Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H Agama : Islam
Umur : 38 tahun Suku : Kaili
Pendidikan : SMP Tgl Pemeriksaan: 07-04-2019
Pekerjaan : IRT Ruangan : Kasuari Atas
Alamat : Jln Basuki Rahmat

ANAMNESIS
Menarche : 14 tahun
Lama haid : 4 hari
Jumlah darah haid : 3 kali ganti pembalut

Keluhan Utama : Keluar darah dari jalan lahir


Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang ke IGD KB RSU Anutapura dengan
keluhkan keluar dari jalan lahir sejak sejak jam 5 sore, disertai nyeri perut bagian
bawah, tiga bulan yang lalu pasien pernah mengalami keluhan serupa. Darah yang
keluar awalnya sedikit kemudian semakin hari semakin banyak. 1 hari yang lalu
pasien periksa ke poli OBGYN RSU Anutapura palu dan di diagnosis hyperplasia
endometrium kompleks atipik. Demam (-), pusing (+), sakit kepala (-), mual (-),
muntah (-), nyeri saat koitus disangkal. BAK dan BAB lancar.

Riwayat Penyakit Dahulu : DM (+). Hipertensi (-), Penyakit jantung (-)


Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang memiliki keluhan seperti
ini
Riwayat Pernikahan : Menikah 1 kali
Riwayat KB : KB suntik 3 bulan

1
STATUS GENERALISATA
KU : Sedang Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Kesadaran : Kompos mentis Nadi : 68 kali/menit
BB : 55 kg Pernapasan : 20 kali/menit
TB : 150 cm Suhu : 36,7ºC

 Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).

 Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni regular

 Abdomen :
I : Tampak datar

A : Peristaltik usus (+)

P : Tympani

P : Nyeri tekan region umbilicus dan suprapubik, hepatomegaly (-),


splenomegaly (-)

 Ekstremitas :
Ekstremitas atas = akral hangat, edema (-), CRT > 2 detik
Ekstremitas bawah = akral hangat, edema (-), CRT > 2 detik

2
STATUS GINEKOLOGI

 Menarche : 14 tahun
 Lama haid : 5-7 hari
 Siklus : 28 hari

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Lengkap tanggal 07-04-2014 (saat di IGD KB)


Parameter Nilai Normal Hasil
WBC 4.8-10,8 x 103/ µL 9
RBC 4.7-6.1 x 106/ µL 4,2
Hb 14-18 g/dL 12,8
HCT 35-55% 35,9
PLT 150-400 x 103/µL 216
CT 4-10 menit 7 menit
BT 1-5 menit 3 menit

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


HbsAg Negatif Non Reaktif
Glukosa sewaktu 97 60-199 mg/dl
Ureum 13 12,8
Creatinin 0,71 35,9
SGOT 27 10-50 mg/dl
SGPT 26 0,50-0,90 mg/dl

RESUME
Pasien datang ke IGD KB RSU Anutapura dengan keluhkan keluar dari
jalan lahir sejak sejak jam 5 sore, disertai nyeri perut bagian bawah, tiga bulan
yang lalu pasien pernah mengalami keluhan serupa. Darah yang keluar awalnya
sedikit kemudian semakin hari semakin banyak. 1 hari yang lalu pasien periksa ke
poli OBGYN RSU Anutapura palu dan di diagnosis hyperplasia endometrium

3
kompleks atipik. Demam (-), pusing (+), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-),
nyeri saat koitus disangkal. BAK dan BAB lancar.
Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 68 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu
36,7ºC. Konjungtiva anemis (-/-). Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.

DIAGNOSIS
Hiperplasia endometrium kompleks atipik

PENATALAKSANAAN
 IVFD RL 20 tpm
 Inj. Ketorolac 1amp/8jm/Iv
 Inj. As. Tranexamat 500mg/8jam/iv
 Norelut 2x1
 Siapkan darah 2 bag Whole blood
 Rencana Marsupialisasi

4
FOLLOW UP

Hari ke-1, 08 April 2019


S. Keluar darah dari jalan lahir (+), nyeri perut (+), sakit kepala (+), pusing (-
), mual (-), muntah (-), sesak (–), BAB (+), BAK (+)
O. Keadaan umum : Baik
Konjungtiva anemis -/-
TD : 120/80 MmHg S : 36.7 ºC
P : 20x/ menit N : 88 x/menit
A. Hiperplasia endometrium kompleks atipik
P. IVFD RL 24 tpm
Inj. As. Tranexamat 500mg/8jm/Iv
Paracetamol 4x500mg
Norulet 2x1

Hari ke-2, 9 April 2019


S. Keluar darah dari jalan lahir (-), nyeri perut (-), sakit kepala (+), pusing (-),
mual (-), muntah (-), lemas (+), BAB (+), BAK (+)
O. Keadaan umum : Baik
Konjungtiva anemis -/-
TD : 120/70 MmHg S : 36.5 ºC
P : 20x/ menit N : 80 x/menit
A. Hiperplasia endometrium kompleks atipik
P. IVFD RL 24 tpm
Inj. As. Tranexamat 500mg/8jm/Iv
Norulet 2x1
Rencana Operasi besok
Siapkan WB 2 bag

5
Hari ke-3, 10 April 2019
S. Keluar darah dari jalan lahir (-), nyeri perut (-), sakit kepala (-), pusing (-),
mual (-), muntah (-), lemas (-), BAB (+), BAK (+)
O. Keadaan umum : Baik
Konjungtiva anemis -/-
TD : 120/80 MmHg S : 36.6 ºC
P : 20x/ menit N : 88 x/menit
A. Hiperplasia endometrium kompleks atipik
P. IVFD RL 24 tpm
Rencana Histerektomi total hari ini.
HT dilakukan pukul 12.20 WITA

Laporan operasi
1. Baringkan pasien dalam posisi supine dibawah pengaruh anstesi spinal
2. Desinfeksi lapangan operasi dan drapping prosedur dengan kasa steril dan
betadine, pasang dook steril
3. Insisi abdomen dengan metode midline lapis demi lapis menembus
peritoneum
4. Eksplorasi uterus tampak uterus membesar dan berbenjol-benjol ukuran
7x5cm
5. Lig. Rotundum diklem, digunting dan dibuat ligasei
6. Identifikasi plika vesicouterina, plika digunting kecil diperluas secara tumpul
7. Identifikasi a.uterina, di klem, digunting, dijahit ligase, control perdarahan
8. Identifikasi puncak vagina, diklem, dimasukkan kasa poridone pada vagina
9. Vagina dijahit dua lapis, control perdarahan
10. Cavum abdomen dibersihkan dari sisa bekuan darah, control perdarahan
11. Jahit abdomen lapis demi lapisan sampai kulit, control perdarahan
12. Tutup luka operasi dengan kassa dan betadine, operasi selesai

6
Instruksi post Histerektomi
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/IV
- Inj. Ketorolac 1 ampul/8 jam/ IV
- Inj. Ranitidin 1 ampul/8jam/IV
- Inj. Ondansentron 4mg/8jam/iv
- Inj. As. Tranexamat 500mg/8jam/iv
- Metronidazole 500mg/8jam

Hari ke-4. 11 April 2019

S. Nyeri bekas jahitan (+), PPV (+) sedikit, pusing (-), mual (+), muntah (+)
3x, flatus (+), BAB (-), BAK (+)
O. Keadaan umum : Baik
Konjungtiva anemis -/-
TD : 100/70 MmHg S : 36.7 ºC
P : 18x/ menit N : 82 x/menit
A. Post Op. HT H1 a/i Hiperplasia endometrium kompleks atipik
P. IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/IV
Inj. Ketorolac 1 ampul/8 jam/ IV
Inj. Ranitidin 1 ampul/8jam/IV
Inj. Ondansentron 4mg/8jam/iv
Inj. As. Tranexamat 500mg/8jam/iv

7
Hari ke-5. 12 April 2019

S. Nyeri bekas jahitan (+), PPV (+) sedikit, pusing (-), mual (-), muntah (-)
3x, flatus (+), BAB (-), BAK (+)
O. Keadaan umum : Baik
Konjungtiva anemis -/-
TD : 110/70 MmHg S : 36.9 ºC
P : 18x/ menit N : 78 x/menit
A. Post Op. HT H2 a/i Hiperplasia endometrium kompleks atipik
P. Cefixime 2x200mg
Metronidazole 3x500mg
Meloxicam 2x7,5mg
Dulcolax supp 1

Hari ke-6. 13 April 2019

S. Nyeri bekas jahitan (+), PPV (+) sedikit, pusing (-), mual (-), muntah (-)
3x, flatus (+), BAB (+), BAK (+)
O. Keadaan umum : Baik
Konjungtiva anemis -/-
TD : 120/70 MmHg S : 36.5 ºC
P : 20x/ menit N : 82 x/menit
A. Post Op. HT H23 a/i Hiperplasia endometrium kompleks atipik
P. Cefixime 2x200mg
Metronidazole 3x500mg
Meloxicam 2x7,5mg
Dulcolax supp 1

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi

Gambar 1. Hiperplasia endometrium


Hiperplasia endometrium didefiniskan sebagai proliferasi dari kelenjar
endometrium dengan bentuk dan ukuran yang ireguler dengan peningkatan pada
rasio kalenjar/stroma. Hiperplasia endometrium lebih jauh diklasifikasikan
menjadi hiperplasia sederhana dan kompleks berdasarkan kompleksitas dan
kerumunan dari struktur kalenjar.

2.2 Epidemiologi
Dari 2.477.424 wanita yang diteliti di korea dari 2009 dan 2012,. Tingkat
kejadian hyperplasia endometrium dan Kanker endometrium masing-masing
adalah 37 per 100.000 wanita-tahun dan 8 per 100.000 wanita-tahun. Tingkat
kejadian hyperplasia endometrium dan Kanker endometrium memuncak ketika
masing-masing wanita berusia akhir empat puluhan dan lima puluhan.2
Hiperplasia endometrium biasanya terjadi pada wanita menopause atau
perimenopause, tetapi juga dapat terjadi pada wanita premenopause yang
mengalami oligomenore yang berkepanjangan dan / atau obesitas seperti yang
dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS)

9
2.3 Etiologi

Pemaparan estrogen yang terus menerus tanpa diikuti pemaparan


progesteron terhadap endometrium, dapat menyebabkan terjadinya hiperplasia
endometrium. Efek pemaparan estrogen tersebut pada sebagian kasus tergantung
dari waktu dan dosis pemaparan, tetapi tidak semua kasus berlaku demikian. Pada
kasus lainnya juga dipengaruhi oleh faktor individual dan hormon endogen
maupun eksogen

2.4 Faktor Resiko

E: Excess exogenous estrogen use without progesterone


N: Nulliparity
D: Diabetes mellitus
O: Obesity
M: Menstrual irregularity
E: Elevated blood pressure
T: Tamoxifen use
R: Rectal cancer (personal history of hereditary nonpolyposis colorectal cancer)
I: Infertility history
U: Unopposed estrogen
M: Menopause late (. age 55)

Pasien yang berisiko hiperplasia endometrium, seperti mereka yang berisiko


untuk karsinoma endometrium, berisiko karena paparan estrogen. Ini termasuk
wanita dengan obesitas, nulliparitas, menopause terlambat, dan penggunaan
estrogen eksogen tanpa progesteron. Anovulasi kronis, sindrom ovarium
polikistik, dan tumor penghasil estrogen seperti tumor sel granulosa juga
penyebab wanita pada peningkatan risiko hiperplasia endometrium. Karena
memiliki aktivitas agonis estrogenik yang lemah, penggunaan tamoxifen
meningkatkan risiko hiperplasia endometrium dengan merangsang lapisan
endometrium. Baik hipertensi dan diabetes mellitus merupakan faktor risiko
independen untuk hiperplasia endometrium. Wanita dengan sindrom Lynch II
(kanker kolorektal nonpolyposis herediter) memiliki lebih dari 10 kali lipat
peningkatan risiko seumur hidup hiperplasia endometrium dan kanker.3

10
2.5 Patogenesis

Hiperplasia endometrium secara klinis penting karena merupakan sumber


perdarahan uterus abnormal dan karena kaitannya dengan kanker endometrium.
Proliferasi endometrium adalah bagian normal dari siklus menstruasi yang terjadi
selama fase dominan estrogen (proliferatif) siklus estrogen. Proliferasi sederhana
adalah jumlah berlebihan dari endometrium normal secara histologis. Ketika
endometrium terpapar pada stimulasi estrogen endogen atau eksogen yang terus
menerus tanpa progesteron, proliferasi endometrium yang sederhana dapat
berkembang menjadi hiperplasia endometrium. Stimulasi estrogen tanpa
perlawanan ini mungkin dari sumber eksogen atau endogen. Sumber eksogen
yang paling umum adalah penggantian hormon estrogen tanpa progesteron. Pada
wanita gemuk, kelebihan jaringan adiposa menghasilkan peningkatan konversi
androgen perifer (androstenedion dan testosteron) menjadi estrogen (estrone dan
estradiol) oleh aromatase dalam adiposit. Stimulasi estrogen endogen berlebih ini
kemudian dapat merangsang pertumbuhan berlebih dari endometrium yang
mengakibatkan hiperplasia endometrium dan bahkan kanker. Hiperplasia
endometrium adalah proliferasi abnormal elemen kelenjar dan stroma
endometrium. Pada tahap awal, stimulasi menghasilkan perubahan pada
pengaturan kelenjar (Gbr. 14-7). Dalam bentuknya yang kemudian, lebih parah,
stimulasi menghasilkan perubahan atipikal dalam sel itu sendiri. Perubahan tidak
harus melibatkan seluruh endometrium, tetapi lebih mungkin mengembangkan
patch fokus di antara endometrium normal. Jika tidak diobati, hiperplasia
endometrium dapat berkembang menjadi karsinoma endometrium (Gambar 14-7)
dan juga dapat hidup berdampingan dengan karsinoma endometrium. Variasi
histologis hiperplasia endometrium dan laju perkembangannya menjadi kanker
diuraikan pada Tabel 14-6. Ketika hanya perubahan arsitektur (perubahan dalam
kompleksitas dan crowding komponen kelenjar endometrium) hadir, hiperplasia
dikenal sebagai sederhana atau kompleks. Ketika atypia sitologis (perubahan
dalam struktur seluler sel endometrium) hadir, maka hiperplasia dikatakan sebagai
hiperplasia kompleks atipikal sederhana atau atipikal. Perubahan sitologis ini

11
termasuk nukleus besar dengan polaritas yang hilang, peningkatan rasio nukle-to-
sitoplasma, nuklei yang menonjol, dan kromatin berumpun yang tidak beraturan.
Seperti dicatat dalam Tabel 14-6, hiperplasia atipik membawa risiko lebih tinggi
untuk menjadi kanker endometrium dan mungkin memiliki kanker endometrium
yang hidup berdampingan sesering 17% hingga 52% .3

2.6 Klasifikasi
Klasifikasi hiperplasia endometrium menurut World Health Organization
ditentukan berdasarkan dua faktor :
1. corak arsitektur kelenjar/stroma, bisa simple atau complex.
2. Ada atau tidaknya nuclear atypia
Berdasarkan kedua hal tersebut diatas WHO membuat klasifikasi Hiperplasia
Endometrium sebagai berikut :
 Simple hyperplasia : peningkatan jumlah kelenjar dengan arsitektur yang
regular.
 Complex hyperplasia : kelenjar iregular yang padat.
 Simple hyperplasia with atypia : hiperplasia simpel dengan adanya sitologi
atipik.
 Complex hyperplasia with atypia: hiperplasia kompleks dengan sitologi
atipik

Resiko hiperplasia endometrium berlanjut menjadi kanker endometrium tipe


endometrioid terutama berhubungan dengan ada tidaknya sitologi atipia dan
kepadatan corak arsitektur hiperplasia endometrium

Penelitian Kurman dkk. menemukan lesi hiperplasia pada endometrium


dengan berbagai tingkat kompleksitas keberadaan sel-sel atipik, jika tidak
mendapat terapi dapat berkembang menjadi adenokarsinoma endometrium. Untuk
simple hyperplasia dijumpai sekitar 1% berkembang menjadi kanker, untuk
complex hyperplasia sekitar 3%, untuk simple atypical hyperplasia sekitar 8%,
dan complex atypical hyperplasia sekitar 29% ( dikutip dari Chiang ).5

12
Penelitian Horn dkk.( 2004 )10 menunjukkan bahwa pada kasus-kasus
complex hyperplasia sebanyak 2% akan berkembang menjadi kanker
endometrium, sedangkan pada kasus-kasus atypical hyperplasia akan
berkembang menjadi kanker endometrium sebanyak 52%

Gambar 2. Simple hyperplasia. Kelenjar dan stroma keduanya aktif, distribusi kelenjar iregular,
dan beberapa diantaranya mengalami dilatasi kistik.Pembuluh darah stroma terdistribusi seragam.

Gambar 3. Complex hyperplasia. Kelenjar padat dengan arsitektur irregular

13
Gambar 4. Atypical complex hyperplasia. Kelenjar atipik dengan sel dispolar
mengandung sitoplasma eosinofilik dan membesar, nukleus yang bulat dengan nukleoli yang
menonjol

Gambar 5. Atypical simple hyperplasia. Epitel dengan kelenjar atipik ( kiri ) hiperplasia
dengan sedikit kelenjar atipik ( kanan )

Meskipun klasifikasi hiperplasia endometrium oleh WHO tahun 1994


tersebut diatas telah digunakan secara luas, namun klasifikasi tersebut gagal
dalam hal membedakan kasus-kasus berdasarkan gambaran histopatologi dan
resiko untuk terjadinya kanker secara optimal. Pembedaan kasus-kasus tersebut
penting untuk menentukan terapi yang tepat.12 Pada penelitian molekular
belakangan ini menyatakan bahwa istilah hiperplasia sesuai untuk beberapa lesi
namun tidak untuk semuanya. Sehingga digunakan istilah hiperplasia jinak untuk
kasus akibat pengaruh unopposed estrogen dan istilah endometrial intraepithelial
neoplasia ( EIN ) untuk kasus lesi pra kanker

14
Hiperplasia endometrium yang jinak tidak hanya memiliki satu gambaran
histopatologi, namun menunjukkan gambaran yang dapat berubah – ubah dalam
bentuk kombinasi dan keparahannya yang mencerminkan durasi dan kuantitas
pemaparan terhadap unopposed estrogen. Gambaran histologinya memiliki
karakteristik berupa remodelling kelenjar yang iregular, dapat dijumpai trombi
vaskular, peluruhan stroma ( stromal breakdown ) dan perubahan sitologi yang
menyebar acak.

Endometrial Intraepithelial Neoplasia ( EIN ) merupakan gambaran


histopatologi dimana terjadi proliferasi klonal secara arsitektur dan sitologi yang
mengubah kelenjar endometrium premalignan menjadi lebih mudah mengalami
transformasi menjadi adenokarsinoma endometrium tipe I ( endometrioid ). Lesi
EIN dapat berubah menjadi neoplasma secara genetik yang muncul secara fokal.
Kriteria diagnostik EIN ditegakkan berdasarkan hubungan histopatologi dengan
gambaran klinis, perubahan molekular dan pemeriksaan histomorfometri. Lesi ini
memiliki angka kecendrungan menjadi kanker sebesar 26%.

2.7 Manifestasi Klinis

Anamnesis
Pasien dengan hiperplasia endometrium biasanya mengalami oligomenore
atau amenore yang lama diikuti oleh perdarahan uterus yang tidak teratur atau
berlebihan. Perdarahan uterus pada wanita pascamenopause harus meningkatkan
kecurigaan hiperplasia endometrium atau karsinoma. sampai terbukti sebaliknya.

Pemeriksaan fisik
Kadang-kadang, rahim akan membesar dari hiperplasia endometrium. Ini
disebabkan oleh peningkatan massa endometrium dan pertumbuhan miometrium
sebagai respons terhadap stimulasi estrogen terus menerus. Lebih umum,
pemeriksaan panggul biasa-biasa saja. Pasien mungkin juga memiliki stigmata
yang terkait dengan anovulasi kronis seperti obesitas perut, acanthosis, jerawat,
atau hirsutisme.

15
2.1 Diagnosis
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang paling sering
dikeluhkan oleh wanita dengan hiperplasia endometrium. Wanita dengan
perdarahan postmenopause, 15% persen ditemukan hiperplasia endometriumdan
10% ditemukan karsinoma endometrium. Penemuan penebalan dinding uterus
secara tidak sengaja dengan USG harus diperiksa lebih lanjut untuk mendiagnosis
hiperplasia endometrium. Pada sebuah penelitian dengan 460 wanita usia ≤ 40
tahun dengan perdarahan uterus abnormal, didapatkan hanya 6 wanita (1,3%)
yang mengalami hiperplasia endometrium. Tidak ada kasus hipeplasia atipikal
yang ditemukan pada kelompok wanita ini. Walaupun begitu, wanita dibawah usia
40 tahun yang memiliki faktor predisposisi seperti obesitas dan PCOS harus
dievaluasi secara menyeluruh, biasanya dengan USG dan terkadang dengan biopsi
endometrium. Pada penelitian 36 wanita dengan PCOS, ketebalan endometrium
kurang dari 7 mm dan interval antar menstruasi kurang dari 3 bulan hanya terkait
dengan proliferasi endometrium dan tidak ditemukan adanya hiperplasia
endometrium. Banyak modalitas diagnostik yang telah diteliti untuk mendiagnosis
secara optimal penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal dan
untuk mengidentifikasi apakah pada pasien tersebut memiliki resiko untuk
terjadinya hiperplasia atau karsinoma.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
hyperplasia endometrium dengan cara USG, Dilatasi dan Kuretase, lakukan
pemeriksaan Hysteroscopy dan dilakukan juga pengambilan sampel untuk
pemeriksaan PA. Secara mikroskopis sering disebut Swiss cheese patterns.
1. Ultrasonografi
USG menggunakan gelombang suara untuk mendapatkan gambaran dari
lapisan rahim. Hal ini membantu untuk menentukan ketebalan rahim. USG
transvaginal merupakan prosedur diagnosis yang non invasif dan relatif murah
untuk mendeteksi kelainan pada endometrium. Walaupun begitu, pada wanita
postmenopause, efikasi alat ini sebagai pendeteksi hiperplasia endometrium
ataupun karsinoma tidak diketahui. Pada percobaan PEPI (Postmenopausal
Estrogen/Progestin Intervensions), dengan batas ketebalan endometrium 5 mm

16
didaptkan positive predictive value (PPV), negative predictive value
(NPV),sensitifitas, dan spesifisitas untuk hiperplasia endometrium atau karsinoma
adalah 9%, 99%, 90%, 48%.USG dapat digunakan sebagai panduan untuk
menentukan jika wanita mengalami perdarahan post menopause (PMB)
membutuhkan tes diagnostik yang lebih spesifik lagi (seperti pipelle EMB atau
kuret) untuk menentukan adanya hiperplasia atau karsinoma endometrium. Pada
339 wanita dengan PMB, tidak ada wanita dengan ketebalan endometrium ≤ 4
mm yang berkembang menjadi karsinoma endometrium selama 10 tahun. Pada
wanita pasca menopause ketebalan endometrium pada pemeriksaan ultrasonografi
transvaginal kira kira < 4 mm. Untuk dapat melihat keadaan dinding cavum uteri
secara lebih baik maka dapat dilakukan pemeriksaan hysterosonografi dengan
memasukkan cairan kedalam uterus.

Gambar 6. USG Transvaginal

2. Pipelle endometrial biopsy


Pengambilan sampel endometrium dengan pipelle merupakan cara yang efektif
dan relatif tidak mahal untuk mengambil jaringan untuk diagnosis histologi pada
wanita dengan perdarahan uterus abnormal. Pada penelitian prospektif, acak untuk
membandingkan antara pipelle (n = 149) dan kuret(n = 126) pada wanita dengan
perdarahan uterus abnormal, sampel jaringan yang kurang hanya 12,8% dan 9,5%.
Perbedaan ini tidak 30 signifikan (P<0,05). Pada kedua kelompok pasien,
memiliki kesamaan diagnosis dengan diagnosis histerektomi sebesar 96%. Studi
sebelumnya menjelaskan wanita dengan banyak penyebab perdarahan uterus
abnormal, bagaimanapun sangat penting untuk dilakukan pemeriksaan pipelle
EMB untuk membuat diagnosis yang benar. Pada penelitian meta analisis pada

17
7914 pasien, pipelle memiliki sensitifitas 99% untuk mendeteksi kanker
endometrium pada wanita post menopause, tetapi pada wanita dengan hiperplasia
endometrium, sensitivitas menurun hingga 75%.

3. Histeroskopi dan/atau Dilatasi dan Kuretase


Histeroskopi secara umum telah disepakati sebagai “gold standard”
untuk mengevaluasi kavitas uterus. Polip endometrium dan mioma submukosa
dapat dideteksi dengan histeroskopi dengan sensitivitas 92% dan 82%.Walaupun
begitu, histeroskopi sendiri untuk mendeteksi hiperplasia dan atau karsinoma
endometrium meghasilkan angka false-positive yang tinggi dan membutuhkan
penggunaan dilatasi dan kuret untuk diagnosis. Pemeriksaan ini memiliki
sensitivitas 98%, spesifisitas 95%, PPV 96%dan NPV 98% bila dibandingkan
dengan diagnosis hasil pemeriksaan jaringaan setelah histerektomi.

Gambar 6. Gambaran PA hasil kuretase

Diagnosis hiperplasia endometrium dapat ditegakkan melalui pemeriksaan


biopsi yang dapat dikerjakan dengan menggunakan mikrokuret. Metode ini juga
dapat menegakkan diagnosis keganasan uterus. kuretase untuk terapi dan
diagnosa perdarahan uterus.

18
4. Sonohisterografi
Sonohisterografi merupakan pendekatan yang relatif baru
untuk mendiagnosis penyebab dari perdarahan uterus abnormal. Keuntungan dari
sonohisterografi yang melebihi dari USG transvaginal adalah kemampuannya
yang lebih baik untuk mengevaluasi kelainan intrauterin seperti polip dan mioma
submukosa. Walaupun begitu, sonohisterografi sendiri memiliki nilai terbatas
untuk mendiagnosis hiperplasia dan karsinoma endometrium.
EMB dengan pipelle merupakan pembuktian yang efektif untuk
mendiagnosis hiperplasia dan karsinoma namun memiliki sensitifitas yang rendah
untuk mendiagnosa lesi yang jinak didalam uterus.
Beberapa penelitian telah mengkombinasikan transvaginal, sonohisterografi
dan EMB dengan pipelle untuk mengidentifikasi penyebab dari perdarahan uterus
abnormal dan secara spesifik perdarahan post menopause. Bila dibandingkan
dengan DC-histeroskopi sebagai standar utama, transvaginal, sonohisterografi,
dan EMB dengan pipelle memiliki sensitivitas lebih dari 94%.Wanita dengan
perdarahan post menopause harus menjalani pemeriksaan fisik yang menyeluruh
untuk menentukan sumber perdarahan. Jika pemeriksaan fisik tidak dapat
menjelaskan penyebab perdarahan, USG transvaginal dapat digunakan sebagai
panduan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Wanita post menopause dengan
penebalan dinding uterus (>5mm) atau wanita dengan perdarahan persisten yang
tidak bisa dijelaskan membutuhkan biopsi endometrium. Diagnosis hiperplasia
atau karsinoma endometrium pada pemeriksaan biopsi enometrium harus
dievaluasi dengan DC untuk memperoleh spesimen yang lebih luas
Pada sebagian besar kasus , terapi hiperplasia endometrium atipik dilakukan
dengan memberikan hormon progesteron. Dengan pemberian progesteron,
endometrium dapat luruh dan mencegah pertumbuhan kembali. Kadang kadang
disertai dengan perdarahan per vaginam. Besarnya dosis dan lamanya pemberian
progesteron ditentukan secara individual. Setelah terapi ,dilakukan biopsi ulang
untuk melihat efek terapi. Umumnya jenis progesteron yang diberikan adalah
Medroxyprogetseron acetate (MPA) 10 mg per hari selama 10 hari setiap bulannya
dan diberikana selama 3 bulan berturut turut.Pada pasien hiperplasia komplek

19
harus dilakukan evaluasi dengan D & Cfraksional dan terapi diberikan dengan
progestin setiap hari selama 6 bulan.Pada pasien hiperplasia komplek dan
atipik sebaiknya dilakukan histerektomi kecuali bila pasien masih
menghendaki anak. Pada pasien dengan tumor penghasil estrogen harus dilakukan
ekstirpasi

2.2 Diagnosis banding


Hiperplasia mempunyai gejala perdarahan abnormal oleh sebab itu dapat
dipikirkan kemungkinan:
1. Karsinoma endometrium
2. Abortus inkomplit
3. Leiomioma
4. Polip endometrium

2.3 Penatalaksanaan
Terapi atau pengobatan bagi penderita hiperplasia, antara lain sebagai
berikut:
1. Tindakan kuratase selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus sebagai
terapi untuk menghentikan perdarahan
2. Selanjutnya adalah terapi progesteron untuk menyeimbangkan kadar
hormon di dalam tubuh. Namun perlu diketahui kemungkinan efek
samping yang bisa terjadi, di antaranya mual, muntah, pusing, dan
sebagainya. Rata-rata dengan pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan,
gangguan penebalan dinding rahim sudah bisa diatasi. Terapi progestin
sangat efektif dalam mengobati hiperplasia endometrial tanpa atipik,
akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipi. Terapi cyclical
progestin (medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14 hari
setiap bulan) atau terapi continuous progestin (megestrol asetat 20-40
mg/hari) merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan hiperplasia
endometrial tanpa atipik. Terapi continuous progestin dengan megestrol
asetat (40 mg/hari) kemungkinan merupakan terapi yang paling dapat

20
diandalkan untuk pasien dengan hiperplasia atipikal atau kompleks
Terapi dilanjutkan selama 2-3 bulan dan dilakukan biopsi endometrial 3-
4 minggu setelah terapi selesai untuk mengevaluasi respon pengobatan
3. Jika pengobatan hormonal yang dijalani tak juga menghasilkan
perbaikan, biasanya akan diganti dengan obat-obatan lain.
Tanda kesembuhan penyakit hiperplasia endometrium yaitu siklus haid
kembali normal. Jika sudah dinyatakan sembuh, ibu sudah bisa mempersiapkan
diri untuk kembali menjalani kehamilan. Namun alangkah baiknya jika terlebih
dahulu memeriksakan diri pada dokter. Terutama pemeriksaan bagaimana fungsi
endometrium, apakah salurannya baik, apakah memiliki sel telur dan sebagainya.
4. Histerektomi Metode ini merupakan solusi permanen untuk terapi
perdarahan uterus abnormal. Khusus bagi penderita hiperplasia kategori
atipik, jika memang terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya
adalah menjalani operasi pengangkatan Rahim dan ini terkait dengan
angka kepuasan pasien dengan terapi ini. untuk wanita yang cukup
memiliki anak dan sudah mencoba terapi konservatif dengan hasil yang
tidak memuaskan, histerektomi merupakan pilihan yang terbaik. Penyakit
hiperplasia endometrium cukup merupakan momok bagi kaum
perempuan dan kasus sepert ini cukup dibilang kasus yang sering terjadi,
maka dari itu aka lebih baik jika bisa dilakukan pencegahan yang efektif.

21
ALGORITMA PENATALAKSANAAN HIPERPLASIA
ENDOMETRIUM

Endometrial Hyperplasia tanpa Atipia hyperplasia (AH)


atipia (EH)

Observasi Faktor resiko Diperlukan kesuburan atau


LNG-IU (First line), Oral progesteron kontraindikasi pembedahan
(Second Line)
Diperlukan Biopsi
Histerektomi total ± BSO
endometrial (EB) pada :
EH 6 bulan dan AH 3 bulan

Regresi Persisten Progresif

Review terapi Review terapi Review terapi


LNG-IUS-Continue selama 5 EH : mulai terapi medik jika AH : Histerektomi total ±
tahun Oral progesteron-stop observasi gagal Beritahu BSO
setelah 6 bulan Total untuk Histerektomi total ± EH : atur menurut lokal
histerektomi ± BSO jika BSO jika menetap setelah 12 cancer guidline
terus menerus AUB bulan terapi medikal
AH : Beritahu untuk
Menyusun Follow up (medical
Histerektomi total ± BSO
management)
EH : BMI >35 : ≥ Berurutan negativ Menyusun Follow up
EBs selama interval 6 bulan dengan Bukan EC : review selama 6
discharge BMI ≥35 atau diterapi bulan dan discharge
dengan oral progesteron : ≥ 2 EC : Tatalksana menurut
negativ secara berurutan EBs selama Lokal guidline cancer
interval 6 bulan sesudah tahunan
review EB AH : ≥
2 negatif EBs berurutan dengan Keterangan
interval selama 3 bulan, sesudah 6- AH : atipical hiperplasia
12 bulan review EB
AUB : Abnormal Uterine Bleeding

BMI : Body Mass Index


RELAPS
BSO : Bilateral Salpingo-oophorectomy

Sarankan untuk Histerektomi total EB : Endometrial biopsy


± 3BSOPrognosis EC : Endometrial cancer
Gambar 6. Algoritma HE

22
2.11 Pencegahan
Langkah-langkah yang bisa disarankan untuk pencegahan, seperti :
1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan rahim secara
rutin, untuk deteksi dini ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya
penebalan dinding rahim.
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar
menstruasi apakah itu haid yang tak teratur, jumlah mestruasi yang
banyak ataupun tak kunjung haid dalam jangka waktu lama.
3. Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai
dengan pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi
progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan.
Terapi terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
5. Mengubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.

23
BAB III
PEMBAHASAN

Hiperplasia endometrium didefiniskan sebagai proliferasi dari kelenjar


endometrium dengan bentuk dan ukuran yang ireguler dengan peningkatan pada
rasio kalenjar/stroma.
Pada kasus ini, hal yang mendukung diagnosis hyperplasia endometrium
adalah dari anamnesis diperoleh adanya keluhan keluarnya darah yang abnormal
dari jalan lahir, riwayat perdarahan sebelumnya yang dialami kurang lebih 4 bulan
yang lalu, namun dalam jumlah yang sedikit. Dari pemeriksaan fisik ditemukan
kedua konjungtiva bulbi tidak anemis. Hasil pemeriksaan penunjang Patolohi
anatomi juga didapatkan kesan Hiperplasia endometrium kompleks atipikal.
Faktor resiko Hiperplasia endometrium antara lain:
1. Obesitas
2. Chonik anovulatin dan PCOS
3. Nulipara dan infertil
4. Terapi estrogen
5. Selektif Estrogen-Receptor Modulator (SERMs)
6. Hereditary Nonpolyposis Colorectal Cancer (HNPCC)
7. Diabetes

Dari keadaan-keadaan yang diuraikan di atas. Pasien ini ditemukan beberapa


keadaan yang meningkatkan kemungkinan keadaan hiperplasia endometrium,
yaitu nulipara.

Hiperplasia endometrium terbagi menjadi 3 jenis berdasarkan morfologi pada


pemeriksaan patologi anatomi, yakni :
1. Hiperplasia non-atipikal sederhana
Disebut sebagai hiperplasia kistik atau ringan. Terdapat proliferasi
jinak dari kalenjar endometrium yang berbentuk ireguler dan juga
berdilatasi disertai , tetapi tidak menggambarkan adanya tumpukan sel
yang saling tumpang tindih atau sel yang atipik

24
2. Hiperplasia atipikal Kompleks (neoplasia intraepitelial endometrium)
Terdapat proliferasi dari kalenjar endometrium dengan tepi yang
ireguler, arsitektur yang kompleks dan sel yang tumpang tindih tetapi
tidak terdapat sel yang atipik. Terjadi peningkatan jumlah dan ukuran
endometrium sehingga kelenjar menjadi berdesak-desakan, membesar
dan berbentuk irreguler. Bentuk irreguler ini adalah manifestasi utama
meninkatnya stratifikasi sel dan pembesaran nukleus serta mungkin
meperlihatkan kompleksitas epitel permukaan yang permukaannya
menjadi berlekuk-lekuk atau bertumpuk-tumpuk. Gambaran mitotik
sering ditemukan, pada bentuk yang paling parah, atipia sitologik dan
arsitekturnya dapat sangat mirip dengan adenokarsinoma, dan untuk
membedakan hiperplasia atipikal dengan kanker secara pasti harus
dilakukan histerektomi.
3. Atipikal : Terdapat derajat yang berbeda dari nukleus yang atipik dan
kehilangan polaritassnya

Pada kasus ini pasien di terapi secara konservatif berupa, pemberian infus
RL, pemberian asam tranexamat untuk menghentikan perdarahan, pemberian
norelut. Pasien juga sudah mendapatkan terapi kuretasi sebagai tindakan untuk
mengurangi perdarahan pervaginam dan juga sebagai penunjang diagnosis dari
pasien ini, hal ini sudah sesuai dengan teori, dimana pada kasus hiperplasia
dilakukan terapi berupa konservatif untuk memperbaiki keadaan umum dan
kemudian dilakukan tindakan sebagai penunjang dari diagnosis yaitu seperti
tindakan kuretase.

Kenapa pada kasus ini dilakukan tindakan histerektomi total, apakah tidak
ada tindakan lain yang bisa dilakukan ?
Pada kasus ini dilakukan tatalaksana aktif berupa histerektomi total.
Histerektomi Metode ini merupakan solusi permanen untuk terapi perdarahan
uterus abnormal. Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang
terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi

25
pengangkatan Rahim.6 Pada kasus ini pasien dan keluarganya sudah berdiskusi
dengan dokter dan mendapatkan informed consent yang baik untuk tindakan
histerektomi yang dilakukan, dimana pasien dan keluarga setuju melakukan
histerektomi mengingat pasien juga sudah tidak memeiliki keinginan untuk
menambah anak dan pasien juga mau menjalani operasi oleh karena pasien tidak
ingin penyakit nya menjadi semakin berat karena pada hiperplasia endometrium
kompleks atipik bila dibiarkan akan berkembang menjadi keganasan.

26
DAFTAR PUSTAKA
1. Hammond, R., & Johnson, J. (2001). Endometrial Hyperplasia. Curr Obstet
Gynecol
2. Jin-Sung Yuk, 2016. NCBI. The incidence rates of endometrial hyperplasia
and endometrial cancer: a four-year population-based study.
3. Callahan L. Tamara, Caughey B. Aaron. 2013. Obsetrics and Gynecology.
Sixth edition. Endometrial hyperplasia. Pg 194-194

4. Jing Wang Chiang, M., & Warner K Huh, M. (2013, March 13). Retrieved
February 27, 2019, from http://emedicine.medscape.com/article/269919-
overview#showall

5. John O. Schorge, M. J. (2008). Williams Gynecology. The McGraw-Hill


Companies, Inc.

6. Kaku , T., & Tsukamoto, N. (1996). Endometrial Carcinoma Associated with


Hyperplasia.

7. Lurain, J. R. (2007). Uterine Cancer. In J. S. Berek, Berek & Novak's


Gynecology (14th Edition ed., pp. 1343-1403). Lippincott Williams &
Wilkins.

8. Montgomery, B., Daum, G., & Dunton, C. (2004). Obstetrical and


Gynecological Survey. Endometrial Hyperplasia: A Review , 368-378.

9. Ronald S. Gibbs MD, B. Y. (2008). Danforth's Obstetrics and Gynecology


Tenth Edition. Lippincott Williams & Wilkins.

10. Schorge, J. O., Schaeffer, J. I., Halvorson, L. M., Hoffman, B. L., Bradshaw,
K. D., & Cunningham, F. G. (2008). Endometrial Cancer. In J. O. Schorge, J.
I. Schaeffer, L. M. Halvorson, B. L. Hoffman, K. D. Bradshaw, & F. G.
Cunningham, Williams Gynecology. McGraw-Hill.

11. Wildemeersch, D., & Dhont, M. (n.d.). American Journal of Obstretics and
Gynecologics. Treatment of Non Atypical and Atypical Endometrial
Hyperplasia With a Levonorgestrel-Releasing Intra Uterine System , 1-4.

27

Anda mungkin juga menyukai