Anda di halaman 1dari 8

CONGESTIVE HEPATOPATHY

PENDAHULUAN
Kerusakan hati diakibatkan oleh penyakit jantung merupakan hal yang biasa
terjadi, tetapi jarang terdiagnosa. Sejak tahun 1951 telah dilaporkan sindroma yang
sekarang dikenal sebagai cardiac hepatopathy atau congestive hepatopathy dengan
berbagai riwayat penyakit, hasil tes diagnostik, dan hasil histologi. Tetapi sedikit
penelitian yang dilaporkan (Myers, 2003). Congestive hepatopathy mungkin
terlewatkan pada penderita dengan gagal jantung dan mild hepatic congestion dengan
gejala yang samar-samar. Oleh karena itu, dokter harus mempertimbangkan congestive
hepatopathy pada gagal jantung kanan dengan hepatomegali dengan atau tanpa ikterus
(Bayraktar, 2007).
Congestive hepatopathy merupakan kelainan hati yang sering dijumpai pada
penderita gagal jantung. Kelainan ini ditandai dengan adanya gejala klinis gagal jantung
(terutama gagal jantung kanan), tes fungsi hati yang abnormal dan tidak ditemukan
penyebab lain dari disfungsi hati (Allen, 2008; Lau, 2002). Congestive hepatopathy juga
dikenal dengan istilah cardiac hepatopathy, nutmeg liver, atau chronic passive hepatic
congestion. Bila kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan timbulnya jaringan
fibrosis pada hati, yang sering disebut dengan cardiac cirrhosis atau cardiac fibrosis.
Meskipun cardiac cirrhosis menggunakan istilah sirosis, jarang memenuhi
kriteria patologis sirosis. Congestive hepatopathy ini sangat sulit dibedakan dari sirosis
hati primer karena klinisnya relatif tidak spesifik. Tetapi tidak sama seperti sirosis yang
disebabkan oleh hepatitis virus atau penggunaan alkohol, pengobatan ditujukan pada
pengelolaan gagal jantung sebagai penyakit dasar (Bayraktar, 2007; Myers, 2003;
Giallourakis, 2002; Wanless, 1995).
Patogenesis congestive hepatopathy umumnya dianggap sebagai reaksi stroma
hati terhadap hipoksia, tekanan atau nekrosis hepatoselular. Tetapi hal ini tidak 
menjelaskan hubungan
hubungan antara gejala dan tingkat keparahan fibrosis, dimana pada pasien
 jantung dekompensasi pada derajat yang sama, fibrosis tidak selalu terjadi. Patogenesis
congestive hepatopathy penting, karena definisi congestive hepatopathy masih menjadi
perdebatan (Wanless, 1995).
Prevalensi congestive hepatopathy
hepatopathy tidak jelas. Tidak ada data perbandingan laki-
laki dan wanita untuk congestive hepatopathy, namun karena gagal jantung kongestif 
lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita, kemungkinan yang sama untuk 
congestive hepatopathy (Mathew, 2004; Burns, 1997).

PATOFISIOLOGI
Congestive hepatopathy disebabkan oleh dekompensasi ventrikel kanan jantung
atau gagal jantung biventrikular. Dimana terjadi peningkatan tekanan atrium kanan ke
hati melalui vena kava inferior dan vena hepatik. Ini merupakan komplikasi umum dari
gagal jantung kongestif, dimana akibat anatomi yang berdekatan terjadi peningkatan
tekanan vena sentral secara langsung dari atrium kanan ke vena hepatik (Nowak, 2004;
Gore, 1994).
Penyebab paling umum dari gagal jantung kongestif pada usia lanjut
berdasarkan data dari RS.Dr.Kariadi pada tahun 2006 adalah penyakit jantung iskemik 
65,63%, penyakit jantung hipertensi 15,63%, kardiomiopati 9,38%, penyakit katub
 jantung, rheumatic heart disease, penyakit jantung pulmonal masing-masing 3,13%.
Penyebab paling umum dari gagal jantung kongestif pada usia lebih muda adalah
penyakit jantung iskemik 55%, penyakit katub jantung 15%, kardiomiopati 12,5%,
rheumatic heart disease 7,5%, penyakit jantung bawaan 5%, penyakit jantung hipertensi
dan penyakit jantung pulmonal keduanya 2,5%. Tidak ada perbedaan etiologi gagal
 jantung kongestif antara pasien muda dan tua, dimana penyebab terbanyak adalah
penyakit jantung iskemik (Ardini,2007).
Pada tingkat selular, kongesti vena menghambat efisiensi aliran darah sinusoid
ke venula terminal hati. Stasis darah dalam parenkim hepar terjadi karena usaha hepar
mengatasi perubahan saluran darah vena. Sebagai usaha mengakomodasi aliran balik 
darah (backflow), sinusoid hati membesar, mengakibatkan hepar menjadi besar. Stasis
sinusoid menyebabkan akumulasi deoksigenasi darah, atrofi parenkim hati, nekrosis,
deposisi kolagen dan fibrosis.
Hepatosit mempunyai
mempunyai sifat sangat sensitif terhadap trauma iskemik, meski dalam
 jangka waktu yang pendek. Hepatosit dapat rusak oleh berbagai kondisi, seperti arterial
hypoxia, acute left sided heart failure, central venous hypertension (Nowak, 2004; Gore,
1994). Stasis kemudian menyebabkan timbulnya trombosis. Trombosis sinusoid
memperburuk stasis, dimana trombosis menambah aktivasi fibroblast dan deposisi
kolagen. Dalam kondisi yang parah menyebabkan nekrosis berlanjut menyebabkan
hilangnya parenkim
parenkim hati, dan dapat menyebabkan
menyebabkan trombosis pada
pada vena hepatik.
hepatik. Proses
ini sering diperparah oleh trombosis lokal vena porta (Wanless, 1995).
Pembengkakan sinusoidal dan perdarahan akibat nekrosis nampak jelas di area
perivenular dari liver acinus. Fibrosis berkembang di daerah perivenular, akhirnya
menyebabkan timbulnya jembatan fibrosis antara vena sentral yang berdekatan. Hal ini
menyebabkan
menyebabkan proses cardiac fibrosis, oleh karena itu tidak tepat disebut sebagai cardiac
cirrhosis karena berbeda dengan sirosis hati dimana jembatan fibrosis cenderung untuk 
berdekatan dengan
dengan daerah portal. Regenerasi
Regenerasi hepatosit periportal
periportal pada kondisi ini dapat
mengakibatkan regenerasi hiperplasia nodular. Nodul cenderung kurang bulat dan
sering menunjukkan koneksi antar nodul (Bayraktar,
( Bayraktar, 2007; Wanless, 1995).
Cardiac cirrhosis telah didefinisikan dalam berbagai cara dan telah ditetapkan
sebagai klinis dari hipertensi portal atau akibat penyakit jantung kongestif. Pada
kongestif kronis, hipoksia berkelanjutan menghambat regenerasi hepatoselular dan
membentuk jaringan fibrosis, yang akan mengarah ke cardiac cirrhosis. Definisi
morfologi fibrosis telah seragam, tetapi beberapa penulis tidak menganggap cardiac
cirrhosis sebagai sirosis sebenarnya karena sebagian besar cardiac cirrhosis bersifat
fokal dan gangguan arsitektur serta fibrosis secara menyeluruh tidak separah sirosis tipe
yang lain.

Istilah congestive hepatopathy dan chronic passive hepatic congestion lebih


akurat, tetapi istilah cardiac cirrhosis telah menjadi konvensi. Oleh karena itu istilah
cardiac cirrhosis banyak digunakan untuk congestive hepatopathy dengan atau tanpa
fibrosis hati (Faya, 2008; Bayraktar, 2007; Myers,
M yers, 2003; Wanless, 1995; Gore, 1994).
Distorsi struktur hati nampak pada saat parenkim hati rusak dan parenkim yang
berbatasan memperluas menuju daerah parenkim yang rusak. Sirosis dapat didefinisikan
sebagai distorsi struktur hati disertai fibrosis pada daerah parenkim hati yang musnah.
Pada saat perubahan menunjukkan kehadiran nodul pada sebagian besar organ, secara
umum dianggap sirosis. Hanya saja deskripsi kualitatif tidak dapat mendeskripsikan
semua tahapan pada pada penyakit, oleh karena itu diperlukan nomenklatur menyangkut
aspek kuantitatif fibrosis hati dan sirosis, seperti pada TABEL 1. Tabel ini merupakan
klasifikasi sirosis apapun penyebabnya
penyebabnya (Wanless, 1995).
TABEL 1. Definisi Sirosis (Wanless, 1995)

DIAGNOSIS
A. MANIFESTASI KLINIS
 Tanda dan gejala
Gangguan fungsi hati pada congestive hepatopathy biasanya ringan dan tanpa
gejala. Sering terdeteksi secara kebetulan pada pengujian biokimia rutin. Tanda dan
gejala dapat muncul berupa ikterus ringan. Pada gagal jantung berat, ikterus dapat
muncul lebih berat dan menunjukkan kolestasis. Timbul ketidaknyamanan pada kuadran
kanan atas abdomen akibat peregangan kapsul hati. Kadang-kadang gambaran klinis
dapat menyerupai hepatitis virus akut, dimana timbul ikterus disertai peningkatan
aminotransferase.
Beberapa kasus gagal hati fulminan yang mengakibatkan kematian telah
dilaporkan akibat gagal jantung kongestif. Namun sebagian besar disebabkan pasien
memiliki hepatic congestion dan iskemia. Gejala seperti dispnea exertional, ortopnea
dan angina serta temuan fisik seperti peningkatan vena jugularis, murmur jantung dapat
membantu membedakan congestive
congestive hepatopathy dengan penyakit hati primer.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan hepatomegali lunak, kadang masif, batas tepi
hati tegas, dan halus. Splenomegali jarang terjadi. Asites dan edema dapat tampak,
tetapi tidak disebabkan oleh kerusakan hati, melainkan akibat gagal jantung kanan
(Bayraktar, 2007; Myers, 2003).
B.LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium pada congestive hepatopathy menunjukkan
peningkatan Liver Function Test (LFT) yang berkarakter cholestatic profile yakni
Alkaline Phosphatase (ALP), Gamma Glutamyl Transpeptidase (GGT) dan bilirubin,
serta hipoalbumin, bukan hepatitic profile, Alanine transaminase (ALT) dan Aspartate
transaminase (AST). ALP dan GGT meningkat akibat meningkatnya sistesis protein
enzim, yang biasanya disertai peningkatan bilirubin (kecuali terjadi obstruksi bilier atau
intrahepatal). Karena ALP diproduksi oleh hepatosit dan GGT oleh sel epitel bilier.
Bilirubin yang meningkat adalah bilirubin total, sebagian besar yang tidak terkonjugasi.
Hiperbilirubinemia terjadi sekitar 70% pasien dengan congestive hepatopathy.
Hiperbilirubinemia yang berat mungkin dapat terjadi pada pasien dengan gagal jantung
kanan yang berat dan akut (Allen, 2009; Bayraktar, 2007; Pincus, 2006; Giannini, 2005;
Lau, 2002).
Meskipun terjadi deep jaundice, serum alkaline phospatase level pada umumnya
hanya meningkat sedikit sehingga dapat membedakan congestive hepatopathy dengan
ikterus obstruksi. Serum aminotransferase level menunjukkan peningkatan ringan,
kecuali terjadi hepatitis iskemia, dimana dapat terjadi peningkatan serum
aminotransferase (AST dan ALT) yang tajam. Prothrombin time dapat sedikit
terganggu, albumin dapat turun dan serum ammonia level dapat meningkat. Serologi
hepatitis virus perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya virus tersebut
(Allen, 2009; Bayraktar, 2007; Pincus, 2006; Giannini, 2005; Lau, 2002).
Diagnosa paracentesis cairan asites pada congestive hepatopathy menunjukkan
tingginya protein dan gradien serum albumin >1,1g/dL. Hal ini menunjukkan
konstribusi dari hepatic lymph dan hipertensi portal. Perbaikan LFT setelah pengobatan
penyakit jantung mendukung diagnosa congestive hepatopathy (Bayraktar, 2007).
C. PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan radiologi yang menunjang pemeriksaan congestive hepatopathy:
- Abdominal Doppler ultrasonography : dipertimbangkan bila klinis terdapat asites,
nyeri perut kuadran kanan atas, ikterus dan/atau serum LFT abnormal yang refrakter
terhadap pengobatan gagal jantung yang mendasari. Pemeriksaan ini dilakukan untuk 
mencari diagnosa alternatif seperti sindroma Budd-Chiari (Martinez, 2011,
Bayraktar, 2007).
- CT scan dan MRI : Pemeriksaan ini dapat menunjukkan cardiac cirrhosis, termasuk 
hepatomegali, hepatic congestion, pembesaran vena cava inferior dan splenomegali
(Martinez, 2011).
Pemeriksaan radiologi untuk menunjang pemeriksaan penyakit dasar congestive
hepatopathy:
- X foto dada : dapat menunjukkan kardiomegali, hipertensi vena pulmonal, perubahan
perubahan
pada ruang jantung dan miokard tergantung pada penyebab gagal jantung. Paru-paru
menunjukkan chronic passive congestion, tampak edema interstitial atau paru-paru,
atau efusi pleura (Martinez, 2011; Brashers, 2009; Bayraktar, 2007).
- Transthoracic Echocardiogram dengan Doppler : mendiagnosa penyakit dasar
penyebab cardiac cirrhosis. Tampak adanya peningkatan arteri pulmonalis, dilatasi
sisi kanan jantung, Tricuspid Regurgitasi (TR), diastolic ventricular filling yang
abnormal (Martinez, 2011; Brashers, 2009).
- Radionuclide imaging dengan thallium atau technetium merupakan pemeriksaan
noninvasif yang berarti. Tujuannya untuk mengidentifikasi reversible cardiac
ischemia pada pasien cardiac cirrhosis pada gagal jantung kompensasi atau
dekompensasi. Technetium-labeled agents dan positron-emission tomography (PET)
mengidentifikasi
mengidentifikasi dilated cardiomyopathy
cardiomyopathy dan menentukan fungsi miokard
mi okard (Martinez,
2011; Brashers, 2009).
- CT scan dan MRI mengidentifikasikan pembesaran ruang jantung, hipertrofi
ventrikel, diffuse cardiomyopathy, valvular disease dan kelainan struktural yang lain.
Keduanya dapat mengukur ejection fraction dan effectively rule out cardiac cirrhosis
(Martinez, 2011).
D.PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGI
Biopsi hati dapat membantu menegakkan diagnosa. Patologi pada kelainan ini
dikenal dengan istilah nutmeg liver. Istilah ini dikarenakan penampilan hati pada
congestive hepatopathy merupakan perpaduan 2 area, yakni area kontras berwarna
merah yang diakibatkan sinusoidal congestion dan perdarahan pada area nekrosis di
sekeliling vena hepatika
hepatika yang membesar, serta area berwarna kekuningan
kekuningan yang
merupakan area hati normal atau fatty liver tissue (Guido, 2011; Allen, 2009;
Lasitschka, 2009; Bayraktar, 2007).
- Congestive hepatopathy : terjadi penyatuan darah merah di dekat vena sentral dari
beberapa vena sentral dari beberapa lobulus. Dalam proses ini fibrosis terjadi dari
dalam ke luar lobulus.
- Sirosis alkoholik : Alkohol yang berasal dari usus, awal bersentuhan dengan
hepatosit di portal triad, oleh karena itu yang pertama terpengaruh toksisitas alkohol
adalah hepatosit. Fibrosis akan terbentuk dari bagian luar ke dalam lobus, lobulus
sendiri terhindar dari kerusakan.
- Sirosis hati karena virus : virus hepatitis, utamanya hepatitis B menyebabkan
nekrosis luas hati, kerusakan meliputi lobulus dan interstitium sehingga jaringan sulit
dikenali.
GAMBAR 3A. Congestive Hepatopathy
GAMBAR 3B. Sirosis Alkoholik 
GAMBAR 3C. Sirosis karena virus

DIAGNOSA BANDING
- Veno-occlusive disease : obstruksi pada sinusoid hati dan venul terminal. Kelainan
ini disebabkan oleh kerusakan endotel sinusoid karena Hematopoietic Stem Cell
Transplantation, kemoterapi, radioterapi abdominal dan pyrrolizidine alkaloids
(Bayraktar, 2007).
- Sindroma Budd-Chiari : obstruksi dari vena hepatik ke ujung superior vena cava
inferior. Kelainan ini disebabkan trombosis vena hepatik, pembuntuan vena cava
inferior, kompresi vena cava inferior oleh tumor, kista, abses (Bayraktar, 2007).
TATALAKSANA
Pengobatan penyakit dasar sangat penting untuk manajemen congestive
hepatopathy. Ikterus dan asites biasanya respon dengan baik terhadap diuresis. Jika
gagal jantung diobati dengan sukses, awal perubahan histologi congestive hepatopathy
dapat diatasi dan bahkan cardiac fibrosis mungkin secara histologis dan klinis
mengalami regresi (Bayraktar, 2007; Figueroa,
Fi gueroa, 2006).

PROGNOSA
Penderita dengan congestive hepatopathy meninggal terbanyak diakibatkan oleh
penyakit jantung itu sendiri. Kelainan hati jarang memberi konstribusi pada morbiditas
dan mortalitas pasien congestive hepatopathy. Tidak seperti pasien sirosis hati, pasien
dengan cardiac cirrhosis jarang menyebabkan komplikasi serius seperti perdarahan
varises esofagus.
Congestive hepatopathy yang mengakibatkan hepatocellular carcinoma jarang
dilaporkan. Namun, insiden hepatocellular carcinoma dan gagal hati karena congestive
hepatopathy kemungkinan meningkat diakibatkan peningkatan survival pasien ini
dengan kemajuan dalam pengobatan gagal jantung (Bayraktar, 2007).

RINGKASAN
Congestive hepatopathy merupakan kelainan hati yang sulit dibedakan dari
sirosis hati primer karena klinisnya relatif tidak spesifik. Definisinya masih
diperdebatkan. Ditandai dengan trias adanya gejala klinis gagal jantung (terutama gagal
 jantung kanan), tes fungsi hati yang abnormal dan tidak ditemukan penyebab lain dari
disfungsi hati. Fibrosis pada congestive hepatopathy tidak tepat disebut cardiac
cirrhosis, tetapi istilah cardiac cirrhosis banyak digunakan untuk congestive hepatopathy
dengan atau tanpa fibrosis hati Diagnosis ditegakkan dari manifestasi klinis didukung
dengan laboratorium penunjang dan pemeriksaan tambahan. Terapi terpenting adalah
mengobati penyakit dasarnya. Prognosa congestive hepatopathy jarang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas.

Anda mungkin juga menyukai