Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap perdarahan baik sedikit maupun banyak dapat dianggap sebagai salah satu
masalah gawat darurat medis yang perlu mendapat pengelolaan segera. Termasuk
perdarahan yang sering ditemukan di bidang gastroenterology, yaitu perdarahan saluran
makan bagian atas (PSMBA) berupa hematemesis dan melena.
Perdarahan saluran makan bagian atas (upper gastrointestinal bleeding)
merupakan suatu masalah medis yang sering menimbulkan kematian yang tinggi, oleh
karena itu harus dianggap suatu masalah gawat darurat yang serius, dan perlu
penanganan segera. Faktor utama yang berperan dalam tingginya angka kematian adalah
kegagalan untuk menilai masalah ini sebagai keadaan klinis yang gawat dan keadaan
diagnostik dalam menentukan sumber perdarahan.
Penyebab PSMBA yang sering dilaporkan adalah pecahnya varises esophagus,
gastritis erosif, tukak peptic, gastropati kongestif, sindrom Malllory- Weiss, dan
keganasan. Perbedaan di antara laporan-laporan penyebab PSMBA terletak pada urutan
penyebab tersebut.
Perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan suatu keadaan yang sering
dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Walaupun sudah
terdapat banyak kemajuan dalam bidang diagnostik, terapi dan perawatan, tetapi masih
ada sebagian pasien tersebut yang meninggal. Angka kematian tersebut kira-kira 8-10%
di negara maju dan di bagian penyakit dalam FKUI/RSCM kira-kira 25% yang
meninggal karena perdarahan saluran cerna bagian atas. Kematian tersebut ada
hubungan dengan beberapa faktor seperti usia lanjut, terlambat berobat, perdarahan
yang banyak serta adanya penyakit berat lain yang menyertainya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Perdarahan saluran makan bagian atas (PSMBA) adalah perdarahan yang berasal
dari daerah ligamentun Treitz ketasa (dari peroksimal yeyenum sampai
esophagus)..Yang termasuk organ-organ saluran cerna di proksimal Ligamentum
Treitz adalah esophagus, lambung, duodenum dan sepertiga proksimal dari
jejunum. Kejadian perdarahan saluran cerna bagian atas merupakan yang paling
sering terjadi dan sering ditemukan dibandingkan dengan kejadian perdarahan
saluran cerna bagian bawah. Lebih dari 50% kejadian perdarahan saluran cerna
bagian atas dikarenakan oleh penyakit erosif dan ulseratif dari gaster atau
duodenum.
PSMBA adalah perdarahan pada traktus gastrointestinal terutama disebabkan
oleh tukak gastrik atau gastritis. Namun varises esofageal, perlukaan Mallory-Weiss
pada fungsi gastroesofageal dapat menimbulkan periode perdarahan.

B. Tanda dan Gejala


Gejala-gejala perdarahan akut saluran cerna bagian atas ini dapat berupa
hematemesis, melena atau kombinasi keduanya. Hematemesis adalah muntah darah,
dapat berwarna hitam atau merah, tergantung lamanya darah berada di dalam
lambung, dapat pula berbentuk seperti kopi (coffee ground appereance) bila
bercampur dengan bekuan darah. Warna hitam pada muntah terjadi karena hasil
oksidasi Hemoglobin oleh asam lambung yang menghasilkan hematin yang
berwarna coklat kehitaman.
Melena adalah buang air besar yang berwarna hitam lembek seperti tar dengan
bau yang busuk dan lengket yang menandakan adanya perdarahan gastrointestinal,
kotoran berubah menjadi hitam diakibatkan karena adanya proses oksidasi pada zat
besi yang terkandung pada hemoglobin yang menghasilkan hematin yang berwarna
hitam dalam proses perjalanannya di colon. Untuk dapat menimbulkan melena,
paling sedikit dibutuhkan perdarahan akut sebanyak 60 ml. Hematokezia adalah
keluarnya darah yang berwarna merah terang dari anus atau rectum yang biasanya
menunjukkan adanya sumber peradangan distal dari duodenum. Perdarahan yang
cepat (kurang dari 8 jam) dan dalam jumlah banyak dari atas duodenum, juga dapat
menimbulkan hematokezia.
Perdarahan yang massif (lebih dari 1 liter dalam waktu yang relatif singkat)
biasanya diikuti dengan gejala-gejala kolaps vaskuler berupa: kelemahan badan
yang mendadak, kulit pucat seperti mayat, nadi cepat dan kecil, penurunan tekanan
darah, rasa pusing, ujung-ujung anggota gerak terasa dingin, mulut terasa kering
dan rasa haus. Penderita akan segera jatuh dalam renjatan yang berat, yang sulit
diobati dengan cara pengobatan apapun.

C. Etiologi
Beberapa penyebab timbulnya perdarahan saluran cerna bagian atas diantaranya
adalah:
a. Kelainan esophagus
1) Varises esophagus
Varises esophagus ditemukan pada penderita sirosis hati dengan
hipertensi portal. Sifat perdarahan yang ditimbulkan ialah muntah darah atau
hematemesis biasanya mendadak dan massif, tanpa didahului perasaan nyeri
di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan
membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah
hematemesis selalu disusul dengan melena.
2) Karsinoma esophagus
Karsinoma esophagus sering memberikan keluhan melena dari pada
hematemsis. Pada pemeriksaan endoskopi jelas terlihat gambaran karsinoma
yang hampir menutup esophagus dan mudah berdarah terletak di sepertiga
bawah esophagus.
3) Sindrom Mallory-Weiss
Muntah-muntah yang hebat mungkin dapat mengakibatkan rupture dari
mukosa dan submukosa pada daerah kardia esophagus bagian bawah,
sehingga timbul perdarahan.
Karena laserasi yang aktif disertai ulserasi pada daerah kardia dapat
menimbulkan perdarahan yang massif. Timbulnya laserasi yang akut tersebut
dapat terjadi muntah-muntah yang hebat, sehingga tekanan intra-abdominal
meningkat, yang dapat mengakibatkan pecahnya arteri submukosa
esophagus atau kardia.
4) Esophagitis dan tukak esophagus
Esophagitis bila sampai menimbulkan perdarahan lebih sering bersifat
intermitten atau kronis dan biasanya ringan, sehingga lebih sering timbul
melena dari pada hematemesis. Tukak esophagus jarang sekali
mengakibatkan perdarahan jika dibandingkan dengan tukak lambung dan
duodenum.
b. Kelainan di lambung
1) Gastritis erosive hemoragika
Penyebab terbanyak dari gastritis erosive hemoragika ialah obat-obatan
yang dapat menimbulkan iritasi pada mukosa lambung atau obat yang
merangsang timbulnya tukak. Obat-obatan yang termasuk golongan salisilat
(misalnya aspirin) dapat menimbulkan tukak multiple yang akut dan dapat
disebut golongan obat ulserogenic drugs. Beberapa obat lain yang juga dapat
menimbulkan hematemesis ialah golongan kortikosteroid, butazolidin, dan
reserpin.
2) Tukak lambung
Tukak lambung lebih sering menimbulkan perdarahan terutama yang
terletak di angulus dan prepilorus dibandingkan dengan tukak duodeni
dengan perbandingan 23,7%:19,1%. Tukak lambung yang bersifat akut
biasanya dangkal dan multiple yang dapat digolongkan sebagai erosi.
Umumnya tukak ini disebabkan oleh obat-obatan sehingga timbul gastritis
erosive hemoragika.
Perdarahan dapat juga terjadi pada penderita yang pernah mengalami
gastrektomi, yaitu adanya tukak di daerah anastomose. Tukak seperti ini
dinamakan tukak marginalis atau tuka stomal.
3) Karsinoma lambung
Insidensi karsinoma lambung di Indonesia sangat jarang, yang umumnya
datang berobat suadah dalam fase lanjut dan sering mengeluh rasa pedih,
nyeri di ulu hati, serta merasa lekas kenyang, badan menjadi lemah. Jarang
sekali mengalami hematemesis, tetapi sering mengeluh buang air besar hitam
pekat (melena).
c. Kelainan di duodenum
1) Tukak duodeni
Tukak duodeni yang menyebabkan perdarahan pada pemeriksaan
endoskopi terletak di bulbus. Sebelum timbul perdarahan biasanya pasien
mengeluh nyeri dan perih di perut bagian atas agak ke kanan. Keluhan ini
juga bisa dirasakan waktu tengah malam saat tidur pulas, sehingga terbangun.
2) Karsinoma Papila Vaterii
Karsinoma papila vaterii merupakan penyebab dari karsinoma di
ampula, menyebabkan penyumbatan saluran empedu dan saluran pancreas
yang pada umumnya sudah dalam fase lanjut. Gejala yang ditimbulkan selain
kolestatik ekstrahepatal, juga dapat menyebabkan timbulnya perdarahan.
Perdarahan yang terjadi lebih bersifat perdarahan tersembunyi (occult
bleeding), sangat jarang timbul hematemesis.
Penyebab utama perdarahan saluran cerna bagian atas adalah ulkus
peptikum, sedangkan penyakit hati menahun dengan komplikasi hipertensi
portal yang disertai perdarahan esophagus hanya 10% dari penderita, tetapi
masih tetap merupakan penyebab utama kematian.

D. Patofisiologi
Ulkus peptik berhubungan erat dengan infeksi Helicobacter pylori. Organisme
tersebut menyebabkan robeknya barier mukosa dan memiliki efek inflamasi
langsung pada mukosa gaster dan duodenum. Demikian dalamnya lubang ulkus
sampai pada mukosa gastroduodenum, menyebabkan kelemahan dan nekrosis dari
dinding arteri. Rupturnya dinding dapat menyebabkan perdarahan.
Dalam keadaan normal, rangsangan fisiologis waktu makan maupun latihan
dapat mempengaruhi aliran darah splanik, juga aliran darah portal.
Dalam mekanisme hemostatik ini, faktor-faktor neurohormonal dapat
menyeimbangkan setiap aliran darah portal, untuk mempertahankan tekanan portal
yang normal, dengan cara mempengaruhi tahanan pembuluh portal. Bila
mekanisme kompensasi tidak seimbang lagi akibat meningkatnya secara patologis,
baik aliran darah portal ke hati maupun tahanannya maka timbul hipertensi portal.
Akibatnya timbul kolateral porto sistemik (varises) secara spontan, sebagai usaha
untuk menurunkan tekanan sistem portal maupun vena portalnya.
Progresivitas dilatasi varises selanjutnya tergantung aliran darah portal dan
faktor-faktor anatomi lokal. Beberapa faktor yng saat ini dianggap bertanggung
jawab terhadap terjadinya varises esophagus, anatara lain: peningkatan tahanan
pembuluh darah portal, vasodilatasi splanik dan sistemik, serta perubahan anatomi
vena esofagus bagian bawah. Tekanan vena portal yang tinggi sesaat setelah
terjadinya perdarahan, saat ini dianggap sebagai faktor prediktif untuk timbulnya
perdarahan ulang.
Mayoritas darah dari esofagus yang terkuras habis melalui vena esofagus, yang
langsung mengalir ke vena cava superior. Pembuluh darah ini tidak mendapat
bagian dalam pengembangan varises esophagus. Sisa darah dari esophagus terkuras
habis melalui vena permukaan lapisan mukosa esophagus, yang mengalir ke vena
koroner yang pada gilirannya, mengalir langsung ke vena porta. Vena superfisial
normalnya hanya berdiameter sekitar 1 mm mengembang hingga berdiameter 1-2
cm dengan hipertensi portal.
Tekanan portal normal adalah sekitar 9 mmHg dibagi dengan vena cava
inferior 2-6 mmHg. Hal ini menghasilkan gradien tekanan normal 3-7 mmHg. Jika
tekanan portal meningkat sekitar 12 mmHg, gradien ini meningkat menjadi 7-10
mmHg, gradien yang lebih besar dari 5 mmHg menghasilkan hipertensi portal. Pada
gradien yang lebih besar dari 10 mmHg, aliran darah pada sistem portal hepatik
mengarah dari hari ke daerah dengan tekanan vena yang rendah. Ini berarti bahwa
sirkulasi kolateral berkembang di esofagus bagian bawah, dinding perut, lambung
dan rectum. Pembuluh darah kecil di daerah-daerah tersebut menjadi melebar
dengan dinding yang lebih tipis dan tampak sebagai varikositis.
Dalam situasi dimana tekanan portal meningkat, seperti sirosis, ada pelebaran
vena-vena pada anastomosis, yang mengarah ke varises esofagus. Trombosis vena
splenik adalah suatu kondisi yang jarang menyebabkan varises esofagus tanpa
peningkatan tekanan portal. Splenektomi dapat menyembuhkan perdarahan varises
disebabkan trombosis vena splenik.
PATHWAY
E. Pemeriksaan penunjang
a. Laboratorium, perdarahan saluran cerna dapat ditemukan dalam bentuk
perdarahn mikroskopik, dimana jumlah darah sangat berkurang yang hanya
dapat dideteksi dari tes laboratorium (dalam bentuk anemia defisiensi besi).
b. Elektrokrdiogram, terutama pada pasien >40 tahun.
c. BUN dan kadar kreatinin serum karena pada perdarahan saluran cerna bagian
atas terjadi pemecahan darah oleh kuman usus yang mengakibatkan kenaikan
BUN, sedangkan kreatinin serum tetap normal atau sedikit meningkat.
d. Elektrolit (Na, K, Cl) dimana perubahan elektrolit bisa terjadi karena
perdarahan.
e. Angiografi mungkin berguna bila perdarahan persisten.
Untuk memastikan sumber perdarahan, mutlak diperlukan pemeriksaan
endoskopi, yang bahkan tidak jarang harus dikerjakan secara dini maupun
darurat (early endoscopy) atau (emergency endoscopy). Untuk pemeriksaan
endoskopi dini atau darurat dini, biasanya hanya dikerjakan bila kemudian
direncanakan akan diikuti dengan pengobatan lain yang lebih defenitif sifatnya
seperti tindakan pembedahan atau skleroterapi endoskopik.

F. Penatalaksanan
1. Penatalaksanaan kolaboratif
Penatalaksanaan klien dengan perdarahan saluran makanan bagian atas
adalah usaha kolaboratif. Intervensi awal mencakup 4 langkah antara lain:
a. Kaji keparahan perdarahan
b. Gantikan cairan dan produk darah dalam jumlah yang mencukupi untuk
mengatasi syok
c. Tegakkan diagnosa penyebab perdarahan
d. Rencanakan dan laksanakan perawatan defenitif
2. Resusitasi cairan dan produk darah
Klien dengan perdarahan membutuhkan akses intravena segera dengan
intrakateter atau kanula berdiameter besar. Untuk mencegah perkembangan syok
hipovolemik, mulai lakukan penggantian cairan dengan larutan intravena seperti
ringer laktat. Tanda-tanda vital dikaji secara terus-menerus pada saat cairan
diganti. Obat-obatan vasoaktif digunakan untuk mempertahankan tekanan darah
dan perfusi pada organ-organ tubuh yang vital
3. Mendiagnosa penyebab perdarahan
Endoskopi fleksibel adalah pilihan prosedur untuk menentukan penyebab
perdarahan. Dapat dipasang selang nasogastrik untuk mengkaji tingkat
perdarahan.
4. Perawatan defenitif
Terapi endoskopi
Skleroterapi adalah pilihan tindakan jika letak perdarahan dapat ditemukan
dengan menggunakan endoskopi. Letak perdarahan hampir selalu
disklerosiskan menggunakan agen pensklerosis seperti natrium
morrhuate atau natrium tetradesil sulfat. Agen ini melukai endotel
menyebabkan nekrosis dan akhirnya mengakibatkan sklerosis pada
pembuluh darah yang berdarah. Metoda endoskopi tamponade termal
mencakup fotokoagulasi laser dan elektrokoagulasi.
ASUHAN KEPERAWATAN

A Pengkajian
Pengumpulan data
a. Identitas
Meliputi nama, umur, alamat, suku, bangsa, status perkawinan, agama,
pendidikan, dll.
b. Keluhan utama/yang paling sering : muntah darah
c. Riwayat kesehatan sekarang
a Apa penyebab : rusaknya kemampuan mukosa lambung untuk mensekresi
mukus
b Hal yg memperbaiki keadaan : berobat ke RSU
c Bagaimana dirasakan : sakit pada perut (terutama area epigastrium)
d Bagaimana terlihat : klien muntah bercampur darah, frekwensi sering, warna
kehitam- hitaman
e Dimana lokasinya : saluran pencernaan bagian atas
f Apakah menyebar : tidak menyebar
Apakah mengganggu aktifitas ?
Kapan mulai timbul?
Bagaimana terjadinya :
d. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi sakit yang pernah dialami, Tindakan yang dilakukan, Pernah dirawat
atau tidak?
e. Riwayat kesehatan keluarga
Melipuri kesehatan/ penyakit tang pernah diderita oleh keluarga, misalnya DM,
hipertensi, dll.
f. Riwayat/keadaan psikososial
Perlu dikaji konsep diri apakah ada gangguan dan bagaimana persepsi klien akan
penyakitnya terhadap konsep dirinya
g. Aktivitas
Nutrisi : Perlu dikaji keadaan makan dan minum pasien meliputi : porsi yang
dihabiskan susunan menu, keluhan mual dan muntah, sebelum atau pada
waktu MRS, dan yang trpenting adalah perubahan pola makan setelah sakit
Istirahat tidur : dikaji kebiasaan tidur siang dan malam, berapa jam sehari dan
apakan ada kesulitan waktu tidur dan bagaimana perubahannya setelah sakit
klien.
Aktifitas : Aktifitas dirumah atau dirumah sakit apakah ada kesenjangan yang
berarti misalnya pembatasan aktifitas, pada klien ini biasanya terjadi
perubahan aktifitas karena sesak nafas saat aktifitas
Eliminasi : Mengkaji kebiasaan eliminasi alvi dan urin meliputi jumlah,
warna, apakah ada gangguan.
Personal Hygiene : mengkaji kebersihan personal Hygienemeliputi mandi,
kebersihan badan, gigi dan mulut, rambut, kuku dan pakaian dan kemampuan
serta kemandirian dalam melakukan kebersihan diri

B Analisa Data
Data yang dikumpulkan dikelompokkan meliputi : data subyektif dan data
obyektif kemudian dari data yang teridentifikasi masalah dan kemungkinan
penyebab dapat ditentukan yang menjadi acuan untuk menentukan diagnosa
keperawatan.

C Diagnosa keperawatan yang sering muncul


1 Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan Anoreksia akibat kerusakan mukosa saluran pencernaan
2 Gangguan pola tidur berhubungan dengan Lingkungan yang kurang nyaman
3 Gangguan aktiftas sehari-hari berhubungan dengan Keadaan fisik lemah
(kelemahan fisik secara umum)

D Intervensi
1. Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan Anoreksia akibat kerusakan mukosa saluran pencernaan
ditandai dengan Klien mengatakan tidak selera makan, Diet yang disajikan 2-3
sendok yang dimakan klien, diet M-II PP, klien terlihat lemah, lesu, tidak
bergairah.
Tujuan : kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi ditandai dengan selera makan
klien meningkat, perubahan diet dari M-II menjadi makanan biasa, BB
meningkat, makanan yangdisajikan habis dimakan dan klien terlihat segar serta
bersemangat.
Intervensi :
Beri penjelasan tentang pentingnya makanan bagi tubuh dan bagi
penyembuhan penyakit klien (menambah pengetahuan klien tentang
pentingnya makanan bagi kesehatan)
Berikan diet yang bervariasi, seperti nasi + lauk + sayur + buah dengan roti
dan susu (merangsang selera makan klien cari segi visualitas)
Sajikan diet dalam keadaan hangat (makanan yang hangat tidak membuat
klien mual)
Berikan makanan yang bervariasi sesuai dengan selera klien (makanan yang
bervariasi menambah keinginan klien untuk makan dari segi visualitas)
Berikan diet dalam porsi kecil namun sering (porsi kecil tapi sering tidak
membuat klien kekenyangan dan memberikan interval bagi klien untuk
istirahat dan menghemat energi)

2. Gangguan pola tidur berhubungan dengan Lingkungan yang kurang nyaman


ditandai dengan Klien mengatakan tidak bisa tidur dengan tenang, terutama pada
malam hari, Klien tampak pucat, gelisah, mata merah, tidur malam 4-5
jam,sering terjaga di malam hari
Tujuan : Pola tidur dapat dipertahankan dengan kriteria klien dapat tidur dengan
tenang pada malam hari, penampilan kliensegar pada pagi hari bangun tidur
Intervensi :
Kaji faktor penyebab gangguan tidur (mengidentifikasi secara dini
peningkatan ketidaknyamanan klien)
Ciptakan suasana kamar yang kondusif (suasana kondusif memungkinkan
klien untuk lebih tenang beristirahat)
Batasi pengunjungmasuk kamar klien hanya pada jam bertamu saja
(kepadatan ruang menimbulkan kesan terlalusempit dan ribut)
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat relaksan (membantu klien
mudah istirahat untuk menghemat energi cadangan)

3. Gangguan aktiftas sehari-hari berhubungan dengan Keadaan fisik lemah


(kelemahan fisik secara umum) ditandai dengan Klien mengeluh tidak mampu
melakukan aktifitas sehari-hari lagi karena tubuhnya terasa lemah, Aktifitas klien
sehari- hari dibantu oleh keluarga dan perawat, klien bedrest ditempat tidur, iv
kateter terpasang pada tangan kiri
Tujuan : Aktifitas sehari-hari klien dapat terpenuhi dengan kriteria klien
mampu melakukan secara mandiri aktifitas sehari-hari, seperti makan dan
minum ditempat tidur dilakukan oleh klien sendiri
Intervensi :
Kaji faktor yang membuat klien tidak dapat melakukan aktifitas sehari-hari
(mengidentifikasi tingkat kemampuan klien dalam beraktifitas)
Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari (tindakan penghematan
energi klien)
Support klien untuk latihan ROM aktif dan pasif ditempat tidur (menghindari
kekakuan otot dan atropi)
Anjurkan klien untuk merubah sendiri posisi tidur minimal setiap 2 jam sekali
(menghindari kerusakan integritas jaringan kulit)
Anjurkan klien untuk menyatakan kebutuhannya (memotivasi klien untuk
dapat meminimalkan pemakaian energy berlebihan)
Anjurkan klien untuk melakukan pergerakan dimulai secara perlahan-lahan,
hindari pergerakan tiba-tiba (pergerakan tiba-tiba dapat menyebabkan venous
return yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler pada saluran
pencernaan)

E Implementasi
Diagnosa 1 :
Menjelaskan kepada klien dan keluarga bahwa makanan penting bagi kesehatan
sebagai zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur
Menyajikan makanan/diet klien sesuai dengan indikasi diet yang dianjurkan
bagian gizi
Menyajikan makanan saat masih hangat
Menyajikan makanan ke hadapan klien dengan porsi kecil namun dengan
frekwensi sering

Diagnosa 2 :
Klien tidak dapat tidur dengan tenang di malam hari akibat suasana RS yang ribut
dan banyak keluarga klien lainnya yang lalu lalang
Menata ruang klien dengan bersih, menggantikan linen dan sarung bantal klien
setiap pagi dan atau bila kotor, mengajurkan kepada keluarga untuk tidak
mengganggu klien saat jam istirahat dan membiarkan klien beristirahat dengan
tenang
Membatasi pengujung hanya boleh bertamu pada jam bertamu yang ditetapkan
oleh RS
Tim medis menginstruksikan untuk menangguhkan pemberian obat relaksan, tapi
lakukan tindakan imajinatif

Diagnosa 3 :
Klien tidak dapat beraktifitas karena merasa lemah dan tidak bertenaga
Dalam memenuhi kebutuhan tertentu seperti mandi, BAK, dll dibantu oleh
perawat dan keluarga
Membantu klien melakukan pergerakan aktif dan pasif ditempat tidur
Klien merubah posisi sendiri dari posisi terlentang ke posisi sim/miring kekiri
atau kekanan, dan posisi semi fowler dan fowler dengan dibantu oleh perawat
dan keluarga
Menganjurkan klien untuk menyatakan kebutuhannya
Menganjurkan klien untuk melakukan pergerakan mulai dari yang perlahan-
lahan dan menghentak/tiba-tiba menghindari gerakan
F Evaluasi
Diagnosa 1 :
S : Klien mengatakan masih belum berselera untuk makan
O : Diet yang disajikan hanya porsi yang dimakan klien, diet M-II PP,
klien terlihat masih lemah, lesu, tidak bergairah
A : kebutuhan nutrisi klien masih belum terpenuhi
P : pertahankan rencana tindakan dan waspadai peningkatan penurunan
selera makan klien yang drastis, segera laporkan

Diagosa 2 :
S : Klien mengatakan sudah bisa tidur dengan tenang, dan pada malam
hari agar bisa tidur klien nonton tv dan membaca majalah
O : Klien tampak masih pucat, gelisah berkurang, mata merah, tidur malam
6-7 jam, terjaga dimalam hari berkurang
A : pola tidur klien berangsur-angsur membaik
P : pertahankan tindakan dan waspadai peningkatan ketidaefektifan
pemenuhan kebutuhan klien

Diagnosa 3 :
S : Klien mengatakan belum bisa melakukan aktifitas sendiri, klien harus
dibantu orang lain
O : Klien tampak masih pucat, gelisah berkurang, mata merah, tidur
malam 6-7 jam, terjaga dimalam hari berkurang
A : kebutuhan sehari-hari klien masih belum terpenuhi
P : pertahankan tindakan dan waspadai peningkatan ketidaefektifan
pemenuhan kebutuhan klien
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, ME at.all., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi III, Cetakan I,
EGC, Jakarta.

Long, Barbara S, 1996, Perawatan Medikal Bedah : Suatu


Pendekatan Proses Keperawatan, Jilid II, IAPK-Pajajaran, Bandung.

Mansjoer, A at.all., 2001, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Cetakan IV,
Media Aeskulapius FK-UI, Jakarta.

Soeparman, 1995, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi III, Balai Penerbit FK-UI, Jakarta.

Tucker, SM at.all., 1998, Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosa dan
Evaluasi, , Edisi V, Cetakan I, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai