Anda di halaman 1dari 16

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pendarahan saluran cerna memiliki manifestasi yang bervariasi mulai dari


pendarahan massif yang mengancam jiwa hingga pendarahan samar yang tidak
dirasakan. Pada pendarahan saluran cerna perlu menentukan beratnya pendarahan
dan lokasi pendarahan.
Perdarahan saluran makan bagian atas adalah perdarahan saluran makanan
proksimal dari ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan
varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan
antara pengelolaan dan prognosisnya. Kemungkinan pasien datang dengan anemia
defisiensi besi akibat perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama,
hematemesis dan atau melena disertai dengan atau tanpa gangguan hemodinamik.
Perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki prevalensi sekitar 75%-
80% dari seluruh kasus perdarahan akut saluran cerna. Insidennya telah menurun,
tetapi angka kematian dari perdarahan akut saluran cerna, masih berkisar 3%
hingga 5%. Tidak berubahnya angka kematian ini kemungkinan besar
berhubungan dengan bertambahnya usia pasien yang menderita perdarahan sauran
cerna serta dengan meningkatnya kondisi komorbid.
Pendarahan saluran cerna bagian bawah adalah pendarahan yang berasal
dari sebelah distal dari ligamentum Treitz. Pasien dengan PSMB datang dengan
keluhan keluar darah segar saat buang air besar. Hampir 80% keadaan akut akan
berhenti dengan sendirinya dan tidak berpengaruh pada tekanan darah sepeti pada
hemoroid, polip kolon, kanker kolon,atau colitis.
Peptic ulcers adalah penyebab terbanyak pada pasien perdarahan saluran
cerna, terhitung sekitar 40% dari seluruh kasus. Penyebab lainnya seperti erosi
gastric (15%-25%), perdarahan varises (5%-25%), dan Mallory-Weiss Tear (5%-
15%). Penggunaan aspirin ataupun NSAIDS memiliki prevalensi sekitar 45%
hingga 60% dari keseluruhan perdarahan akut.
2

1.2 B. Tujuan
Penulisan makalah berjudul “ asuhan keperawatan perdarahan saluran
cerna bagian atas “ ini bertujuan untuk menjelaskan defisi, etiologi, gejala dan
tanda klinis, pencegahan diagnosis, serta penatalaksanaan yang tepat, cepat dan
akurat mengenai “ perdarahan saluran cerna bagian atas” sehingga mendapatkan
prognosis yang baik dan keselamatan pasien terjamin.
3

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran
cerna yang terjadi di sebalah proksimal dari ligamentum Treitz, mulai dari
esophagus, gaster, duodenum sampai pada bagian atas dari jejunum sedangkan
Pendarahan saluran cerna bagian bawah adalah pendarahan yang berasal dari
sebelah distal dari ligamentum Treitz.

2.2 Epidemiologi
Insiden perdarahan saluran cerna bagian atas sekitar 100 kasus per 100.000
populasi per tahunnya.Perdarahan pada saluran cerna bagian atas terjadi sekitar 4
kali lebih sering dibandingkan perdarahan saluran cerna bawah dan penyebab
terbesar terhadap angka morbiditas dan mortalitas. Keseluruhan mortalitas
perdarahan saluran cerna bagian atas sekitar 6-10%.
Data menunjukkan, sekitar 100.000 pasien dilarikan ke rumah sakit untuk
mendapatkan pertolongan terhadap perdarahan saluran cerna bagian atas. Di
Perancis, laporan menyimpulkan bahwa mortalitas perdarahan saluran cerna
bagian atas menurun dari 11% menjadi 7%, namun, dari laporan yang sama dari
Yunani tidak menemukan penurunan angka mortalitas. Pada penelitian di
Spanyol, perdarahan saluran cerna bagian atas 6 kali lebih sering daripada
perdarahan saluran cerna bagian bawah.Insiden perdarahan saluran cerna bagian
atas 2 kali lebih sering terjadi pada pria dibanding wanita, pada semua usia;
namun angka kematian sama pada kedua jenis kelamin.
Tukak peptik merupakan penyebab tersering pada perdarahan saluran
cerna bagian atas, yaitu lebih dari 50% kasus; mallory-weiss 5-10%; proporsi
perdarahan dari varises bervariasi dari 5-30% tergantung populasi. Di Indonesia
kejadian yang sebenarnya di populasi tidak diketahui. Berbeda dengan di negara
barat dimana perdarahan karena tukak peptic menempati urutan terbanyak, maka
di Indonesia perdarahan karena rupture varises gastroesofagei merupakan
penyebab tersering yaitu sekitar 50-60%, gastritis erosive hemoragika sekitar 25-
4

30%, tukak peptic sekitar 10-15% dank arena sebab lain < 5%. Mortalitas secara
keseluruhan masih tinggi yaitu sekitar 25%, kematian pada penderita ruptur
varises bisa mencapai 60%. Sebagian besar penderita perdarahan PSMBA
meninggal bukan karena perdarahannya itu sendiri melainkan karea penyakit lain
yang ada secara bersamaan seperti penyakit gagal ginjal, stroke, penyakit jantung,
penyakit hati kronis, pneumonia dan sepsis.
2.3 Etiologi
Penyebab perdarahan SCBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya
varises esophagus, gastritis erosif, tukak peptik, gastropati kongestif, sindroma
Mallory-Weiss, dan keganasan.

Tabel 1.1. Sumber Penyebab Perdarahan Saluran Cerna Bagaian Atas


Penyebab Sering Penyebab Jarang
Tukak Peptik Gangguan perdarahan
Mallory-Weiss Portal hypertensive gastropathy
Varises Esofagus Aorto-enteric fistula
Gastritis Angiodisplasia
Obat-obatan (NSAIDs, aspirin, steroid, Haemobilia
trombolitik, antikoagulan) Lesi Dieulafoy
Esofagitis Meckel’s diverticulum
Duodenitis Peutz-Jeghers’ syndrome
Malignansi Osler-Weber-Rendu syndrome

Penyebab tersering dari pendarahan saluran makan bagian bawah adalah


diverikel kolon, angiodisplasia dan colitis iskemik. Pendarahan saluran cerna
bagian bawah yang bersifat kronik biasanya disebabkan oleh pendarahan
hemoroid dan neoplasia kolon. Penyebab lain dari pendarahan saluran cerana
bagian bawah adalah divertikel meckel, intusepsi, varises di ileukolon dan di
anorektal pada hipertensi porta. Penyebab yang jarang seperti fistula autoenterik,
ulkus rektal dan ulkus di caecum.

2.4 Patofisiologi
2.4.1. Varises Esofagus
5

Esofagus bagian bawah merupakan saluran kolateral penting yang timbul


akibat sirosis dan hipertensi portal. Vena esophagus bagian leher mengalirkan
darah ke vena azigos dan hemiazigos, dan di bawah diafragma vena esophagus
masuk kedalam vena gastrika sinistra. Hubungan vena porta dan vena sistemik
memungkinkan pintas dari hati pada kasus hipertensi porta. Aliran kolateral
melalui vena esophagus menyebabkan terbentuknya varises esophagus (vena
verikosa esophagus) yaitu jika tekanan gradien tekanan vena hepatika (HVPG)
>10mmHg. Vena yang melebar ini dapat pecah, menyebabkan perdarahan yang
bersifat fatal (HVPG >12 mmHg).
Pasien dengan perdarahan varises memiliki prognosa yang lebih buruk
dibandingkan dengan sumber perdarahan lain pada perdarahan saluran cerna
bagian atas. Terapi endoskopi untuk perdarahan akut dan eradikasi varises
esophagus secara signifikan mengurangi perdarahan dan mortaliti. Ligasi
merupakan terapi pilihan untuk varises esophagus karena kejadian perdarahan
berulang yang sedikit, angka mortaliti yang rendah dan komplikasi lokal minimal
dibanding skleroterapi.
2.4.2. Tukak Peptik
Perdarahan merupakan penyulit tukak peptic yang paling sering terjadi,
sedikitnya ditemukan pada 15-25% kasus selama perjalanan penyakit. Walaupun
ulkus disetiap tempat mengalami perdarahan, namun tempat tersering adalah
dinding posterior bulbus duodenum, karena ditempat ini dapat terjadi erosi arteri
pankreatikoduodenalis atau arteria gastroduodenalis.
Pada kasus ulser yang dikaitkan dengan perdarahan saluran cerna bagian
atas, terowongan ulser menembus kedalam hingga mukosa gastroduodenal, proses
ini mengakibatkan kelemahan bahkan nekrosis pada dinding arterial,
mengakibatkan perkembangan pseudoaneurysm. Rupturnya dinding pembuluh
darah menimbulkan perdarahan.
Tukak peptik sangat kuat dikaitkan dengan infeksi H.pylori. Organism ini
menyebabkam kerusakan pada barrier mukosa dan secara langsung yang berefek
inflamasi pada mukosa lambung dan duodenum Eradikasi H.pylori pada penderita
tukak peptik menurunkan rekurensi perdarahan sampai <5%. Sepertiga penderita
6

dengan tukak peptik akan mengalami perdarahan kembali dalam waktu 1-2 tahun
ke depan.
2.4.3. Gastritis
Gastritis merupakan suatu keadaan peradangan atau perdarahan mukosa
lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus, atau lokal. Pada gastritis terdapat
lesi mukosa sehingga tidak menimbulkan berdarahan yang massif. Perkembangan
penyakit yang paling sering akibat penggunaan NSAID, alcohol, dan stress.
Setengah dari pasien dengan riwayat penggunaan NSAID kronis memiliki erosi
(15-30% memiliki ulser), lebih dari 20% peminum alcohol aktif dengan gejala
perdarahan saluran cerna bagian atas memiliki erosi dan perdarahan subepitelial.
Luka mukosa gastrik terkait stres terjadi hanya pada pasien sakit ekstrim seperti
yang mengalami trauma serius, operasi besar, terbakar lebih dari 1/3 permukaan
tubuh, penyakit intrakranial berat, dan penyakit berat lainnya.
2.4.4. Mallory-Weiss
Hematemesis atau melena yang secara khas mengikuti muntah-muntah
berat yang berlangsuung beberapa jam atau hari khususnya pada pasien alkoholik,
dapat ditemukan satu atau beberapa laserasi mukosa lambung mirip celah, terletak
memanjang , biasanya pada gaster (gastroesophageal junction), perdarahan
berhenti spontan pada 80-90% kasus.Terapi endoskopi diindikasikan untuk
perdarahan aktif robekan Mallory-Weiss. Terapi angiografi dengan embolisasi dan
terapi operasi jarang dilakukan.
2.4.5. Gastropati OAINS
Mekanisme OAINS menginduksi traktus gastrointestinal tidak sepenuhnya
dipahami. OAINS merusak mukosa lambung melalui dua mekanisme, yaitu:
topikal dan sistemik. Kerusakan mukosa secara topikal terjadi karena OAINS
bersifat asam dan lipofilik, sehingga mempermudahkan trapping ion hidrogen
masuk mukosa dan menimbulkan kerusakan. Efek sistemik OAINS lebih penting
yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun secara
bermakna. Prostaglandin merupakan substansi sitoprotektif yang sangat penting
bagi mukosa lambung yang dilakukan dengan cara menjaga aliran mukosa,
meningkatkan sekresi mukosa dan ion bikarbonat serta meningkatkan epitel
7

defensif. Prostaglandin memperkuat mukosa lambung, duodenum dengan


meningkatkan pospolipid mukosa, sehingga meningkatkan hidrofobisitas mukosa
dengan demikian mencegah difusi balik ion hidrogen. Selain itu, prostaglandin
juga menyebabkan hiperplasia mukosa lambung, duodenum ( terutama di anatar
antrum lambung), dengan memeperpanjang daur hidup sel-sel yang sehat tanpa
meningkatkan aktivitas proliferasi.
Elemen kompleks yang melindungi mukosa gastroduodenal merupakan
prostaglandin endogen yang disintesis di mukosa gasteointestinal bagian atas.
Siklooksigenase merupakan tahap katalikator dalam produksi prostaglandin dari
asam arakhidonat.endotel caskular secara terus menerus menghasilkan vasodilator
prostaglandin E dan I yang apabila terjadi gangguan (COX-1) akan timbul
vasokontriksi sehingga aliran darah akan turun dan menyebabkan nekrosis epiel.
Sebagian besar obat OAINS bekerja sebagai inhibitor non selektif enzim
siklooksigenase, dimana obat ini menghambat isoenzim COX1 dan COX2.
Penghambatan COX oleh OAINS ini lebih lanjut dikaitan dengan perubahan
produksi mediator inflamasi. Sebagai konsekuensi penghambatan COX-2 terjadi
sintesa leukotrien. Leukotrien ini akan memberikan kontribusi terhadap cedera
mukosa lambung dengan mendorong iskemik jaringan dan peradangan.

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna bagian atas bisa beragam
tergantung lama, kecepatan, banyak sedikitnya darah yang hilang, dan apakah
perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak.
Kemungkinan pasien datang dengan anemia defisiensi besi akibat
perdarahan tersembunyi yang berlangsung lama hematemesis dan atau melena
disertai atau tanpa anemia, dengan atau tanpa gangguan hemodinamik.

Ada 3 gejala khas perdarahan saluran cerna :


1. Hematemesis
8

Muntah darah dan mengindikasikan adanya perdarahan saluran makanan


bagian atas, yang berwarna coklat merah atau “ coffee ground”.
2. Hematochezia
Keluarnya darah dari rectum yang diakibatkan perdarahan saluran
makanan bagian bawah, tetapi dapat juga dikarenakan perdarahan saluran
makanan bagian atas yang sudah berat.
3. Melena
Feses yang berwarna gelap yang dikarenakan kotoran bercampur asam
lambung, biasanya mengindikasikan perdarahan saluran makanan bagian atas,atau
perdarahan daripada usus ataupun colon bagian kanan dapat juga menjadi sumber
lainnya. Disertai gejala anemia, yaitu: pusing, syncope, dyspnea.

2.6 Diagnosis
Diagnosis dapat dilakukan lewat anamnesis, pemeriksaan fisik, hingga
pemeriksaan penunjang yang mendukung kelainanan pada pasien. Pada dasarnya
perdarahan saluran cerna bagian atas (PSMBA) bukanlah diagnosa definitif
melainkan sebuah manifestasi klinis dari berbagai penyakit di saluran cerna
bagian atas yang mungkin bisa menyebabkan perdarahan di saluran cerna. Saluran
cerna bagian atas adalah saluran cerna yang letaknya berada di bagian atas
ligamentum treitz. Tugas utama dalam menegakkan diagnosis PSMBA adalah
mencari penyebab atau etiologi utama yang menyebabkan perdarahan.
Diagnosis dapat dimulai dari anamnesis terhadap gejala yang muncul, baik
itu muntahan dan juga feses yang keluar. Dapat ditanyakan atau dilihat langsung
warna dari muntahan, warna dari feses yang keluar. Bedakan jenis muntahan
dengan jelas apakah berwarna merah segar, merah bercampur dengan cairan atau
berwarna hijau. Hal yang sama juga dilakuakn terhadap feses, apakah feses
berwrna meraha segar, merah pucat, hitam atau menetes-netes. Kedua hal ini
sangat membantu untuk mengarahkan diagnosa dan letak perdarahan yang terjadi.
Selain itu pemasangan NGT juga dapat dilakukan untuk melihat perdarahan yang
tidak jelas dan bisa juga menentukan lokasi perdarahan yang mungkin terjadi. 10
Penelusuran penyakit sebelumnya juga perlu ditanyakan untuk menghubungkan
9

kemungkinan kondisi penyakit sekarang disebabkan oleh penyakit terdahulu.


Penggunaan obat-obatan dan juga umur pasien harus ditanyakan untuk
menegakkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi.
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk melihat profil darah, urin dan
juga feses. Dari pemeriksaan darah rutin, kadar Hb perlu diperhatikan untuk
melihat perlu atau tidaknya tindakan transfusi, nilai yang lain tetap
dipertimbangkan untuk melihat kemungkinan ada infeksi dan juga hal lain. Pada
pemeriksaan feses rutin untuk melihat perdarahan lewat profil sel darah merah, sel
darah putih yang terdapat dalam feses.
Sarana diagnostik lain yang dapat digunakan pada kasus perdarahan
saluran makanan ialah endskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium,
radionuklid, dan angiografi. Pemilihan sarana bergantung klinisi dan tingkat
kepentingan. Pada semua pasien dengan asal perdarahan yang tidak jelas,
pemeriksaan dengan endoskopi sangat baik sebagai pilihan dan sebagian besar
kasus perdarahan bisa ditegakkan.Selain itu endoskopi dapat juga dijadikan terapi.
Endoskopi juga menunjukkan aktivitas perdarahan yang terjadi seperti pada tukak
peptik yang sudah diklasifikasikan oleh Forest. Berikut kalsifkasi Aktivitas
perdarahan berdasarkan Forest.

Tabel 1.2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan Tukak Peptik menurut Forest


Grade Aktivitas Perdarahan Kriteria Endoskopis
10

Forest Ia Perdarahan Akut Perdarahan arteri


menyembur
Forest Ib Perdarahan aktif Perdarahan merembes
Forest II Perdarahan berhentidan masih Gumpalan darah pada dasar
terdapat sisa-sisa perdarahan tukak atau terlihat
pembuluh darah
Forest III Perdarahan berhenti tanpa sisa Lesi tanpa tanda sisa
perdarahan perdarahan
Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V 2009 hal 449

2.7 Diagnosa Banding


Perdarahan saluran cerna atas dapat disebabkan oleh banyak etiologi,
berikut adalah penyebab perdarahan saluran cerna bagian atas.
1. Perdarahan dari hidung dan pharynx
2. Hemoptysis yang tertelan
3. Esophagogastric (Mallory-Weiss)
4. Esophageal rupture (Boerhaave's syndrome)
5. Inflamasi dan erosi (esophagitis, gastritis, duodenitis)
6. Peptic ulcer dari esophagus, stomach, duodenum, or surgical anastomosis
7. Dieulafoy's lesion (ruptured mucosal artery)
8. Varices of esophagus, stomach, or duodenum
9. Neoplasma (carcinoma, lymphoma, leiomyoma, leiomyosarcoma, polyps)
10. Vascular-enteric fistula
Karena banyaknya etiologi yang mungkin, maka perlu mengenali kelainan di atas
dengan jelas.

2.8 Penatalaksanaan
Terapi yang dapat diberikan dapat berupa non-endoskopis, endoskopi,
radiologi dan pembedahan.
1. Non-endoskopis
Salah satu usaha menghentikan perdarahan yang sudah lama dilakukan
adalah kumbah lambung lewat pipa nasogastrik dengan air suhu kamar. Prosedur
11

ini diharapakan mengurangi distensi lambung dan memperbaiki proses


hemostatik, namun demikian manfaatnya dalam menghentikan perdarahan tidak
terbukti. Kumbah lambung ini sangat diperlukan untuk persiapan pemeriksaan
endoskopi dan dapat dipakai untuk membuat perkiraan kasar jumlah perdarahan.
Terapi farmakologi yang dapat digunakan dapat berupa vitamin K pada
pasien dengan penyakit hati kronis yang mengalami PSMBA. Vasopresin dapat
menghentikan perdarahan lewat efek vasokonstriksi pembuluh darah splankik,
menyebabkan aliran darah dan tekanan vena porta menurun. Pemberian
vasopresin dengan mengencerkan sediaan vasopresin 50 unit dalam 100 ml
dekstrose 5% diberikan 0,5-1 mg/menit/iv selama 20-60 menit dan dapat diulang
3-6 jam. Efek samping yang mungkin muncul adalah insufisiensi koroner
mendadak , oleh karena itu pemberianya dapat disertai dengan preparat nitrat.
Somastatin dan analognya (ocreotide) diketahui dapat menurunkan aliran
darah splankik, khasiatnya lebih selektif dibanding vasopressin. Dosis pemberian
somastatin, diawali dengan bolus 250 mcg/iv, dilanjutkan per infus 250 mcg/jam
selama 12-24 jam atau samapai perdarahan berhenti.
Obat-obatan golongan anti sekresi asam yang dilaporkan bermanfaat pada
PSMBA oleh karena tukak peptic adalah Golongan proton pump inhibitor seperti
Omeprazole 40 mg/12 jam. Selain itu antasida, sukralfat, dan antagonis reseptor
H2 masih boleh diberikan untuk tujuan penyembuhan lesi mukosa yang
menyebakan perdarahan.
12

Gambar 1.1. Protokol terapi pada PSMBA


Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V 2009 hal 450
13

Gambar 1.2. Protokol terapi PSMBA.2


Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V 2009 hal 450
14

Gambar 1.3. Protokol terapi PSMBA


Sumber : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I edisi V 2009 hal 450
2. Endoskopis
Terapi endoskopi ditujukan pada perdarahan tukak yang masih aktif atau
tukak dengan pembulh darah yang tampak. Metode terapinya meliputi : 1. Contact
Thermal (monopolar atau bipolar elekrokoagulasi, heater probe), 2. Non-Contact
15

thermal (laser), 3. Non-thermal (misalnya suntikan adrenalin, polidokanol,


alkohol, atau pemakaian klip).
Hemostasis endoskopi merupakan terapi pilihan pada perdarahan karena
varises esofagus. Ligasi varises merupakan pilihan utama untuk mengatasi varises
esofagus. Dengan ligasi varises dapat dihindari efek samping akibat pemakaian
sklerosan, lebih sedikit frekuensi terjadinya ulserasi dan striktur. Skelroterapi
endoskopik sebagai alternatif bila ligasi endoskopik sulit dilakukan karena
perdarahan masif, terus berlangsung, atau teknik tidak memungkinkan.
3. Terapi Radiologi
Terapi angiografi perlu dipertimbangkan bila perdarahan tetap
berlangsung dan belum bisa ditentukan asal perdarahan, atau bila terapi endoskopi
dinilai gagal dan pembedahan sangat berisiko. Tindakan hemostatis yang bisa
dilakukan dengan penyuntikan vasopressin atau embolisasi arterial. Bila dinilai
tidak ada kontraindikasi dan fasilitas dimungkinkan, pada perdarahan varises
dapat dipertimbangkan TIPS ( Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt)
4. Pembedahan
Pembedahan pada dasarnya dilakukan bila terapi medik, endoskopi dan
radiologi dinilai gagal.

2.9 Rujukan
Kompetensi dokter umum dalam masalah PSMBA adalah pengkajian awal
dan juga resusitasi awal dalam mengontrol tanda-tanda vital tetap stabil.
Selanjutnya dokter umum dapat merujuk pasien PSMBA untuk mendapatkan
terapi lanjutan berupa transfusi dan juga tindakan-tindakan operatif lainnya.
Selanjutnya dokter umum bertugas untuk Follow up perdarahan dan etiologi
penyebab.8Sebagian besar pasien umumnya pulang pada hari ke 1 – 4 perawatan.
Adanya perdarahanulang atau komorbid sering memperpanjang masa perawatan.
Apabila tidak ada komplikasi,perdarahan telah berhenti dan hemodinamik stabil
serta risiko perdarahan ulang rendahpasien dapat dipulangkan . Pasien biasanya
pulang dalam keadaan anemis, karena ituselain obat untuk mencegah perdarahan
ulang perlu ditambahkan preparat Fe.
16

2.10 Prognosis
Sebagian besar pasien dengan perdarahan SCBA dapat berhenti sendiri,
tetapi pada 20%dapat berlanjut. Walaupun sudah dilakukan terapi endoskopi
pasien dapat mengalamiperdarahan ulang. Oleh karena itu perlu dilakuka
assessmen yang lebih akurat untukmemprediksi perdarahan ulang dan mortalitas.

2.11. Pencegahan
1) Varises esofagus
Terapi medik dengan betabloker nonselektif.
Propanolol dimulai dengan dosis 20 mg per hari. Penurunan HVPG hingga
di bawah >12 mmHg akan menghilangkan resiko perdarahan dan peningkatan
angka harapan hidup. Alternatif lain untuk menilai tingkat efektifitas terapi
betabloker adalah dengan mengukur denyut nadi. Penurunan sebanyak 25% dari
baseline atau denyut nadi sebesar 55-60 kali per menit merupakan tujuan standard
terapi betabloker. Terapi endoskopi dengan skleroterapi atau ligasi.
2) Tukak peptik
Tukak gaster PPI selama 8-12 minggu dan tukak duodeni PPI 6-8 minggu
Bila ada infeksi helicobacter pilory perlu dieradikasi. Terapi triplet yang banyak
digunakan saat ini :
- PPI 2x1 (Omeprazole 2x20 mg/hari) + Amoksisilin 2x1000 +
Kloritromisin 2x500 rejimen terbaik
- PPI 2x1 + Metronidazol 3x500 + Kloritromisin 2x500 bila alergi penisin
- PPI 2x1+ Metronidazol 3x500 + Amoksisilin 2x1000 : kombinasi yang
termurah
- PPI 2x1+ Metronidazol 3x500 + Tetrasiklin 4x500 bila alergi terhadap
klaritromisin dan penisilin
Bila pasien memerlukan NSAID, diganti dulu dengan analgetik dan kemudian
dipilih NSAID selektif(non selektif) + PPI atau misoprostol.

Anda mungkin juga menyukai