Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

PERDARAHAN SALURAN CERNA ATAS

Disusun oleh :

Yesisca (406201082)

Pembimbing :

dr. Dessy Andriani, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RSD K.R.M.T. WONGSONEGORO SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 21 FEBRUARI – 16 APRIL 2022
LEMBAR PENGESAHAN

Diajukan untuk memenuhi ujian kepaniteraan klinik dan melengkapi salah


satu syarat menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter di bagian Ilmu
Penyakit Dalam RSD K.R.M.T Wongsonegoro Semarang periode 21 Februari –
16 April 2022.
Nama : Yesisca
NIM : 406201082
Universitas : Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara
Bagian : Ilmu Penyakit Dalam
Periode : 21 Februari – 16 April 2022
Judul : Perdarahan Saluran Cerna Atas
Pembimbing : dr. Dessy Andriani, Sp.PD

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal:

Semarang, 9 Maret 2022


Pembimbing

dr. Dessy Andriani, Sp.PD

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi.
Manifestasinya dapat bermacam-macam seperti perdarahan masif maupun
perdarahan samar yang tidak disadari. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan
dan lokasi perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya
perdarahan dan lokasi perdarahan. Hematemesis (muntah darah segar atau hitam)
menunjukkan perdarahan dari saluran cerna bagian atas, proksimal dari
ligamentum Treitz. Melena (tinja hitam) biasanya akibat perdarahan saluran cerna
bagian atas.
Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu
penyakit yang sering dijumpai di bagian gawat darurat rumah sakit. Sebagian
besar pasien datang dalam keadaan stabil dan sebagian lainnya datang dalam
keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan yang cepat dan tepat. Kejadian
perdarahan akut saluran cerna ini tidak hanya terjadi diluar rumah sakit saja
namun dapat pula terjadi pada pasien-pasien yang sedang menjalani perawatan di
rumah sakit terutama di ruang perawatan intensif dengan mortalitas yang cukup
tinggi.
Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan masalah umum yang
diperkirakan terjadi pada 80 hingga 150 dari 100.000 orang setiap tahun.
Perkiraan tingkat kematian adalah antara 2 dan 15 persen. Perdarahan saluran
cerna bagian atas ini menyebabkan terjadinya kehilangan darah sehingga gejala
sekunder yang terjadi adalah seperti episode sinkop, kelelahan, dan lemas.1–3

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas atau disebut juga Upper Gastrointestinal
Bleeding (UGIB) adalah hilangnya darah dalam lumen saluran pencernaan, dari
esofagus hingga ligamen Treitz di duodenum dengan gejala hematemesis dan
melena.4 UGIB termasuk salah satu kegawatan daruratan yang banyak ditemukan
di rumah sakit seluruh duniadan merupakan salah satu indikasi perawatan di
rumah sakit dan banyak menimbulkan kematian bila tidak ditangani dengan baik.

2.2 Etiologi
Dari kemungkinan etiologi UGIB, Ulkus Peptikum menyumbang 40% sampai
50% dari kasus. Dari jumlah tersebut, mayoritas adalah sekunder dari ulkus
duodenum (30%). Ulkus Peptikum dapat dikaitkan dengan NSAID, Helicobacter
pylori, dan penyakit mukosa terkait stres. Selain ulkus peptikum, esofagitis erosif
menyumbang 11%, duodenitis 10%, Varises 5% hingga 30% (tergantung apakah
populasi yang diteliti memiliki penyakit hati kronis), robekan Mallory-Weiss 5%
hingga 15% dan malformasi vaskular sebesar 5%.5,6

4
Tabel 1 Etiologi UGIB 7

2.3 Epidemiologi
UGIB menyumbang 75% dari semua kasus perdarahan gastrointestinal (GI) akut.
Insiden tahunannya adalah sekitar 80 hingga 150 per 100.000 penduduk. Pasien
yang menggunakan aspirin dosis rendah jangka panjang memiliki risiko UGIB
yang nyata lebih tinggi dibandingkan dengan plasebo. Ketika aspirin
dikombinasikan dengan inhibitor P2Y12 seperti clopidogrel, ada peningkatan dua
hingga tiga kali lipat dalam jumlah kasus UGIB. Ketika seorang pasien

5
membutuhkan terapi tiga kali lipat (yaitu, aspirin, inhibitor P2Y12 dan antagonis
vitamin K), risiko UGIB bahkan lebih tinggi.8
Mortalitas akibat UGIB berkisar antara 7-14%, sedangkan mortalitas
karena perdarahan ulang mendekati 40%, terutama pada pasien tua.9 Data yang
dikumpulkan oleh American Society of Gastrointestinal Endoscopy, pada tahun
1979 memperlihatkan sekitar 2225 pasien dengan UGIB, dan menunjukkan bahwa
yang penyebab paling sering perdarahan ialah gastritis erosif (29,6%), ulkus
duodenum (22,8%), ulkus lambung (21,9%), varises (15,4%), dan esofagitis
(12,8%).10
Di Indonesia, dari 1673 kasus UGIB di Bagian Penyakit Dalam RSU
Dr.Sutomo Surabaya, penyebabnya 76,9% pecahnya varises esofagus, 19%
gastritis erosif, 1,0% tukak peptik, 0,6% kanker lambung, dan 2,6% karena sebab-
sebab lain. Laporan dari RS pemerintah di Ujung Pandang menyebut-kan tukak
peptik menempati urutan pertama penyebab UGIB.11

2.4 Patofisiologi
Perdarahan GI atas dapat dikategorikan berdasarkan faktor anatomi dan
patofisiologi: ulseratif, vaskular, traumatis, iatrogenik, tumor, hipertensi portal.
Penyebab paling umum dari UGIB akut adalah penyakit ulkus peptikum termasuk
dari penggunaan aspirin dan obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID), perdarahan
varises, robekan Mallory-Weiss dan neoplasma termasuk kanker lambung. 7
Penyebab lain yang relatif umum termasuk esofagitis, gastritis erosif/duodenitis,
ektasia vaskular dan lesi Dieulafoy.12
UGIB dapat disebabkan oleh berbagai entitas patologis (Tabel 1). Proses
ini menyebabkan erosi superfisial dari mukosa yang menyebabkan perdarahan
dikemudian waktu. UGIB berasal dari cabang arteri celiac. (Kiri lambung,
gastroduodenal, atau limpa) atau cabang arteri pankreatikoduodenal dari arteri
mesenterika superior.13 Ulkus peptikum, gastritis, dan duodenitis merupakan
penyebab hampir 70% dari UGIB. Memang, kejadian perdarahan dari tiga
masalah ini di antara pasien usia lanjut telah meningkat karena harapan hidup
yang berkepanjangan dan perluasan penggunaan anti-inflamasi nonsteroid obat-
obatan (NSAID).

6
Patofisiologi utama kerusakan gastroduodenal akibat NSAID adalah
disrupsi fisiokimia pertahanan mukosa gaster dan inhibisi sistemik terhadap
pelindung mukosa gaster melalui inhibisi aktivitas COX mukosa gaster. 14
Kerusakan pertahanan mukosa terjadi akibat efek NSAID secara lokal. Beberapa
NSAID bersifat asam lemah sehingga bila berada dalam lambung yang lumennya
bersifat asam (pH kurang dari 3) akan berbentuk partikel yang tidak terionisasi.
Dalam kondisi tersebut, partikel obat akan mudah berdifusi melalui membran
lipid ke dalam sel epitel mukosa lambung bersama dengan ion H+. Dalam epitel
lambung, suasana menjadi netral sehingga bagian obat yang berdifusi
terperangkap dalam sel epitel dan terjadi penumpukan obatpada epitel mukosa.
Akibatnya, epitel menjadi sembab, pembentukan PG terhambat, dan terjadi proses
inflamasi. Pada jaringan inflamasi, NSAID memiliki efek menguntungkan melalui
penghambatan COX-2 dan efek toksik melalui penghambatan COX-1 yang
dapat menyebabkan ulserasi mukosa gastrointestinal.15
Varises esofagus adalah penyebab paling umum kedua dari UGIB,
terhitung 5% sampai 14% dari kasus. Ini pasien memiliki hipertensi portal dan
banyak juga yang hadir dengan penyakit hati alkoholik yang mendasari atau
sirosis yang diinduksi hepatitis. Meskipun lebih dari 50% varises perdarahan
berhenti secara spontan, hingga 80% pasien akan baik terus berdarah atau
berdarah ulang dalam 6 bulan pertama.12,16
Robekan Mallory-Weiss terjadi di esofagus distal dekat gastroesophageal
(GE) junction. Robekan pleksus vena atau arteri pada esofagus. Pasien biasanya
datang dengan riwayat asupan alkohol yang luas atau hipertensi portal.17
Penyakit Dieulafoy didefinisikan sebagai perdarahan dari penyimpangan
besar pembuluh darah di mukosa yang pecah karena tekanan dari erosi ulseratif.
Pertama kali dijelaskan oleh Gallard pada tahun 1884 dan kemudian oleh
Dieulafoy pada tahun 1898, Dapat juga disebut malformasi arteri submukosa atau
arteri caliber-persistent. Ini adalah penyebab yang jarang dari GI perdarahan (0,3 -
7% dari perdarahan akut) dan paling sering terjadi di lambung. Ulkus lambung
kronis, alkohol, dan NSAID adalah dianggap sebagai faktor pencetus.15 Secara
klinis, pasien hadir dengan hematemesis atau melena dan biasanya tidak memiliki
riwayat perdarahan atau keluhan GI sebelumnya.18

7
Neoplasma pada saluran GI bagian atas merupakan penyebab yang jarang
dari UGIB (2-5%). Berbagai tumor jinak dan ganas mempengaruhi saluran cerna
bagian atas dan dapat menyebabkan perdarahan (table 1).

Gambar 1. Patofisiologi UGIB

2.5 Manifestasi Klinis


Pendarahan saluran cerna bagian atas biasanya muncul dengan hematemesis
(muntah darah segar), emesis “Coffee Ground” (muntah darah yang berubah
warna menjadi gelap), dan/atau melena (tinja berwarna hitam). Hematochezia
(keluarnya darah merah dari rektum) biasanya menunjukkan perdarahan dari
saluran GI bagian bawah, tetapi kadang-kadang dapat menjadi gejala sumber
perdarahan GI bagian atas yang cepat.19 Adanya emesis dengan perdarahan yang
nyata menunjukkan perdarahan yang lebih aktif dan parah dibandingkan dengan
emesis “coffee ground”.20 Perdarahan varises mengancam nyawa dan harus
menjadi pertimbangan utama dalam diagnosis karena menyumbang hingga 30%
dari semua kasus UGIB dan hingga 90% pada pasien dengan sirosis hati.21

8
2.6 Diagnosis
Anamnesa
Pasien memiliki episode perdarahan GI sebelumnya. Riwayat penyakit yang
memungkinkan terjadinya perdarahan seperti varises, hipertensi portal, H.Pylori,
diverticulitis. Riwayat konsumi NSAID, antikoagulan, agen antiplatelet, bismut,
zat besi maupun alkohol. Terdapat gejala yang berhubungan dengan perdarahan,
seperti, kesulitan menelan, penurunan berat badan yang berarti dan muntah.22
Pemeriksaan Fisik
Cari tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik, seperti22 :
 Takikardia (berhubungan dengan kehilangan volume darah total kurang
dari 15%)
 Hipotensi ortostatik (terkait dengan hilangnya sekitar 40% total volume
darah)
 Nyeri perut dapat meningkatkan kecurigaan perforasi atau iskemia
 Pemeriksaan rektal penting untuk evaluasi dan menyingkirkan
kemungkinan Lower GI Bleeding, seperti Fisura anal, hemoroid, Massa
anorectal
 Pemeriksaan Tinja
Dalam pemeriksaan dapat mencari bukti adanya penyakit hati kronis seperti
eritema palmaris, spider angioma, ginekomastia, penyakit kuning, dan asites.
Gambaran-gambaran ini dapat memberikan petunjuk tentang etiologi perdarahan
(yaitu, perdarahan varises).23
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap perlu dilakukan yaitu untuk mencari kadar
hemoglobin, hematokrit, dan trombosit saat ini. MCV yang rendah dapat
menunjukkan kehilangan darah kronis dan anemia defisiensi besi. Kimia klinis
juga harus dievaluasi. Peningkatan BUN (Blood Urea Nitrogen) atau peningkatan
BUN/Kreatinin juga dapat menjadi indikasi UGIB. Studi koagulasi juga harus
diperiksa.24 Pemeriksaan International normalized ratio (INR), Protrombin time,
activated partial thromboplastin time juga diperlukan untuk mencari penyebab
perdarahan.22

9
Pilihan untuk pemeriksaan perdarahan GI akut termasuk upper endoskopi
dan/atau kolonoskopi, skintigrafi nuklir, CT angiogram dan angiografi kateter. 21
Jika pasien diduga menderita UGIB, endoskopi harus dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab dan kemungkinan serta mengobati sumber perdarahan.
American College of Gastroenterology merekomendasikan bahwa semua pasien
dengan UGIB harus menjalani endoskopi dalam waktu 24 jam setelah masuk
Rumah Sakit, mengikuti upaya resusitasi untuk mengoptimalkan parameter
hemodinamik dan masalah medis lainnya. Sesuai rekomendasi American College
of Gastroenterology, endoskopi dalam waktu 12 jam harus dipertimbangkan untuk
semua pasien dengan gambaran klinis risiko tinggi (misalnya, takikardia,
hipotensi, emesis berdarah atau aspirasi nasogastrik di rumah sakit) untuk
penanganan lebih cepat dan baik.25
Upper endoskopi lebih disarankan. Sensitivitas dan spesifisitas endoskopi
yang dilaporkan untuk UGBI masing-masing adalah 92%-98% dan 30%-100%.26
Risiko upper endoskopi termasuk aspirasi, efek samping dari sedasi, perforasi,
dan peningkatan perdarahan saat mencoba intervensi terapeutik. Jalan napas harus
diamankan dengan intubasi endotrakeal dalam kasus UGIB yang masif.21
Ada beberapa sistem penilaian yang dirancang untuk memprediksi pasien
mana yang mungkin memerlukan intervensi dan juga untuk memprediksi
perdarahan berulang dan mengancam nyawa. Rockall Score yang menggunakan
temuan endoskopi dirancang untuk memprediksi perdarahan ulang dan mortalitas
mencakup usia, komorbiditas, adanya syok. Rockall score dengan nilai dua atau
lebih sedikit poin dianggap berisiko rendah dan memiliki kemungkinan 4,3%
perdarahan ulang dan 0,1% kematian. Sebaliknya, pasien dengan skor enam atau
lebih memiliki tingkat perdarahan ulang 15% dan kematian 39%. Sistem penilaian
lain yang secara tradisional digunakan di UGIB adalah Glasgow Blatchford Score.
Sistem penilaian ini dirancang untuk memprediksi kebutuhan intervensi. Ini
termasuk kadar hemoglobin, tekanan darah, presentasi sinkop, melena, penyakit
hati, dan gagal jantung. Skor enam atau lebih dikaitkan dengan risiko lebih besar
dari 50% untuk membutuhkan intervensi.25,27

10
Tabel 2. Glasgow Blatchford Score.28

Tabel 3. Rockall Score.28

11
2.7 Tatalaksana
Resusitasi
Resusitasi dini dan intensif secara signifikan mengurangi mortalitas pada UGIB.
Stabilitas hemodinamik harus dipulihkan dengan menggunakan cairan intravena
(kristaloid atau koloid), di samping transfusi darah, terapi oksigen, dan koreksi
koagulopati jika perlu.28
Pasien harus memiliki minimal dua kateter akses perifer berukuran besar
(setidaknya 18-gauge). Cairan intravena harus diberikan untuk mempertahankan
tekanan darah yang memadai dan stabilitas hemodinamik. Jika pasien tidak dapat
melindungi jalan napasnya atau mengalami hematemesis berat yang sedang
berlangsung, intubasi endotrakeal elektif disarankan. Transfusi darah harus
diberikan untuk menargetkan hematokrit di atas 20%. Hematokrit di atas 30%
ditargetkan pada pasien berisiko tinggi, seperti orang tua dan pasien dengan
penyakit arteri koroner. 29
Terapi Farmakologi.22
 PPI : Digunakan untuk perdarahan saluran cerna atas dan dapat dilanjutkan
atau dihentikan setelah identifikasi sumber perdarahan. Inhibitor pompa
proton (PPI) digunakan untuk mengobati pasien dengan UGIB nonvarises.
Pasien dengan perdarahan yang signifikan harus diobati dengan 80 mg
bolus PPI diikuti dengan infus terus menerus. Durasi tipikal adalah 72 jam
untuk pasien dengan lesi berisiko tinggi yang divisualisasikan pada
endoskopi.
 Agen prokinetik : Diberikan untuk meningkatkan visualisasi pada saat
endoskopi
 Obat vasoaktif : Somatostatin dan octreotide analognya dapat digunakan
untuk mengobati perdarahan varises dengan menghambat pelepasan
hormon vasodilatasi. Ini diberikan sebagai bolus intravena 20 mcg hingga
50 mcg, diikuti dengan infus kontinu dengan kecepatan 25 mcg hingga 50
mcg per jam.
 Antibiotik : Dipertimbangkan sebagai profilaksis pada pasien dengan
sirosis untuk mencegah translokasi, terutama dari endoskopi

12
 Agen antikoagulan/antiplatelet : Harus dihentikan jika memungkinkan
pada perdarahan akut. Pertimbangkan pembalikan agen berdasarkan kasus
per kasus tergantung pada tingkat keparahan perdarahan dan risiko
pembalikan.
Endoskopi
Selain menjadi pemeriksaan untuk menegakan diagnosa, endoskopi dapat menjadi
salah satu terapi. Untuk perdarahan ulkus, terapi endoskopi diperlukan jika
perdarahan aktif diidentifikasi atau jika fitur endoskopi menunjukkan risiko tinggi
perdarahan ulang. Gambaran berisiko tinggi termasuk ulserasi dengan pembuluh
aktif, pembuluh darah yang tidak terlihat berdarah, aliran darah aktif atau bekuan
yang melekat. Terapi terdiri dari kombinasi injeksi adrenalin ke ulkus dengan
modalitas lain: mekanik (misalnya klip endoskopi) atau termal (misalnya
elektrokoagulasi bipolar, probe pemanas) untuk mencapai hemostasis.30
Jika hemostasis tidak tercapai pada endoskopi untuk UGIB non-varises,
harus ada pertimbangan awal radiologi intervensi (angiografi ± embolisasi) atau
pembedahan pada pasien yang tidak stabil, tergantung pada ketersediaan lokal dan
keahlian. Jika pasien mengalami perdarahan ulang setelah mencapai hemostasis
awal pada endoskopi, maka upaya lebih lanjut pada kontrol endoskopik
perdarahan harus dilakukan. Kegagalan hemostasis primer dan perdarahan ulang
dikaitkan dengan peningkatan mortalitas.28
Pengobatan lini pertama untuk varises esofagus adalah Band ligation
endoscopic, dan untuk varises lambung adalah injeksi intravariseal cyanoacrylate
glue. 31

13
Gambar 2. (a) Endoskopi pada varises esofagus. (b) Varises esofagus setelah band
ligation endoskopi.28
2.8 Diagnosis Banding22,23
 Peptic ulcer disease
 Esophagitis
 Gastritis and Duodenitis
 Varices
 Portal hypertensive gastropathy
 Angiodysplasia
 Dieulafoy lesion
 Mallory-Weiss tears
 Upper GI tumors
 Hemobilia
 Abdominal aortic aneurysm

2.9 Komplikasi
UGBI jika tidak dikelola tepat waktu atau benar dapat menyebabkan konsekuensi
serius. Komplikasi berikut dapat terjadi pada pasien dengan perdarahan saluran
cerna atas22;
 Gangguan pernapasan (aspirasi pneumonia)
 Anemia
 Syndrome hepatorenal
 Infeksi
 Syok hipovolemik
 Kematian

2.10 Prognosis
Untuk perdarahan saluran cerna atas, angka kematian di rumah sakit sekitar 10%
berdasarkan studi observasional. Angka ini tetap stabil hingga 1 bulan pasca rawat
inap untuk perdarahan GI. Pasien dengan rawat inap pada UGBI memiliki tingkat
kematian yang lebih tinggi. Prognosis jangka panjang paling buruk pada pasien

14
yang menderita keganasan dan perdarahan varises. Prognosisnya lebih buruk
dengan bertambahnya usia.22
BAB 3
KESIMPULAN

Penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas dapat digolongkan menjadi 2


kelompok, yaitu perdarahan varises dan perdarahan non-varises. Pengelolaan
perdarahan saluran cerna secara praktis meliputi : evaluasi status hemodinamik,
stabilisasi hemodinamik, menegakkan diagnosis pasti penyebab perdarahan dan
terapi spesifik.
Prioritas utama dalam menghadapi kasus perdarahan saluran cerna bagian
atas adalah penentuan status hemodinamik dan upaya resusitasi sebelum
menegakkan diagnosis atau pemberian terapi lainnya.
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan cara terpilih
untuk menegakkan diagnosis penyebab perdarahan dan sekaligus terapi. Manfaat
terapi medikamentosa tergantung macam kelainan yang menjadi penyebab
perdarahan. Somatostatin dapat digunakan untuk menghentikan perdarahan
saluran cerna bagian atas, terutama pada perdarahan varises. Pada perdarahan
karena tukak peptik pemberian PPI intra vena dosis tinggi bermanfaat untuk
mencegah perdarahan ulang.

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Perisetti A, Kopel J, Shredi A, Raghavapuram S, Tharian B, Nugent K.


Prophylactic pre-esophagogastroduodenoscopy tracheal intubation in patients with
upper gastrointestinal bleeding. Baylor University Medical Center Proceedings.
2019 Jan 2;32(1):22–5.

2. Kamboj AK, Hoversten P, Leggett CL. Upper Gastrointestinal Bleeding:


Etiologies and Management. Vol. 94, Mayo Clinic Proceedings. Elsevier Ltd;
2019. p. 697–703.

3. Fouad TR, Abdelsameea E, Abdel-Razek W, Attia A, Mohamed A, Metwally K,


et al. Upper gastrointestinal bleeding in Egyptian patients with cirrhosis: Post-
therapeutic outcome and prognostic indicators. Journal of Gastroenterology and
Hepatology (Australia). 2019 Sep 1;34(9):1604–10.

4. Djojoningrat D. Patogenesis dan Diagnosis Perdarahan Cerna Saluran Bagian


Atas. In: Simadibrata M, Abdullah M, Syam AF, editors. Proceeding Symposium
Emergency in Gastroenterology. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2006.

5. Cooper AS. Interventions for Preventing Upper Gastrointestinal Bleeding in


People Admitted to Intensive Care Units. Critical care nurse. 2019 Apr
1;39(2):102–3.

6. Stanley AJ, Laine L. Management of acute upper gastrointestinal bleeding. Vol.


364, BMJ (Online). BMJ Publishing Group; 2019.

7. Lee EW, Laberge JM. Differential diagnosis of gastrointestinal bleeding.


Techniques in Vascular and Interventional Radiology. 2004;7(3):112–22.

8. Sehested TSG, Carlson N, Hansen PW, Gerds TA, Charlot MG, Torp-Pedersen C,
et al. Reduced risk of gastrointestinal bleeding associated with proton pump

16
inhibitor therapy in patients treated with dual antiplatelet therapy after myocardial
infarction. European Heart Journal. 2019 Jun 21;40(24):1963–70.

9. Simadibrata M. Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas Non


Varises–Peran Penghambat Pompa Proton. In: Simadibrata M, Abdullah M, Syam
AF, editors. Proceeding Symposium Emergency in Gastroenterolog. Jakarta:
Pusat Informasi dan Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2006.

10. Laine L. Gastrointestinal Bleeding. In: Braunwald F, Hauser K, Jameson L,


editors. Harrisons Internal Medicine. United States of America: Mc Graw Hill;
2008.

11. Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. In: Setiati S, Alwi I,
Sudoyo A.W, Simadibrata M, Bambang, Setiyohad, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Jilid II. 6th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2014.

12. Jutabha R, Jensen DM. Management Of Upper Gastrointestinal Bleeding In The


Patient With Chronic Liver Disease. Medical Clinics of North America. 1996
Sep;80(5):1035–68.

13. Huang CS, Lichtenstein DR. Nonvariceal upper gastrointestinal bleeding. Vol. 32,
Gastroenterology Clinics of North America. W.B. Saunders; 2003. p. 1053–78.

14. Simadibrata MK. Diagnosis of NSAID Gastropathy and Its Complications. In:
Simadibrata MK, Abdullah M, Syam AF, editors. Procedings of the 4th
International Endoscopy Workshop & International Symposium On Digestive
Disease. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. p. 85–7.

15. Becker JC, Domschke W, Pohle T. Current approaches to prevent NSAID-


induced gastropathy - COX selectivity and beyond. In: British Journal of Clinical
Pharmacology. 2004. p. 587–600.

16. Palmer K. Management of haematemesis and melaena. Vol. 80, Postgraduate


Medical Journal. 2004. p. 399–404.

17
17. Segal WN, Cello JP. Hemorrhage in the Upper Gastrointestinal Tract in the Older
Patient. Am J Gastroenterol. 1997;92:42–6.

18. Lee YT, Walmsley RS, Leong RWL, Sung JJY. Dieulafoy’s lesion. American
Society for Gastrointestinal Endoscopy. 2003;58(2):236–43.

19. British Society of Gastroenterology Endoscopy Committee. Non-variceal upper


gastrointestinal haemorrhage: guidelines. Gut [Internet]. 2002 Oct;51 Suppl 4:iv1-
6. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12208839

20. Cappell MS, Friedel D. Initial Management of Acute Upper Gastrointestinal


Bleeding: From Initial Evaluation up to Gastrointestinal Endoscopy. Vol. 92,
Medical Clinics of North America. 2008. p. 491–509.

21. Kim BSM. Diagnosis of gastrointestinal bleeding: A practical guide for clinicians.
World Journal of Gastrointestinal Pathophysiology. 2014;5(4):467.

22. DiGregorio AM, Alvey H. Gastrointestinal Bleeding. Treasure Island (FL):


StatPearls Publishing; 2021.

23. Antunes C, Copelin II EL. Upper Gastointestinal Bleeding. Treasure Island (FL):
StatPearls Publishing; 2021.

24. Bai Y, Z S Li. Standardize the Diagnosis and Treatment of Acute Non-variceal
Upper Gastrointestinal Bleeding Based on the Update Guidelines. PubMed. 2019
Mar 1;58(3):161–3.

25. Jung K, Moon W. Role of endoscopy in acute gastrointestinal bleeding in real


clinical practice: An evidence-based review. World Journal of Gastrointestinal
Endoscopy. 2019 Feb 16;11(2):68–83.

26. Jaskolka JD, Binkhamis S, Prabhudesai V, Chawla TP. Acute gastrointestinal


hemorrhage: Radiologic diagnosis and management. Vol. 64, Canadian
Association of Radiologists Journal. Canadian Medical Association; 2013. p. 90–
100.

27. Sverdén E, Markar SR, Agreus L, Lagergren J. Acute upper gastrointestinal


bleeding. BMJ (Online). 2018;363.

18
28. Kurien A M, LoboB AJ. Acute Upper Gastrointestinal Bleeding. Clinical
Medicine . 2015;15(5):481–5.

29. Saleem S, Thomas AL. Management of Upper Gastrointestinal Bleeding by an


Internist. Cureus. 2018 Jun 26;

30. Laine L, Jensen DM. Management of patients with ulcer bleeding. American
Journal of Gastroenterology. 2012 Mar;107(3):345–60.

31. Garcia-Tsao G, Sanyal AJ, Grace ND, Carey WD, Shuhart MC, Davis GL, et al.
Prevention and management of gastroesophageal varices and variceal hemorrhage
in cirrhosis. Vol. 102, American Journal of Gastroenterology. 2007. p. 2086–102.

19

Anda mungkin juga menyukai