Anda di halaman 1dari 13

PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS

Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas (didefinisikan sebagai perdarahan yang terjadi di
sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan
saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic ulcer
disease) (yang disebabkan oleh H. Pylori atau penggunaan obat-obat anti-inflamasi nonsteroid (OAINS) atau alkohol) (Dubey, S., 2008)
Gambaran Umum dan Epidemiologi
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi klinis mulai dari yang seolah
ringan, misalnya perdarahan tersamar sampai pada keadaan yang mengancam hidup.
Hematemesis adalah muntah darah segar (merah segar) atau hematin (hitam seperti kopi)
yang merupakan indikasi adanya perdarahan saluran cerna bagian atas atau proksimal
ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA), terutama dari duodenum
dapat pula bermanifestasi dalam bentuk melena. Hematokezia (darah segar keluar per anum)
biasanya berasal dari perdarahan saluran cerna bagian bawah (kolon). Maroon stools (feses
berwarna merah hati) dapat berasal dari perdarahan kolon bagian proksimal (ileo-caecal).
(Djojoningrat, D., 2006).
Upper gastrointestinal tract bleeding (UGI bleeding) atau lebih dikenal perdarahan
saluran cerna bahagian atas memiliki prevalensi sekitar 75 % hingga 80 % dari seluruh kasus
perdarahan akut saluran cerna. Insidensinya telah menurun, tetapi angka kematian dari
perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3 % hingga 10 %, dan belum ada perubahan
selam 50 tahun terakhir. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar
berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan saluran cerna
serta dengan meningkatnya kondisi comorbid. Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada
pasien perdarahan saluran cerna, terhitung sekitar 40 % dari seluruh kasus. Penyebab lainnya
seperti erosi gastric (15 % - 25 % dari kasus), perdarahan varises (5 % - 25 % dari kasus),
dan Mallory-Weiss Tear (5 % - 15 % dari kasus). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDs
memiliki prevalensi sekitar 45 % hingga 60 % dari keseluruhan kasus perdarahan akut.
(Alexander, J.A., 2008)
Etiologi
Terdapat perbedaan distribusi penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) di
Indonesia dengan laporan pustaka Barat. Penyebab terbanyak di Indonesia adalah perdarahan
varises karena sirosis hati (65%), sedangkan di negara Eropa dan Amerika adalah perdarahan
1

non variceal karena ulkus peptikum (60%). Penyebab lain yang jarang meliputi, Malory
Weiss tears, duodenitis erosive, ulkus dielafoy (salah satu tipe malformasi vaskuler),
neoplasma, aortoenteric fistula, GAVE (gastric antral vascular ectasia) dan gastropathy
prolapse.
Tabel.1 Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas
Sering (common)
-

Ulkus gaster

Ulkus

Kurang sering

Jarang

(less common)
- Erosi/ gastropati

gaster

esophagus

duodenum

Esofagitis

Varises

Lesi Dielafoy

esophagus

Telangiektasis

Mallory

Gastropati

Weiss tear
-

Ulkus

Duodenitis
erosive

Fistula
Aortoenterik

hipertensi portal

Hemobilia

GAVE

(Gastric

Penyakit

Antral

Vascular

Ectasia)

watermelon

Pankreas
-

Penyakit
Crhons

stomach
-

Varises gaster

Neoplasma

Faktor risiko perdarahan saluran cerna bagian atas


Terdapat beberapa faktor risiko yang dianggap berperan dalam patogenesis perdarahan
SCBA. Faktor risiko yang telah di ketahui adalah usia, jenis kelamin, penggunaan OAINS,
penggunaan obat antiplatelet, merokok, mengkonsumsi alkohol, riwayat ulkus, diabetes
mellitus dan infeksi bakteri Helicobacter pylori.

Usia
Perdarahan SCBA sering terjadi pada orang dewasa dan risiko meningkat pada usia >60
tahun. Penelitian pada tahun 2001-2005 dengan studi retrospektif di Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo terhadap 837 pasien yang memenuhi kriteria perdarahan SCBA
menunjukkan rata-rata usia pasien laki-laki adalah 52,7 15,82 tahun dan rata-rata usia
pasien wanita adalah 54,46 17,6.26 Usia 70 tahun dianggap sebagai faktor risiko
karena terjadi peningkatan frekuensi pemakaian OAINS dan interaksi penyakit komorbid
yang menyebabkan terjadinya berbagai macam komplikasi.
2

Jenis kelamin
Kasus perdarahan SCBA lebih sering dialami oleh laki-laki. Penelitian di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa sekitar 51,4% yang mengalami perdarahan SCBA berjenis kelamin
laki-laki. Dari penelitian yang sudah dilakukan mayoritas menggunakan pendekatan
epidemiologi dan belum ada penelitian yang secara spesifik menjelaskan hubungan
perdarahan SCBA dengan jenis kelamin.

Penggunaan obat antiinflamasi non steroid (OAINS)


Peningkatan risiko komplikasi ulkus (rawat inap, operasi, kematian) terjadi pada orang
tua yang mengkonsumsi OAINS. Studi cross sectional terhadap individu yang
mengkonsumsi OAINS pada dosis maksimal dalam jangka waktu lama 35% hasil
endoskopi adalah normal, 50% menunjukkan adanya erosi atau petechiae, dan 5%-30%
menunjukkan adanya ulkus. Jenis-jenis OAINS yang sering dikonsumsi adalah ibuprofen,
naproxen, indomethacin, piroxicam, asam mefenamat, diklofenak.

Penggunaan obat-obat antiplatelet


Penggunaan aspirin dosis rendah (75 mg per hari) dapat menyebabkan faktor perdarahan
naik menjadi dua kali lipat, bahkan dosis subterapi 10 mg per hari masih dapat
menghambat siklooksigenase. Aspirin dapat menyebabkan ulkus lambung, ulkus
duodenum, komplikasi perdarahan dan perforasi pada perut dan lambung. Obat
antiplatelet seperti clopidogrel berisiko tinggi apabila dikonsumsi oleh pasien dengan
komplikasi saluran cerna.

Merokok
Dari hasil penelitian menunjukkan merokok meningkatkan risiko terjadinya ulkus
duodenum, ulkus gaster maupun keduanya. Merokok menghambat proses penyembuhan
ulkus, memicu kekambuhan, dan meningkatkan risiko komplikasi.

Alkohol
Mengkonsumsi alkohol konsentrasi tinggi dapat merusak pertahanan mukosa lambung
terhadap ion hidrogen dan menyebabkan lesi akut mukosa gaster yang ditandai dengan
perdarahan pada mukosa.

Riwayat Gastritis
Riwayat Gastritis memiliki dampak besar terhadap terjadinya ulkus. Pada kelompok ini
diprediksi risiko terjadi bukan karena sekresi asam tetapi oleh adanya gangguan dalam
mekanisme pertahanan mukosa dan proses penyembuhan.

Diabetes mellitus (DM)


Beberapa penelitian menyatakan bahwa DM merupakan penyakit komorbid yang sering
ditemui dan menjadi faktor risiko untuk terjadinya perdarahan. Namun, belum ada
penelitian yang menjelaskan mekanisme pasti yang terjadi pada perdarahan SCBA yang
disebabkan oleh diabetes mellitus.

Infeksi bakteri Helicobacter pylori


Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif berbentuk spiral yang hidup dibagian
dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding lambung. Beberapa penelitian di Amerika
Serikat menunjukkan tingkat infeksi H.pylori <75% pada pasien ulkus duodenum. Dari
hasil penelitian di New York 61% dari ulkus duodenum dan 63% dari ulkus gaster
disebabkan oleh infeksi H.pylori.

Chronic Kidney Disease


Patogenesis perdarahan saluran cerna pada chronic kidney disease masih belum jelas,
diduga faktor yang berperan antara lain efek uremia terhadap mukosa saluran cerna,
disfungsi trombosit akibat uremia, hipergastrinemia, penggunaan antiplatelet dan
antikoagulan, serta heparinisasi pada saat dialysis.

Hipertensi
Hipertensi menyebabkan disfungsi endotel sehingga mudah terkena jejas. Selain itu
hipertensi memperparah artherosklerosis karena plak mudah melekat sehingga pada
penderita hipertensi dianjurkan untuk mengkonsumsi obat-obat antiplatelet.

Chronic Heart Failure


Penelitian yang ada mengatakan bahwa chronic heart failure dapat meningkatkan faktor
risiko perdarahan SCBA sebanyak 2 kali lipat.

Sirosis Hepatis
25-35% pasien sirosis hati akan mengalami varises esofagus sehingga rentan terhadap
pecahnya varises.

Patogenesis perdarahan SCBA


Lumen gaster memiliki pH yang asam. Kondisi ini berkontribusi dalam proses pencernaan tetapi
juga berpotensi merusak mukosa gaster. Beberapa mekanisme telah terlibat untuk melindungi
mukosa gaster. Musin yang disekresi sel-sel foveola gastrica membentuk suatu lapisan tipis yang
mencegah partikel makanan besar menempel secara langsung pada lapisan epitel. Lapisan
mukosa juga mendasari pembentukan lapisan musin stabil pada permukaan epitel yang
melindungi mukosa dari paparan langsung asam lambung, selain itu memiliki pH netral sebagai
hasil sekresi ion bikarbonat sel-sel epitel permukaan. Suplai vaskular ke mukosa gaster selain
4

mengantarkan oksigen, bikarbonat, dan nutrisi juga berfungsi untuk melunturkan asam yang
berdifusi ke lamina propia. Gastritis akut atau kronik dapat terjadi dengan adanya dekstruksi
mekanisme-mekanisme protektif tersebut.

Gambar 1. Patogenesis Perdarahan Saluran Cerna bagian Atas.


Dikutip dari Turner J.R

Pada orang yang sudah lanjut usia pembentukan musin berkurang sehingga rentan
terkena gastritis dan perdarahan saluran cerna. OAINS dan obat antiplatelet dapat
mempengaruhi proteksi sel (sitoproteksi) yang umumnya dibentuk oleh prostaglandin atau
mengurangi sekresi bikarbonat yang menyebabkan meningkatnya perlukaan mukosa gaster.
Infeksi Helicobacter pylori yang predominan di antrum akan meningkatkan sekresi asam
lambung dengan konsekuensi terjadinya tukak duodenum. Inflamasi pada antrum akan
menstimulasi sekresi gastrin yang merangsang sel parietal untuk meningkatkan sekresi
lambung. Perlukaan sel secara langsung juga dapat disebabkan konsumsi alkohol yang
berlebih. Alkohol merangsang sekresi asam dan isi minuman berakohol selain alkohol juga
merangsang sekresi asam sehingga menyebabkan perlukaan mukosa saluran cerna.
Penggunaan zat-zat penghambat mitosis pada terapi radiasi dan kemoterapi menyebabkan
kerusakan mukosa menyeluruh karena hilangnya kemampuan regenerasi sel. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit komorbid
pada perdarahan SCBA dan menjadi faktor risiko perdarahan SCBA. Pada pasien DM terjadi
perubahan mikrovaskuler salah satunya adalah penurunan prostasiklin yang berfungsi
mempertahankan mukosa lambung sehingga mudah terjadi perdarahan.
Gastritis kronik dapat berlanjut menjadi ulkus peptikum. Merokok merupakan salah
satu faktor penyebab terjadinya ulkus peptikum. Merokok memicu kekambuhan,
5

menghambat proses penyembuhan dan respon terapi sehingga memperparah komplikasi


ulkus kearah perforasi.
Manifestasi klinik perdarahan SCBA
Manifestasi klinik yang sering terjadi adalah adanya hematemesis (muntah darah segar dan atau
disertai hematin/ hitam) yang kemudian dilanjutkan dengan timbulnya melena. Hal ini terutama
pada kasus dengan sumber perdarahan di esofagus dan gaster. Sumber perdarahan di duodenum
relatif lebih sering bermanifestasi dalam bentuk melena.
Hal ini banyak dipengaruhi oleh jumlah darah yang keluar persatuan waktu dan fungsi
pilorus. Terkumpulnya darah dalam volume banyak dalam waktu singkat akan menimbulkan
refleks muntah sebelum komponen darah tersebut bercampur dengan asam lambung (sehingga
muntah darah segar). Hal ini berbeda dengan perdarahan yang memberi kesempatan darah yang
keluar terpapar lengkap dengan asam lambung sehingga membentuk hematin hitam. Perdarahan
yang masif, terutama yang berasal dari duodenum, kadang tidak terpapar asam lambung dan
keluar peranum dalam bentuk darah segar (hematochezia) atau merah hati (maroon stool).

Gejala klinis perdarahan saluran cerna:


Ada 3 gejala khas, yaitu:
1. Hematemesis
Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran cerna atas, yang berwarna
coklat merah atau coffee ground. (Porter, R.S., et al., 2008)
2. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran cerna bahagian bawah,
tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran cerna bahagian atas yang sudah berat.
(Porter, R.S., et al., 2008)
3. Melena
Kotoran (feses) yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam lambung;
biasanya mengindikasikan perdarahan saluran cerna bahagian atas, atau perdarahan
daripada usus-usus ataupun colon bahagian kanan dapat juga menjadi sumber lainnya.
(Porter, R.S., et al., 2008)
Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, angina atau dyspnea. (Laine, L., 2008)

Diagnosis perdarahan SCBA

Diagnosis perdarahan SCBA dibuat berdasarkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, inspeksi
dengan pemasangan nasogastric tube (NGT), pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
endoskopi, radionuclide scanning, radiografi barium kontras.

Anamnesis
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah waktu terjadinya perdarahan, perkiraan
darah yang keluar, riwayat perdarahan sebelumnya, riwayat perdarahan dalam keluarga,
ada tidaknya perdarahan di bagian tubuh lain, penggunaan obat-obatan terutama anti
inflamasi non steroid, penggunaan obat antiplatelet, kebiasaan minum alkohol,
kemungkinan adanya penyakit hati kronik, diabetes mellitus, demam tifoid, gagal ginjal,
hipertensi dan riwayat transfusi sebelumnya.

Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan tekanan darah sederhana dapat memperkirakan seberapa banyak pasien
kehilangan darah. Kenaikan nadi >20 kali permenit dan tekanan sistolik turun >10
mmHg menandakan telah banyak kehilangan darah.

Inspeksi dengan nasogastric tube (NGT)


Pemasangan NGT dan inspeksi aspirat dapat digunakan pada penilaian awal kasus.
Aspirat warna merah terang, pasien memerlukan pemeriksaan endoskopi segera baik
untuk evaluasi maupun perawatan intensif. Jika cairan aspirat berwarna seperti kopi,
maka diperlukan rawat inap dan pemeriksaan endoskopi dalam 24 jam pertama.
Meskipun demikian aspirat normal tidak dapat menyingkirkan perdarahan SCBA. Studi
melaporkan 15% kasus perdarahan SCBA pemeriksaan NGT normal tetapi terdapat lesi
dengan risiko tinggi perdarahan (terlihat/ tidak terlihat pembuluh darah dengan
perdarahan) pada endoskopi.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium penunjang awal ditujukan untuk menilai kadar hemoglobin,
fungsi hemostasis, fungsi hati dan kimia dasar yang berhubungan dengan status
haemodinamik. Pemeriksaan kadar haemoglobin dan hematokrit dilakukan secara serial
(setiap 6-8 jam) agar dapat dilakukan antisipasi transfusi secara lebih tepat serta untuk
memantau lajunya proses perdarahan.

Endoskopi diagnostik
Endoskopi merupakan pemeriksaan pilihan utama untuk diagnosis, dengan akurasi
diagnosis > 90%. Waktu yang paling tepat untuk pemeriksaan endoskopi tergantung pada
derajat berat dan dugaan sumber perdarahan. Dalam 24 jam pertama pemeriksaan
7

endoskopi merupakan standar perawatan yang direkomendasikan. Pasien dengan


perdarahan yang terus berlangsung, gagal dihentikan dengan terapi suportif
membutuhkan pemeriksaan endoskopi dini (urgent endoscopy) untuk diagnosis dan
terapi melalui teknik endoskopi. Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan
penyebab serta asal perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest
membuat klasifikasi perdarahan ulkus peptikum atas dasar penemuan endoskopi yang
bermanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Tabel 2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Ulkus Peptikum Menurut Forest
Forest Ia

Aktivitas perdarahan
Perdarahan aktif

Kriteria endoskopi
Perdarahan arteri menyembur

Forest Ib
Forest II

Perdarahan akif
Perdarahan berhenti dan masih

Perdarahan merembes
Gumpalan darah pada dasar
tukak atau terlihat
pembuluh darah
Lesi tanpa tanda sisa

terdapat sisa-sisa perdarahan


Forest III

Perdarahan berhenti tanpa sisa


perdarahan

perdarahan

Gambar 2.Gambaran Endoskopi Aktivitas Perdarahan Ulkus peptikum Menurut Forest.


Dikutip dari Gralneck

Radionuclide Scanning
Labeling sel darah merah pasien dengan menggunakan zat radioaktif yang kemudian
dimasukkan lagi dalam sistem sirkulasi pasien dapat menentukan lokasi sumber
perdarahan walaupun laju perdarahan relative sedikit (0,1 mililiter/menit), tapi kurang
spesifik untuk menentukan tempat perdarahan dibandingkan tehnik angiografi.

Arteriografi selektif
Arteriografi selektif melalui aksis seliak, arteri mesenterika superior, arteri mesenterika
inferior dan cabangnya dapat digunakan untuk diagnosis, sekaligus dapat untuk
terapeutik. Pemeriksaan ini membutuhkan laju perdarahan minimal 0,5-1,0 mililiter
permenit.
8

Radiografi barium kontras


Teknik pemeriksaan ini kurang direkomendasikan. Selain sulit untuk menentukan
sumber perdarahan, juga adanya zat kontras akan mempersulit pemeriksaan endoskopi
maupun arteriografi.

Tatalaksana perdarahan SCBA


Tujuan utama pengelolaan perdarahan SCBA adalah stabilisasi hemodinamik, menghentikan
perdarahan, mencegah perdarahan ulang dan menurunkan mortalitas.

Resusitasi
Bila sudah dalam keadaan hemodinamik tidak stabil atau dalam keadaan renjatan, maka
proses resusitasi cairan (cairan kristaloid atau koloid) harus segera dimulai tanpa
menunggu data pendukung lainnya. Pilihan akses, jenis cairan resusitasi, kebutuhan
transfuse darah, tergantung derajat perdarahan dan kondisi klinis pasien. Cairan
kristaloid dengan akses perifer dapat diberikan pada perdarahan ringan sampai sedang
tanpa gangguan hemodinamik. Cairan koloid diberikan jika terjadi perdarahan yang
berat sebelum transfuse darah bisa diberikan. Pada keadaan syok dan perlu monitoring
ketat pemberian cairan, diperlukan akses sentral. Target resusitasi adalah hemodinamik
stabil, produksi urin cukup (>30 cc/jam), tekanan vena sentral 5-10 cm H2O, kadar Hb
tercapai (8-10 gr%).

Non-endoskopis
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan adalah kumbah
lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur ini diharapakan
mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses homeostastik, namun demikian
manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak terbukti.
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami
SCBA diperbolehkan, dengan pertimbangan pemberian tersebut tidak merugikan dan
relative murah.
Vasopresin dapat menghentikan perdarahan SCBA lewat efek vasokonstriksi
pembuluh darah splanknik, menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun.
Terdapat dua bentuk sediaan, yakni pitresin yang mengandung vasopressin murni dan
preparat pituitary gland yang mengandung vasopressin dan oxcytocin. Pemberian
vasopressin dilakukan dengan mengencerkan sediaan vasopressin 50 unit dalam 100ml
dekstrosa 5%, diberikan 0,5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang tiap 36 jam, atau setelah pemberian pertama dilanjutkan perinfus 0,1-0,5 U/menit. Vasopressin
dapat menimbulkan efek samping serius berupa insufisiensi koroner mendadak, oleh
karena itu pemberiaanya disarankan bersama preparat nitrat, misalnya nitrogliserin
9

intravena dengan dosis awal 40 mcg/menit dengan tetap mempertahankan tekanan


sistolik diatas 90 mmHg.
Somatostatin dan analognya (octreotide) diketahui dapat menurunkan aliran darah
splanknik, khasiatnya lebih selektif disbanding vasopressin. Somatostatin dapat
menghentikan perdarahan akut varises esophagus 70-80% kasus, dan dapat pula
digunakan pada perdarahan non-varises. Dosis pemberian somatostatin, diawali dengan
bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam selama 8-24 jam atau sampai
perdarahan berhenti.
Obat-obatan golongan anti sekresi asam lambung yang bermanfaat untuk
mencegah perdarahan berulang SCBA karena tukak peptic adalah inhibitor pompa
proton dosis tinggi. Diawali bolus omeprazol 80 mg/iv kemudian dilanjutkan perinfus 8
mg/kgBB/jam selama 72 jam, yang bias digunakan per infuse adalah esomeprazol dan
pantoprazole dengan dosis yang sama dengan omeprazole. Pada perdarahan SCBA
masih bias diberikan obat golongan antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor H2 masih
bias diberikan dengan tujuan penyembuha lesi mukosa penyebab perdarahan. Antagonis
reseptor H2 dalam mencegah perdarahan berulang SCBA karena tukak peptic kurang
bermanfaat.
Penggunaan balon tomppanode untuk menghentikan perdarahan varises
esophagus sejak tahun 1950, namun yang paling popular adalah segstaken-blakemore
tube (SB-tube) yang mempunyai tiga pipa dan dua balon masing-masing untuk
esophagus dan lambung. Komplikasi pemasangan SB-tube yang bias berakibat fatal
ialah pneumonia aspirasi, laserasi sampai perforasi. Pengembangan balon sebaiknya
tidak melebihi 24 jam. Pemasangan SB-tube seyogyanya dilakukan oleh tenaga medic

yang berpengalaman dan ditindak lanjuti dengan observasi yang ketat.


Endoskopi
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau tukak dengan
pmbuluh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi: 1). Contact thermal (monopolar
atau bipolar elektrokoagulasi, heater probe) 2). Non-contact thermal (laser) 3). Nonthermal (misalnya suntikan adrenalin, polidoknol alcohol, cyanoacrylate, atau pemakaian
klip).
Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena varises
esophagus. Ligasi varises merupakan pilihan pertama untuk mengatasi perdarahan
varises esophagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian
sklerosan, lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Ligasi varises dapat

dilakukan mulai distal mendekati cardia bergerak spiral 1-2 cm


Terapi radiologi

10

Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap berlangsung dan belum
bias ditentukan asal perdarahan atau apabila terapi endoskopi dinilai gagal dan
pembedahan sangat beresiko. Tindakan hemostasis yang bias dilakukan dengan
penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai tidak ada kontraindkasi dan
fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises dapat dipertimbangkan TIPS

(transjuglar intahepatic portosystemic shunt).


Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medic, endoskopi, dan radiologi dinilai
gagal. Ahli bedah seyogyanya dilibatkan sejak awal dalam bentuk tim multidisipliner
pada pengelolaan kasus perdarahan SCBA untuk menentukan waktu yang tepat kapan
tindakan bedah sebaiknya dilakukan.

11

12

DAFTAR PUSTAKA
Anonym.

2011.

Perdarahan

Saluran

Cerna

Atas.

http://www.repository.usu.ac.id/bitsteam/123456789/31735/4/chapter%20II.pdf
(diakses 21 agustus 2015)
Ika

Prasanti,

Damayanti.

Perdarahan

Saluran

Cerna

Bagian

Atas.

http://www.eprints.undip.ac.id/
.Damayanti_Ika_Prasanti_G2A009057_Bab2KTI.pdf (diakses 21 agustus 2015)
Mc Phee, Stephen & Ganong, William. 2010. Patofisiologi Penyakit. Edisi V. EGC: Jakarta
Sudoyo, aru dkk. 2009. Ilmu Penyakit Dalam. Hal.447-452. Edisi V. Jilid 1. Interna
publishing: Jakarta
Tjokroprawiro, askandar. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Airlangga university press: Surabaya

13

Anda mungkin juga menyukai