuatu yang membuat kita mengalami tekanan mental atau
beban kehidupan, suatu kekuatan yang mendesak atau mencekam, mengganggu
keseimbangan karena masalah atau tuntutan penyesuaian diri. Menurut Mangkunegara
(2007:157), Stres kerja merupakan perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam
menghadapi pekerjaan. Stres yang berlebihan akan berakibat buruk terhadap individu untuk
berhubungan dengan lingkungannya secara normal. Akibatnya kinerja mereka menjadi buruk
dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap organisasi dimana mereka bekerja.
Teori
Teori/Definisi Terdapat banyak penelitian mengenai stres kerja karyawan. Menurut Siagian
(2008:300), stres merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan
pikiran dan kondisi fisik seseorang. Stres yang tidak diatasi dengan baik biasanya akan
berakibat pada ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan lingkungannya,
baik dalam lingkungan pekerjaan maupun diluarnya. Sedangkan menurut Mangkunegara
(2007:157), Stres Kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi
pekerjaan.
Menurut Invacevich dalam Anatan dan Ellitan (2007:55), Stres Kerja adalah suatu tanggapan
penyesuaian yang dilatarbelakangi oleh perbedaan individu atau proses psikologi yang
merupakan konsekuensi setiap tindakan dari luar (lingkungan), situasi, peristiwa yang
menetapkan permintaan psikologis/fisik yang berlebihan kepada seseorang. Sedangkan
menurut Robbins dan Judge (2015:19), Stres adalah proses psikologis tidak menyenangkan
yang terjadi sebagai respon atau tekanan lingkungan.
Menurut Mc. Grant dalam Anatan dan Ellitan (2007:55), mendefinisikan Stres Kerja sebagai
suatu keadaan yang tidak menyenangkan sebagai akibat seseorang menghadapi
ketidakpastian apakah dia dapat mengatasi tantangan terhadap nilainilai yang penting. Dalam
definisi tersebut terdapat tiga komponen penting yaitu:
1. Tantangan yang dirasakan (perceive challenge), yang timbul akibat interaksi
seseorang dengan persepsi mereka terhadap lingkungan.
2. Nilai-nilai penting (important value), timbul karena seseorang mengalami kejadian,
namun hal tersebut dianggap tidak penting sehingga tidak menimbulkan stres.
3. Ketidakpastian resolusi (uncertainty resolution), terjadi bila seseorang
menginterpretasikan situasi bahwa ada kemungkinan untuk sukses dalam menghadapi
suatu tantangan.
Menurut Beehr dan Newman dalam Anatan dan Ellitan (2007:55), memiliki pandangan lain
yang meninjau dari sudut interaksi antara individu dan lingkungan, mereka mendefinisikan
stres sebagai suatu kondisi dimana terdapat interaksi antara seseorang dengan pekerjaannya
dan dikarakterisasikan oleh perubahan dalam diri seseorang yang memaksa mereka untuk
menyimpang.
Bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari interaksi situasi dengan individunya,
mencakup ciri-ciri kepribadian yang khusus dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada
sikap, kebutuhan, nilai-nilai, pengalaman lalu, keadaan lingkungan dan kecakapan. Tuntutan
peran ganda umumnya dialami oleh wanita yang melibatkan diri dalam lingkungan
organisasi, yaitu sebagai wanita karir dan ibu rumah tangga sehingga lebih rentan mengalami
stres yang dapat menyebabkan penderitaan psikis berupa kecemasan dibanding dengan pria.
Tuntutan pekerjaan, rumah tangga dan ekonomi keluarga sangat berpotensi menyebabkan
wanita karir rentan mengalami stres.
Hipotesis
Berdasarkan pada latar belakang, landasan teori dan penelitian terdahulu serta mengacu pada
tujuan penelitian, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 : Stres Kerja berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap Komitmen Organisasi.
Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah karyawan PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) medan,
sudah menikah atau telah mempunyai pasangan dan sudah bekerja minimal selama 3 tahun,
yaitu sebanyak 247 orang. Penentuan sampel dalam penelitian ini dengan menggunakan
teknik teknik nonprobability sampling dengan menggunakan metode purposive sampling.
Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Slovin, didapat sebesar 72 orang sampel.
Metode Pengambilan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Kuesioner
2. Wawancara
3. Dokumentasi
Metode Analisis Data
1. Metode analisis statistik deskriptif
2. Uji hipotesis dengan analisis linear sederhana
Persamaan model matematika dari model analisislinear sederhana adalah sebagai
berikut:
a. Persamaan Struktur
Y = a + bX
Keterangan:
Y = Komitmen Organisasi
X = Stress Kerja
a = Koefisien Regresi
b = Angka Konstan
Hasil Penelitian
Hasil pengujian menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
komitmen organisasi pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Medan, artinya semakin
meningkat stres kerja karyawan maka akan menurunkan komitmen karyawan terhadap
perusahaan dan sebaliknya semakin menurun stres kerja maka akan semakin meningkatkan
komitmen karyawan terhadap perusahaan. Hal ini sesuai dengan menurut Wibowo (2014);
Nart and Batur (2014); Iresa, dkk (2015), menyatakan bahwa stres kerja memiliki pengaruh
negatif terhadap komitmen organisasi
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya diperoleh kesimpulan bahwa
secara parsial stres kerja berpengaruh negatif dan signifikan terhadap komitmen organisasi
pada PT. Pelabuhan Indonesia I (Persero) Medan.

5. LINK JURNAL : http://download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?


article=1677143&val=8405&title=PENGARUH%20GAYA%20KEPEMIMPINAN
%20PATERNALISTIS%20DISIPLIN%20KERJA%20DAN%20LINGKUNGAN
%20KERJA%20TERHADAP%20PRODUKTIVITAS%20KERJA%20KARYAWAN
%20PADA%20DEPARTEMEN%20NONTEHNIK%20PT%20ASURANSIKPO
%20AMBASADOR
Judul Penelitian : PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN PATERNALISTIS,
DISIPLIN KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA TERHADAP
PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN PADA DEPARTEMEN
NONTEHNIK PT ASURANSIKPO AMBASADOR
Volume : Volume 3, No. 02 Juli 2017
Nama Peneliti : Mochamad Rizki Sadiqin dan Tio Mianti
Tahun : 2017
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan paternalistis,
disiplin kerja dan lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan pada departemen
nontehnik PT. ASURANSI. Dimana diajukan tiga variabel bebas dan satu variabel terikat,
yaitu pengaruh gaya kepemimpinan paternalistis, disiplin kerja dan lingkungan kerja sebagai
variabel bebas dan produktivitas kerja berperan sebagai variabel terikat.Manfaat penelitian ini
adalah penelitian kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui penyebaran kuesioner
dan data pustaka. Sampel pada penelitian ini adalah 45 orang karyawan departemen non
tehnik PT. ASURANSI. Teknik analisis data yang digunakan adalah regresi linear berganda.
Tahap pertama menguji validitas dan reabilitas pertanyaan setiap variabel. Tahap kedua
dengan menguji hubungan variabel pengaruh gaya kepemimpinan paternalistis, disiplin kerja
dan lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan. Hasil penelitian menunjukan
bahwa variabel gaya kepemimpinan paternalistis tidak berpengaruh signifikan terhadap
produktivitas kerja, sedangkan disiplin kerja dan lingkungan kerja berpengaruh signifikan
terhadap produktivitas kerja karyawan
Pendahuluan/Latar Belakang
Perusahaan dituntut untuk professional dan mampu bersaing secara global. Oleh karena itu,
perusahaan ini sangat mengandalkan peranan aktif seluruh sumber daya manusia dalam usaha
mencapai tujuan yang diharapkan perusahaan. Dan sebaliknya untuk dapat bekerja produktif,
karyawan pun harus memiliki disiplin kerja, mendapat motivasi kerja dari pimpinan dan
bekerja di lingkungan yang nyaman seperti yang diharapkannya. Data outstanding excess
merupakan salah satu ukuran yang dapat digunakan untuk menilai produktivitas seorang
karyawan, departemen non tehnik dapat dikatakan produktif apabila semua pembayaran
klaim, pembayaran premi dan tagihan excess klaim dapat dibayarkan tepat waktu atau dengan
kata lain outstanding rendah. Permasalahan produktivitas kerja karyawan yang belum optimal
dibuktikan melalui data outstanding excess pada departemen nontehnik PT ASURANSI dari
tahun 2015-2016 yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Sep-15 Rp 1,128,611,325.00
Oct-15 Rp 1,246,663,504.00
Nov-15 Rp 954,227,716.00
Dec-15 Rp 1,658, 037,105.00
Jan-16 Rp 3,026,284,710.00
Feb-16 Rp 3,371,707,997.00
Mar-16 Rp 3,430,445,132.00
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa produktivitas kerja karyawan melalui data outstanding
tagihan excess klaim Departemen nontehnik PT.ASURANSI mengalami penurunan yang
fluktuatif, terlihat dari jumlah tagihan outstanding yang semakin meningkat setiap bulannya.
Berdasarkan data sekunder tersebut peneliti tertarik untuk lebih mendalami dan menganalisis
apakah gaya kepemimpinan, disiplin kerja dan lingkungan kerja mempengaruhi produktivitas
kerja karyawan. Sehingga peneliti mengajukan sebuah judul “Pengaruh Gaya Kepemimpinan
Paternalistis, Disiplin Kerja dan Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Karyawan”
Teori
Definisi yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Gaya Kepemimpinan Paternalistis
Persepsi seorang pemimpin yang peternalistis tentang peranannya dalam kehidupan
organisasi dapat diwarnai oleh harapan para pengikutnya. Harapan itu pada umumnya
terwujud keinginan agar pemimpin mereka mampu berperan sebagai bapak yang bersifat
melindungi dan layaknya dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk.
Menurut Siagian (2009) ditinjau dari segi nilai organisasi yang dianut biasanya seorang
pemimpin yang peternalistis mengutamakan nilai kebersamaan, dalam organisasi yang
dipimpin oleh seorang pemimpin yang peternalistis kepentingan bersama dan perlakuan
terlihat sangat menonjol. Artinya seorang pemimpin yang bersangkutan berusaha untuk
memperlakukan semua orang yang terdapat dalam organisasi seadil dan serata mungkin
Disiplin Kerja
Hasibuan (2013) kedisiplinan adalah adanya kesadaran dan kesediaan seorang pegawai untuk
mentaati segala peraturan dan norma-norma yang ada dalam suatu organisasi. Menurut Rivai
(2011) disiplin kerja adalah suatu alat yang digunakan para manajer untuk berkomunikasi
dengan karyawan agar mereka bersedia untuk mengubah suatu perilaku sebagai suatu upaya
untuk meningkatkan kesadaran dan kesedian seseorang mematuhi semua peraturan
perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku.Sutrino (2013) mengatakan disiplin adalah
sikap kesediaan dan kerelaan seeorang untuk mematuhi dan menaati normanorma peraturan
yang berlaku disekitarnya. Disiplin sangat diperlukan baik oleh individu yang bersangkutan
maupun oleh organisasi. Bagi perusahaan adanya disiplin kerja akan menjamin terpeliharanya
tata tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas sehingga diperoleh hasil yang optimal kerja
Lingkungan Kerja Menurut Sedarmayati (2011) mendefinisikan bahwa lingkungan kerja
adalah seluruh alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana
seseorang bekerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan
maupun sebagai kelompok. Menurut Nitisemito (2008) mengemukakan bahwa lingkungan
kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya
dalam menjalankan tugas-tugas yang diembankan. Sedangkan menurut Basuki dan Susilowati
(2005) lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang berada dilingkungan yang dapat
mempengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung seseorang atau sekelompok
orang di dalam melaksanakan aktivitasnya
Produktivitas Kerja
Sumber daya manusia (SDM) yang produktif akan dapat merancang dan mengaplikasikan
semua rancangan yang menjadi sasaran atau target dari suatu organisasi. Sumber daya
manusia dikatakan produktif, apabila mempunyai produktivitas kerja yang tinggi serta dapat
menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya secara tepat waktu. Menurut Umar (2011)
produktivitas memilki dua dimensi. Dimensi pertama adalah efektifitas yang mengarah
kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan
kualitas, kuantitas, dan waktu. Dimensi yang kedua yaitu efisiensi yang berkaitan dengan
upaya membandingkan input dengan realisasi penggunaannya atau bagaimana pekerjaan
tersebut dilaksanakan. Menurut Sutrisno (2015) pengertian produktivitas adalah sikap mental
yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari hari
kemarin dan hari esok harus lebih baik dari hari ini. Sikap yang demikian akan mendorong
seseorang untuk tidak cepat merasa puas. Selain itu, menurut Ravianto (2015) produktivitas
kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor lain seperti tingkat pendidikan, keterampilan, disiplin,
sikap dan etika kerja, motivasi, gaya kepemimpinan, tingkat penghasilan, jaminan sosial,
lingkungan kerja, sarana produksi manajemen dan prestasi.
Hipotesis
Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Paternalistis Terhadap Produktivitas Kerja Menurut
Robbins (2015) kepemimpinan adalah kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok
menuju pencapaian sebuah visi atau tujuan yang ditetapkan. Penelitian tentang pengaruh gaya
kepemimpinan terhadap produktivitas karyawan sebelumnya sudah diuji dalam penelitian
yang dilakukan oleh Warnanti (2015) yang menemukan bahwa gaya kepemimpinan
berpengaruh positif terhadap produktivitas kerja. Berdasarkan beberapa hasil penelitian,
maka diajukan hipotesis sebagai berikut :
H1 : Gaya kepemimpinan paternalistis berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja
karyawan Hubungan Antara Disiplin KerjaTerhadap Produktivitas Kerja Hasibuan (2013)
kedisiplinan adalah adanya kesadaran dan kesediaan seorang pegawai untuk mentaati segala
peraturan dan norma-norma yang ada dalam suatu organisasi. Semakin tinggi kesadaran akan
tugas dan tanggung jawab dan semakin patuh terhadap tata tertib yang berlaku, maka
diharapkan akan menumbuhkan semangat kerja serta gairah kerja sehingga akan menciptakan
produktivitas yang lebih baik juga. Penelitian tentang pengaruh disiplin kerja terhadap
produktivitas kerja karyawan sebelumnya sudah diuji dalam penelitian yang dilakukan oleh
Ananta dan Adnyani (2016) yang menemukan bahwa disiplin kerja berpengaruh positif
terhadap produktivitas kerja. Berdasarkan uraian diatas, dapat disajikan sebuah hipotesis
sebagai berikut :
H2 : Disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan Hubungan
Antara Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja Menurut Sedarmayanti (2011)
terdapat berbagai faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja seseorang, yaitu lingkungan
kerja dan iklim kerja. Lingkungan kerja dan iklim kerja yang baik akan mendorong karyawan
agar senang bekerja dan meningkatkan rasa tanggung jawab untuk melakukan pekerjaan
dengan lebih baik menuju kearah peningkatan produktivitas. Penelitian tentang pengaruh
lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan sebelumnya sudah diuji dalam
penelitian yang dilakukan oleh Senata, Nuridja dan Suwena (2016) yang menemukan bahwa
lingkungan kerja berpengaruh positif terhadap produktivitas kerjaBerdasarkan uraian diatas,
dapat disajikan sebuah hipotesis sebagai berikut :
H3 : Lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan
Berdasarkan pokok masalah, kajian teoritis dan kajian empiris yangrelevan maka diajukan
hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1: Gaya kepemimpinan paternalistis berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja
karyawan
H2 : Disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan
H3 : Lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan
Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristikyang dimiliki oleh populasi tersebut
(Sugiyono, 2009). Bila jumlah populasi terlalu besar, peneliti tidak mungkin untuk
mempelajari keseluruhan yang terdapat dalam populasi karena keterbatasan dana, tenaga dan
waktu. Metode sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non probability
Sampling, yaitu teknik sampling yang tidak memberikan peluang atau kesempatan yang sama
bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2013).
Secara spesifik, teknik yang digunakan adalah teknik Sampling Jenuh (Sensus) sebagai teknik
penentuan sampelnya. Sampling Jenuh (Sensus) adalah teknik penentuan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel. Sehingga sample yang digunakan yaitu 45
orang, karena jumlah populasi pada departmen non tehnik berjumlah 45 orang.
Metode Pengambilan Data
Waktu dan tempat penelitian
Pada proses ini dibutuhkan waktu penelitian November 2016 sampai dengan Februari 2017.
Untuk memperoleh data guna penyusunan skripsi, penulis mengambil tempat penelitian pada
PT ASURANSI KPO Ambasador yang berlokasi di Jakarta Selatan. Dengan objek penelitian
adalah karyawan tetap departemen non tehnik PT ASURANSI KPO Ambasador Teknik
Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2009).
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan
kuesioner/angket yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan memberikan atau
menyebarkan daftar pertanyaan kepada responden dengan harapan memberikan respons atas
daftar pertanyaan tersebut (Noor, 2011).
Teknik pengumpulan data
pada penelitian ini dilakukan dengan melalui penyebaran kuesioner. Sejumlah pernyataan
akan diajukan kepada responden dengan kesesuaian jawaban yang paling mendekati
berdasarkan pertimbangan responden. Data yang diperoleh merupakan hasil survey dari
kuesioner yang diisi responden. Teknik survey adalah metode pengumpulan data primer
dengan memberikan kuesioner kepada responden individu dimana terdapat dua bagian. Pada
bagian pertama berisi data individu dan pada bagian kedua berisi sejumlah pernyataan untuk
setiap variabel yang dibahas dalam penelitian ini.
Metode Analisi Data
Metode yang digunakan oleh peneliti adalah metode kualitatif dengan menggunakan
kuesioner untuk memperoleh hasil dari random samplingdengan Skala Likert yang
pengolahan data menggunakan uji regresi linier berganda yang dijalankan pada program
SPSS versi 23.Yaitu pemodelan statistik yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh pada
beberapa variable untuk menguji hipotesis pengaruh variable independen (X) terhadap
variable dependen (Y)
Analisis dan Pembahasan
Objek Penelitian Penelitian dilakukan di PT. ASURANSI KPO Ambasador yang beralamat di
Jakarta Selatan
Analisis Karakteristik Profil Responden
Responden dalam penelitian ini adalah karyawan pada leveljabatan staff, supervisor dan
assistant manager sejumlah 45 orang yang diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan dan masa kerja
Hasil dan Pembahasan
A. Berdasarkan hasil hipotesis Pengaruh Gaya Kepemimpinan Paternalistis terhadap
Produktivitas Kerja Karyawan pada departemen non tehnik PT. ASURANSI
berdasarkan output data SPSS versi 23 yang terdapat pada uji signifikasi parsial (uji t)
didapatkan hasil nilai signifikan = 0,528 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa faktor
gaya kepemimpinan paternalistis tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas
kerja karyawan pada departemen non tehnik PT. ASURANSI. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan hasil penelitian Warnanti (2015) dan diperkuat oleh penelitian
Karimi, Davood dan Azizi (2011) bahwa gaya kepemimpinan memberikan pengaruh
positif dan signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan. Hal ini
mengidentifikasikan bahwa gaya kepemimpinan pada departemen non tehnik
PT.ASURANSI masih terasa kurang, dikarenakan pemimpin jarang memberikan
kesempatan kepada bawahannya untuk berinisiatif dan pemimpin dirasa kurang dalam
memberikan arahan untuk melakukan pekerjaan.Walau tidak signifikan dapat
meningkatkan produktivitas kerja karyawannya namun hal ini menunjukkan
pemimpin perlu melakukan perbaikan gaya kepemimpinan
B. Berdasarkan hasil penelitian yang sudah di dapat, penelitian ini menunjukkan bahwa
disiplin kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja karyawan yang dimana
sependapat dengan hasil penelitian Warnanti (2015) dan diperkuat oleh penelitian
Ananta dan Adnyani (2016) bahwa disiplin kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap produktivitas kerja karyawan
C. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil olah data dengan bantuan program SPSS versi
23 yang terdapat pada uji parsial (uji t) dengan nilai signifikan = 0,000 < 0,05 maka
dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja berpengaruh terhadap produktivitas kerja
karyawan pada departemen non tehnik PT. ASURANSI. Penerapan disiplin kerja di
PT. ASURANSI sudah baik sehingga hal ini perlu dipertahankan. Hanya saja dalam
meningkatkan disiplin kerja yang baik PT. ASURANSI perlu adanya diberikan sanksi
kepada karyawan apabila karyawan berturut-turut datang terlambat sesuai peraturan
perusahaan. Artinya apabila disiplin kerja diterapkan maka produktivitas kerja yang
dihasilkan juga lebih baik
D. Berdasarkan hasil hipotesis Pengaruh Lingkungan Kerja Terhadap Produktivitas Kerja
Karyawan pada departemen non tehnik PT. ASURANSI berdasarkan output data
SPSS versi 23 yang terdapat pada uji signifikasi parsial (uji t) didapatkan hasil nilai
signifikan = 0,016 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja
berpengaruh terhadap produktivitas kerja karya sejalan dengan hasil penelitian
Warnanti (2015) dan diperkuat oleh penelitian Senata, Nuridja dan Suwena (2012)
bahwa lingkungan kerja memberikan pengaruh positif dan signifikan terhadap
produktivitas kerja karyawan. Hal ini mengidentifikasikan bahwa lingkungan kerja
pada departemen non tehnik PT.ASURANSI sudah baik sehingga hal ini perlu
dipertahankan. Artinya apabila lingkungan kerja yang terapkan baik maka
produktivitas kerja yang dihasilkan juga lebih baik.
Kesimpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana pengaruh gaya kepemimpinan
paternalistis, disiplin kerja dan lingkungan kerja terhadap produktivitas kerja karyawan di PT
ASURANSI pada departemen non tehnik. Berdasarkan uraian hasil penelitian dan
pembahasan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a.Gaya kepemimpinan
paternalistis tidak berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pada depa
rtemen non tehnik PT ASURANSI b.Disiplin kerja berpengaruh signifikan terhadap
produktivitas kerja karyawan pada departemen non tehnik PT ASURANSI c.Lingkungan
kerja berpengaruh signifikan terhadap produktivitas kerja karyawan pada departemen non
tehnik PT ASURANSI
6. LINK JURNAL : file:///C:/Users/firma/Downloads/297928474.pdf
Judul Penelitian : Hubungan Budaya Organisasi Dengan Perilaku Birokrasi: Studi
Kasus
Pada Pemerintah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan
Nama Peneliti : Burhanudin Abubakar

Pendahuluan
Kerangka dasar perilaku organisasi didukung dua komponen dasar, yaitu individuindividu
yang berperilaku dan organisasi formal sebagai wadah dari perilaku itu sendiri (Thoha,
2002:170). Duncan (1980) menandaskan bahwa determinan utama pentingnya perilaku
organisasi adalah bagaimana perilaku manusia itu mempengaruhi usaha pencapaian tujuan-
tujuan organisasi.
Perilaku birokrasi timbul sebagai akibat interaksi antara karakteristik individu dengan
karakteristik birokrasi. Karakteristik individual mencakup persepsi, pengambilan keputusan
pribadi, pembelajaran dan motivasi (Robbins, 2003:31). Menurut Thoha (2002) bahwa
karakteristik individual meliputi kemampuan, kebutuhan, kepercayaan, pengalaman, dan
pengharapan. Perbedaan karakteristik individu tersebut menyebabkan perbedaan perilaku
mereka. Setiap individu mempunyai karakteristik yang berbeda. Mereka mempunyai nilai,
kepercayaan, motivasi, dan kemampuan yang berbeda. Perbedaan tersebut menyebabkan
perbedaan perilaku mereka. Namun demikian ikatan utama yang menyatukan perilaku
mereka adalah tujuan organisasi. Hal ini penting mengingat perilaku mengarah kepada tujuan
organisasi.
Salah satu fungsi birokrasi pemerintah yang utama adalah menyelenggarakan pelayanan
umum sebagai wujud dari tugas umum pemerintahan untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat. Birokrasi merupakan instrumen pemerintah untuk mewujudkan pelayanan publik
yang efisien, efektif, berkeadilan, transparan dan akuntabel. Hal ini berarti bahwa untuk
mampu melaksanakan fungsi pemerintah dengan baik, maka organisasi birokrasi harus
profesional, tanggap, dan aspiratif terhadap berbagai tuntutan dan kebutuhan akan pelayanan
kepada masyarakat.
Perilaku birokrasi Pemerintah Kabupaten/ Kota di Sulawesi Selatan masih berorientasi
internal, lebih dominan memperhatikan kepentingan internal organisasi, kurang fokus
pencapaian kinerja yang diharapkan oleh masyarakat. Oleh karena itu untuk fokus
pembahasan perilaku birokrasi pemerintah daerah, pada penelitian ini diarahkan pada
birokrasi yang menjalankan tugas umum pemerintahan, yaitu fungsi pengaturan dan
pelayanan administratif yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat umumnya dan
koordinasi perumusan kebijakan dalam rangka menciptakan keteraturan, ketertiban dan
keserasian dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah.
Temuan penelitian selama ini menjelaskan bahwa perilaku birokrasi yang mementingkan diri
dan kekuasaan serta orientasi jabatan struktural dipengaruhi penerapan nilai-nilai budaya Siri’
yang lemah (Munadah, 2005). Nilai patron-klien mempengaruhi perilaku pejabat public yang
menyimpang (Kausar, 2006). Kajian lain menjelaskan, kepuasan kerja, desain pekerjaan
berpengaruh terhadap kinerja pegawai yang rendah sehingga membentuk perilaku birokrasi
tradisional (Parhusip, 2006).
Berdasarkan hal tersebut, ada beberapa alasan mengapa penelitian ini penting; (1) kinerja
birokrasi dalam pengelolaan sektor publik belum optimal, dimana kritik dan komplain
masyarakat terhadap birokrasi masih cukup signifikan pada pemerintah kabupaten/kota di
Sulawesi Selatan; (2) Peran birokrasi masih menonjol dan dominan dalam pengelolaan sektor
publik. Oleh karena itu, ekspektasi masyarakat terhadap kinerja birokrasi cukup tinggi; (3)
Salah satu aspek yang sangat menentukan kinerja birokrasi adalah aspek perilaku yang
mempengaruhi baik dan buruknya penampilan birokrasi.
Saat ini perilaku birokrasi lebih dikesankan sebagai perilaku yang menyimpang dari tugas
dan fungsi birokrasi sebagai perumusan kebijakan, pemberdayaan dan pelayanan kepada
masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, pokok permasalahan dalam penelitian ini dapat
dirumuskan: “perilaku birokrasi pemerintah daerah belum berorientasi pada perilaku
birokrasi yang berkinerja tinggi”
Terdapat empat pola perilaku birokrasi, Davis (1985), yaitu perilaku otokratik, perilaku
kustodial, perilaku suportif dan perilaku kolegial. Perilaku otokratik dan perilaku kustodial
termasuk kategori perilaku yang tradisional dimana setiap birokrat hanya berorientasi
kekuasaan, otoritas, dan kewenangan, pemenuhan kebutuhan pokok serta mengeksplorasi
sumber daya ekonomi organisasi untuk diri dan kelompoknya. Perilaku suportif dan kolegial
termasuk kategori perilaku birokrasi modern dimana setiap individu memberi dukungan yang
tinggi terhadap pencapaian tujuan dan sasaran organisasi, serta organisasi memberi
penghargaan yang tinggi pula terhadap kinerja birokrat. Penelitian ini bertujuan untuk
menjelaskan hubungan budaya organisasi terhadap perilaku birokrasi.
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan rekomendasi
kebijakan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Sulawesi Selatan dalam rangka
mengembangkan perilaku birokrasi Pemerintah yang berorientasi pelayanan kepada
masyarakat. Model perilaku birokrasi yang berorientasi pelayanan adalah model suportif dan
pola perilaku kolegial. Untuk membangun perilaku suportif dan kolegial, maka dibutuhkan
strategi dalam desain budaya organisasi, sehingga mampu mengungkit atau bahkan
mengakselerasi terbentuknya perilaku birokrasi suportif dan kolegial. Budaya organisasi yang
demikian dapat memberi konstribusi terjadinya proses perubahan perilaku yang diharapkan
dalam rangka peningkatan kinerja birokrat secara bertahap dan berkelanjutan.
Teori
Konsep Budaya Birokrasi
Konsep Budaya Organisasi Kreitner & Kinicki (2005:79) melihat budaya organisasi sebagai
nilai dan keyakinan bersama yang mendasari identitas organisasi. Adapun Robbins
(2003:305) mengamati bahwa budaya organisasi mengacu ke suatu sistem makna bersama
yang dianut oleh anggota-anggota yang membedakan organisasi itu dengan
organisasiorganisasi lain.
Konsep dan Model Perilaku Birokrasi
Perilaku birokrasi pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara individuindividu dengan
organisasinya Thoha (2002:185). Individu membawa ke dalam tatanan birokrasi kemampuan,
kepercayaan pribadi, pengharapan, kebutuhan dan pengalamannya. Sedangkan birokrasi
sebagai sistem untuk merasionalkan tindakan manusia dengan adanya keteraturan yang baku,
pembagian kerja, tugas jabatan, wewenang dan tanggung jawab, sistem penggajian serta
sistem pengendalian.
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian sebelumnya, penelitian menyimpulkan bahwa budaya organisasi
berhubungan terhadap perilaku otokratik dan perilaku kustodial, perilaku suportif dan
perilaku kolegial. Berdasarkan konstribusinya, faktor budaya komunal memiliki konstribusi
yang sangat kuat terhadap terbentuknya perilaku suportif dan perilaku kolegial. Hasil analisis
pada daerah penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki hubungan terhadap
empat pola perilaku, yaitu perilaku otokratik, perilaku kustodial, perilaku suportif dan
perilaku kolegial. Selain itu, perilaku birokrasi 20 pemerintah daerah bersifat transisional,
yaitu masih tradisional dengan menampilkan perilaku otokratik dan kustodial, dan
berorientasi modern dengan menampilkan perilaku suportif dan kolegial.

7. LINK JURNAL :
file:///C:/Users/firma/Downloads/admin,+177-Article+Text-638-1-11-20200210.pdf
Judul Penelitian : PERUBAHAN NILAI DALAM MASYARAKAT SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP MORAL BIROKRASI DALAM
MEMBERIKAN PELAYANAN PUBLIK.
Nama Peneliti : Dera Izhar Hasanah
Volume : Volume 3 No. 3 2019
Tahun : 2019
Abstrak
Pada zaman era reformasi sekarang ini, persaingan untuk mendapatkan pelayanan yang baik
semakin ketat, begitupun dalam lingkup birokrasi, pelayanan publik harus lebih baik
sehingga dapat memenuhi apa yang menjadi kebutuhan masyarakat, dengan seperti itu publik
akan lebih merasakan adanya peran serta pemerintah yang dengan eksistensinya dapat
menjalankan tugas sebagaimana mestinya khususnya dalam melayani publik. Pelayanan
publik yang terdapat di Indonesia baru pada tahapan tersusunnya perundang-undangan atau
peraturan-peraturan instansi terkait secara parsial dan belum menyentuh pada aspek
kepemimpinan serta budaya melayani yang kongrkit dan komprehensif. Masyarakat menuntut
untuk diterapkannya manajemen yang baik dan transparan. Sebagai konsekuensinya,
pemerintah harus meningkatkan kinerja dalam fungsi pelayanan publik agar lebih efektif,
efisien dan transparan demi terwujudnya tata pemerintahan yang baik (good governance).
Strategi yang dilakukan untuk mengatasi beberapa persoalan birokrasi melalui reformasi.
Reformasi birokrasi berupaya untuk mengurangi masalah dengan perubahan, penyegaran dan
pembaharuan khususnya dalam hal moral dan nilai-nilai guna memenuhi pelayanan publik
yang dapat mengimbangi dinamika dan kebutuhan masyarakat.
PENDAHULUAN
Pelayanan publik adalah representasi dan eksistensi dari birokrasi pemerintah yang
memangku fungsi sebagai pemberi layanan terhadap masyarakat. Oleh karena itu, kualitas
layanan yang diberikan merupakan cerminan dari kualitas birokrasi pemerintah. Paradigma
pelayanan publik pada masa lalu, memberikan peran yang lebih terhadap pemerintah sebagai
sole provider. Masyarakat atau penerima layanan sebagai pihak luar tidak memiliki tempat
atau termarjinalkan. Masyarakat hanya memiliki sedikit sekali dalam memberikan warna
dalam proses pelayanan publik.
Dalam perspektif pelayanan publik, pemimpin harus mampu membawa organisasi publik
untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Tangkilisan (2005:35) mengatakan bahwa:
organisasi publik dikatakan efektif apabila dalam realita pelaksanaannya birokrasi dapat
berfungsi melayani sesuai dengan kebutuhan masyarakat, artinya tidak ada hambatan yang
terjadi dalam pelayanan tersebut, cepat dan tepat dalam memberikan pelayanan, serta mampu
memecahkan fenomena yang menonjol akibat adanya perubahan sosial yang sangat cepat dari
faktor eksternal.
Efektivitas organisasi publik tersebut merupakan produk dari sebuah sistem yang salah.
Sistem (unsur) adalah sumber daya manusia aparatur. Faktor kedua yang mempengaruhi
reformasi pelayanan publik adalah budaya yang diciptakan untuk menjadi pembeda yang
jelas antar satu organisasi dan organisasi lainnya yang sekaligus sebagai identitas bagi
anggota organisasi (Robbin, 1996:294). Menurut Schein (1992), pola dasar yang diterima
organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah. Membentuk karyawan yang mampu
beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi.
Lebih lanjut, budaya organisasi memliki tiga tingkatan yaitu tingkatan pertama adalah artifak,
dimana budaya bersifat kasat mata, tetapi seringkali tidak dapat diartikan. Tingkat yang
kedua adalah nilai yang memiliki tingkat kesadaran lebih tinggi dari artifak. Dan yang ketiga
adalah asumsi dasar dimana budaya diterima begitu saja yang bersifat tidak kasat mata dan
tidak disadari.
Dalam perkembangannya, reformasi pelayanan publik di Indonesia baru pada tahapan
tersusunnya perundang-undangan atau peraturan-peraturan instansi terkait secara parsial dan
belum menyentuh pada aspek kepemimpinan serta budaya melayani yang kongkit dan
komprehensif. Kualitas layanan masih dinilai oleh internal organisasi pemberi layanan hanya
sebagai alat dari sebuah penilaian kerja organisasi, dan belum menjadi sebuah keniscayaan
akan tugas dari organisasi terhadap publik sehingga sering terlihat kecenderungan pemimpin
organisasi pemberi layanan publik dalam mengimplementasikan kebijakannya belum mampu
menyentuh esensi dari pelayanan publik itu sendiri yang bisa dipahami oleh karyawannya
sehingga terjadi kesenjangan. Persepsi yang cukup besar antara persepsi pimpinan dan hasil
pelayanan yang diberikan oleh karyawan terhadap publik. Begitu pula kebudayaan yang
diimplementasikan kini dimashyarakat oleh para pihak pelayanan publik yang seakan
membeda-bedakan, dimana mereka harus kerja secara professional dalam pelayanan terhadap
publik dan dimana mereka tidak perlu untuk memperhatikan dan melayani masyarakat yang
membutuhkan pelayanan tersebut, seakan sudah menjadi tradisi bagi mereka untuk
mentradisikan hal tersebut. Begitu elok sesungguhnya pelayanan terhadap publik jika nilai-
nilai budaya yang didalamnya di implementasikan secara baik dan sungguh-sungguh,
Sehingga moral para birokrat dalam menjalankan tugas serta fungsinya yaitu melayani
masyarakat dapat di implementasikan dengan baik dan tujuan organisasi pemerintahpun dapat
tercapai dengan efektif dan akan jauh dari penyimpangan-penyimpangan yang tidak
diharapkan.
PEMBAHASAN
Di negara berkembang seperti Indonesia, buruknya birokrasi tetap menjadi problem terbesar.
Birokrasi selalu dikaitkan dengan prosedur kerja yang berbelit-belit dan lamban. Birokrasi
yang memiliki sifat patron-klien yang kental, hierarkhis dan impersonal telah memberikan
dampak antara lain mematikan inisiatif masyarakat dan kualitas pelayanan masyarakat yang
tidak efisien. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pelayanan umum di instansi pemerintah
selama ini lamban, ruwet, tidak efisien bahkan menjengkelkan karena banyak calo yang
berkeliaran. Di samsat, di loket stasiun misalnya, calo yang ada tidak pernah bisa diberantas,
malah dilindungi karena mendatangkan fulus. Hal ini memberi kesan bahwa birokrasi kita
adalah ibarat 'benang kusut', akibatnya masyarakat enggan berhadapan dengan birokrasi.
Inilah sebuah paradoks birokrasi kita yang justru tidak mendinamisasi masyarakat.
Dekadensi moral yang terjadi dikalangan birokrat membuat masyarakat tidak percaya lagi
akan kinerja yang baik. Banyak contoh kasus yang terjadi dalam pemerintah, salah satunya
KKN yang makin tumbuh subur di Indonesia ini, belum permasalahan Ketenagakerjaan
Indonesia (TKI), termasuk pelayanan pada masyarakat yang kurang optimal, dan masih
banyak lagi permasalahan-permasalahan diakibatkan dari moral para birokrat yang tidak
patuh terhadap peraturan yang berlaku di negeri ini.
Kekuasaan yang berlimpah baik yang bersifat otoritas formal, keuangan, informasi maupun
skill menjadikan posisi birokrasi kuat dan memungkinkan birokrasi untuk memaksakan
kehendaknya tanpa ada kemampuan masyarakat menolaknya. Dengan keadaan seperti itu,
birokrasi yang semula dipandang sebagai organisasi yang dapat secara efektif dan efisien
melayani kebutuhan masyarakat kemudian mengalami penurunan kepercayaan di mata
masyarakat bahkan menumbuhkan resistensi yang tinggi dari masyarakat.
Seiring dengan proses reformasi yang terjadi di negara kita, tuntutan masyarakat terhadap
birokrasi juga menguat. Birokrasi dituntut untuk menjadi publik servant. Artinya tugas
birokrasi adalah melayani masyarakat, bukan sebaliknya masyarakat yang melayani birokrat.
Masyarakat menuntut untuk diterapkannya manajemen yang baik dan transparan. Sebagai
konsekuensinya, pemerintah harus meningkatkan kinerja dalam fungsi pelayanan publik agar
lebih efektif, efisien dan transparan demi terwujudnya tata pemerintahan yang baik (good
governance).
Strategi yang dilakukan untuk mengatasi beberapa persoalan birokrasi tersebut adalah melalui
reformasi. Reformasi birokrasi adalah upaya untuk mengatasi berbagai masalah internal
birokrasi seperti tumpang tindih tugas dan kesemrawutan fungsi organisasi di berbagai
tingkatan, persoalan etos dan budaya kerja, belum adanya standar pelayanan publik,
penggunaan anggaran yang belum berorientasi pada hasil dan standar kinerja, monitoring
serta evaluasi masih sering terjadi. Reformasi birokrasi berupaya untuk mengurangi masalah
tersebut dengan perubahan, penyegaran dan pembaharuan guna memenuhi pelayanan publik
yang dapat mengimbangi dinamika dan kebutuhan masyarakat.
Sistem nilai budaya merupakan konsepsi nilai yang hidup dalam alam pemikiran sekelompok
manusia/individu yang sangat berpengaruh terhadap budaya kerja apaaratur negara. hal
tersebut disebabkan secara praktis budaya kerja mengandung beberapa pengertian. budaya
berkaitan erat dengan persepsi tehadap nilainilai dan lingkungannya yang melahirkan makna
dan pandangan hidup yang akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku dalam bekerja di
dalam proses budaya terdapat saling mempengaruhi dan saling ketergantungan
(interdependensi) baik sosial maupun lingkungan sosial.
Pada hakikatnya, bekerja merupakan bentuk atau cara manusia mengaktualisasikan dirinya,
disamping itu bekerja juga merupakan bentuk nyata dari nilai-nilai, keyakinan yang
dianutnya, dan dapat menjadi motivasi untuk melahirkan karya yang bermutu dalam
pencapaian tujuan. permasalahan dalam budaya kerja yang dihadapi adalah terabaikannya
nilainilai etika dan budaya kerja dalam birokrasi pemerintahan sehingga melemahkan
disiplin, etos kerja, dan produktivitas kerja.
Secara umum dapat dikatakan bahwa birokrasi pemerintahan belumlah efektif dalam
menjalankan tugas dan fungsinya, kegemukan, berjalan lambat, belum proporsional dan
profesional. dilihat dari ketatalaksanaan. dan pelayanan publik, terjadi sistem prosedur
pelayanan yang belum transparan, berbelit-belit, dan terjadi praktik kkn. oleh karena itu
komitmen mewujudkan birokrasi yang bersih dan profesional harus ditindak lanjuti dalam hal
pengawaasan dan akuntabilitas aparatur, masih terjadi pelanggaran terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
1. Masih banyaknya terjadi praktik KKN, antara lain doisebabkan masih banyak
peraturan perundang-undangan yang member peluang terjadinya praktik KKN dan
perlu ditinjau kembali.
2. Budaya minta dilayani menjadi budaya melayani masyarakat memerlukan waktu
untuk diubah.
3. Rendahnya tingkat disiplin masyarakat dan tingkat disiplin aparatur, dan keempat,
belum berfungsinya secara baik aparat pengawas fungsional pemerintah termasuk
aparat pengawas fungsional pemerintah termasuk aparat penegak hukum.
Suatu cara untuk menciptakan pelayanan terhadap publik menjadi baik, ialah:
1. Proses Sosialisasi
Peningkatan kinerja aparatur baik secara individu dan secara nasional akan dapat
berdayaguna bila nilai-nilai dasar budaya kerja dapat diterapkan melalui proses
sosialisasi, intrernalisasi, dan institusionalisasi dengan cara penerapan nilai-nilai
budaya kerja untuk pengembangan jati diri, sikap, dan perilaku aparatur negara
sebagai pelayanan masyarakat; penerapan nilai-nilai budaya kerja melalui
pengembangan kerjasama dan dinamika kelompok; untuk memperbaiki kebijakan
publik; penerapan nilai-nilai budaya kerja untuk memperbaiki pelaksanaaan
manajemen dan pelayanan masyarakat; penerapan nilai-nilai budaya kerja untuk
memperbaiki pengawasan, evaluasi kinerja, dan penegakan hukum rhenti sebagai
wacana, melainkan benar-benar bisa terwujud sebagai standard secara konsisten.
budaya kerja ini diharapkan tidak te operating procedure. karena itu dua pendekatan
dapat ditempuh secara stategis, yaitu sosialisasi dari dalam aparatur sendiri dipadukan
dengan sosialisasi kepada masyarakat. sosialisasi kepada masyarakat sangat strategis,
karena dapat membentuk opini publik yang diharapkan dapat berdampak positif
terhadap perubahan lingkungan sosial yang mampu “memaksa” perubahan sikap dari
perilaku setiap aparatur Negara.
2. Etika Kebijakan.
Dalam pengembangan budaya kerja aparatur, telah disusun pedoman pelaksanaan
pengembangan budaya kerja aparatur negara beserta teknis dan mekanisme
pelaksanaannya, sosialisasi penerapan nilainilai budaya kerja aparatur, dan di tunjang
dengan pelaksanaan pelatihan untuk “mindsetting and value” di lingkungan aparatur
pemerintah, peumusan ruu tentang etika apartur negara (RUU perilaku aparat negara)
sebagai acuan kode etik bagi apparat negara dalam penyelenggaraan kepemerintahan.
Kondisi budaya kerja yang di harapkan “terbangunnya kultur birokrasi pemerintah”
untuk mewujudkan kondisi tersebut, antara lain terciptanya iklim kerja yang
berorientasi pada etos kerja dan produktivitas yang tinggi melalui pengembangan
budaya kerja yang membentuk perubahan sikap dan perilaku serta motivasi kerja.
dengan pengembangan budaya kerja yang tinggi, terbentuk sikap, perilaku, dan
budaya kerja pegawai yang etis, bermoral, profesional, disiplin, hemat, hidup
sederhana, jujur, produktif, menghargai waktu, menjadi panutan, dan teladan, serta
mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Dalam reformasi birokrasi diharapkan dapat terwujud birokrasi yang handal dan
profesional, efektif dan efisien, serta mampu mengantisipasi dinamika perubahan
global yang merupakan landasn kokoh bagi indonesia menuju civil society yang
demokratis, maju dan mandiri, berdaya saing, serta bersih dalam penyelenggaraan
negara.
Komitmen mewujudkan birokrasi yang bersih dan profesional harus di tindak lanjuti
dengan beberapa strategi, antara lain:
1. Perampingan birokrasi yang meliputi penataan tugas dan fungsi pemerintah
disetiap tingkat, rasionalisasi organisasi, rasionalisasipegawai, desentralisasi, dan
privatisasi; pengembangan sistem dan metode kerja aparatur;
2. penerapan sistem merit dalam manajemen PNS; penerapan sitem remunerasi PNS
yang layak dan adil;
3. pencegahan dan pemberantasan KKN; penyempurnaan sistem dan peningkatan
pelayanan publik yang berkualitas.
Strategi tersebut selanjutnya diikuti dengan langkah-langkah praktis dan rasional yang
memungkinkan sistem pemerintah dapat berjalan secara efektif dan efisien diantaranya:
1. Penataan peran dan kelembagaan pemerintah dengan sasaran terwujudnya organisasi
pemerintah yang ramping, efektif, dan efisien yang dapat mendukung peran serta
masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan yang berdaya saing tinggi ditingkat
nasional dan global.
2. Pengaturan tata laksana pemerintah dengan sasaran terbentuknya mekanisme,
prosedur, hubungan, metode dan tata kerja aparatur Negara yang tertib dan efektif.
3. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dengan sasaran hadirnya pegawai negeri
sipil yang proporsional, netral dan dapat mempertanggungjawabkan keputusan serta
tindakannya.
4. Pemberantasan kkn dengan sasaran tampilnya aparatur negara yang bebas kkn dan
kinerjua instansi pemerintah yang accountable.
5. Peningkatan kualitas pelayanan publik dengan sasaran terwujudnya pelayanan publik
yang sederhana transparan, tepat, terjangkau, lengkap, wajar serta adil.
Diharapkan dengan strategi dan langkah-langkah konkrit yang dimaksud dapat meningkatkan
kepercayaan dan kepuasan publik terhadap performance, baik instansi maupun pejabat publik
pada gilirannya dapat mendekatkan pemerintah, dengan masyarakat serta terjalin aliansi atau
linkage antara institusi negara, masyarakat, dan sektor swasta.
Aliansi antara ketiga pilar tersebut (pemerintah, masyarakat, dan kalangan swasta) diperlukan
untuk menghindari sikap perilaku aparat pemerintah terjebak dalam pola birokrasi yang kaku
eksklusif dan kebebasan berkreasi. semangat reformasi birokrasi yang menjadi harapan
masyarakat seyogyanya memotivasi setiap pengambil kebijakan pada instansi pemerintah
manapun, baik dipusat maupun di daerah agar memiliki kemauan dan keberanian secara
moral dan politik, untuk memproduksi kebijakankebijakan yang berorientasi pada
terwujudnya good governance yang dapat mendukung kelancaran dan keterpaduan tugas dan
fungsi penyelenggaraan pemerintah secara demokratis.
Komitmen untuk memperkuat kebijakan pemerintah dalam mewujdkan birokrasi profesional
yang telah menjadi agenda nasional, seiring dengan tuntutan demokratisasi dan globalisasi,
sangat memerlukan konsisten dan kontinuitas perjuangan baik oleh pemerintah, masyarakat,
dan kalangan dunia usaha tanpa tergantung kepada siapa yang memegang kendali
pemerintah.
Karena itu sosialisasi dan impementasi tata pemerintahan yang baik perlu terus ditingkatkan
sehingga resonansi dan gerakan bersih, transparan, dan profesional dapat menjadi agenda
semua pihak dan perlu di canangkan di segala bidang kegiatan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
KESIMPULAN
Menegakkan etika publik dalam kebijakan publik sejatinya dapat dilakukan dengan mudah
oleh institusi publik seandainya mereka mau ‘belajar’ dari sektor privat yang relatif mampu
melakukannya (layanan jasa/barang) dengan berstandar karena mengedepankan standar etika
kesenangan atau kepuasan pelanggan (publik). Kebijakan publik yang berhubungan
pelayanan publik seperti untuk perijinan, permohonan akta, dan layanan administrasi
kependudukan sudah saatnya didesentralisasikan (dipencarkan) kepada satuan unit kerja yang
berhadapan langsung dengan masyarakat ditingkat grass roots sehingga etika publik tentang
mudah, murah, cepat, dan terjangkau tidak hanya merupakan bahasa basa-basi.
Jabatan publik di birokrasi publik harus berbasis kompetensi yang dilakukan melalui uji
kompetensi (fit and proper test) oleh lembaga jasa independen serta tidak menutup diri
terhadap kemungkinan masuknya kalangan professional. Yang dipastikan memiliki
keunggulan kinerja dalam jabatan publik dengan sistem kontrak karya. Etika publik berupa
kepastian standar kualitas SDM aparatur harus dilakukan untuk meningkatkan kepercayaan
publik.
Birokrasi publik seyogyanya tidak asyik sendiri disibukkan dengan penataan struktur
organisasi publik yang tambun dan inefisien karena hanya alasan mengikuti suatu Peraturan
Pemerintah tanpa memerhitungkan kepemilikan sumberdaya yang terbatas; etika publik
berupa efisiensi dan efektivitas sudah saatnya menjadi komitmen untuk direalisasikan.

8. LINK JURNAL : file:///C:/Users/firma/Downloads/Riview%20birokrasi%203.pdf


Judul Penelitian : PERILAKU APARAT BIROKRASI DALAM PELAYANAN
ELEKTRONIK KARTU TANDA PENDUDUK
Nama Peneliti : Benny Kurniawan Putra Sembiring, Heri Kusmanto, Usman Tarigan
Volume : Volume 6. Desember 2016
Tahun : 2016
Abstrak
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perilaku aparat birokrasi dalam pelayanan elektronik
kartu tanda penduduk. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang menggambarkan
permasalahan yang ada kaitannya dengan perilaku aparat birokrasi dalam pelayanan e-KTP.
Penelitian dilakukan di Kantor Camat Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat. Populasi
penelitian yaitu seluruh pegawai dan masyarakat dengan pemilihan sampel yaitu 26 orang (1
orang camat, 1 sekretaris camat, dan 24 orang masyarakat). Pengumpulan data menggunakan
data primer dan data sekunder dengan teknik wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Teknik analisa data dilakukan dengan model interaktif yaitu reduksi data, penyajian data dan
verifikasi. Hasil penelitian diperoleh bahwa perekaman data warga sampai awal bulan
September 2016 sebesar 83,4% tetapi belum mencapai target yang diharapkan yaitu 100%
sampai akhir bulan September 2016. Perilaku aparat birokrasi Kecamatan Selesai Kabupaten
Langkat dalam pelayanan meliputi kepedulian, kedisiplinan, dan tanggung jawab berjalan
baik tetapi sebagian masyarakat masih ada yang merasa bahwa perilaku aparat birokrasi yang
tidak baik. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku birokrasi pemerintahan dalam
pelayanan e-KTP yaitu kepemimpinan, kompetensi, penghargaan dan fasilitas kerja. Perilaku
aparat untuk terus ditingkatkan dan diperbaiki dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat, sehingga masyarakat yang datang dalam pengurusan e-KTP memberikan
apresiasi.
PENDAHULUAN
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information and communication
Technology/ICT) dewasa ini di dunia semakin luas. Hal tersebut merupakan dampak dari
perkembangan dunia IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi). Pada satu sisi,
perkembangan dunia IPTEK telah membawa manfaat yang luar biasa bagi kehidupan
manusia. Meskipun ada dampak negatif atau kelemahan yang timbul dari kemajuan IPTEK,
namun hal ini seolah tertutupi oleh dampak positif atau manfaat kemajuan IPTEK.
KTP Elektronik (e-KTP) merupakan salah satu program nasional yang harus dilaksanakan
oleh pemerintah di setiap daerah, karena pelaksanaan e-KTP dipandang sangat relevan
dengan rencana pemerintah dalam upaya menciptakan pelayanan publik yang berkualitas dan
berbasis teknologi untuk mendapatkan hasil data kependudukan yang lebih tepat dan akurat.
e-KTP merupakan program yang telah dibuat oleh pemerintah melalui Kemendagri
(Kementerian Dalam Negeri) sejak tahun 2006, tetapi baru ditetapkan dan dilaksanakan pada
tahun 2009 lalu dengan berdasarkan undang-undang dan peraturan presiden. Seperti di DKI
Jakarta sudah menargetkan KTP di DKI seluruhnya telah dilengkapi dengan identitas sidik
jari atau finger scan sejak tahun 2009 (Nurjihan, 2016).
KTP Elektronik merupakan KTP nasional yang sudah memenuhi semua ketentuan yang
diatur dalam Undang-Undang No 23 tahun tentang Administrasi Kependudukan, Peraturan
Presiden No 26 Tahun 2009 tentang Penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan
secara nasional, dan Peraturan Presiden No 35 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden No. 26 tahun 2009. Pemerintah membuat kebijakan program e-KTP baik bagi
masyarakat, bangsa dan negara dimaksudkan agar terciptanya tertib administrasi. Selain itu
diharapkan agar menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti mencegah dan menutup
peluang adanya KTP ganda atau KTP palsu yang selama ini banyak disalahgunakan oleh
masyarakat dan menyebabkan kerugian bagi negara.
Masih rendahnya ketercapaian wajib e- KTP di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat
disebabkan karena sosialisasi penerapan e- KTP kepada masyarakat tidak merata, sehingga
masyarakat tidak datang pada waktunya sesuai jadwal. Disamping itu masih ditemukan
ketidakjelasan data penduduk seperti masih tercatat ulang nama penduduk yang sama, masih
tercatat warga yang sudah pindah/meninggal sebagai wajib e-KTP, terkadang sulit mencari
arsip/berkas data penduduk yang mutasi masuk di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat.
Hal ini disebabkan karena petugas birokrasi belum memiliki ketelitian dan kecermatan dalam
menyeleksi dan mengolah data.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian mengenai perilaku aparat birokrasi dalam pelayanan e-KTP di Kecamatan
Selesai Kabupaten Langkat, peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan
deskriptif.
Dengan demikian melalui penelitian deskriptif kualitatif ini hanya berusaha untuk
menggambarkan permasalahan yang ada dalam kaitannya dengan perilaku aparat birokrasi
dalam pelayanan e-KTP di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat, dan kemudian
menganalisanya sampai pada suatu kesimpulan absolut. Dalam penelitian ini peneliti
mencoba untuk mencermati individu atau sebuah unit secara mendalam, tujuannya adalah
untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang sekarang dan interaksi suatu unit
sosial.
Sesuai dengan judul yang diajukan maka lokasi penelitian ini ditentukan pada Kantor Camat
Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat yang berada di Jalan Binjai-Selayang Langkat.
Menurut Sugiyono (2010:115), populasi adalah seluruh objek yang diteliti, dapat berupa
orang, sejumlah barang, sejumlah tahun dan lain sebagainya. Dalam penelitian ini populasi
yang diajukan adalah seluruh pegawai dan masyarakat di Kantor Camat Selesai Kabupaten
Langkat.
Menurut Soehartono (2002:21), terdapat dua syarat yang harus dipenuhi dalam prosedur
pengambilan sampel yaitu sampel harus representative (mewakili) dan besarnya sampel harus
memadai. Sampel sebagai responden ditentukan dengan teknik Total Sampling yaitu teknik
pengambilan sampel dimana dari anggota populasi seluruhnya dijadikan responden penelitian
dengan asumsi bahwa sampel sudah cukup terwakili dan data cukup heterogen, sehingga
dengan pengambilan sampel ini dapat dianggap telah memenuhi persyaratan dan mewakili
populasi dari penelitian ini. Jumlah sampel penelitian ini adalah sebanyak 26 orang yang
terdiri dari 1 orang Camat Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat, 1 (satu) orang Sekretaris
Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat dan 24 orang masyarakat Kecamatan Selesai
Kabupaten Langkat.
Jenis data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Sebagai data primer
dalam penelitian ini berupa kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati dari hasil
wawancara dan observasi berperan serta. Sedangkan data- data sekunder yang didapatkan
berupa dokumentasi tertulis, gambar dan foto-foto. Adapun alat-alat tambahan yang
digunakan dalam pengumpulan datanya terdiri dari: panduan wawancara, alat perekam (tape
recorder), buku catatan dan kamera digital.
Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan
oleh Miles dan Huberman, yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan tiga kegiatan
penting, diantaranya: reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan
verifikasi (verification). Pada prosesnya peneliti akan melakukan kegiatan berulang-ulang
secara terus- menerus. Ketiga hal utama itu tersebut merupakan sesuatu yang jalin-menjalin
pada Abdul Haris, Heri Kusmanto, Fungsi Pengawasan Inspektorat Kabupaten Serdang
Bedagai 100 saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada mulanya wilayah Selesai adalah suatu kerajaan yang berdiri sendiri dan mempunyai
pemerintahan sendiri dan tidak tunduk secara langsung dengan kerajaan– kerajaan besar
seperti Kesultanan Langkat, Deli Serdang dan sebagainya.
Sejak itu Kerajaan Darul aman yang dulunya aman dan damai, berubah menjadi perselisihan,
kata “selisih” menjadi dikenal masyarakat pada waktu itu karena semacam tugu atau plang
yang bertuliskan “SELISIH” tempatnya di Lingkungan VI Pamah Kelurahan Pekan Selesai.
Salah satu perselisihan/ perseteruan yang dialami Kerajaan Darul aman pada waktu itu tatkala
sebuah kerajaan dari utara yang berkeinginan menguasai Kerajaan Darul Aman mengirimkan
pasukannya yang dipimpin oleh seorang Panglima bernama Elang Emas. Kedatangan
Panglima Elang Emas Panas bersama pasukannya diketahui oleh Raja Kerajaan Darul Aman,
selanjutnya Raja menyambut dengan sepasukan prajurit yang dipimpin oleh seorang
Panglima yang bernama “Ngasah”.
Disamping itu Kerajaan Darul Aman pada masa jayanya juga banyak sekali menyelesaikan
berbagai persoalan dan perselisihan yang terjadi di dalam Negeri Kerajaan Darul aman
sendiri, dan semua dapat diselesaikan secara damai serta dapat diterima oleh kedua belah
pihak yang bertikai/berseteru. Demikianlah akhirnya Kerajaan Darul aman ini yang tadinya
aman dan damai berumah menjadi selisih karena setiap persoalan dan perselisihan di dalam
Negeri Darul Aman selalu dapat diselesaikan secara adil dan damai, oleh karena itu kata
“SELISIH” berubah menjadi “SELESAI” yang saat ini menjadi nama Kecamatan Selesai
yang ibu kotanya Pekan Selesai.
Kecamatan Selesai terdiri dari 13 (tiga belas) Desa dan 1 (satu) Kelurahan, dengan luas
wilayah 16.773 Ha (167,73 km2). Letak wilayah Kecamatan Selesai Kecamatan Selesai yang
ibu kotanya Pekan Selesai yaitu 03°30’30”-03°42’00” Lintang Utara dan 98°23’05”-
98°27’47” Bujur Timur.
Letak Kecamatan Selesai berbatasan dengan kecamatan-kecamatan lain dari Kabupaten
Langkat dan Kota Binjai, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: 1) Sebelah Utara
berbatasan dengan Kecamatan Binjai dan Kecamatan Wampu, 2) Sebelah Timur berbatasan
dengan Kecamatan Binjai Barat, Kecamatan Sei Bingai dan Kota Binjai, 3) Sebelah Selatan
berbatasan dengan Kecamatan Sei Bingai dan Kecamatan Kuala, 4) Sebelah Barat berbatasan
dengan Kecamatan Wampu dan Kecamatan Sirapit.
Kecamatan Selesai terletak pada ketinggian 30 meter di atas permukaan laut. Keadaan
permukaan tanah pada umumnya datar dan sebagian bergelombang atau berbukit-bukti.
KESIMPULAN
Perilaku birokrasi pemerintahan dalam pelayanan e-KTP meliputi kepedulian, kedisiplinan
dan tanggung jawab di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat sudah berjalan baik tetapi
belum diterapkan secara optimal. Kepedulian aparat birokrasi di Kecamatan Selesai
Kabupaten Langkat sudah tanggap dalam melayani, memberi kenyamanan dalam pelayanan
e-KTP dan peka pada lingkungan kerja, tetapi sebagian masyarakat masih merasa bahwa
kepedulian masyarakat masih perlu ditingkatkan lagi terutama dalam hal ketanggapan
melayani masyarakat. Kedisiplinan aparat birokrasi Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat
sudah taat pada aturan, hadir tepat waktu, patuh kepada pimpinan, bekerja sesuai dengan
budaya organisasi, dan memiliki etos kerja yang baik, namun demikian sebagian masyarakat
masih merasa bahwa kedisiplinan aparat birokrasi masih perlu ditingkatkan. Tanggung jawab
aparat birokrasi Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat sudah baik meliputi tanggung jawab
pada tupoksi, pimpinan, organisasi dan publik. Tetapi sebagian masyarakat merasa bahwa
tanggung jawab masih perlu ditingkatkan lagi karena menganggap tanggung jawab aparat
birokrasi tidak baik.

9. LINK JURNAL : file:///C:/Users/firma/Downloads/Riview%20birokrasi%205.pdf


Judul Penelitian : PENGARUH PERILAKU ORGANISASI TERHADAP KUALITAS
PELAYANAN PUBLIK
Nama Peneliti : Ade Irma Hamsah
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini dilakukan yaitu untuk mengetahui pengaruh perilaku organisasi
terhadap kualitas pelayanan publik di Kantor PDAM Kota Makassar. Adapun metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 100 orang untuk masyarakat, dan sampel yang digunakan adalah simple random
sampling. Teknik pengumpulan data, observasi, kuesioner, dan dokumentasi. Teknik analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif, korelasi, dan
regresi sederhana. Berdasarkan korelasi dan regresi sederhana hasil penelitian ini
menunjukkan perilaku organisasi cukup berpengaruh terhadap kualitas pelayanan publik.
Adapun variabel perilaku organisasi dapat memberikan pengaruh serta mempunyai hubungan
dengan variabel kualitas pelayanan publik.
PENDAHULUAN
Peranan sumber daya manusia merupakan kunci dari pencapaian suatu tujuan organisasi itu
sendiri. Beberapa faktor mempengaruhi keberhasilan suatu organisasi, dan salah satunya
adalah adanya perilaku organisasi yang baik dalam suatu organisasi. Perilaku organisasi
mencakup segala aspek yang berhubungan dengan tindakan manusia yang bergabung dalam
suatu organisasi atau sebuah perusahaan, yaitu aspek pengaruh organisasi terhadap manusia
dan juga sebaliknya pengaruh manusia itu sendiri terhadap organisasi. Oleh karena itu sebuah
organisasi yang baik adalah organisasi yang diisi oleh orang-orang yang memiliki visi dan
misi yang jelas serta dalam diri mereka. Penilaian yang dilakukan untuk melakukan untuk
menentukan seseorang layak atau tidak menjadi karyawan dilihat dari segi perilaku
(behaviour). Perkembangan ilmu perilaku manusia dalam organisasi ini menurut sejarahnya
telah dimulai sejak awal perkembangan gerakan manajemen ilmiah.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April hingga Juni 2018. Lokasi penelitian
dilaksanakan di Kantor PDAM Kota Makassar. Pertimbangan bahwa untuk melihat secara
langsung proses perilaku organisasi pegawai PDAM dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat pengguna PDAM. Penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dan tipe
penelitian adalah tipe survey. penelitian survey adalah penelitian yang mengambil sampel
dari satu populasi dan menggunakan koesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok
dan mengumpulkan data mengenai faktor-faktor yang berkaitan dengan variable penelitian.
Menurut Arikunto (2006: 175) teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh
peneliti untuk memperoleh data yang dibutuhkan. Dalam penggunaan tenik pengumpulan
data, peneliti memerlukan instrumen yaitu alat bantu agar pengerjaan pengumpulan data
menjadi lebih mudah. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, Hadi dalam Sugiyono
(2017:145) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu
proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Serta, Kuesioner, dengan
cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk
dijawabnya. Dan juga dokumentasi, Dokumentasi digunakan untuk mendapatkan informasi
atau data dari apa yang di teliti oleh peneliti yang dimana didapat berupa foto dari lokasi
penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah sampel untuk masyarakat sebanyak 100 responden. Untuk mengetahui bagaimana
perilaku organisasi di Kantor PDAM Kota Makassar, dapat dilihat dari masingmasing
indikator yang akan dijabarkan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini. Maka dari
itu peneliti terlebih dahulu membagikan angket (kuesioner) kepada masyarakat. Adapun
rincian jumlah kuesioner sebagai berikut:
Jika dilihat dari response rate, maka respon dari responden dapat dikatakan cukup tinggi,
yaitu sebanyak 100 responden yang ada. Dari 100 responden yang mengembalikan kuesioner,
semuanya dapat di olah. Data penelitian yang telah terkumpul kemudian diolah untuk
menguji instrumen berupa uji validitas dan reliabilitas. Dari hasil uji validitas yang dilakukan
dengan bantuan program SPSS versi 23,0 menunjukkan bahwa koefisien korelasi pearson
correlation untuk setiap item butir pernyataan dengan skor total variable Perilaku Organisasi
(X). Uji kuesioner sebanyak 100 responden signifikan ≤0,05 maka instrument pada penelitian
tersebut dapat dikatakan valid, dan nilai pearson correlation keseluruhan instrument yang ada
sebesar 0,670, maka instrument tersebut dapat di katakana valid.
Dengan demikian dapat diinterpretasikan bahwa setiap item indikator instrumen untuk
Perilaku Organisasi tersebut valid. Dari hasil perhitungan dengan 25 butir pernyataan pada
variabel X, seluruh pernyataan yang ada dinyatakan valid.
Reliabilitas adalah tingkat kestabilan suatu alat ukur dalam mengukur suatu gejala.
Reliabilitas menunjukkan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila
pengukuran diulangi dua kali atau lebih. Pada penelitian ini pengujian reliabilitas
menggunakan nilai Cronbach’s Alpha. Nilai dari Cronbach’s Alpha adalah sebesar 0,679.
Instrument ini dapat dikatakan realibel karena lebih dari 0,60 yaitu minimal nilai Cronbach’s
Alpha agar instrument penelitian dapat dikatakan realibel. Berdasarkan olahan data output
spss dapat diketahui semua pernyataan pada variabel X realibel. Hal ini dapat di lihat dari
nilai Cronbach’s Alpha, maka dari itu kuesioner yang telah dibuat dapat dipercaya serta dapat
dipakai untuk mendukung penelitian ini.
KESIMPULAN
Setelah melakukan analisis data pengaruh perilaku organisasi terhadap kualitas pelayanan
publik pada Kantor PDAM Kota Makassar, maka penulis bisa menarik kesimpulan sebagai
berikut: Dari hasil olah data kuesioner variabel perilaku organisasi, maka mampu
disimpulkan bahwa perilaku organisasi di Kantor PDAM cukup baik sehingga mampu
memberikan kenyamanan dalam pelayanan publik bagi masyarakat. Dari hasil korelasi serta
regresi sederhana bisa dilihat hubungan serta pengaruh perilaku organisasi terhadap kualitas
pelayanan publik, disimpulkan bahwa memiliki pengaruh dalam kategori sedang dengan nilai
0,407. Variabel perilaku organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas
pelayanan publik.

10. LINK JURNAL : file:///C:/Users/firma/Downloads/372-713-1-SM%20(1).pdf


Judul Penelitian : BUDAYA BIROKRASI PEMERINTAHAN (KEPRIHATINAN
DAN HARAPAN)
Nama Peneliti : Yusrialis
Abstrak
Bureaucratic culture of government will parse about how the spread of cultural values and the
level of commitment to the core members of the bureaucracy of the values that exist, and how
cultural change in the government bureaucracy. Reality on the ground shows that the spread
of cultural values has begun to appear even less so members Bureaucracy knowing the values
embodied in the organization, because government officials already there are some who are
happy to be starting the task and try to be the best, understand the purpose of the bureaucracy,
the opportunity communication and relationships between superiors and subordinates and
others although not epektif, as well as encouragement from the organization to the employee
commenced. Level of commitment of the core members of the bureaucracy to the existing
values (core values) are low because employees tend to bide her work and looked risky and
troublesome work, the motivation to seek only employee status and salary, even indifferent to
public facilities that they use even employees only serve an easy affair and promising
material. Bureaucratic culture changes that occur precisely less objective, there is no
congruence between employee goals with the Bureaucracy. Opportunity to give an opinion is
sometimes there, even self-identification means that poor employee or employer
organizations do not understand the behavior of individuals and expertise of employees in the
organization.
PENDAHULUAN
Pada dasarnya subtansi pelayanan publik selalu dikaitkan dengan suatu kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang atau instansi tertentu untuk memberikan
bantuan dan kemudahan kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan tertentu.
Pelayanan kepada masyarakat dapat dilakukan oleh pemerintah, maupun non pemerintah.
Organisasi birokrasi pemerintahan merupakan organisasi garis terdepan (street level
bureaucracy) yang memberikan pelayanan kepada masyarakat. Budaya Birokrasi yang baik di
pemerintahan menjadi penting, guna memberikan pelayanan jasa Budaya Birokrasi
Pemerintahan (Keprihatinan dan Harapan), Yusrialis yang prima kepada publik (masyarakat).
Menurut Siagian Budaya organisasi (birokrasi) adalah kesepakatan bersama tentang nilai-
nilai bersama dalam kehidupan organisasi dan mengikat semua orang dalam organisasi yang
bersangkutan (Siagian, 1995). Oleh karena itu budaya organisasi birokrasi akan menentukan
apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para anggota organisasi; menentukan batas-
batas normatif perilaku anggota organisasai; menentukan sifat dan bentuk-bentuk
pengendalian dan pengawasan organisasi; menentukan gaya manajerial yang dapat diterima
oleh para anggota organisasi; menentukan cara-cara kerja yang tepat, dan sebagainya. Secara
spesifik peran penting yang dimainkan oleh budaya organisasi (birokrasi) adalah membantu
menciptakan rasa memiliki terhadap organisasi; menciptakan jati diri para anggota organisasi;
menciptakan keterikatan emosional antara organisasi dan pekerja yang terlibat didalamnya;
membantu menciptakan stabilitas Organisasi sebagai sistem sosial; dan menemukan pola
pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma kebiasaan yang terbentuk dalam
keseharian.
Pengaruh budaya organisasi (birokrasi) terhadap perilaku para anggota organisasi sangat
kuat, maka budaya organisasi (birokrasi) mampu menetapkan tapal batas untuk membedakan
dengan organisasi (birokrasi) lain; mampu membentuk identitas organisasi dan identitas
kepribadian anggota organisasi; mampu mempermudah terciptanya komitmen organisasi
daripada komitmen yang bersifat kepentingan individu; mampu meningkatkan kemantapan
keterikatan sistem sosial; dan mampu berfungsi sebagai mekanisme pembuatan makna dan
simbul-simbul kendali perilaku para anggota organisasi. Dalam perekrutan pegawai tidak
jarang ditemukan dalam perekrutan suatu jabatan yang didasarkan pada pertimbangan like
and dislike pimpinan serta masih melekatnya budaya paternalisme. Praktek birokrasi yang
berbelit-belit, ditambah dengan maraknya pungutan liar yang dilakukan sejumlah oknum
pemerintah, aparat masyarakat, mengakibatkan biaya ekonomi tinggi bagi pengusaha
(Riaupos, 4 Juni 2007).
Dalam pengertian netral birokrasi dapat diartikan sebagai keseluruhan pejabat negara
dibawah pejabat politik, atau keseluruhan pejabat negara pada cabang eksekutif, atau
birokrasi bisa juga diartikan sebagai setiap organisasi yang berskala besar (every big
organization is bureaucracy) (Santoso, 1993). Budaya organisasi (birokrasi) yang kuat
ditentukan oleh dua faktor yaitu : Penyebaran nilai-nilai budaya secara efektif sehingga
anggota organisasi mengetahui nilai-nilai yang terkandung dalam organisasi, Tingkat
komitmen anggota organisasi terhadap inti dari nilai-nilai yang ada (core values), Perubahan
budaya organisasi (Susanto ,1992). Kenyataannya interaksi individu-individu (pegawai)
dengan organisasi yang menggambarkan situasi problematis budaya birokrasi di
pemerintahan, masih ditemukan adanya tradisi dan tata pergaulan yang bersifat paternalisme,
misalnya dihadapan pimpinan dinas, seorang aparat bawahan sulit untuk menunjukan
penolakannya atas suatu ide atau gagasan pimpinan.
Kadang kala penolakan atas ide pimpinan secara terbuka dapat berarti membuka konflik
antara pimpinan dan bawahannya. Bahkan, kendala yang dihadapi dalam rangka peningkatan
profesionalisme aparatur adalah inovasi dan kreativitas aparat birokrasi masih relatif rendah.
Misalnya jika Pimpinan melakukan Tugas (dinas) Luar, maka ada anggapan bahwa tugas dan
tanggung jawab yang ada pada bawahan dapat ditunda pelaksanaannya atau dengan kata lain
bawahan selalu menunggu pimpinan kembali untuk meminta petunjuk kepada pimpinan
terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya sehingga pelaksanaan tugas bawahan
senantiasa harus dalam pengawasan langsung pimpinan, ditambah lagi kecenderungan
pengerjaan tugas yang mudah saja dan yang mendatangkan uang.
PEMBAHASAN
Budaya secara bahasa adalah pikiran, akal budi. Sementara Budaya birokrasi di Indonesia
banyak dipengaruhi oleh budaya Jawa yang hirarkis dan tertutup yang membuat seseorang
untuk pandai menempatkan diri dalam masyarakat (Hoetomo, 2005). Kata budaya berasal
dari kata buddhi (akal) sehingga dikembangkan menjadi budi–daya, yaitu kemampuan akal
budi seseorang ataupun kelompok manusia. Banyak sarjana yang memberikan definisi
tentang budaya, antara lain Koentjoroningrat yang mendefinisikan kebudayaan sebagai
keseluruhan gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat,
yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar. Budaya sebagai seperangkat nilai biasanya
sarat dengan simbolisme, sehingga dalam setiap tindakannya, seseorang selalu berpegang
teguh kepada 2 (dua) hal, yaitu, Pertama, filsafat atau pandangan hidup yang religius dan
mistis. Kedua, pada sikap hidup yang etis dan menjunjung tinggi moral serta derajat
hidupnya. Pandangan hidup akan selalu dikaitkan dengan tindakan simbolis yang biasanya
banyak dipakai dan diwariskan secara turun temurun pada generasi berikutnya. Masyarakat
Indonesia memiliki sistem nilai dan norma budaya masing-masing. Keunikan kebudayaan itu
biasanya menjadi acuan berpikir dan pegangan untuk bertindak. Budaya adalah perilaku
konvensional masyarakat dan ia mempengaruhi semua tindakan meskipun sebagian besar
tidak disadarinya.
Pemahaman kebudayaan yang sangat beragam terjadi karena adanya varian budaya yang
disebut dengan kebudayaan lokal. Kebudayaan lokal lebih merupakan suatu tata nilai yang
secara ekslusif dimiliki oleh masyarakat etnik tertentu. Adanya variasi dan keanekaragaman
budaya akan mewarnai variasi pola perilaku masyarakat tempat kebudayaan tersebut berlaku.
Dalam konteks tersebut, perilaku individu dalam organisasi juga tidak dapat dilepaskan dari
pengaruh varian lokalitas budaya yang berkembang. Birokrasi, sebagaimana organisasi yang
lainnya yang tidak lepas dari pengaruh lingkungan budaya. Budaya disebut suatu perangkat
asumsi dasar dimana para anggota suatu kelompok menemukan cara untuk memecahkan
masalah pokok dalam menghadapi kelansungan hidup fisik dalam lingkungan eksternal
(adaptasi) dan kelensungan hidup social dalam lingkungan internal (Schein, 1992).
Kebudayaan memberikan pola cara berpikir merasa dan menanggapi yang menuntun para
anggota organisasi dalam mengambil keputusan dan dalam kegiatankegiatan organisasi
lainnya. Salah satu peranan terpenting dari top management adalah membentuk kebudayaan
dengan kepribadiannya sehingga berpengaruh penting terhadap filsafat dan gaya manajemen
(Kast dan Rosenzweig, 1990).
Secara etimologi (bahasa) menurut Birokrasi adalah cara pemerintah yang dijalankan oleh
pegawai bayaran yang tidak terpilih oleh rakyat; cara pemerintah yang sangat dikuasai oleh
kaum pegawai negeri; cara kerja atau aturan kerja yang terlampau lambat, serba menurut
aturan yang berliku-liku (Hoetomo, 2005). Dalam hal ini birokrat adalah pegawai yang
bertindak secara birokratis. Birokrasi, sebagaimana organisasi lainnya tidak lepas dari
pengaruh lingkungan budaya, dalam aktivitasnya juga terlibat secara intensif melalui pola-
pola interaksi yang terbentuk di dalamnya dengan sistem nilai dan budaya lokal
KESIMPULAN
Penyebaran Nilai-nilai budaya dan tingkat komitmen anggota birokrasi pemerintahan
terhadap inti dari nilai-nilai yang ada merupakan harapan besar masyarakat pada birokrasi
pemerintahan serta bagaimana perubahan budaya birokrasi di pemerintahan termasuk
penyebaran nilai-nilai budaya oleh anggota Birokrasi. Seorang pegawai mesti mengetahui
nilai-nilai yang terkandung dalam organisasi serta memahami tujuan birokrasi, mampu
berkomunikasi, menjalin hubungan antara atasan dan bawahan maupun sesamanya.
Organisasi hendaknya memberikan dorongan kepada pegawai yang berkomitmen inti dari
nilai-nilai yang ada (core values) sehingga perubahan Budaya Birokrasi menuju kearah yang
lebih baik.

Anda mungkin juga menyukai