LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H Agama : Islam
Umur : 38 tahun Suku : Kaili
Pendidikan : SMP Tgl Pemeriksaan: 07-04-2019
Pekerjaan : IRT Ruangan : Kasuari Atas
Alamat : Jln Basuki Rahmat
ANAMNESIS
Menarche : 14 tahun
Lama haid : 4 hari
Jumlah darah haid : 3 kali ganti pembalut
1
STATUS GENERALISATA
KU : Sedang Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Kesadaran : Kompos mentis Nadi : 68 kali/menit
BB : 55 kg Pernapasan : 20 kali/menit
TB : 150 cm Suhu : 36,7ºC
Kepala – Leher :
Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran
KGB (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
Thorax :
I : Pergerakan thoraks simetris, sikatrik (-)
P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)
P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada area jantung, batas jantung
DBN
A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung
I/II murni regular
Abdomen :
I : Tampak datar
P : Tympani
Ekstremitas :
Ekstremitas atas = akral hangat, edema (-), CRT > 2 detik
Ekstremitas bawah = akral hangat, edema (-), CRT > 2 detik
2
STATUS GINEKOLOGI
Menarche : 14 tahun
Lama haid : 5-7 hari
Siklus : 28 hari
PEMERIKSAAN PENUNJANG
RESUME
Pasien datang ke IGD KB RSU Anutapura dengan keluhkan keluar dari
jalan lahir sejak sejak jam 5 sore, disertai nyeri perut bagian bawah, tiga bulan
yang lalu pasien pernah mengalami keluhan serupa. Darah yang keluar awalnya
sedikit kemudian semakin hari semakin banyak. 1 hari yang lalu pasien periksa ke
poli OBGYN RSU Anutapura palu dan di diagnosis hyperplasia endometrium
3
kompleks atipik. Demam (-), pusing (+), sakit kepala (-), mual (-), muntah (-),
nyeri saat koitus disangkal. BAK dan BAB lancar.
Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 68 x/menit, pernapasan 20 x/menit, suhu
36,7ºC. Konjungtiva anemis (-/-). Pemeriksaan laboratorium dalam batas normal.
DIAGNOSIS
Hiperplasia endometrium kompleks atipik
PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ketorolac 1amp/8jm/Iv
Inj. As. Tranexamat 500mg/8jam/iv
Norelut 2x1
Siapkan darah 2 bag Whole blood
Rencana Marsupialisasi
4
FOLLOW UP
5
Hari ke-3, 10 April 2019
S. Keluar darah dari jalan lahir (-), nyeri perut (-), sakit kepala (-), pusing (-),
mual (-), muntah (-), lemas (-), BAB (+), BAK (+)
O. Keadaan umum : Baik
Konjungtiva anemis -/-
TD : 120/80 MmHg S : 36.6 ºC
P : 20x/ menit N : 88 x/menit
A. Hiperplasia endometrium kompleks atipik
P. IVFD RL 24 tpm
Rencana Histerektomi total hari ini.
HT dilakukan pukul 12.20 WITA
Laporan operasi
1. Baringkan pasien dalam posisi supine dibawah pengaruh anstesi spinal
2. Desinfeksi lapangan operasi dan drapping prosedur dengan kasa steril dan
betadine, pasang dook steril
3. Insisi abdomen dengan metode midline lapis demi lapis menembus
peritoneum
4. Eksplorasi uterus tampak uterus membesar dan berbenjol-benjol ukuran
7x5cm
5. Lig. Rotundum diklem, digunting dan dibuat ligasei
6. Identifikasi plika vesicouterina, plika digunting kecil diperluas secara tumpul
7. Identifikasi a.uterina, di klem, digunting, dijahit ligase, control perdarahan
8. Identifikasi puncak vagina, diklem, dimasukkan kasa poridone pada vagina
9. Vagina dijahit dua lapis, control perdarahan
10. Cavum abdomen dibersihkan dari sisa bekuan darah, control perdarahan
11. Jahit abdomen lapis demi lapisan sampai kulit, control perdarahan
12. Tutup luka operasi dengan kassa dan betadine, operasi selesai
6
Instruksi post Histerektomi
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/IV
- Inj. Ketorolac 1 ampul/8 jam/ IV
- Inj. Ranitidin 1 ampul/8jam/IV
- Inj. Ondansentron 4mg/8jam/iv
- Inj. As. Tranexamat 500mg/8jam/iv
- Metronidazole 500mg/8jam
S. Nyeri bekas jahitan (+), PPV (+) sedikit, pusing (-), mual (+), muntah (+)
3x, flatus (+), BAB (-), BAK (+)
O. Keadaan umum : Baik
Konjungtiva anemis -/-
TD : 100/70 MmHg S : 36.7 ºC
P : 18x/ menit N : 82 x/menit
A. Post Op. HT H1 a/i Hiperplasia endometrium kompleks atipik
P. IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 1gr/12 jam/IV
Inj. Ketorolac 1 ampul/8 jam/ IV
Inj. Ranitidin 1 ampul/8jam/IV
Inj. Ondansentron 4mg/8jam/iv
Inj. As. Tranexamat 500mg/8jam/iv
7
Hari ke-5. 12 April 2019
S. Nyeri bekas jahitan (+), PPV (+) sedikit, pusing (-), mual (-), muntah (-)
3x, flatus (+), BAB (-), BAK (+)
O. Keadaan umum : Baik
Konjungtiva anemis -/-
TD : 110/70 MmHg S : 36.9 ºC
P : 18x/ menit N : 78 x/menit
A. Post Op. HT H2 a/i Hiperplasia endometrium kompleks atipik
P. Cefixime 2x200mg
Metronidazole 3x500mg
Meloxicam 2x7,5mg
Dulcolax supp 1
S. Nyeri bekas jahitan (+), PPV (+) sedikit, pusing (-), mual (-), muntah (-)
3x, flatus (+), BAB (+), BAK (+)
O. Keadaan umum : Baik
Konjungtiva anemis -/-
TD : 120/70 MmHg S : 36.5 ºC
P : 20x/ menit N : 82 x/menit
A. Post Op. HT H23 a/i Hiperplasia endometrium kompleks atipik
P. Cefixime 2x200mg
Metronidazole 3x500mg
Meloxicam 2x7,5mg
Dulcolax supp 1
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Defenisi
2.2 Epidemiologi
Dari 2.477.424 wanita yang diteliti di korea dari 2009 dan 2012,. Tingkat
kejadian hyperplasia endometrium dan Kanker endometrium masing-masing
adalah 37 per 100.000 wanita-tahun dan 8 per 100.000 wanita-tahun. Tingkat
kejadian hyperplasia endometrium dan Kanker endometrium memuncak ketika
masing-masing wanita berusia akhir empat puluhan dan lima puluhan.2
Hiperplasia endometrium biasanya terjadi pada wanita menopause atau
perimenopause, tetapi juga dapat terjadi pada wanita premenopause yang
mengalami oligomenore yang berkepanjangan dan / atau obesitas seperti yang
dengan sindrom ovarium polikistik (PCOS)
9
2.3 Etiologi
10
2.5 Patogenesis
11
termasuk nukleus besar dengan polaritas yang hilang, peningkatan rasio nukle-to-
sitoplasma, nuklei yang menonjol, dan kromatin berumpun yang tidak beraturan.
Seperti dicatat dalam Tabel 14-6, hiperplasia atipik membawa risiko lebih tinggi
untuk menjadi kanker endometrium dan mungkin memiliki kanker endometrium
yang hidup berdampingan sesering 17% hingga 52% .3
2.6 Klasifikasi
Klasifikasi hiperplasia endometrium menurut World Health Organization
ditentukan berdasarkan dua faktor :
1. corak arsitektur kelenjar/stroma, bisa simple atau complex.
2. Ada atau tidaknya nuclear atypia
Berdasarkan kedua hal tersebut diatas WHO membuat klasifikasi Hiperplasia
Endometrium sebagai berikut :
Simple hyperplasia : peningkatan jumlah kelenjar dengan arsitektur yang
regular.
Complex hyperplasia : kelenjar iregular yang padat.
Simple hyperplasia with atypia : hiperplasia simpel dengan adanya sitologi
atipik.
Complex hyperplasia with atypia: hiperplasia kompleks dengan sitologi
atipik
12
Penelitian Horn dkk.( 2004 )10 menunjukkan bahwa pada kasus-kasus
complex hyperplasia sebanyak 2% akan berkembang menjadi kanker
endometrium, sedangkan pada kasus-kasus atypical hyperplasia akan
berkembang menjadi kanker endometrium sebanyak 52%
Gambar 2. Simple hyperplasia. Kelenjar dan stroma keduanya aktif, distribusi kelenjar iregular,
dan beberapa diantaranya mengalami dilatasi kistik.Pembuluh darah stroma terdistribusi seragam.
13
Gambar 4. Atypical complex hyperplasia. Kelenjar atipik dengan sel dispolar
mengandung sitoplasma eosinofilik dan membesar, nukleus yang bulat dengan nukleoli yang
menonjol
Gambar 5. Atypical simple hyperplasia. Epitel dengan kelenjar atipik ( kiri ) hiperplasia
dengan sedikit kelenjar atipik ( kanan )
14
Hiperplasia endometrium yang jinak tidak hanya memiliki satu gambaran
histopatologi, namun menunjukkan gambaran yang dapat berubah – ubah dalam
bentuk kombinasi dan keparahannya yang mencerminkan durasi dan kuantitas
pemaparan terhadap unopposed estrogen. Gambaran histologinya memiliki
karakteristik berupa remodelling kelenjar yang iregular, dapat dijumpai trombi
vaskular, peluruhan stroma ( stromal breakdown ) dan perubahan sitologi yang
menyebar acak.
Anamnesis
Pasien dengan hiperplasia endometrium biasanya mengalami oligomenore
atau amenore yang lama diikuti oleh perdarahan uterus yang tidak teratur atau
berlebihan. Perdarahan uterus pada wanita pascamenopause harus meningkatkan
kecurigaan hiperplasia endometrium atau karsinoma. sampai terbukti sebaliknya.
Pemeriksaan fisik
Kadang-kadang, rahim akan membesar dari hiperplasia endometrium. Ini
disebabkan oleh peningkatan massa endometrium dan pertumbuhan miometrium
sebagai respons terhadap stimulasi estrogen terus menerus. Lebih umum,
pemeriksaan panggul biasa-biasa saja. Pasien mungkin juga memiliki stigmata
yang terkait dengan anovulasi kronis seperti obesitas perut, acanthosis, jerawat,
atau hirsutisme.
15
2.1 Diagnosis
Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang paling sering
dikeluhkan oleh wanita dengan hiperplasia endometrium. Wanita dengan
perdarahan postmenopause, 15% persen ditemukan hiperplasia endometriumdan
10% ditemukan karsinoma endometrium. Penemuan penebalan dinding uterus
secara tidak sengaja dengan USG harus diperiksa lebih lanjut untuk mendiagnosis
hiperplasia endometrium. Pada sebuah penelitian dengan 460 wanita usia ≤ 40
tahun dengan perdarahan uterus abnormal, didapatkan hanya 6 wanita (1,3%)
yang mengalami hiperplasia endometrium. Tidak ada kasus hipeplasia atipikal
yang ditemukan pada kelompok wanita ini. Walaupun begitu, wanita dibawah usia
40 tahun yang memiliki faktor predisposisi seperti obesitas dan PCOS harus
dievaluasi secara menyeluruh, biasanya dengan USG dan terkadang dengan biopsi
endometrium. Pada penelitian 36 wanita dengan PCOS, ketebalan endometrium
kurang dari 7 mm dan interval antar menstruasi kurang dari 3 bulan hanya terkait
dengan proliferasi endometrium dan tidak ditemukan adanya hiperplasia
endometrium. Banyak modalitas diagnostik yang telah diteliti untuk mendiagnosis
secara optimal penyebab terjadinya perdarahan uterus abnormal dan
untuk mengidentifikasi apakah pada pasien tersebut memiliki resiko untuk
terjadinya hiperplasia atau karsinoma.
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa
hyperplasia endometrium dengan cara USG, Dilatasi dan Kuretase, lakukan
pemeriksaan Hysteroscopy dan dilakukan juga pengambilan sampel untuk
pemeriksaan PA. Secara mikroskopis sering disebut Swiss cheese patterns.
1. Ultrasonografi
USG menggunakan gelombang suara untuk mendapatkan gambaran dari
lapisan rahim. Hal ini membantu untuk menentukan ketebalan rahim. USG
transvaginal merupakan prosedur diagnosis yang non invasif dan relatif murah
untuk mendeteksi kelainan pada endometrium. Walaupun begitu, pada wanita
postmenopause, efikasi alat ini sebagai pendeteksi hiperplasia endometrium
ataupun karsinoma tidak diketahui. Pada percobaan PEPI (Postmenopausal
Estrogen/Progestin Intervensions), dengan batas ketebalan endometrium 5 mm
16
didaptkan positive predictive value (PPV), negative predictive value
(NPV),sensitifitas, dan spesifisitas untuk hiperplasia endometrium atau karsinoma
adalah 9%, 99%, 90%, 48%.USG dapat digunakan sebagai panduan untuk
menentukan jika wanita mengalami perdarahan post menopause (PMB)
membutuhkan tes diagnostik yang lebih spesifik lagi (seperti pipelle EMB atau
kuret) untuk menentukan adanya hiperplasia atau karsinoma endometrium. Pada
339 wanita dengan PMB, tidak ada wanita dengan ketebalan endometrium ≤ 4
mm yang berkembang menjadi karsinoma endometrium selama 10 tahun. Pada
wanita pasca menopause ketebalan endometrium pada pemeriksaan ultrasonografi
transvaginal kira kira < 4 mm. Untuk dapat melihat keadaan dinding cavum uteri
secara lebih baik maka dapat dilakukan pemeriksaan hysterosonografi dengan
memasukkan cairan kedalam uterus.
17
7914 pasien, pipelle memiliki sensitifitas 99% untuk mendeteksi kanker
endometrium pada wanita post menopause, tetapi pada wanita dengan hiperplasia
endometrium, sensitivitas menurun hingga 75%.
18
4. Sonohisterografi
Sonohisterografi merupakan pendekatan yang relatif baru
untuk mendiagnosis penyebab dari perdarahan uterus abnormal. Keuntungan dari
sonohisterografi yang melebihi dari USG transvaginal adalah kemampuannya
yang lebih baik untuk mengevaluasi kelainan intrauterin seperti polip dan mioma
submukosa. Walaupun begitu, sonohisterografi sendiri memiliki nilai terbatas
untuk mendiagnosis hiperplasia dan karsinoma endometrium.
EMB dengan pipelle merupakan pembuktian yang efektif untuk
mendiagnosis hiperplasia dan karsinoma namun memiliki sensitifitas yang rendah
untuk mendiagnosa lesi yang jinak didalam uterus.
Beberapa penelitian telah mengkombinasikan transvaginal, sonohisterografi
dan EMB dengan pipelle untuk mengidentifikasi penyebab dari perdarahan uterus
abnormal dan secara spesifik perdarahan post menopause. Bila dibandingkan
dengan DC-histeroskopi sebagai standar utama, transvaginal, sonohisterografi,
dan EMB dengan pipelle memiliki sensitivitas lebih dari 94%.Wanita dengan
perdarahan post menopause harus menjalani pemeriksaan fisik yang menyeluruh
untuk menentukan sumber perdarahan. Jika pemeriksaan fisik tidak dapat
menjelaskan penyebab perdarahan, USG transvaginal dapat digunakan sebagai
panduan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Wanita post menopause dengan
penebalan dinding uterus (>5mm) atau wanita dengan perdarahan persisten yang
tidak bisa dijelaskan membutuhkan biopsi endometrium. Diagnosis hiperplasia
atau karsinoma endometrium pada pemeriksaan biopsi enometrium harus
dievaluasi dengan DC untuk memperoleh spesimen yang lebih luas
Pada sebagian besar kasus , terapi hiperplasia endometrium atipik dilakukan
dengan memberikan hormon progesteron. Dengan pemberian progesteron,
endometrium dapat luruh dan mencegah pertumbuhan kembali. Kadang kadang
disertai dengan perdarahan per vaginam. Besarnya dosis dan lamanya pemberian
progesteron ditentukan secara individual. Setelah terapi ,dilakukan biopsi ulang
untuk melihat efek terapi. Umumnya jenis progesteron yang diberikan adalah
Medroxyprogetseron acetate (MPA) 10 mg per hari selama 10 hari setiap bulannya
dan diberikana selama 3 bulan berturut turut.Pada pasien hiperplasia komplek
19
harus dilakukan evaluasi dengan D & Cfraksional dan terapi diberikan dengan
progestin setiap hari selama 6 bulan.Pada pasien hiperplasia komplek dan
atipik sebaiknya dilakukan histerektomi kecuali bila pasien masih
menghendaki anak. Pada pasien dengan tumor penghasil estrogen harus dilakukan
ekstirpasi
2.3 Penatalaksanaan
Terapi atau pengobatan bagi penderita hiperplasia, antara lain sebagai
berikut:
1. Tindakan kuratase selain untuk menegakkan diagnosa sekaligus sebagai
terapi untuk menghentikan perdarahan
2. Selanjutnya adalah terapi progesteron untuk menyeimbangkan kadar
hormon di dalam tubuh. Namun perlu diketahui kemungkinan efek
samping yang bisa terjadi, di antaranya mual, muntah, pusing, dan
sebagainya. Rata-rata dengan pengobatan hormonal sekitar 3-4 bulan,
gangguan penebalan dinding rahim sudah bisa diatasi. Terapi progestin
sangat efektif dalam mengobati hiperplasia endometrial tanpa atipik,
akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipi. Terapi cyclical
progestin (medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14 hari
setiap bulan) atau terapi continuous progestin (megestrol asetat 20-40
mg/hari) merupakan terapi yang efektif untuk pasien dengan hiperplasia
endometrial tanpa atipik. Terapi continuous progestin dengan megestrol
asetat (40 mg/hari) kemungkinan merupakan terapi yang paling dapat
20
diandalkan untuk pasien dengan hiperplasia atipikal atau kompleks
Terapi dilanjutkan selama 2-3 bulan dan dilakukan biopsi endometrial 3-
4 minggu setelah terapi selesai untuk mengevaluasi respon pengobatan
3. Jika pengobatan hormonal yang dijalani tak juga menghasilkan
perbaikan, biasanya akan diganti dengan obat-obatan lain.
Tanda kesembuhan penyakit hiperplasia endometrium yaitu siklus haid
kembali normal. Jika sudah dinyatakan sembuh, ibu sudah bisa mempersiapkan
diri untuk kembali menjalani kehamilan. Namun alangkah baiknya jika terlebih
dahulu memeriksakan diri pada dokter. Terutama pemeriksaan bagaimana fungsi
endometrium, apakah salurannya baik, apakah memiliki sel telur dan sebagainya.
4. Histerektomi Metode ini merupakan solusi permanen untuk terapi
perdarahan uterus abnormal. Khusus bagi penderita hiperplasia kategori
atipik, jika memang terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya
adalah menjalani operasi pengangkatan Rahim dan ini terkait dengan
angka kepuasan pasien dengan terapi ini. untuk wanita yang cukup
memiliki anak dan sudah mencoba terapi konservatif dengan hasil yang
tidak memuaskan, histerektomi merupakan pilihan yang terbaik. Penyakit
hiperplasia endometrium cukup merupakan momok bagi kaum
perempuan dan kasus sepert ini cukup dibilang kasus yang sering terjadi,
maka dari itu aka lebih baik jika bisa dilakukan pencegahan yang efektif.
21
ALGORITMA PENATALAKSANAAN HIPERPLASIA
ENDOMETRIUM
22
2.11 Pencegahan
Langkah-langkah yang bisa disarankan untuk pencegahan, seperti :
1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan rahim secara
rutin, untuk deteksi dini ada kista yang bisa menyebabkan terjadinya
penebalan dinding rahim.
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar
menstruasi apakah itu haid yang tak teratur, jumlah mestruasi yang
banyak ataupun tak kunjung haid dalam jangka waktu lama.
3. Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai
dengan pemberian progestin untuk mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi
progesteron untuk mencegah pertumbuhan endometrium berlebihan.
Terapi terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
5. Mengubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.
23
BAB III
PEMBAHASAN
24
2. Hiperplasia atipikal Kompleks (neoplasia intraepitelial endometrium)
Terdapat proliferasi dari kalenjar endometrium dengan tepi yang
ireguler, arsitektur yang kompleks dan sel yang tumpang tindih tetapi
tidak terdapat sel yang atipik. Terjadi peningkatan jumlah dan ukuran
endometrium sehingga kelenjar menjadi berdesak-desakan, membesar
dan berbentuk irreguler. Bentuk irreguler ini adalah manifestasi utama
meninkatnya stratifikasi sel dan pembesaran nukleus serta mungkin
meperlihatkan kompleksitas epitel permukaan yang permukaannya
menjadi berlekuk-lekuk atau bertumpuk-tumpuk. Gambaran mitotik
sering ditemukan, pada bentuk yang paling parah, atipia sitologik dan
arsitekturnya dapat sangat mirip dengan adenokarsinoma, dan untuk
membedakan hiperplasia atipikal dengan kanker secara pasti harus
dilakukan histerektomi.
3. Atipikal : Terdapat derajat yang berbeda dari nukleus yang atipik dan
kehilangan polaritassnya
Pada kasus ini pasien di terapi secara konservatif berupa, pemberian infus
RL, pemberian asam tranexamat untuk menghentikan perdarahan, pemberian
norelut. Pasien juga sudah mendapatkan terapi kuretasi sebagai tindakan untuk
mengurangi perdarahan pervaginam dan juga sebagai penunjang diagnosis dari
pasien ini, hal ini sudah sesuai dengan teori, dimana pada kasus hiperplasia
dilakukan terapi berupa konservatif untuk memperbaiki keadaan umum dan
kemudian dilakukan tindakan sebagai penunjang dari diagnosis yaitu seperti
tindakan kuretase.
Kenapa pada kasus ini dilakukan tindakan histerektomi total, apakah tidak
ada tindakan lain yang bisa dilakukan ?
Pada kasus ini dilakukan tatalaksana aktif berupa histerektomi total.
Histerektomi Metode ini merupakan solusi permanen untuk terapi perdarahan
uterus abnormal. Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika memang
terdeteksi ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi
25
pengangkatan Rahim.6 Pada kasus ini pasien dan keluarganya sudah berdiskusi
dengan dokter dan mendapatkan informed consent yang baik untuk tindakan
histerektomi yang dilakukan, dimana pasien dan keluarga setuju melakukan
histerektomi mengingat pasien juga sudah tidak memeiliki keinginan untuk
menambah anak dan pasien juga mau menjalani operasi oleh karena pasien tidak
ingin penyakit nya menjadi semakin berat karena pada hiperplasia endometrium
kompleks atipik bila dibiarkan akan berkembang menjadi keganasan.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Hammond, R., & Johnson, J. (2001). Endometrial Hyperplasia. Curr Obstet
Gynecol
2. Jin-Sung Yuk, 2016. NCBI. The incidence rates of endometrial hyperplasia
and endometrial cancer: a four-year population-based study.
3. Callahan L. Tamara, Caughey B. Aaron. 2013. Obsetrics and Gynecology.
Sixth edition. Endometrial hyperplasia. Pg 194-194
4. Jing Wang Chiang, M., & Warner K Huh, M. (2013, March 13). Retrieved
February 27, 2019, from http://emedicine.medscape.com/article/269919-
overview#showall
10. Schorge, J. O., Schaeffer, J. I., Halvorson, L. M., Hoffman, B. L., Bradshaw,
K. D., & Cunningham, F. G. (2008). Endometrial Cancer. In J. O. Schorge, J.
I. Schaeffer, L. M. Halvorson, B. L. Hoffman, K. D. Bradshaw, & F. G.
Cunningham, Williams Gynecology. McGraw-Hill.
11. Wildemeersch, D., & Dhont, M. (n.d.). American Journal of Obstretics and
Gynecologics. Treatment of Non Atypical and Atypical Endometrial
Hyperplasia With a Levonorgestrel-Releasing Intra Uterine System , 1-4.
27