Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN LENGKAP

INTERNAL BLEEDING

Oleh:

Maria Grasia Yubilina Wain

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA


SURABAYA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saluran pencernaan merupakan suatu saluran kontinu yang berjalan dari mulut sampai
anus. Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrient
seperti air dan elektrolit dari makanan yang di makan ke dalam lingkungan internal tubuh.
Perdarahan saluran cerna merupakan masalah yang sering dihadapi. Manifestasinya
bervariasi mulai dengan perdarahan masif yang mengancam jiwa hingga perdarahan
samar yang tidak dirasakan. Pendekatan pada pasien dengan perdarahan dan lokasi
perdarahan saluran cerna adalah dengan menentukan beratnya perdarahan dan lokasi
perdarahan.
Perdarahan saluran cerna dapat menyerang semua orang dan semua golongan.
Perdarahan saluran pencernaan akut merupakan masalah kegawatan medis dengan jumlah
penderita yang masuk rumah sakit 7000 orang per tahun di Skotlandia. Berdasarkan
laporan penelitian di Inggris tahun 2007, angka mortalitas akibat perdarahan saluran
pencernaan akut mencapai tujuh persen. Sedangkan insidensi kejadian perdarahan saluran
pencernaan akut di Skotlandia Barat mencapai 170/100.000 penduduk dengan angka
mortalitas 8,2% (SIGN,2008). Perdarahan saluran cerna dapat dibagi menjadi dua, yaitu
perdarahan salurancerna bagian atas dan perdarahan saluran cerna bagian bawah.
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan yang terjadi di saluran cerna yang
dimulai dari mulut hingga ke 2/3 bagian dari duodenum atau perdarahan saluran cerna
proksimal dari ligamentum Treitz. Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan
masalah kegawatan dengan angka mortalitas di rumah sakit sebesar 10%. Walaupun
sudah ada perbaikan manajemen penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas, akan
tetapi belum mampu menurunkan angka mortalitas secara signifikan sejak 50 tahun yang
lalu ( National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012).
Perdarahan saluran cerna bagian bawah adalah perdarahan yang berasal dariusus di
sebelah distal ligamentum Treitz. Pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian bawah
datang dengan keluhan darah segar sewaktu buang air besar.Hampir 80% dalam keadaan
akut berhenti dengan sendirinya dan tidak berpengaruh pada tekanan darah. Hanya 25%
pasien dengan perdarahan berat dan berkelanjutan berdampak pada tekanan darah
(Edelman, 2007). Angka kejadian perdarahan saluran cerna bagian bawah di Amerika
Serikatmencapai 22 kasus per 100.000 penduduk dewasa pada tahun 2007. Walaupun
sudah berkembang pemeriksaan diagnostik yang canggih, namun 10% dari jumlah kasus
perdarahan saluran cerna bagian bawah, lokasi perdarahan tidak bisateridentifikasi
(Edelman, 2007). Pengobatan dan perawatan pada pasien dengan perdarahan saluran
cerna seharusnya memperhatikan kebutuhan pasien, hal yang disukai pasien, serta
memperhatikan aspek spiritual dan kepercayaan pasien. Komunikasi yang baik dan
efektif antara pasien dan petugas kesehatan mutlak diperlukan. Selain itu pelayanan
keperawatan yang diberikan harus mengacu pada aspek biopsikososiokultural dan
spiritual pasien (National Institute for Health and Clinical Execellence, 2012).
Berdasarkan fenomena tersebut, maka penulis tertarik menulis makalah asuhan
keperawatan pada klien dengan perdarahan saluran pencernaan.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah menjelaskan asuhankeperawatan
pada pasien dengan perdarahan saluran pencernaan
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan definisi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah.
2. Menjelaskan etiologi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah
3. Menjelaskan patofisiologi perdarahan saluran cerna bagian atas dan bawah
4. Menjelaskan asuhan keperawatan pada pasien dengan perdarahansaluran
pencernaan.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas di definisikan sebagai perdarahan yang terjadi di
sebelah proksimal ligamentum Treitz pada duodenum distal. Sebagian besar perdarahan
saluran cerna bagian atas terjadi sebagai akibat penyakit ulkus peptikum (PUD, peptic
ulcer disease) yang disebabkan oleh H. Pylori, penggunaan obat-obat anti-inflamasi non-
steroid (OAINS), alkohol. Robekan Mallory-Weiss, varises esofagus, dan gastritis
merupakan penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas yang jarang (Dubey, 2014).
Perdarahan saluran cerna bagian bawah didefinisikan sebagai perdarahanyang berasal
dari organ traktus gastrointestinal yang terletak di bagian distal dariligamentum Treitz
yang menyebabkan ketidakseimbangan hemodinamik dan anemia simptomatis. Pada
umumnya perdarahan ini (sekitar 85%) ditandai dengan keluarnya darah segar per
anal/per rektal yang bersifat akut, transient, berhenti sendiri (Edelman, 2007).

2.2 Etiologi
Secara umum penyebab perdarahan saluran cerna dibagi menjadi dua, yaitu penyebab
mayor dan minor. Penyebab mayor perdarahan saluran pencernaan bagian atas adalah
(Cappell, 2008) :
1. Peptic ulcer
Tukak ini berkaitan dengan infeksi H. Pylori (80%) dan bisa juga dengan
aspirin/OAINS. Tukak peptik dapat di lambung, duodenum, esofagus, dan
diverticulum Meckel , dan hebat tidaknya perdarahan tergantung dari kaliber
pembuluh darah yang terluka. Forrest membagi aktivitas perdarahan ulkus
peptikum sebagai berikut :
2. Varises esophagus dan gaster P
Varices esofagus dan gaster disebabkan karena peningkatan aliran darah
dalam vena-vena kolateral dari aliran darah porta melalui vena gastrica coronaria
akibat hipertensi portal. Perdarahan varices ini terjadi bila hepatic venous gradient
melebihi 12 mmHg. Pasien dengan gastropati hipertensi portal tidak selalu disertai
dengan varices gastroesofageal yang nyata. Bila terjadi perdarahan pada pasien
kelompok gastropati ini, biasanya lebih banyak kronik dan tersamar (Utama,
2012).
3. Perdarahan pada gastritis.
Gastritis merupakan inflamasi atau iritasi pada lapisan gaster/lambung.
Gastritis merupakan penyakit dengan banyak penyebab. Sebagian besar penderita
gastritis akan merasakan nyeri atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas.
Helicobacter pylori merupakan bakteri yang sering menginfeksi lambung.
Infeksi akibat bakteri ini bisa menyebabkan gastritis kronik. Gastritis merupakan
masalah medis yang sering terjadi. Sepuluh persen dari pasien yang datang ke unit
emergensi mengeluh nyeri pada perut sebelum akhirnya didiagnosa gastritis
(Balentine, 2012).
4. Esophagitis dan gastropati E
Esophagitis dan gastropati adalah suatu peradangan esofagus dan lambung
disebabkan biasanya oleh asam lambung/refluxate lain misalnya pada GERD atau
obat-obat tertentu seperti OAIN/NSAIDs. Gastropati bisa juga terjadi pada pasien
dengan sakit berat misalnya pasien dengan ventilator, sepsis/multiorgans failure
(MOF).
5. Duodenitis
Duodenitis merupakan inflamasi pada duodenum. Penyebabnya adalah
Helicobacter pylori. Duodenitis dapat menyebabkan nyeri pada perut, perdarahan,
serta gejala gastrointestinal lain. Banyak orang terinfeksi Helicobacter pylori sejak
usia mudah, tetapi tanda dan gejala akan muncul saatusia dewasa.
6. Mallory-Weiss tear
Sindroma Mallory-Weiss merupakan bentuk perdarahan dari lapisan lendir
diantara lambung dan esophagus. Adapun gejala utama yang sering ditimbulkan
akibat sindroma ini adalah suatu sensasi mual muntah yang hebat. Robekan ini
bisa disebabkan akibat batuk-batuk yang hebat, kejang hebat pada epilepsi,
gangguan pola makan, hernia hiatal, dan kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam
jumlah yang banyak atau alkoholisme, atau pada beberapa kasus sindroma
morning sickness akibat frekuensi mual muntah yang terlalu tinggi juga berpotensi
menyebabkan robekan Mallory-Weiss.
7. Angiodisplasia
Angiodisplasia merupakan penyebab kedua terjadinya perdarahan saluran
pencernaan setelah divertikulosis selama kurun waktu 60tahun ini. Prevalensi
angiodisplasia pada saluran cerna bagian atas sekitar satu sampai dua persen,
sedangkan pada saluran cerna bagian bawah dan bisa berdampak pada perdarahan
saluran cerna bagian bawah adalah enam persen. Angiodisplasia pada usus kecil,
30-40% merupakan penyebab kasus perdarahan pada saluran pencernaan. Hasil
analisis kolonoscopy retrospectif menunjukkan bahwa 12,1% dari 642 orang tanpa
gejala Irritable Bowel Syndrome(IBS) dan 11,9% dari orang dengan gejala
Etiologi perdarahan bagian bawah :
1. Diverticulosis
Perdarahan dari divertikulum biasanya tidak nyeri dan terjadi pada 3% pasien
divertikulosis. Feces biasanya berwarna merah marun, kadang-kadang bisa juga
menjadi merah. Meskipun divertikel kebanyakan ditemukan dikolon sigmoid,
namun perdarahan divertikel biasanya terletak di sebelahkanan. Umumnya
terhenti secara spontan dan tidak berulang. Oleh karena itutidak ada pengobatan
khusus yang dibutuhkan oleh para pasien.
2. Hemorrhoids
Penyakit perianal contohnya: hemorrhoid dan fisura ani biasanyamenimbulkan
perdarahan dengan warna merah segar tetapi tidak bercampur dengan feces.
Berbeda dengan perdarahan dari varises rectum pada pasien dengan hipertensi
portal kadang-kadang bisa mengancam nyawa. Polip dankarsinoma kadang-
kadang menimbulkan perdarahan yang mirip dengan yangdisebabkan oleh
hemorrhoid, oleh karena itu pada perdarahan yang didugadari hemorrhoid perlu
dilakukan pemeriksaan untuk menyingkirkankemungkinan polip dan karsinoma
kolon.
3. Kanker
Tumor kolon yang jinak maupun ganas yang biasanya terdapat pada pasien
usia lanjut dan biasanya berhubungan dengan ditemukannya perdarahan berulang
atau darah samar. Kelainan neoplasma di usus halusrelatif jarang namun
meningkat pada pasien inflammatory bowel disease seperti Crohn’s disease atau
celiac sprue.
4. Inflammatory bowel disease
Macam-macam kondisi peradangan dapat menyebabkan perdarahan saluran
cerna bagian bawah yang akut. Perdarahan jarang muncul menjadi tanda,
melainkan berkembang dalam perjalanan penyakitnya, dan penyebabnya diduga
berdasarkan riwayat pasien. Kebanyakan pendarahan berhenti secara spontan atau
dengan terapi spesifik pada penyebabnya.Penyebab infeksi meliputi Escherichia
coli, tifus, sitomegalovirus, dan Clostridium difficile. Cedera radiasi paling umum
terjadi pada rectum setelah radioterapi panggul untuk prostat atau keganasan
ginekologi. Perdarahan biasanya terjadi 1 tahun setelah pengobatan radiasi, tetapi
dapat juga terjadi hingga 4 tahun kemudian.
5. Kolitis iskemia
Kebanyakan kasus kolitis iskemia ditandai dengan penurunan aliran darah
viseral dan tidak ada kaitannya dengan penyempitan pembuluh darah mesenteik.
Kolitis iskemik, merupakan bentuk yang paling umum dari cedera iskemik pada
sistem pencernaan, sering melibatkan daerah batas air (watershed), termasuk
fleksura lienalis dan recto sigmoid junction. Umumnya pasien kolitis iskemia
berusia tua. Dan kadang-kadang dipengaruhi juga oleh sepsis, perdarahan akibat
lain, dan dehidrasi. .
6. Angiodisplasia
Angiodisplasia merupakan penyebab 10-40% perdarahan saluran cerna bagian
bawah. Angiodisplasia merupakan salah satu penyebab kehilangan darah yang
kronik. Angiodisplasia kolon biasanya multipel, ukuran kecildengan diameter < 5
mm dan biasa terlokalisir di daerah caecum dan kolonsebelah kanan. Sebagaimana
halnya dengan vaskular ektasia di saluran cerna, jejas di kolon umumnya
berhubungan dengan usia lanjut, insufisiensi ginjal,dan riwayat radiasi.
7. Solitary rectal ulcer syndromeSolitary rectal ulcer syndrome
merupakan suatu kondisi yang terjadiketika terdapat ulcer yang berkembang
pada rectum. Rectum merupakansebuah saluran yang dihubungkan sampai pada
akhir kolon. Solitary rectal ulcer syndrome jarang terjadi dan juga jarang
terdeteksi pada penderitadengan konstipasi kronik. Solitary rectal ulcer syndrome
dapat menyebabkan perdarahan pada rectal saat aktivitas mengejan pada waktu
BAB.
8. Perdarahan pada kehamilan
Perdarahan saat hamil bisa menjadi tanda terjadinya keguguran atau kondisi
lain yang dapat membahayakan wanita hamil. Pada trimester pertama atau 12
minggu pertama kehamilan, perdarahan saat hamil dialami oleh 2 dari 10 wanita
hamil. Beberapa kondisi yang bisa memicu terjadinya hal tersebut, yaitu:
 Keguguran
Penyebab paling sering dari perdarahan saat hamil di trimester pertama
adalah keguguran. Sekitar 20-30 persen wanita yang mengalami perdarahan
saat hamil di trimester awal akan berakhir dengan keguguran. Selain
perdarahan, gejala lain keguguran adalah kram atau nyeri di perut bagian
bawah dan keluarnya jaringan atau gumpalan daging melalui vagina.
 Perdarahan Implantasi
Pada 6-12 hari pertama kehamilan, ibu hamil mungkin akan mengeluarkan
bercak darah. Munculnya bercak-bercak tersebut terjadi saat sel telur yang
sudah dibuahi menempel pada dinding rahim. Dalam beberapa kasus, banyak
wanita yang menyamakan kondisi ini dengan siklus menstruasi biasa dan tidak
menyadari bahwa dirinya sedang hamil.
 Kehamilan ektopik
Kehamilan ektopik juga bisa menjadi penyebab terjadinya perdarahan saat
hamil. Meski begitu, kondisi ini sangat jarang terjadi dan biasanya hanya
menimpa sekitar 2 persen dari jumlah wanita hamil. Kehamilan ektopik
sendiri terjadi ketika sel telur yang sudah dibuahi menempel di tempat lain
selain rahim, biasanya di tuba falopi. Jika embrio terus berkembang, tuba
falopi lama kelamaan berisiko pecah hingga mengakibatkan perdarahan yang
berbahaya. Selain perdarahan, kehamilan ektopik biasanya juga disertai
dengan kram di perut bagian bawah atau panggul, nyeri menjalar hingga ke
bahu, merasa tidak nyaman ketika BAB atau BAK, merasa lemas, pingsan,
serta penurunan hormon HCG (human chorionic gonadotropin).
 Kehamilan mola
Kehamilan mola atau hamil anggur terjadi ketika jaringan yang seharusnya
menjadi janin, berkembang menjadi jaringan abnormal sehingga tidak
terbentuk bakal janin. Dalam kasus yang jarang terjadi, kehamilan mola dapat
berubah menjadi kanker ganas yang bisa menyebar ke seluruh bagian tubuh.
Kendati demikian, penyebab perdarahan saat hamil ini sangat jarang sekali
terjadi.
9. Trauma tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum.
Luka pada abdomen bisa di sebabkan jatuh, kekerasan fisik atau pukulan,
kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat olahraga, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi/sabuk pengaman.

2.3 Patofisiologi
Penyakit ulkus peptikum adalah penyebab yang paling utama dari
perdarahangastrointestinal bagian atas. Ulkus ini ditandai oleh rusaknya mukosa
sampaimencapai mukosa muskularis. Ulkus ini biasanya dikelilingi oleh sel-sel
yangmeradang yang akan menjadi granulasi dan akhirnya jaringan parut.Sekresi asam
yang berlebihan adalah penting untuk pathogenesis penyakitulkus. Kerusakan
kemampuan mukosa untuk mensekresi mucus sebagai pelindung juga telah diduga
sebagai penyebab terjadinya ulkus. Faktor-faktor risiko untuk terjadinya penyakit ulkus
peptikum yang telah dikenal, termasuk aspirin dan obat anti-inflamasi nonsteroid,
keduanya dapat mengakibatkankerusakan mukosa. Merokok kretek juga berkaitan dengan
penyakit ini dan selainitu, sangat merusak penyembuhan luka. Riwayat keluarga yang
berhubungandengan ulkus juga diketahui sebagai salah satu faktor risiko.
Ulkus akibat stress ditemukan pada pasien yang mengalami sakit kritis danditandai
dengan erosi mukosa. Lesi yang berkaitan dengan pasien yangmengalami trauma hebat
secara terus-menerus, pasien yang mengalami sepsis,luka bakar yang parah, penyakit
pada system saraf pusat dan kranial, dan pasienyang menggunakan dukungan ventilator
untuk jangka lama. Rentang abnormalitasadalah hemoragi pada permukaan yang kecil
sampai ulserasi dalam denganhemoragi massif. Hipoperfusi mukosa lambung diduga
sebagai mekanisme utama.Penurunan perfusi diperkirakan memiliki andil dalam merusak
sekresi mucus, penurunan pH mukosa dan penurunan tingkat regenerasi sel mukosa.
Semuafaktor ini turut andil dalam terjadinya ulkus.
Dalam gagal hepar sirosis kronis, kematian sel dalam hepar mengakibatkan
peningkatan tekanan vena porta. Sebagai akibatnya terbentuk saluran kolateral dalam
submukosa esophagus dan rectum serta pada dindingabdominal anterior untuk
mengalihkan darah dari sirkulasi splanknik menjauhihepar. Dengan meningkatnya
tekanan dalam vena ini, maka vena tersebut menjadimengembang oleh darah dan
membesar. Pembuluh yang berdilatasi ini disebutvarises dan dapat dipecah,
mengakibatkan hemoragi gastrointestinal massif.
Hemoragi gastrointestinal bagian atas mengakibatkan kehilangan volumedarah tiba-
tiba, penurunan arus balik vena ke jantung, dan penurunan curah jantung. Jika perdarahan
menjadi berlebihan, maka akan mengakibatkan penurunan perfusi jaringan. Dalam
berespons terhadap penurunan curah jantung,tubuh melakukan mekanisme kompensasi
untuk mencoba mempertahankan perfusi. Mekanisme ini menerangkan tanda-tanda dan
gejala-gejala utama yangterlihat pada pasien saat pengkajian awal. Jika volume darah
tidak digantikan, penurunan perfusi jaringan mengakibatkan disfungsi selular. Sel-sel
akan berubahmenjadi metabolisme anaerobik, dan terbentuk asam laktat. Penurunan
alirandarah akan memberikan efek pada seluruh system tubuh, dan tanpa suplai
oksigenyang mencukupi system tersebut akan mengalami kegagalan (Hudak, 2010)
2.4 Manifestasi Klinis
1. Tanda dan gejala perdarahan saluran cerna atas
- Hematemesis atau melena
- Coffee-ground emesis merupakan temuan spesifik untuk pasien dengan perdarahan
GI atas
- Kelemahan, pusing, sinkop
- Postural hipotensi
- Kemungkinan adanya tanda syok hipovolemik (takikardia, hipotensi, capillary
refill time (CRT) memanjang.)

2. Tanda dan gejala perdarahan saluran cerna bawah


- Perdarahan biasanya ringan, tapi bisa berat dan mengancam nyawa
- Perdarahan rectum biasanya berwarna merah terang (hematochezia) dan mungkin
berisi gumpalan; darah lebih gelap menunjukkan bahwa sumber perdarahan berasal
dari usus yang lebih tinggi
- Perdarahan biasanya tidak menimbulkan rasa nyeri
- Pucat, kelelahan, perubahan postural, sinkop, takikardia.
- Pasien menunjukkan tanda-tanda ketidakstabilan hemodinamik
- Hipotensi pada kondisi yang sudah parah (biasanya setelah kehilangan darah
sebanyak 1500mL). Takikardia menjadi tanda awal severity kasus tersebut.
- Hematoschizia : Buang air besar berwarna merah marun, biasanya dijumpai
pada pasien dengan perdarahan masive dimana transit time dalam usus yang
pendek.Penampilan klinis lainnya yang dapat terjadi adalah sinkope,
instabilitashemodinamik karena hipovolemik, dan gambaran klinis dari komorbid
seperti penyakit hati kronis, penyakit paru, penyakit jantung, penyakit ginjal dsb.
- Nyeri epigastr 41%
- Nyeri abdomen difus 10%
- Berat badan menurun 12%
- Memar
- Acites
- Lingkar perut bertambah
2.5 Penatalaksanaan
1. Kaji keparahan perdarahan.
2. Memberikan oksigen untuk memaksimalkan kapasitas darah mendistribusikan O2.
3. Pemasangan nasogastriktube dan lavase lambung yang bertujuan untuk
mengurangi distensi lambung dan memperbaik proses hemodinamik.
4. Gantikan cairan dan produk darah dalam jumlah yang mencukupi untuk mengatasi
syok.
Kehilangan lebih dari 1.500 ml membutuhkan penggantian darah selain cairan.
Golongan darah pasien diperiksa dicocok silangkan, dan sel darah merah
diinfusikan untuk membangkitkan kembali kapasitas angkut oksigen darah.
Produk darah lainnya seperti trombosit, faktor-faktor pembekuan dan kalsium
mungkin juga diperintahkan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium dan
kondisi yangmendasari pasien.
Kadang-kadang, obat-obat vasoaktif digunakan sampai tercapai keseimbangan
cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan untuk mempertahankan
tekanan darah dan perfusi pada organ-organ tubuh yang vital. Dopamine,
epinefrin, dan norepinefrin adalah obat-obat yang dapat digunakan untuk
menstabilkan pasien sampai dilakukan perawatan definitif.
5. Tegakkan diagnosis penyebab perdarahan.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, endoskopi fleksibel adalah pilihan
prosedur untuk menentukan penyebab perdarahan. Dapat dipasangselang
nasogastrik untuk mengkaji tingkat perdarahan, tetapi ini merupakan intervensi
yang kontoversial. Dapat juga dilakukan pemeriksaan barium, meskipun
seringkali tidak menentukan jika terdapat bekuan dalam lambung, atau jika
terdapat perdarahan superfisial. Angiografi digunakan jika sumber perdarahan
tidak dapat dikaji dengan endoskopi.

2.6 Pemeriksaan Penunjang


1. Terapi Endoskopi
Scleroterapy adalah pilihan tindakan jika letak perdarahan dapat ditemukan dengan
menggunakan endoskopi. Letak perdarahan hampir selalu disclerosiskan
menggunakan agen pengsclerosis seperti natrium morhuat atau natrium tetradesil
sulfat. Agen ini melukai endotel menyebakan nekrosis dan akhirnya menyebabkan
sklerosis pada
pembuluh yang berdarah. Metode endoskopi tamponade thermal mencakup probe
pemanas foto koagulasi laser dan elektro koagulasi.
2. Bilas Lambung
Bilas lambung mungkin diperintahkan selama periode perdarahan akut, tetapi ini
merupakan modalitas pengobatan kontroversial. Beberapa dokter yakin bahwa
tindakan ini dapat mengganggu pembekuan mekanisme pembekuan normal tubuh
diatas tempat perdarahan. Sebagian dokter yanglain meyakini bahwa bilas lambung
dapat membantu membersihkan darah dari dalam lambung, membantu mendiagnosis
penyebab perdarahan selama endoskopi. Jika diinstruksikan bilas lambung, maka
1000-2000 ml air atau normal salin steril dalam suhu kamar dimasukan dalam selang
nasogasatrik. Cairan tersebut kemudian dikeluarkan menggunakan tangan dengan
spuit atau dipasang pada suction intermiten sampai sekresi lambung jernih. Irigasi
lambung dengan cairan normal saline agar menimbulkan vasokontriksi. Setelah
diabsorbsi lambung, obat dikirim melalui sistem vena porta ke hepar dimana
metabolisme terjadi, sehingga reaksi sistemik dapat dicegah. Pengenceran biasanya
menggunakan 2 ampul dalam 1000 ml larutan.
3. Pemberian Pitresin
- Dilakukan bila dengan bilas lambung atau skleroterapi tidak menolong maka
diberikan vasopresin (Pitresin) intravena.
- Obat ini menurunkan tekanan vena porta dan oleh karenanya menurunkanaliran
darah pada tempat perdarahan. Dosis 0,2-0,6 unit permenit.
- Karena vasokontsriktor maka harus diinfuskan melalui aliran pusat.
- Hati-hati dalam penggunaan obat ini karena dapat terjadi hipersensitif.
- Obat ini dapat mempengaruhi output urine karena sifat antidiuretiknya.
4. Terapi-terapi Pembedahan
Pembedahan dilakukan pada pasien yang mengalami perdarahan massive yang sangat
membahayakan nyawa dan pada pasien yang mengalami perdarahan yang terus
menerus meskipun telah menjalani terapimedis agregasif. Terapi pembedahan untuk
penyakit ulkus peptikum atau ulcer yang disebabkan oleh stress mencakup reseksi
lambung (antrektomi), gastrektomi, gastroenterostomi, atau kombinasi operasi untuk
mengembalikan keutuhan gastrointestinal. Vagotomi akan mengurangi sekresi asam
lambung. Antrektomi mengangkat sel-sel penghasil asamdalam lambung. Billroth I
adalah prosedur yang mencakup vagotomi danantrektomi dengan anastomosis
lambung pada duodenum. Billroth II meliputi vagotomi, reseksi antrum, dan
anastomosis
lambung pada jejunum. Perforasi lambung dapat diatasi hanya menutup atau
menggunakan patch untuk menutup lubang pada mukosa.
Operasi dekompresi hipertensi porta dapat dilakukan pada pasien yangmengalami
varises esophagus dan varises gaster. Dalam pembedahan ini, disebut pirai kava porta,
dimana dibuat hubungan antara vena porta dengan vena kava inferior yang
mengalihkan aliran darah ke dalam vena cava untuk menurunkan tekanan.
5. DPL
DPL (diagnostik peritoneal lavage) merupakan proseur invasif yang bisa di kerjakan
dengan cepat, memiliki sensitivitas sebesar 98% untuk perdarahan intaperitoneal.
DPL harus di lakukan pada pasien yang mengalami trauma tumpul dengan
hemodinamik abnormal.bila tidak ada darah segar (lebih dari 10cc) atau cairan geses,
dilakukan lavase dengan 1000cc(10cc/kgBB) larutan Ringer Laktat. Sesusah
cairan tercampur dengan cara menekan, cairan di tampung kembali dan di periksa di
laboratorium untuk melihat isi gastrointestinal, serat maupun empedu. Tes
dinyatakan
positif apabila di jumpai eritrosit lebih dari 100.000/mm3, leukosit >500/mm3.

2.7 Komplikasi
1. Anemia
Pada penderita perdarahan saluran cerna yang tidak di tangani secara cepat dapat
mengakibatkan anemia di karenakan perdarahan yang hebat dan tidak tertangani
akan mengakibatkan tubuh kekurangan sel darah merah atau hemoglobin akibatnya,
sel-sel dalam tubuh tidak mendapatkan cukup oksigen dan tidak berfungsi secara
normal (hipoksemia)
2. Syok yang berujung kematian
Kehilangan darah yang terlaluu banyak dapat menyebabkan berbagai masalah
kesehatan, salah satunya masalah yang terjadi jantung tidak mampu memompa darah
yang cukup ke seluruh tubuh. Sehingga hal tersebut mengakibatkan kegagalan fungsi
organ-organ tubuh sehingga berujung dengan kematian
3. Syok septik yang berujung kematian
Pada kasus perdarahan saluran cerna bawah pada bagian colon bisa menyebakan
terjadinya syok septic di karenakan terlambatnya penanganan menyebabkan daerah
colon yang semula fungsinya menyerap cairan dari feses. Sehingga apabila fungsi
colon tidak berfungsi maka mengakibatkan tidak ada penyerapan cairan dari feses
sehingga feses akan keluar dari saluran pencernaan dan memenuhi rongga abdomen.
Apabila hal ini terjadi, organ-organ di sekitar abdomen akan terkena infeksi akibat
feses dan darah yang berkumpul di sekitar organ-organ tersebut. Apabila tidak
segera ditangani, maka pasien akan mengalami tanda dan gejala syok. Berikut tanda
dan gejala dari syok, meliputi:
 Penurunan tekanan darah
 Tidak berkemih atau jarang berkemih, dalam jumlah yang sedikit.
 Nadi yang cepat (Takikardi, >100x/mnt)
 Penurunan kesadaran
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1. Pengkajian
Pengkajian Primer
Pengkajian yang dilakukan menggunakan pendekatan Airway, Breathing, Circulation,
dan Diasability (ABCD).
a. Airway
Untuk mengkaji airway, maka yang dilakukan perawat adalah dengan teknik
look, listen and feel. Look yang dilakukan adalah melihat kebersihan jalan nafas.
Pada kasus perdarahan saluran pencernaan, khususnya saluran cerna bagian atas
biasanya terjadi muntah darah. Oleh karena itu, perawat harus melakukan
pengkajian terhadap risiko terjadinya aspirasi pada saluran napas. Pada teknik
listen, biasanya pada perdarahan saluran cerna bagian atas terdapat suara napas
gurgling karena adanya cairan (darah) pada saluran pernapasan. Untuk feel,
perawat merasakan hembusan napas pasien. Pada kasus perdarahan saluran
pencernaan bagian atas, biasanya bisa terjadi sumbatan parsial atau total pada
saluran napas akibat menggumpalnya (clothing) darah.
b. Breathing
Pada breathing yang perlu dikaji oleh perawat adalah adanya perubahan
frekuensi napas pasien, adanya penggunaan otot-otot pernapasan. Pada kejadian
perdarahan saluran pencernaan, biasanya terjadi penurunan kadar haemoglobin
dalam darah, sehingga transportasi oksigen ke sel terganggu akibat berkurangnya
pengangkut oksigen (Hb) dan berdampak pada peningkatan frekuensi napas dan
penggunaan otot-otot bantu pernapasan.
c. Circulation
Untuk mengevaluasi keparahan kehilangan darah dan untuk mencegah atau
memperbaiki penyimpangan klinis syok hipovolemik, perawat harus lebih sering
mengkaji pasien. Pada fase pertama perdarahan, kehilangan darah kurang dari
800 ml, pasien mungkin hanya akan menunjukkan tanda-tanda lemah, ansietas,
dan berkeringat. Dengan perdarahan yang berlebihan suhu tubuh meningkat
sampai 38,40–390 C sebagai respon terhadap perdarahan, dan bising usus menjadi
hiperaktif karena sensitivitas usus besar terhadap darah.
Jika tingkat kehilangan darah berkisar antara sedang sampai berat (kehilangan
>800 ml), respon system saraf simpatis menyebabkan pelepasan katekolamin,
epinefrin, dan norepinefrin. Keadaan ini pada awalnya menyebabkan peningkatan
frekuensi jantung dan vasokonstriksi vascular perifer dalam upaya untuk
mempertahankan tekanan darah yang adekuat. Dengan tingkat kehilangan darah
sedang sampai berat, akan timbul tanda-tanda dan gejala syok.

Sejalan dengan berkembanganya gejala-gejala syok, pelepasan katekolamin akan


memicu pembuluh darah pada kulit, paru-paru, intestine, hepar, dan ginjal untuk
berkontraksi, dengan demikian akan meningkatkan aliran volume darah ke
jantung dan otak. Karena penurunan aliran darah pada kulit, maka kulit pasien
akan sangat dingin saat disentuh. Dengan berkurangnya aliran darah ke paru-
paru, terjadi hiperventilasi untuk mempertahankan pertukaran gas yang adekuat.

Seiring dengan penurunan aliran darah ke hepar, produk sisa metabolisme akan
menumpuk dalam darah. Produk sisa ini, ditambah dengan absorbsi darah busuk
dari traktus intestinal dan penurunan aliran darah melalui ginjal, akan
menyebabkan peningkatan dalam kadar urea darah. Nitrogen urea darah (BUN)
dapat digunakan untuk mengikuti perjalanan perdarahan gastrointestinal. Nilai
BUN di atas 40-dalam lingkup perdarahan gastrointestinal dan kadar kreatinin
normal-menandakan perdarahan major. BUN akan kembali normal kira-kira 12
jam setelah perdarahan berhenti.

Haluaran urin adalah pengukur yang paling sensitif dari volume intravascular
yang harus diukur setiap jam. Dengan menurunnya volume intravascular,
haluaran urin menurun, mengurangi reabsorbsi air oleh ginjal sebagai respon oleh
pelepasan hormon antidiuretik (ADH) oleh lobus posterior kelenjar pituitary.

Perubahan tekanan darah yang lebih besar dari 10 mmHg, dengan peningkatan
frekuensi jantung 20 kali per menit baik dalam posisi berdiri maupun duduk,
menandakan kehilangan darah lebih besar dari 1000 ml. respon pasien terhadap
kehilangan darah tergantung dari jumlah dan kecepatan kehilangan darah, usia,
derajat kompensasi, dan kecepatan perawat.
Pasien mungkin akan melaporkan rasa nyeri dengan perdarahan gastrointestinal
dan hal ini diduga peningkatan asam lambung yang mengenai ulkus lambung.
Nyeri tekan pada daerah epigastrium merupakan tanda yang tidak umum terjadi.
Abdomen dapat menjadi lembek atau distensi. Hipertensi sering hiperaktif karena
sensitivitas usus terhadap darah. Pemasangan IV line 2 jalur dengan
menggunakan IV cath ukuran besar diperlukan untuk mengantisipasi
penambahan cairan dan tranfusi darah.
d. Disability
Pada disability yang perlu dikaji perawat adalah tingkat kesadaran. Untuk
mengkaji tingkat kesadaran digunakan GCS (Glasgow Coma Scale). Selain itu
reaksi pupil dan juga reflek cahaya juga harus diperiksa.
e. Exposure
Pada exposure, yang dilakukan perawat adalah membuka seluruh pakaian pasien
dan melakukan pengkajian dari ujung rambut sampai ujung kaki. Perawat
mengkaji adanya etiologi lain yang mungkin menyebabkan gangguan
pencernaan.

Pengkajian Sekunder
a. Riwayat Penyakit
Yang perlu dikaji pada pengkajian primer ini antara lain penyakit yang pernah
diderita pasien, misalnya hepatitis, penyakit hepar kronis, hemorrhoid, gastritis
kronis, dan juga riwayat trauma.
b. Status Nutrisi
Yang perlu dikaji pada status nutrisi adalah menggunakan prinsip A, B, C, D,
yaitu :
- Anthopometri
Yang bisa dikaji dari anthopometri antara lain : BB dan TB pasien sebelum
sakit.
- Biochemical
Pada biochemical, pengkajian dengan mempertimbangkan nilai laboratorium,
diantaranya : nilai Hb, Albumin, globulin, protein total, Ht, dan juga darah
lengkap.
- Clinical
Pada pengkajian clinical, perawat harus mempertimbangkan tanda-tanda klinis
pada pasien, misalnya tanda anemis, lemah, rasa mual dan muntah, turgor,
kelembaban mukosa.
- Diit
Pada diit, perawat bisa berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
kebutuhan kalori pada pasien. Selain itu, komposisi nutrisi pada pasien juga
harus diperhatikan. Pemberian nutrisi enteral dini lebih menguntungkan pada
penderita perdarahan saluran cerna karena pemberian nutrisi enteral dini dapat
memperkecil permiabilitas intestinal, menurunkan translokasi bakteri dan juga
dapat mencegah multi organ failure. Selain itu pemberian nutrisi enteral pada
pasien dengan perdarahan saluran cerna juga dapat meningkatkan aliran darah
pada gaster, mempertahankan aliran darah pada kolon. Selain itu, pemberian
nutrisi enteral dan ranitidine juga dapat menurunkan insiden perdarahan
gastrointestinal. Nutrisi enteral (karbohidrat, lemak, dan protein), juga dapat
memicu vasodilatasi lapisan mukosa saluran cerna. Karbohidrat dapat
meningkatkan aliran darah mesenterika 70%, lemak dapat meningkatkan aliran
darah mesenterika 40%.
c. Status Eliminasi
Yang harus dikaji pada status eliminasi pada pasien dengan perdarahan saluran
cerna, antara lain warna feses, konsistensi, serta bau dari feses. Selain itu perlu
juga dikaji adanya rasa nyeri saat BAB. Bising usus juga harus dimonitor terus
untuk menentukan status peristaltik.
d. Pemeriksaan fisik
B1 : sesak nafas
B2 : Melena, Hematoschizia, CRT > 3 detik, pucat, takikardia, hipotensi
B3 : Sinkop/pingsan, penurunan kesadaran, nyeri epigastric, nyeri abdomen
B4 : tidak/jarang berkemih, penurunan output urin
B5 : mual, muntah, penurunan BB, hematemesis, konstipasi, diare
B6 : kelemahan, kelelahan, memar
3.2. Analisa data
Masalah
No. Data Etiologi
Keperawatan
 Data subjektif Kebocoran pada usus Pola nafas tidak
- Pasien kolan efektif
mengatakan sesak
nafas Darah dan feses
 Data objektif
memenuhi rongga
- Takipnea
- Pengunaan otot abdomen
bantu nafas
- Fase ekspirasi Cairan meneka
memajang diafragma

Diafragma terdesak

1. Diafragma tidak dapat


mengembang

Sesak

Pernafasan meningkat

Takipneu

POLA NAFAS
TIDAK EFEKTIF

 Data Subyektif : Perdarahan massif Resiko syok


-
Pasien merasa
lemah BAB bercampur darah
 Data Obyektif :
BAB berwarna merah
- Takikardi maron
2. - Hipotensi
- Crt > 3 detik Penurunan sirkulasi
darah pada jaringan

HIPOVOLEMIA

Ketidakstabilan
hemodinamik
RESIKO SYOK
 Data Subyektif : Perdarahan pada Perfusi perifer tidak
saluran cerna efektif
 Data Obyektif :
- Pucat BAB bercampur
- Crt > 3 detik dengan darah

BAB berwarna hitam

Melena

3. Penurunan volume
darah dalam sirkulasi

Penurunan O2 dalam
sirkulasi

Pucat

CRT > 3 detik

PERFUSI PERIFER
TIDAK EFEKTIF
 Data Subyektif Hipovolemia
Perdarahan massif
- Pasien merasa
lemah BAB bercampur darah

 Data Obyektif : BAB berwarna merah


4. - Berkeringat Maron
- Pucat
- Hipertermi Penurunan sirkulasi
- Hipotensi darah pada jaringan
- Takikardi
- CRT >3 dtk HIPOVOLEMIA
3.3 Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efektif berhubunga dengan hambatan upaya nafas dibuktikan
dengan Pasien mengatakan sesak nafas ,Takipnea ,Pengunaan otot bantu nafas Fase
ekspirasi memajang
2. Resiko Syok berhubungan dengan hipotensi dibuktikan dengan Pasien merasa lemah,
Hipotensi, Takikardi, CRT >3 dtk
3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran arteri dan vena
dibuktikan dengan Pucat, Crt > 3 detik
4. Hipovolemia berhubungan dengan kehilangan cairan aktif dibuktikan dengan Pasien
merasa lemah, Berkeringat, Hipertermi, Hipotensi, Takikardi, CRT >3 dtk

3.4 Intervensi
No Dx keperawatan Tujuan dan Intervensi
kriteria hasil
1. Pola nafas tidak efektif Setelah Observasi :
berhubungan dengan dilakukan 1. Monitor pola nafas
hambatan upaya nafas tindakan ( frekuensi,usaha
dibuktikan dengan keperawatan nafas )
Pasien mengatakan selama 1x 20 2. Monitor bunyi
sesak menit nafas
nafas ,Takipnea ,Pengun diharapakan pola 3. Monitor adanya
aan otot bantu nafas nafas membaik sumbatan jalan
Fase ekspirasi dengan kriteria nafas
memajang hasil : 4. Monitor satursi
1. Pengguna oksigen
an otot Terapeutik :
bantu 1. Pertahakan
nafas kepatenan jalan
menurun nafas denga head-
2. Pemanjag tilt dan chin-lift
an fase 2. Posisikan semi
ekspirasi fowler
menurun 3. Lakukan
3. Frekuensi penghisapan darah
nafas jika perlu
membaik 4. Berikan oksigen
4. Kedalama 5. Atur interval
n pematauan
bernafas respirasi sesuai
membaik kondisi pasien
Edukasi :
1. Menginformasikan
hasil pemantauan
Kolaborasi : -

2 Resiko Syok Setelah Pencegahan Syok


berhubungan dengan dilakukan Observasi
hipotensi dibuktikan tindakan 1. Monitor status
dengan Pasien merasa keperawatan kardiopulmonal
lemah, Hipotensi, selama 1 x 20 (Frekuensi nadi dan
Takikardi, CRT >3 dtk menit diharapkan kekuatan nadi,
tingkat syok frekuensi napas,
menurun dengan TD.)
kriteria hasil 2. Monitor status
sebagai berikut : oksigenasi
1. Kekuatan (Oksimetri nadi,
nadi AGD)
meningka 3. Periksa tingkat
t kesadaran dan
2. Tingkat respon pupil
kesadaran 4. Periksa riwayat
meningka alergi
t Terapeutik
3. Saturasi 5. Berikan oksigen
oksigen untuk
meningka mempertahankan
t saturasi
4. Akral oksigen >94%
dingin 6. Lakukan skin test
menurun untuk mencegah
5. Pucat reaksi alergi
menurun Edukasi
6. Tekanan 7. Jelaskan
darah penyebab/faktor
sistolik risiko syok
dan 8. Jelaskan tanda dan
diastolic gejala awal syok
membaik 9. Anjurkan
7. Pengisian melaporkan jika
kapiler menemukan/merasa
membaik kan tanda dan
gejala awal syok
Kolaborasi
8. Frekuensi Kolaborasi pemberian IV,
nadi jika perlu
membaik
9. Frekuensi
napas
membaik

3 Perfusi perifer tidak Setelah Perawatan Sirkulasi


efektif berhubungan dilakukan Observasi
dengan penurunan aliran tindakan 1. Periksa sirkulasi
arteri dan vena keperawatan perifer (mis. Nadi
dibuktikan dengan selama 1 x 20 perifer, edema,
Pucat, Crt > 3 detik menit diharapkan pengisian kapiler,
Perfusi perifer warna, suhu)
tidak efektif Terapeutik
meningkat 2. Hindari
dengan kriteria pemasangan
hasil sebagai pemasangan infus
berikut : atau pengambilan
1. Denyut darah di area
nadi keterbatasan perfusi
perifer 3. Hindari pengukuran
meningkat tekanan darah pada
2. Warna ekstremitas dengan
kulit pucat keterbatasan perfusi
menurun Edukasi :
3. Pengisian 1. Infromasikan tanda
kapiler dan gejala darurat
membaik yang harus
4. Akral dilaporkan (mis.
membaik Hilangnya rasa)
5. Turgor Kolaborasi : -
kulit
membaik
Tingkat
Perdarahan
Menurun dengan
kriteria hasil
sebagai berikut :
1.Kelembapa
n membran
mukosa
Meningkat
4 Hipovolemia Setelah Manajemen Hipovolemia
berhubungan dengan dilakukan Observasi
kehilangan cairan aktif tindakan 1. Periksa tanda dan
dibuktikan dengan keperawatan gejala hypovolemia
Pasien merasa lemah, selama 1 x 20 (mis, frekuensi
Berkeringat, Hipertermi, menit diharapkan nadi, nadi teraba
Hipotensi, Takikardi, status cairan lemah, tekanan
CRT >3 dtk membaik dengan darah menurun,
kriteria hasil membran mukosa
sebagai berikut : kering, haus,
 Kekuatan lemah)
nadi 2. Monitor intake dan
meningka output cairan
t Terapeutik
 Perasaan 3. Hitung kebutuhan
lemah cairan
menurun 4. Berikan posisi
 Frekuensi modified
nadi Tredelenburg
membaik Edukasi
 Tekanan 5. Anjurkan
darah menghindari
membaik perubahan posisi
 Tekanan mendadak
nadi Kolaborasi
membaik 6. Kolaborasi
 Membran pemberian cairan
e mukosa IV isotonis (mis.
membaik NaCl/ RL)
 Kadar Hb Manajemen Syok
membaik Hipovolemik
Tingkat Observasi
Perdarahan 1. Monitor status
Menurun dengan kardiopulmonal
kriteria hasil (Frekuensi nadi dan
sebagai berikut : kekuatan nadi,
 Kelembap frekuensi napas,
an TD)
membran 2. Monitor status
mukosa oksigenasi
meningka (Oksimetri nadi,
T AGD)
3. Periksa tingkat
kesadaran dan
respon pupil
Terapeutik
4. Berikan oksigen
untuk
mempertahankan
saturasi
oksigen >94%
5. Ambil sampel
darah untuk
pemeriksaan darah
lengkap dan
elektrolit
Kolaborasi :
Kolaborasi pemberian
transfusi darah, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA

Balentine, J.R, 2012, Gastritis


overview ,http://www.emedicinehealth.com/gastritis/article_em.htm , Diakses tanggal 5
Maret 2020

Caesar, R, 2010, Sindroma Mallory-Weiss,http://www.medicalera.com, Diaksestanggal 24


September 2012.Cagir, B, 2012, Lower Gastrointestinal Bleeding,
http://emedicine.medscape.com/article/188478-overview , Diakses tanggal 5 Maret 2020

Cappell, M.S, Friedel, D, 2008, Initial Management of Acute Upper Gastrointestinal


Bleeding: From Initial Evaluation up to GastrointestinalEndoscopy, Med Clin N Am, vol.
92, pp. 491–509,http://misanjuandedios.org/files/19_HGIS.pdf ,Diakses tanggal 5 Maret
2020

Kurniati, et al. 2018. Keperawatan Gawat Darurat dan Bencana Sheehy, 1st Indonesian
edition. Singapore: Elsevier.
WOC
Perdarahan saluran pencernaan bagian atas Perdarahan saluran
pencernaan bagian bawah

Erost Ulkus lambung


Androm Esofasitis Varies Radang Abies Kanker wasir divertic
lambung mallory weis esofagus usus ulum

Peradangan Robeknya pada Asam lambung Naik Iritasi Metata Pembesar Robekan
Peningkatan Infeksi
pada selaput mukosa yang naik ke tekanan pada se sel an
selaput pada kecil
lendir yag membran pada dalam kanker pembuluh
lambung kerongkonga n usus rektum pada
melindungi gastrointestinal vena pd darah
karena muntah dinding
dinding junction organ didubur
yang aorta usus
Cairan lambung lambung pencer
berkepanjagan naaan besar
melukai lambung Luka Perdarah an
rongga Geseka n
Terjadi luka Pembesar
rektum terhad ap luka
Selaput Melukai an
kerongkongan feses
lendir rusak abnormal
pada vena Merusak sel
Luka pada di organ
lambung esofagus pencerna an
Pengikisa Peradangan
lapisan
lambung
Luka
Tekanan Infeksi
Luka pada lama
lambung
pedarahan
Luka Pecahnya
Pembuluh
pembuluh
darah tidak
darah di
dapat
terbendun
g

Pecah

Rusaknya pembuluh darah


disekitar jaringa

Muncul perdarahan

PERDARAHAN GASTROISNTESTINAL
PERDARAHAN GASTROINTESTINAL

B1 B2 B3 B4 B5

Kebocoran Perdarahan Perdarahan Luka pada Penurunan Penurunan Reflux pada Infeksi dan
pada usus pada saluran masif saluran cerna sirkulasi sirkulasi lambung peradangan
dan kolon cerna bagian darah ke darah ke akibat luka saluran
bawah otak jaringan pencernaan
BAB
Darah dan BAB bercampur Nausea
feses bercampur dengan darah Nyeri Penurunan Penurunan Tergangguny
memenuhi dengan darah epigastric O2 pada otak sirkulasi a sistem
rongga darah pada Muntah peristaltic
abdomen ginjal darah karena usus
Hematoschiz Kram perdarahan
BAB ia abdomen Penurunan
Cairan berwarna kesadaran Penurunan MK:
menekan hitam volume disfungsi
diafragma Penurunan Nyeri darah yang motilitas
sirkulasi abdomen Makanan gastrointesti
MK: resiko diproses
darah pada tidak bisa nal
Melena perfusi pada ginjal
jaringan masuk
Diafragma serebral
terdesak MK: Nyeri tidak efektif
Penurunan abdomen <5 >30
vol. darah MK: Penurunan Tidak ada kali kali
Diafragma dalam Hipovolemi output urin nafsu makan
tidak dapat sirkulasi
mengembang
MK: MK:
Konstipas Diare
Penurunan Ketidakseim
O2 dalam Ketidakstabilan bangan Penurunan
Sesak sirkulasi hemodinamik imput dan berat badan
output cairan
Pernafasan
MK: resiko MK: Defisit
meningkat
Pucat syok Nutrisi

MK: resiko
Takipneu ketidakseim
CRT > 3
bangan
cairan
MK: pola
MK: perfusi
nafas tidak
perifer
efektif
tidak efektif

B6

Tidak ada
nutrisi
yang
masuk

Penurunan
produksi
energy Lemas Letih Lesu MK: Intolerasi aktivitas
dalam
tubuh

Anda mungkin juga menyukai