1.1.
Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah kehilangan darah dari saluran
cerna atas, di mana saja, mulai dari esofagus sampai dengan duodenum (dengan
batas anatomik di ligamentum Treitz), dengan manifestasi klinis berupa
hematemesis, melena, hematoskezia atau kombinasi.1
1.2.
Epidemiologi
Upper gastrointestinal tract bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal
kematian pada penderita ruptur varises bisa mencapai 60% sedangkan kematian
pada perdarahan non varises sekitar 12%. Sebahagian besar penderita perdarahan
SCBA meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karena
penyakit lain yang adasecara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke,
penyakit jantung, penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.2
Ulkus peptikum yakni ulkus gaster dan duodenum masuk dalam 5 besar
penyebab dispepsia. Angka kejadian lebih tinggi pada pria dan usia lanjut. Hal ini
dapat dijelaskan oleh karena berbagai penyebab, mulai dari perbedaan definisi
perdarahan SCBA, karakteristik populasi, prevalensi obatobatan penyebab ulkus
dan Helicobacter pylori. Mortalitasdikaitkan dengan usia lanjut dan adanya
komorbiditas berat. Mortalitas juga meningkat dengan perdarahan berulang yang
merupakan parameter mayor.
Etiologi perdarahan, lebih sering pada perdarahan variseal dan jarang pada
lesimukosal kecil seperti robekan MalloryWeiss. Perdarahan ulkus peptikum
merupakan penyebab tersering perdarahan SCBA berkisar 31 67% dari semua
kasus, diikuti olehgastritis erosif, perdarahan variceal, esofagitis, keganasan dan
robekan. Di Indonesia 70% penyebab perdarahan SCBA adalah karena varises
esophagus yang pecah. Namun demikian, diperkirakan oleh karena semakin
meningkatnya pelayanan terhadap penyakit hati kronis dan bertambahnya
populasi perdarahan oleh karena ulkus peptikum akan meningkat.3
1.3.
Etiologi
Banyak kemungkinan penyebab perdarahan saluran cerna bahagian atas
Peptic Ulcers
Gastroesophageal varices
Angioma
Mallory-Weiss tear
Tumors
Erosions
Dieulafoys lesion
Other
524 (55)
131 (14)
54 (6)
45 (5)
42 (4)
41 (4)
6 (1)
105 (11)
NSAIDs
mempunyai
potensi untuk
Patofisiologi
Ulkus peptikum merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara faktor-
PERDARAHAN
Gambar 2. Sistem Pertahanan Mukosa Saluran Cerna Atas.
Sebagian besar ulkus, meskipun demikian, timbul pada saat mekanisme
pertahanan normal diganggu atau ditekan oleh gangguan mukosa yang hebat
sehingga mengalahkan mekanisme protektif saluran cerna atas. Gangguan yang
paling sering didapatkan adalah oleh karena infeksi H. pylori dan penggunaan
obat anti-inflamasi non steroid (OAINS). Penyebab yang lebih jarang termasuk
hipersekresi asam lambung (sindrom Zollinger-Ellison), hiperplasia sel-G antral
dan mastositosis. Infeksi virus seperti herpes simplex dan sitomegalovirus,
kelainan inflamasi seperti penyakit Crohns atau sarkoidosis, serta trauma radiasi
dapat menyebabkan ulserasi saluran cerna, termasuk lambung dan duodenum.
Perdarahan akibat ulkus peptikum terjadi pada saat ulkus menyebabkan salah satu
pembuluh darah besar yang memperdarahi saluran cerna bagian atas.1
1.5.
Manifestasi Klinik
1.6.
1.6.1. Diagnosis
1.6.1.1.
Anamnesis
Tanda dan gejala tersering dari perdarahan saluran cerna bagian atas
adalah hematemesis (muntah darah), muntah berwarna coffee ground dan
melena (tinja seperti aspal/tar). Sekitar 30% pasien dengan perdarahan ulkus
datang dengan hematemesis, 20% dengan melena dan 50% dengan keduanya.
Hematoskezia (darah segar di tinja) biasanya menunjukkan sumber
perdarahan saluran cerna bawah, oleh karena darah dari saluran cerna atas
berubah hitam dan serupa aspal pada saat melewati saluran cerna, sehingga
menghasilkan melena. Meskipun demikian, 5% pasien dengan perdarahan
ulkus datang dengan hematoskezia, yang menandakan perdarahan berat, biasa
lebih dari 1.000 mL. Pasien yang datang dengan hematoskezia dan disertai
dengan tanda-tanda gangguan hemodinamik, seperti sinkop, hipotensi
postural, takikardia dan syok harus dicurigai menderita perdarahan saluran
cerna bagian atas. Tanda dan gejala nonspesifik termasuk nausea, vomitus,
nyeri epigastrik, fenomena vasovagal dan sinkop, serta adanya penyakit
komorbid tersering (misalnya diabetes melitus, penyakit jantung koroner,
stroke, penyakit ginjal kronik dan penyakit arthritis) dan riwayat penggunaan
obat-obatan harus diketahui.1
1.6.1.2.
Pemeriksaan Fisik
Penilaian hemodinamik (denyut nadi, tekanan darah), laju pernafasan,
status kesadaran, konjungtiva yang pucat, capillary refill yang melambat,
serta tidak ditemukannya stigmata sirosis hati kronik merupakan tanda-tanda
awal yang harus segera diidentifikasi. Takikardia pada saat istirahat dan
hipotensi ortostatik menunjukkan adanya kehilangan darah yang cukup
banyak. Luaran urin rendah, bibir kering dan vena leher kolaps juga
merupakan tanda yang cukup berguna. Sebagai catatan, takikardia dapat tidak
timbul apabila pasien mendapatkan terapi dengan penyekat beta, sering
digunakan pada pasien gagal jantung dan sirosis hati.1
1.6.1.3.
Pemeriksaan Penunjang
Walaupun bukan merupakan prosedur rutin pada perdarahan ulkus
peptikum, pemasangan nasogastric tube (NGT) dan menilai aspiratnya
biasanya bermanfaat untuki penilaian klinis awal. Apabila terdapat darah
merah segar, maka pasien membutuhkan evaluasi endoskopik segera dan
perawatan di unit intensif. Penurunan kadar hemoglobin 1g/dL diasosiasikan
dengan kehilangan darah 250mL. Apabila terdapat warna coffee ground, maka
pasien membutuhkan rawat inap dan evaluasi endoskopik dalam waktu 24
jam. Namun demikian aspirat normal tidak menyingkirkan perdarahan saluran
cerna. Sekitar 15% pasien dengan aspirat normal, tetap mempunyai
perdarahan saluran cerna aktif atau risiko tinggi mengalami perdarahan
ulang.1
10
1.7.
Penatalaksanaan
1.7.1. Non-Endoskopis
11
dapat
menghentikan
perdarahan
SCBA lewat
efek
dilanjutkan
per infus
0,1-0,5 U/menit.
Vasopressin
dapat
dinaikkan
sampai
maksimal
400
mcg/menit
dengan
tetap
12
13
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau
tukak dengan pembuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi:10
1) Contact thermal (monopolar atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe).
2) Noncontact thermal (laser).
3) Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol, alcohol,
cyanoacrylate, atau pemakaian klip).
Berbagai cara terapi endoskopi tersebut akan efektif dan aman apabila
dilakukan ahli endoskopi yang terampil dan berpengalaman. Endoskopi
terapeutik ini dapat diterapkan pada 90% kasus perdarahan SCBA, sedangkan
10% sisanya tidak dapat dikerjakan karena alasan teknis seperti darah terlalu
banyak sehingga pengamatan terhalang atau letak lesi tidak terjangkau.
Secara keseluruhan 80% perdarahan tukak peptic dapat berhenti spontan,
namun pada kasus perdarahan arterial yang bias berhenti spontan hanya 30%.
Terapi endoskopi yang relatif mudah dan tanpa banyak peralatan pendukung
ialah penyuntikan submukosa sekitar titik perdarahan menggunakan adrenalin
1:10000 sebanyak 0,5-1 ml tiap kali suntik dengan batas dosis 10 ml atau
lakohol absolut (98%) tidka melebihi 1 ml. penyuntikan bahan sklerosan
seperti alcohol absolut atau polidokanol umumnya tidak dianjurkan karena
bahaya timbulnya tukak dan perforasi akibat nekrosis jaringan di lokasi
penyuntikan. Keberhasilan terapi endoskopi dalam menghentikan perdarahn
bisa mencapai di atas 95% dan tanpa terapi tambahan lainnya perdarahan
ulang frekuensinya sekitar 15-20%.10
Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena
esophagus. Ligase varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi
perdarahan varises esophagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek
samping akibat pemakaian sklerosan, lebih sedikit frekuensi terjaidnya
ulserasi dan striktur. Ligase dilakukan mulai distal mendekati cardia bergerak
spiral setiap 1-2 cm. Dilakukan pada varises yang sedang berdarah atau bila
ditemukan tanda baru mengalami perdarahan seperti bekuan darah yang
melekat, bilur-bilur merah, noda hematokistik, vena pada vena. Skleroterapi
endoskopik sebagai alternatif bila ligasi endoskopik sulit dilakukan karena
14
perlu
dipertimbangkan
bila
perdarahan
tetap
berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi
endoskopi dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan
hemostasis yang bisa dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau
embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindikasi dan fasilitas
dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan Transjugular
Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS).10
1.7.4. Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medic, endoskopi dan
radiologi dinilai gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam
bentuk tim multidisipliner pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk
menentukan waktu yang tepat kapan tindakan bedah sebaiknya dilakukan.10
15
Komplikasi
a. Syok hipovolemia
b. Aspirasi pneumonia
c. Gagal ginjal akut
d. Anemia karena perdarahan
e. Sindrom hepatorenal
f. Koma hepatikum
16
1.9.
Prognosis
Identifikasi letak perdarahan adalah langkah awal yang paling penting
langsungdan
kuratif.
Meskipun
metode
diagnostik
untuk
17
DAFTAR PUSTAKA
1. K., Marcellus Simadribata et al. 2012. Konsensus Nasional Penatalaksanaan
Perdarahan Saluran Cerna Atas Non Varises di Indonesia. Jakarta:
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia
2. Djumhana A;Hadi S;Abdurachman SA;Wijojo J;Saketi R: Upper GI
bleeding in Hasan
3. Holster IL, Kuipers EJ. 2012. Management of acute nonvariceal upper
gastrointestinal bleeding:current policies and future perspectives. World J
Gastroenteral. 18:1207-7
4. Porter, R.S., et al., 2008. The Merck Manual of Patient Symptoms. USA:
MerckResearch Laboratories
5. Jutabha, R., et al. 2003. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Dalam:
Friedman, S.L., et al. Current Diagnosis & Treatment in Gastroenterology 2
ed. USA: McGraw-Hill Companies, 53 67.
6. Anand, B.S., 2011. Peptic Ulcer Disease, Bayler College of Medicine.
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/181753-overview
University.
Available
http://emedicine.medscape.com/article/187857-clinical#b1
from:
(Accesed
26
Maret 2016)
9. Wilkins, Thad et al. 2012. American Family Physician. Diagnosis and
Management of Upper Gastrointestinal Bleeding. Vol 85 (5);470-476
10. Sudoyo, Aru W., et al. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 5. Jil 1.
Jakarta: Interna Publishing
11. Perdarahan
Saluran
Cerna
Bagian
Atas.
Available Form
:http://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/viewFile/75/78. (
Accesed Maret 2016)
18