Anda di halaman 1dari 48

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung adalah sindroma klinik yang ditandai oleh adanya kelainan

pada struktur atau fungsi jantung yang mengakibatkan jantung tidak dapat

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Gagal

jantung ditandai dengan manifestasi klinik berupa kongesti sirkulasi, sesak,

fatigue dan kelemahan (Kasper et al., 2004).

Insiden dan prevalensi gagal jantung cenderung meningkat, hal ini juga

disertai dengan peningkatan mortalitas (Saunders,2000). Di Amerika Serikat 1

juta pasien rawat inap akibat gagal jantung, dan memberikan kontribusi 50.000

kematian tiap tahunnya dan angka kunjungan ke rumah sakit sebanyak 6,5 juta

akibat gagal jantung (Hunt et al.,2005).

Pada tahun 2001, di Amerika didapatkan prevalensi sebesar 4,8 juta, dan

sekitar 75% dengan usia > 65 tahun. Insiden dan prevalensi gagal jantung

didapatkan lebih tinggi pada wanita, hal ini diperkirakan karena angka harapan

hidup pada wanita lebih lama. Walaupun dengan terapi yang adequate namun

angka kematian akibat Gagal jantung cenderung tetap (Hunt et al., 2005).

Pada kebanyakan pasien dengan gagal jantung, disfungsi sistolik dan

disfungsi diastolik ditemukan bersama. Pada disfungsi sistolik, kekuatan kontraksi

ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi darah berkurang menyebabkan curah

jantung berkurang. Pada disfungsi diastolik, relaksasi dinding ventrikel terganggu

sehingga pengisian darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 1
Berkurangnya curah jantung inilah yang menimbulkan gejala – gejala gagal

jantung sebagai akibat langsung dan/atau kompensasinya (Depkes RI, 2012).

Gagal jantung sering diakibatkan karena adanya defek pada kontraksi

miokard atau diakibatkan karena abnormalitas dari otot jantung seperti pada kasus

kardiomiopati atau viral karditis (Kasper et al., 2004). Gagal jantung karena

disfungsi miokard mengakibatkan kegagalan sirkulasi untuk mensuplai kebutuhan

metabolisme jaringan. Hal ini biasanya diikuti kerusakan miokard bila mekanisme

kompensasi gagal. Penyebab kerusakan pada miokard antara lain infark miokard,

stress kardiovaskular (hipertensi, penyakit katub), toksin (konsumsi alkohol),

infeksi atau pada beberapa kasus tidak diketahui penyebabnya (Crawford, 2002).

Penyebab lain adalah arteroskerosis pada koroner, kongenital, kelainan

katub, hipertensi atau pada kondisi jantung normal dan terjadi peningkatan beban

melebihi kapasitas, seperti pada krisis hipertensi, ruptur katub aorta dan pada

endokarditis dengan masif emboli pada paru. Dapat pula terjadi dengan fungsi

sistolik yang normal, biasanya pada kondisi kronik, misal mitral stenosis tanpa

disertai kelainan miokard (Kasper et al., 2004).

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hepatopati Kongestif

2.1.1 Definisi

Congestive hepatopathy merupakan kelainan hati yang sering dijumpai

pada penderita gagal jantung. Kelainan ini ditandai dengan adanya gejala klinis

gagal jantung (terutama gagal jantung kanan), tes fungsi hati yang abnormal dan

tidak ditemukan penyebab lain dari disfungsi hati. Congestive hepatopathy juga

dikenal dengan istilah cardiac hepatopathy, nutmeg liver, atau chronic passive

hepatic congestion. Bila kondisi ini berlangsung lama akan mengakibatkan

timbulnya jaringan fibrosis pada hati, yang sering disebut dengan cardiac

cirrhosis atau cardiac fibrosis.

2.1.2 Patofisiologi

Congestive hepatopathy disebabkan oleh dekompensasi ventrikel kanan

jantung atau gagal jantung biventrikular. Dimana terjadi peningkatan tekanan

atrium kanan ke hati melalui vena kava inferior dan vena hepatik. Ini merupakan

komplikasi umum dari gagal jantung kongestif, dimana akibat anatomi yang

berdekatan terjadi peningkatan tekanan vena sentral secara langsung dari atrium

kanan ke vena hepatik.

Penyebab paling umum dari gagal jantung kongestif pada usia lanjut

berdasarkan data dari RS.Dr.Kariadi pada tahun 2006 adalah penyakit jantung

iskemik 65,63%, penyakit jantung hipertensi 15,63%, kardiomiopati 9,38%,

penyakit katub jantung, rheumatic heart disease, penyakit jantung pulmonal

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 3
masing-masing 3,13%. Penyebab paling umum dari gagal jantung kongestif pada

usia lebih muda adalah penyakit jantung iskemik 55%, penyakit katub jantung

15%, kardiomiopati 12,5%, rheumatic heart disease 7,5%, penyakit jantung

bawaan 5%, penyakit jantung hipertensi dan penyakit jantung pulmonal keduanya

2,5%. Tidak ada perbedaan etiologi gagal jantung kongestif antara pasien muda

dan tua, dimana penyebab terbanyak adalah penyakit jantung iskemik.

Pada tingkat selular, kongesti vena menghambat efisiensi aliran darah

sinusoid ke venula terminal hati. Stasis darah dalam parenkim hepar terjadi karena

usaha hepar mengatasi perubahan saluran darah vena. Sebagai usaha

mengakomodasi aliran balik darah (backflow), sinusoid hati membesar,

mengakibatkan hepar menjadi besar. Stasis sinusoid menyebabkan akumulasi

deoksigenasi darah, atrofi parenkim hati, nekrosis, deposisi kolagen dan fibrosis.

Hepatosit mempunyai sifat sangat sensitif terhadap trauma iskemik, meski

dalam jangka waktu yang pendek. Hepatosit dapat rusak oleh berbagai kondisi,

seperti arterial hypoxia, acute left sided heart failure, central venous

hypertension. Stasis kemudian menyebabkan timbulnya trombosis. Trombosis

sinusoid memperburuk stasis, dimana trombosis menambah aktivasi fibroblast dan

deposisi kolagen. Dalam kondisi yang parah menyebabkan nekrosis berlanjut

menyebabkan hilangnya parenkim hati, dan dapat menyebabkan trombosis pada

vena hepatik. Proses ini sering diperparah oleh trombosis lokal vena porta.

Pembengkakan sinusoidal dan perdarahan akibat nekrosis nampak jelas di

area perivenular dari liver acinus. Fibrosis berkembang di daerah perivenular,

akhirnya menyebabkan timbulnya jembatan fibrosis antara vena sentral yang

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 4
berdekatan. Hal ini menyebabkan proses cardiac fibrosis, oleh karena itu tidak

tepat disebut sebagai cardiac cirrhosis karena berbeda dengan sirosis hati dimana

jembatan fibrosis cenderung untuk berdekatan dengan daerah portal. Regenerasi

hepatosit periportal pada kondisi ini dapat mengakibatkan regenerasi hiperplasia

nodular. Nodul cenderung kurang bulat dan sering menunjukkan koneksi antar

nodul.

2.1.3 Diagnosis

A. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis kardiak sirosis disebabkan oleh hipertensi portal atau

akibat penyakit jantung kongestif. Pada kongestif kronik, terjadi hipoksia jaringan

yang menghambat regenerasi hepatoseluler dan membentuk jaringan fibrosis yang

akan mengarah ke kardiak sirosis.

Manifestasi klinis yang muncul dapat beruba ikterik ringan, rasa tidak

nyaman pada perut kanan atas, progressif dipsnea, ortopnea, paroxyxymal

nokturnal dipsnea, edema, nokturia, fatigue, anoreksia, mual, muntah, ansietas,

dan palpitasi. Pada pemeriksan fisik dapat ditemukan peningkatan tekanan vena

jugularis dan murmur jantung yang dapat membantu membedakan kardiak sirosis

dengan sirosis hepatis primer. Pada pemeriksaan fisik dapat juga ditemukan

hepatomegali yang kadang masif, spleenomegali, asites dan edema. Edema yang

muncul lebih tipikal pada daerah perifer termasuk ekstremitas bawah dan dapat

berkembang menjadi edema anasarka terutama pada kasus gagal jantung yang

tidak mendapatkan tatalaksana. Edema yang muncul dapat disertai oleh adanya

pigmentasi, indurasi, dan selulitis. Hepatomegali dikarenakan peningkatan

tekanan hidrostatik pada vena hepatik dan peritoneal venous drainage system yang

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 5
dapat disertai munculnya asites. Kehilangan protein enteropati yang kemudian

menurunkan tekanan onkotik plasma juga dapat menyebabkan asites memburuk.

Pada pemeriksaan jantung, dapat ditemukan abnormalitas yang berhubungan

dengan gagal jantung kanan yaitu bunyi jantung tambahan S3 dan S4. Bunyi

jantung S3 muncul berhubungan gagal jantung kanan. Bunyi jantung S4 muncul

karena kontraksi atrium kanan. Holosistolik, high-pitch, dan murmur dapat

terdengar pada insufisiensi trikuspid yang berhubungan dengan dilatasi ventrikel

kanan atau gagal jantung kanan. Namun pada dilatasi ventrikel kanan yang lebih

berat, murmur yang terdengar lebih keras saat inspirasi dan menurun pada

ekspirasi. Tanda-tanda hipertensi pulmonal dapat muncul meliputi closely split S2.

Pada pemeriksaan paru dapat terdengar bunyi vesikuler melemah yang

dikarenakan efusi pleura.

B. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada congestive hepatopathy menunjukkan

peningkatan Liver Function Test (LFT) yang berkarakter cholestatic profile yakni

Alkaline Phosphatase (ALP), Gamma Glutamyl Transpeptidase (GGT) dan

bilirubin, serta hipoalbumin, bukan hepatitic profile, Alanine transaminase (ALT)

dan Aspartate transaminase (AST). ALP dan GGT meningkat akibat

meningkatnya sistesis protein enzim, yang biasanya disertai peningkatan bilirubin

(kecuali terjadi obstruksi bilier atau intrahepatal). Karena ALP diproduksi oleh

hepatosit dan GGT oleh sel epitel bilier. Bilirubin yang meningkat adalah

bilirubin total, sebagian besar yang tidak terkonjugasi. Hiperbilirubinemia terjadi

sekitar 70% pasien dengan congestive hepatopathy. Hiperbilirubinemia yang berat

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 6
mungkin dapat terjadi pada pasien dengan gagal jantung kanan yang berat dan

akut.

Meskipun terjadi deep jaundice, serum alkaline phospatase level pada

umumnya hanya meningkat sedikit sehingga dapat membedakan congestive

hepatopathy dengan ikterus obstruksi. Serum aminotransferase level menunjukkan

peningkatan ringan, kecuali terjadi hepatitis iskemia, dimana dapat terjadi

peningkatan serum aminotransferase (AST dan ALT) yang tajam. Prothrombin

time dapat sedikit terganggu, albumin dapat turun dan serum ammonia level dapat

meningkat. Serologi hepatitis virus perlu dilakukan untuk menyingkirkan

kemungkinan adanya virus tersebut.

Diagnosa paracentesis cairan asites pada congestive hepatopathy

menunjukkan tingginya protein dan gradien serum albumin >1,1g/dL. Hal ini

menunjukkan konstribusi dari hepatic lymph dan hipertensi portal. Perbaikan LFT

setelah pengobatan penyakit jantung mendukung diagnosa congestive

hepatopathy.

C. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi yang menunjang pemeriksaan congestive

hepatopathy:

- Abdominal Doppler ultrasonography

- CT scan dan MRI

- X foto dada

- Transthoracic Echocardiogram dengan Doppler

- Radionuclide imaging dengan thallium atau technetium

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 7
D. Pemeriksaan Histopatologi

Biopsi hati dapat membantu menegakkan diagnosa. Patologi pada kelainan

ini dikenal dengan istilah nutmeg liver. Istilah ini dikarenakan penampilan hati

pada congestive hepatopathy merupakan perpaduan 2 area, yakni area kontras

berwarna merah yang diakibatkan sinusoidal congestion dan perdarahan pada area

nekrosis di sekeliling vena hepatika yang membesar, serta area berwarna

kekuningan yang merupakan area hati normal atau fatty liver tissue.

- Congestive hepatopathy.

- Sirosis alkoholik.

- Sirosis hati karena virus.

2.1.4 Penatalaksanaan

Pengobatan penyakit dasar sangat penting untuk manajemen congestive

hepatopathy. Ikterus dan asites biasanya respon dengan baik terhadap diuresis.

Jika gagal jantung diobati dengan sukses, awal perubahan histologi congestive

hepatopathy dapat diatasi dan bahkan cardiac fibrosis mungkin secara histologis

dan klinis mengalami regresi.

Beta blocker dan ACE inhibitor dapat diberikan jika penyebab yang

mendasarinya adalah gagal jantung kiri. Jika gagal jantung kongestif dapat

dikoreksi, awal perubahan histopatologi congestive hepatopathy dapat teratasi dan

bahkan kardiak fibrosis secara histopatologi dan klinis dapat mengalami regresi.

Diet yang disarankan yaitu pembatasan asupan garam yang digunakan

untuk managemen jangka panjang. Target asupan garam perhari adalah kurang

dari 2gr/hari.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 8
2.2 Congestive Heart Failure (CHF)

2.2.1 Definisi

Congestive Heart Failure (CHF) yang disebut juga dengan gagal jantung

kongestive merupakan kondisi patofisiologis dimana jantung mengalami

abnormalitas fungsi, sehingga jantung tersebut gagal memompa darah dalam

jumlah yang normal dalam memenuhi kebutuhan jaringan (Dipiro, et al, 2015).

Congestive Heart Failure (CHF) merupakan kumpulan gejala klinis pasien

dengan tampilan seperti sesak nafas saat istirahat atau aktifitas, kelelahan, edema

tungkai, takikardia, efusi pleura dan hepatomegali (Siswanto, et al, 2015).

Gambar 1. Manifestasi klinik (Ryden, 2013)

2.2.2 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium rutin pada pasien diduga gagal jantung adalah

darah perifer lengkap (hemo-globin, leukosit, trombosit), elektrolit, kreatinin, laju

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 9
filtrasi glomerulus (GFR), glukosa, tes fungsi hati dan urinalisis. Pemeriksaan

tambahan laindipertimbangkan sesuai tampilan klinis.

Gangguan hematologis atau elektrolit yang bermakna jarang dijumpai

pada pasien dengan gejala ringan sampai sedang yang belum diterapi, meskipun

anemia ringan, hiponatremia, hiperkalemia dan penurunan fungsi ginjal sering

dijumpai terutama pada pasien dengan terapi menggunakan diuretik dan/atau

ACEI (Angiotensin Converting Enzime Inhibitor), ARB (Angiotensin Receptor

Blocker), atau antagonis aldosterone (Siswanto, et al, 2015).

Gambar 2. Klasifikasi gagal jantung (Ryden, 2013)

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 10
Gambar 3. Teknik Diagnostik (Ryden, 2013)

2.2.3 Patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF)

Patofisiologi Congestive Heart Failure (CHF) adanya gangguan irama

jantung. Menurut Soeparman (2000) beban pengisian (preload) dan beban tekanan

(afterload) pada ventrikel yang mengalami dilatasi atau hipertrofi memungkinkan

adanya peningkatan daya kontraksi jantung yang lebih kuat, sehingga curah

jantung meningkat. Pembebanan jantung yang lebih besar meningkatkan simpatis,

sehingga kadar katekolamin dalam darah meningkat dan terjadi takikardi dengan

tujuan meningkatkan curah jantung. Pembebanan jantung yang berlebihan dapat

mengakibatkan curah jantung menurun, maka akan terjadi redistribusi cairan dan

elektrolit (Na) melalui pengaturan cairan oleh ginjal dan vasokontriksi perifer

dengan tujuan untuk memperbesar aliran balik vena (venous return) ke dalam

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 11
ventrikel sehingga meningkatkan tekanan akhir diastolic dan menaikkan kembali

curah jantung (Soeparman,2001).

Dilatasi, hipertrofi, takikardi, dan redistribusi cairan badan merupakan

mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi

kebutuhan kompensasi untuk mempertahankan curah jantung dalam memenuhi

kebutuhan sirkulasi badan. Bila semua kemampuan mekanisme kompensasi

jantung tersebut di atas sudah dipergunakan seluruhnya dan sirkulasi darah dalam

badan belum juga terpenuhi, maka terjadilah keadaan gagal jantung (Rang, 2003)

Gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri terjadi karena adanya

gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah jantung kiri

menurun dengan akibat tekanan akhir diastole dalam ventrikel kiri dan volume

akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban

atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolic,

dengan akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan

dalam atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya

darah dari vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka bendungan

akan terjadi juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan

segala keluhan dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang

meninggi. Keadaan ini menjadi hambatan bagi ventrikel kanan memompa darah

untuk sirkuit paru (sirkulasi kecil). Bila beban pada ventrikel kanan itu terus

bertambah, maka akan meransang ventrikel kanan untuk melakukan kompensasi

dengan mengalami hipertropi dan dilatasi sampai batas kemempuannya, dan bila

beban tersebut tetap meninggi maka dapat terjadi gagal jantung kanan, sehingga

pada akhirnya terjadi akhirnya terjadi gagal jantung kiri-kanan. Gagal jantung

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 12
kanan dapat pula terjadi karena gangguan atau hambatan pada daya pompa

ventrikel kanan sehingga isi sekuncup ventrikel kanan tanpa didahului oleh gagal

jantung kiri. Dengan menurunnya isi sekuncup ventrikel kanan, tekanan dan

volume akhir diastole ventrikel kanan akan meningkat dan ini menjadi beban

atrium kanan dalam kerjanya mengisi ventrikel kanan pada waktu diastole, dengan

akibat terjadinya kenaikan tekanan dalam atrium kanan. Tekanan dalam atrium

kanan yang meninggi akan menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dalam

vena kava superior dan inferior ke dalam jantung sehingga mengakibatkan

kenaikan dan adanya bendungan pada vena-vena sistemik tersebut (bendungan

pada vena jugularis dan bendungan hepar) dengan segala akibatnya (tekanan vena

jugularis yang meninggi dan hepatomegali). Bila keadaan ini terus berlanjut, maka

terjadi bendungan sistemik yang lebih berat dengan akibat timbulnya edema tumit

atau tungkai bawah dan asites (Soeparman, 2001).

2.2.4 Penatalaksanaan Gagal Jantung Kongestif (Siswanto, et al, 2015).

1. Tatalaksana Non – Farmakologi

Manajemen perawatan mandiri mempunyai peran dalam keberhasilan

pengobatan gagal jantung dan dapat memberi dampak bermakna perbaikan

gejala gagal jantung, kapasitas fungsional, kualitas hidup, morbiditas dan

prognosis. Manajemen perawatan mandiri dapat didefnisikan sebagai tindakan-

tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik, menghindari perilaku

yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala awal perburukan gagal

jantung. Terkait dengan manajemen perawatan mandiri adalah :

 Ketaatan pasien berobat

 Asupan cairan

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 13
 Pengurangan berat badan

 Kehilangan berat badan tanpa rencana

 Latihan fisik

2. Tata Laksana Farmakologi

Tujuan

a. Prognosis

Menurunkan mortalitas

b. Morbiditas

Meringankan gejala dan tanda

Menghilangkan edema dan retensi cairan

Meningkatkan kapasitas aktifitas fisik

Mengurangi kelelahan dan sesak nafas

Mengurangi kebutuhan rawat inap

Menyediakan perawatan akhir hayat

c. Pencegahan

Timbulnya kerusakan miokard

Perburukan kerusakan miokard

Remodelling miokard

Timbul kembali gejala dan akumulasi cairan

Rawat inap

Prinsip Umum Terapi Gagal Jantung Kronis (Sukandar, 2008)

a. Langkah pertama dalam penatalaksanaan gagal jantung kronis adalah

untuk menentukan penyebabnya. Pengobatan gangguan yang mendasari

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 14
(misalnya, anemia, hipertiroidisme) kubutuhan terapi difokuskan pada

penyebab dari gagal jantung.

b. Terapi nonfarmakologi mencakup rehabilitasi jantung dan batasan asupan

cairan (maksimum 2 L/hari dari semua sumber) dan Diet natrium (sekitar

1,5 sampai 2 g natrium per hari).

c. Tahap A : Target pengobatan pada tahap ini adalah pada identifikasi dan

pengurangan faktor-faktor risiko untuk mencegah perkembangan penyakit

gagal jantung, strategi pengobatannya meliputi penghentian kebiasaan

merokok, hipertensi, diabetes melitus, dan dyslipidemia. Penggunaan

ACE Inhibitor dan Angiostensin Reseptor Blokers (ARB) dapat

direkomendasikan untuk terapi anti hipertensi pada pasien dengan faktor

risiko aterosklerosis vaskuler.

d. Tahap B : pada pasien dengan penyakit jantung struktural tetapi tidak ada

gejala, pengobatan ditargetkan untuk meminimalkan cedera tambahan dan

mencegah atau memperlambat proses remodelling. Selain pengobatan

langkah-langkah yang diuraikan untuk tahap A, pasien dengan infark

miokard sebelumnya harus menerima ACE inhibitor (atau ARB) dan β

blocker terlepas dari fraksi ejeksi (EF). pasien dengan ejeksi fraksi

tereduksi juga menerima kedua obat tersebut, walaupun pasien tersebut

tidak memiliki riwayat infark miokard.

e. Tahap C : pasien dengan penyakit jantung struktural dan memiliki gejala

gagal jantung juga dapat diklasifikasikan gejalanya menurut sistem

klasifikasi New york Heart Association. Kebanyakan pasien diberikan

empat jenis obat, yaitu : ACE inhibitor, diuretik, β bloker dan digoksin.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 15
Beberapa pasien terkadang juga memerlukan terapi tambahan seperti

pemberian antagonis reseptor Aldosteron, Angiotensin Reseptor Blocker

(ARB) dan hydralazine atau isosorbide dinitrate. Langkah-langkah umum

lainnya termasuk pembatasan natrium moderat, pengukuran berat badan

setiap hari, imunisasi terhadap influenza dan pneumokokus, pembatasan

aktivitas fisik dan menghindari obat yang dapat memperburuk atau

memperparah gagal jantung.

f. Tahap D : pada tahap ini pasien harus beristirahat sepenuhnya dan

disamping pengobatan maksimal yang dilakukan, juga harus

dipertimbangkan terapi-terapi yang terspesialisasi seperti termasuk

dukungan sirkulasi mekanis, terapi inotropik positif terus-menerus,

transplantasi jantung, atau perawatan di rumah sakit.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 16
The American Collage of Cardiology (ACC)/ American Heart Association

(AHA) Tahapan Sistem Gagal Jantung (Dipiro et al, 2008)

Contoh : Hipertensi, penyakit


Stage A
arteri koroner, diabetes.
Pasien dengan resiko
tinggi mengalami gagal
jantung
Perkembangan gagal jantung

Perkembangan penyakit
jantung struktural

Stage B

pasien dengan penyakit Infark miokard sebelumnya, hipertrofi


jantung struktural tetapi tanpa
ventrikuler kiri, disfungsi sistolik,
gejala gagal jantung
Ventrikuler tinggi yang asimtomatik.

Perkembangan gejala gagal jantung

Stage C Disfungsi sistolik ventrikular kiri


Pasien penyakit jantung dan dipsnea, lelah, retensi cairan atau
struktural dengan gejala gejala lainnya pada gagal jantung
sekarang atau sebelumnya

Gejala resisten pada terapi

Pasien dengan gejala terapi refraktori


Stage D pada saat istirahat walaupun sudah
menggunakan farmakoterapi yang
Pasien dengan gejala
walaupun dengan maksimal yang masih dapat
terapi maksimal ditoleransi. Pasien masih membutuhkan
penanganan rawat inap dan penanganan
khusus seperti alat bantu mekanik.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 17
Gambar 4. Rekomendasi Terapi Berdasarkan Stage (Hunt, et al., 2005)

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 18
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1 Analisa Farmakoterapi

INSTALASI FARMASI DOKUMEN FARMASI PENDERITA


RSUD Padang Panjang Ruangan : Interne Wanita

A. Identitas Pasien

Name : Ny. EM Alasan MRS : nafas sesak sejak 15 hari yang lalu, semakin Patient : 98 32 xx
Alamat : Pariangan terasa sesak sejak 1 hari yang lalu, kaki Room No. : I.W
Age : 43 Tahun bengkak sejak 15 hari yang lalu, perut terasa Pharmacy :
Height : - sakit, mual, nafsu makan menurun, buang LS, S.Farm, Apt
Weight : - air kecil pekat seperti teh pekat. Gender : Wanita
Admission Date : 06 Agustus Diagnosis : CHF dengan hepatopati kongestif NamaDokter:
2018 Utama dr. SA., Sp. PD
APJ Rawat Interne :
Diagnosis LS, S.Farm, Apt
Sekunder : Acute kidney injury, Hiponatremia.

Riwayat
Penyakit : Riwayat penyakit jantung katup
Status pasien : a. Umum b. BPJS c. Lain-lain…..

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 19
3.2 Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Khusus

Tingkat kesadaran : CMC

b. Tabel 11. Data Pemeriksaan Fisik

No Pemeriksaan Normal / Tidak Normal Keterangan


1. THT Normal
2. Mulut Normal
3. Kepala Normal
4. Leher Normal
5. Mata Tidak Normal Konjungtiva anemis +/+ sklera ikterik +/+
6. Thorax Tidak Normal Kardiomegali, murmur (+)
7. Abdomen Tidak normal Hepatomegali, Nyeri Tekan Epigastrium
(+)
8. Urogential Normal
9. Ekstremitas Tidak Normal udem
10. Kulit Normal

c. Tabel 12. Monitoring Kondisi Pasien

NILAI Tanggal
NO DATA
NORMAL 6/8 7/8 8/8 9/8 10/8 11/8
1 Kondisi Umum sedang lemah
2 Kesadaran CM CM CM CM CM CM
3 Motorik +/+ +/+ +/+ +/+ +/+ +/+
4 Nadi (x/ menit) 60-80 97 98 104
5 Pernafasan (x/ menit) 18-20 26 28 28 22 20 20
6 Suhu (◦C) 35,5 35,5
7 Tekanan darah (mmHg) <120/80 140/70 90/70 101/71 105/65 92/61

3.3 Diagnosa Sekunder

1. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 6 Agustus 2018

a. Tabel 13. Pemeriksaan Hematologi

Data Penunjang Pasien Normal


Hemoglobin 12 g/Dl 12-16 g/dL
Leukosit 8.560 / µL 5.000 – 10.000 / µL
Hematokrit 38 % 37 – 43 %
Trombosit 119.000/ µL 150 – 400 . 103

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 20
b. Tabel 14. Pemeriksaan Imunologi

Data penunjang Pasien Normal


Anti Ag Rapid tes/Elisa Negatif HBs : < 0,13 (-) > 0,13 (+)

c. Tabel 15. Pemerikasaan Kimia Klinik

Pasien
Data penunjang Normal
06/08/18 08/08/18 09/08/18
Darah Sewaktu (P) 104 mg/dL < 200 mg/dL
Ureum 120 mg/dL 107 mg/dL 13 – 43 mg/dL
Kreatinin 2,4 mg/dL 2,2 mg/dL 0,6 – 1,2 mg/dL
Natrium 127 mEq/L 128 mEq/L 126 mEq/L 135 – 148 mEq/L
Kalium 4,2 mEq/L 38 mEq/L 2,2 mEq/L 3,5 – 5,5 mEq/L
Klorida 90 mEq/L 88 mEq/L 72 mEq/L 98 – 107 mEq/L
Protein Total 6,0 g/dL 6,6 -8,0 g/dL
Albumin 3,6 g/dL 3,5 – 5,0 g/dL
Globulin 2,4 g/dL
Billirubin Total 9,1 mg/dL 0,1 – 1,0 mg/dL
Billirubin Direk 6,2 mg/dL < 0,25 mg/dL
Billirubin Indirek 2,9 mg/dL < 0,75 mg/dL
SGOT 51 U/L < 40 U/L
SGPT 51 U/L < 40 U/L

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 21
3.4 Terapi/tindakan

a. Tabel 16. Terapi Yang Diberikan Rawat Inap

WAKTU PEMBERIAN
N
OBAT DOSIS RUTE 06/08/18 07/08/18 08/08/18 09/08/18 10/08/18 11/08/18
O
P S M P S M P S M P S M P S M P S M P S M
1 IFVD NaCl 3 % 20j/kolf IV
2 Lasix 2x1 amp IV   
3 Ranitidin 50/1cc IV           
4 Ceftriaxon 1x2 g IV     OFF
5 Natrium Bicarbonat 2x1 PO          
6 Asam folat 1x1 PO       
7 Curcuma 2x1 PO          
8 Spironolakton 1x25 mg PO   OFF
9 Kidmin 500 cc IV
10. digoxin 1x0,25 mg PO    
10 Drip Lasix 5 cc IV 
11 Urdalfak 2 x 1 tab PO    

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 22
3.5 Follow Up

 Selasa, 07 Agustus 2018, pukul 00.30 WIB

Pasien baru masuk melalui kiriman dr. Iqbal bagian IGD

S : a. Pasien mengatakan nafas sesak sejak 15 hari yang lalu dan makin

terasa sejak 1 hari yang lalu

b. Kaki bengkak sejak ± 15 hari yang lalu

c. Perut terasa sakit, mual (+)

d. Pasien menagatakan nafsu makan tidak ada

e. Pasien mengatakan buang air kecil pekat seperti teh pekat

O : a. Klien tampak lemah

b. Tekanan darah = 90/70 mmHg

c. Nadi = 98x/i

d. Respirasi = 28x/i

e. Suhu = 35,50 C

f. Skala Nyeri =3

g. Terasa nyeri di dada kanan

A : a. Pola nafas tidak efektif

b. Nyeri Akut

P : a. Manajemen Airway

b. Manajemen Nyeri

c. Kolaborasi dalam pemberian terapi. Adapun terapi yang

direkomendasikan oleh dr. Sri Anggraeini Sp. PD :

R/ IVFD NaCl 3% 24 jam/k (1 kolf)

Inj. Lasix 1 x 1 amp (jika TD ≥ 100 mmHg)

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 23
Inj. Ranitidin 2 x 1 amp

Inj. Ceftriaxon 1 x 2 g skin test (+)

Natrium Bicarbonat 2 x 1 tab

Curcuma 2 x 1 tab

Asam Folat 1 x 1 tab

Konsul dr. Susi, Sp.Jp

Injeksi lasix 2 x 1

Injeksi spironolakton 1 x 25 mg

 Selasa, 07 Agustus 2018, Pukul 10.00 WIB (Visite Dokter)

S : a. Sesak nafas (+), mata kuning (+), berdebar – debar (+)

O : a. Tekanan darah = 105/75 mmHg

b. Mata = Ikterik (+)

c. Thorax = Kardiomegali (+)

d. Abdomen = Hepatomegali (+)

e. Hasil Labor : 1. Hb = 11 g/dL

2. Trombosit 119.000

3. Ureum Kreatinin = 120/2,4

4. Na/K/Cl = 127/4,2/9

A : a. CHF dengan hepatopati kongestif

b. AKI (Acute Kidney Injury)

c. Hiponatremia

d. Trombositopenia ec hepatopati kongestif

P : a. Kombinasi NaCl 3% 500 cc/24 jam selanjutnya Kidmin 500

cc/24 jam

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 24
b. Terapi dilanjutkan

c. Spironolakton sebaiknya ditunda

d. Lakukan USG abdomen

 Selasa, 07 Agustus 2018, Pukul 20.15 WIB

S : a. Pasien mengatakan nafas sesak

b. Pasien mengatakan badan letih

O : a. Pasien tampak sesak

b. Pasien tampak letih

A : a. Pola nafas tidak efektif

P : a. Manajemen Pola Nafas

 Rabu, 08 Agustus 2018

S : a. Pasien mengatakan nafas sesak

b. Pasien mengeluhkan badan letih

O : a. Pasien tampak sesak

b. Fx Nafas 28x/i

A : a. Pola nafas tidak efektif

P : a. Manajemen Airway

 Rabu, 08 Agustus 2018, Pukul 09.30 WIB (Visite Dokter)

S : a. Sesak nafas sudah mulai berkurang

O : a. Tekanan Darah = 101/71 mmHg

b. Nadi = 104x/i

A : a. CHF dengan hepatopati kongestif

b. AKI

c. Hiponatremia

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 25
d. Trombositopenia ec Hepatopati Kongestif

P : a.

b. Digoxin 1 x 0,25 mg

 Rabu, 08 Agustus 2018, Pukul 10.00 WIB (Tenaga Kefarmasian)

S : a. Sesak nafas sudah mulai berkurang

O : a. Tekanan Darah = 101/71 mmHg

b. Terapi yang diberikan :

R/ Furosemid Inj 2 x 1

Ranitidin Inj 2 x 1

Ceftriaxon 1 x 2 gr

Na. Bic 2 x 1

Asam Folat 1 x 1

Curcuma 2 x 1

Kidmin 500 cc/ 24 jam

Digoxin 1 x 0,25 mg

c. Assesment Medis ; CHF dengan hepatopati kongestif, AKI dan

Hiponatremi, dan Trombositopenia ec Hepatopati.

A : a. Na. Bic dan Digoxin dapat meningkatkan efek digoxin dan

meningkatkan pH Lambung

b. Spironolakton dan Digoxin dapat meningkatkan efek digoxin

dan kreatinin serum.

d. Spironolakton dan Furosemid ; Spironolakton dapat

meningkatkan kreatinin serum sedangkan Furosemid dapat

menurunkan kreatinin serum.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 26
P : Saran ; Hindari penggunaan Na. Bic dan Digoxin. Jika diharuskan

jarakkan pemakaian digoxin menjadi siang, sedangkan Na. Bic

digunakan pagi dan siang dan gunakan dosis 1 x 0,125mg/hari.

 Rabu, 08 Agustus 2018, Pukul 20.30 WIB

S : a. Pasien mengatakan nafas sesak

b. Pasien mengatakan badan letih

O : a. Pasien tampak sesak

b. RR = 20x/i

c. O2 = 3LN/i

A : a. Pola nafas tidak efektif

P : a. Manajemen Airway

 Kamis, 09 Agustus 2018, Pukul 08.00 WIB

S : a. Pasien mengatakan nafas sesak

b. Pasien mengatakan badan letih

O : a. Pasien tampak sesak

b. RR = 20x/i

c. O2 = 3LN/i

A : a. Pola nafas tidak efektif

P : a. Manajemen Airway

 Kamis, 09 Agustus 2018, Pukul 10.00 WIB (Visite Dokter)

S : a. Keluhan yang dirasakan oleh pasien sudah berkurang

O : a. Tekanan Darah = 105/65 mmHg

A : a. CHF dengan hepatopati kongestif

b. AKI (Acute Kidney Injury)

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 27
c. Hiponatremia

d. Trombositopenia ec hepatopati kongestif

P : a. IVFD NaCl 3% 24 jam/k (1 kolf)

b. Drip Lasix 0,5 cc/jam

c. Terapi lain dilanjutkan

 Kamis, 9 Agustus 2018, pukul 15.00 WIB

S : a. Pasien mengatakan nafas sesak

b. Pasien mengatakan badan letih

O : a. Pasien tampak sesak

b. RR = 22x/i

A : a. Pola nafas tidak efektif

P : a. Manajemen Airway

 Jum’at, 10 Agustus 2018, pukul 20.30 WIB (Dokter)

S : a. Pasien mengatakan nafas sesak berkurang

b. Pasien mengatakan badan letih

O : a. Pasien tampak letih

b. RR = 22x/i

c. O2 = 2 L/i

A : a. Pola nafas tidak efektif

P : a. Manajemen Airway

 Sabtu, 11 Agustus 2018, pukul 09.00 (Visite Dokter)

S : Keluhan berkurang

Terapi dilanjut.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 28
 Sabtu, 11 Agustus 2018, pukul 09.00

S : a. Pasien mengatakan nafas sesak berkurang

b. Pasien mengatakan badan letih

O : a. Pasien tampak istirahat

b. RR = 20x/i

A : a. Pola nafas tidak efektif

P : a. Manajemen Airway

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 29
3.6 Alasan Pemilihan Obat (Tabel 17)

Jenis Obat Rute Dosis Indikasi Obat Komentar dan Alasan


IFVD NaCl 3 % Intravena 24j/kolf Mengganti cairan yang hilang, meningkatkan kadar natrium pada keadaan hiponatremia.
Lasix Intravena 2 Diuretic Penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung koroner dan penyakit hati
Pada saat pasien stress maka produksi hormon katekolamin akan meningkat dan akan banyak
melepaskan mediator histamine salah satunya yaitu histamine H2 yang dapat memicu
Ranitidine Intravena 2x1 Antihistamin
peningkatan produksi asam lambung, untuk mencegah hal tersebut maka pada pasien ini
diberikan injeksi ranitidin.
Antibiotik Digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh patogen seperti infeksi abdomen
Ceftriaxon Iv 1x2 gr
peritonitis, infeksi kandung empedu, saluran pencernaan, infeksi ginjal dan saluran kemih,dll.
Natrium Bicarbonat PO 1x1 Penetral asam Penetral asam bagi penderita asidosis tubulus renalis (ATR), karena bicnat bersifat alkaloid.
Asam folat merupakan jenis vitamin B9 yang digunakan untuk mengobati kekurangan asam
Asam folat Peroral 1x1 Vitamin
folat dan mengobati anemia yang disebabkan karena kekurangan asam folat.
Penambah nafsu Tujuan diberikan curcuma, untuk meningkatkan nafsu makan pasien.
Curcuma Peroral 1x1
makan
Diuretic Mengurangi retensi Na dan air serta ekskresi K dan Mg yang menyebabkan edema dan
peningkatan preload jantung yang memacu terjadinya remodelling dan disfungsi ventrikel
Spironolakton PO 1x1
melalui peningkatan preload dan efek langsung yang menyebabkan fibrosis miokard dan
proliferasi fibrolas.
Penambah asam Menghambat pemecahan protein otot dan meningkatkan sintesa protein otot serta dapat
Kidmin IV 500cc amino memenuhi kebutuhan asam amino pada gangguan fungsi ginjal akut atau kronik yang
mengalami hipoproteinemia, mal nutrisi, dan sebelum atau sesudah operasi.
Kelainan Meningkatan kadar enzim hati dengan memfasilitasi aliran empedu melalui hati dan
Urdalfak PO 2x1
hepatobiliar melindungi sel hati.
Bekerja membuat irama jantung kembali normal, dan memperkuat jantung dalam memompa
Digoxin PO 1x1 Jantung
darah keseluruh tubuh.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 30
3.7 Analisa Permasalahan Terapi / Drug Related Problem (DRP)

PERMASALAHAN
NO JENIS DRP KOMENTAR / REKOMENDASI
TERKAIT OBAT
1. Adakah indikasi yang tidak Tidak ada permasalahan 1. NaCl 3% sebagai pengganti cairan yang hilang dengan meningkatkan kadar natrium pada keadaan
ditangani? hiponatremia elektrolit.
2. Lasix injeksi digunakan sebagai penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung koroner dan
penyakit hati
3. Ranitidine sebagai antihistamin untuk mencegah peningkatan asam lambung pada pasien
4. Ceftriakson digunakan sebagai antibiotik karena pada awal masuk rawat inap interne pasien dicurigai
kolestisitis (radang empedu)
5. Natrium Bicarbonat digunakan sebagai penetralan asam bagi penderita asidosis tubulus renalis (ATR)
6. Asam folat sebagai vitamin B9 untuk meningkatkan nilai Hb pasien yang rendah karena nilai Hb yang
rendah menunjukkan pasien mengalami anemia dan asam folat dapat mengobati anemia yang disebabkan
karena kekurangan asam folat.
7. Curcuma sebagai penambah nafsu makan
8. Spironolakton digunakan untuk mengurangi retensi Na dan air serta ekskresi K dan Mg yang
menyebabkan edema.
9. Kidmin digunakan untuk memenuhi kebutuhan asam amino pada gangguan fungsi ginjal akut/kronik
yang mengalami hipoproteinemia.
10. Digoxin digunakan untuk mengembalikan irama jantung kembali normal.
11. Urdalfak digunakan sebagai peningkatan kadar enzim hati untuk melindungi sel hati.
Semua obat yang di berikan memiliki indikasi yang sesuai.
2. Apakah ada pemilihan obat ada permasalahan Pada kasus ini, pemberian antibiotik Ceftriakson kurang tepat diberikan, karena ceftriakson digunakan
yang kurang tepat? sebagai antibiotik yang bekerja dalam mengobati infeksi. Namum pasien tidak memiliki infeksi yang
ditunjukkan dari hasil laboratorium yaitu leukosit masih berada dalam rentang normal.
3. Apakah ada penggunaan obat ada permsalahan Pemberian Ceftriakson dan cefixim pada kasus ini tidak tepat, karena berdasarkan hasil laboratorium pasien
tanpa indikasi? tidak menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
4. Apakah dosis obat terlalu Tidak ada permasalahan - Dosis obat tidak sub - standar.
kecil?

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 31
5. Apakah dosis obat terlalu ada permasalahan Pada kasus ini, pasien diberikan digoxin 1 x 0,25 mg, sedangkan dosis pemakaian dengan fungsi ginjal
besar? normal pemberiannya 0,125 mg/hari. Namun, pada pasien dengan fungsi ginjal buruk, lansia, maupun pasien
yang diterapi menggunakan obat yang dapat berinteraksi dosis yang diterapkan adalah 0,125 mg setiap 2 hari.
6. Apakah ada reaksi obat yag Tidak ada permaslahan - Tidak terdapat reaksi obat yang dikehendaki.
tidak dikehendaki?
7. Apakah ada interaksi obat Ada - Natrium bicarbonat jika diberikan bersamaan dengan digoxin, maka natrium bicarbonat akan
yang terjadi? mengabsorpsi digoksin, sehingga absorpsi digoxin menurun.
- Spironolakton jika diberikan bersamaan dengan digoxin akan meningkatkan toksisitas digoxin.
8. Apakah ada obat yang gagal Tidak ada permaslahan Karena pasien mendapatkan semua obat sesuai dengan indikasi penyakit pasien.
diterima pasien?

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 32
BAB IV

PEMBAHASAN

Seorang wanita bernama Ny. E berumur 43 tahun masuk ke IGD RSUD

Kota Padang Panjang pada tanggal 6 Agustus 2018 pukul 20.10 WIB, dengan

keluhan nafas sesak sejak 15 hari, dan makin terasa sesak sejak ± 1 hari ini, kaki

bengkak sejak 15 hari yang lalu, perut terasa sakit, mual.

Pada saat itu juga dilakukan pemeriksaan oleh dokter yang bertugas

berupa pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV), level kesadaran (GCS), pemeriksaan

fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari hasil pemeriksaan TTV diketahui bahwa

tekanan darah pasien: 90/70 mmHg, nadi: 98x/menit (takikardia), pernafasan 28

x/menit (tadipnea), dan suhu tubuh 35,50C (hipotermia). Hasil dari pemeriksaan

GCS yaitu 15 (normal). Dari hasil pemeriksaan fisik diketahui kepala, THT, leher

normal, mata terlihat konjunctiva anemis (+) dan konjunctiva ikterik (+), mulut

mual, thorax dada nyeri, abdomen nyeri perut, urogenital BAK seperti teh pekat,

status neorologi normal, dan kaki dan tangan terlihat udema. Dan dari hasil

pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan gula darah sewaktu, diperoleh hasil

yaitu 104 mg/dL (normal). Dari hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, pasien

didiagnosa hepatopati kongestif, AKI OD / CKD, CHF + vasikular heart disease

dan hiponatremia. Terapi yang diterima pasien pada saat di IGD berupa

pemberian oksigen 2 e/i infus NaCl 0,9% 200cc.

Pada tanggal 7 agustus 2018, berdasarkan hasil uji laboratorium pasien

yaitu Hb 11 g/dL, trombosit 119.000/uL, ureum kreatinin 120/2,4, Na/K/Cl

127/4,2/9 diberikan terapi kombinasi NaCl 3% 500 cc/24 jam dengan tujuan untuk

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 33
mengganti cairan yang hilang, meningkatkan kadar natrium pada keadaan

hiponatremia, kemudian dilanjutkan dengan Kidmin 500 cc/24 jam untuk

menghambat pemecahan protein otot dan meningkatkan sintesa protein otot serta

dapat memenuhi kebutuhan asam amino pada gangguan fungsi ginjal akut atau

kronik yang mengalami hipoproteinemia, malnutrisi, dan sebelum atau sesudah

operasi. Terapi sebelumnya dilanjutkan berupa Inj. Lasix 1 x 1 amp (jika TD ≥

100 mmHg) sebagai penanganan edema yang berhubungan dengan gagal jantung

koroner dan penyakit hati yaitu udema yang terjadi pada kaki dan tangan pasien,

Inj. Ranitidin 2 x 1 amp digunakan untuk menetralisir dan mencegah peningkatan

asam lambung yang dapat dipicu dari stress, Inj. Ceftriaxon 1 x 2 g di berikan

karena adanya kecurigaan terhadap kolestisitis (radang empedu) sehingga dokter

memberikan terapi antibiotik, Natrium Bicarbonat 2 x 1 tab sebagai Penetral

asam bagi penderita asidosis tubulus renalis (ATR), karena bicnat bersifat

alkaloid. Curcuma 2 x 1 tab sebagai suplemen yaitu untuk meningkatkan nafsu

makan pasien karena pasien tidak ada nafsu makan. Asam Folat 1 x 1 tab

digunakan untuk mengobati anemia yang disebabkan karena kekurangan asam

folat. Namun pemberian spironolakton dihentikan pada terapi lanjutan karena

spironolakton jika diberikan bersamaan dengan furosemid dapat meningkatkan

kreatinin serum sedangkan Furosemid dapat menurunkan kreatinin serum.

Spironolakton merupakan antagonis aldosteron. Aldosteron menyebabkan retensi

Na dan air menyebabkan edema dan peningkatkan preload jantung. Maka dari itu

penggunaan antagonis aldosteron dapat menghambat retensi Na dan air sehingga

Na dan air dapat dieksresikan. Sehingga kadar kalium lebih tinggi didalam tubuh

yang menyebabkan hiperkalemia. Spironolakton merupakan hemat kalium.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 34
Seperti yang diketahui diuretik hemat kalium tidak boleh diberikan pada gagal

ginjal karena ada bahaya terjadi hiperkalemia yang fatal (Depkes RI,2007).

Tanggal 8 agustus 2018, setelah dilakukan visite terhadap pasien,

diberikan tambahan terapi berupa digoxin 0,25 mg. Dimana digoxin ini digunakan

untuk mengembalikan irama jantung kembali normal, dan memperkuat jantung

dalam memompa darah keseluruh tubuh. Namun, dosis digoxin yang diberikan

terlalu besar bagi pasien dengan fungsi ginjal yang buruk, disarankan dosis

pemakaian digoxin pada pasien dengan fungsi ginjal buruk sebesar 0,125 mg

setiap 2 hari.

Pada kasus ini dilakukan penanganan utama terhadap udema dengan

pemberian diuretik yaitu furosemid injeksi. Diuretik merupakan terapi utama

untuk mengatasi gagal jantung yang selalu disertai dengan kelebihan (overload)

cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema perifer. furosemid

injeksi yang bekerja menghambat reabsorpsi aktif ion klorida di ascending limb

lengkung Henle. Ekskresi dari beberapa elektrolit akan meningkatkan natrium,

klorida, hidrogen, kalsium, magnesium, amonium bikarbonat, fosfat.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 35
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan kasus diatas yang dilihat dari data anamnesa, pemeriksaan

fisik dan labor pasien didiagnosa menderita Congestive Heart Failure dengan

Hepatopati kongestif. Untuk terapi yang diberikan, pasien mendapatkan terapi

yang efektif dan sesuai indikasi, namun terdapat beberapa pemberian obat yang

tidak sesuai indikasi. Dosis, frekuensi, bentuk sediaan dan cara penggunaan obat

pasien juga sudah tepat dan juga ditemukan pemberian obat yang tidak tepat.

Dilihat dari beberapa tahapan pengobatan yang diberikan kepada pasien, terlihat

adanya perubahan kondisi pasien yang mulai membaik, namun pada hari ke -7

tepatnya pada tanggal 12 Agustus 2018 sore hari pasien dinyatakan meninggal

dunia karena ketidakmampuan fungsi organ pasien dalam bekerja semestinya dan

komplikasi berat yang telah diderita oleh pasien.

5.2 Saran

Hindari penggunaan Natrium Bicarbonat dan Digoxin secara bersamaan.

Jika diharuskan jarakkan pemakaian digoxin menjadi siang. Sedangkan Natrium

Bicarbonat pemakaiannya pagi dan malam dan untuk dosis digoxin yang

disarankan adalah 1 x 0,125 mg.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 36
DAFTAR PUSTAKA

Abuelo JG. 2007. Normotensive Ischemic Acute Renal Failure. N Engl J Med.
357:797-805.
Asdie H Ahmad. 1999. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam Vol.1
Ed.13. Jakarta : EGC, Hal 217
Bagshaw SM, George C, Bellomo R. 2008. A comparison of the RIFLE and AKIN
criteria for acute kidney injury in critically ill patients. Nephrol Dial
Transplant. 23:1569-74.
Brady HR, Brenner BM. Acute Renal Failure. Dalam Kasper DL, Fauci AS,
Longo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editor. 2005. Harrison’s
principle of internal medicine. Ed 16. New York: McGraw-Hill, Inc;
.p.1644-53.
Brunner, Suddarth. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 12. Jakarta : EGC
Crawford MH. 2002. Current Diagnosis & Treatment in Cardiology 2nd Ed.
Publisher McGraw-Hill/Appleton & Lange, pp. 23-30.
Dipiro, J. T., Barbara, G.W., Yee, G.C., Terry L.S., Wells, B.G. & Cecilyv.D.
2015. Pharmacotheraphy : A Pathophysiologic Approach (9thEd).New
York : Mcgraw-Hill.
Dipiro, J. T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke G.R., Wells, B.G. &Posey L.M.
2008. Pharmacotheraphy : A Pathophysiologic Approach (7thEd).New
York : Mcgraw-Hill.
Hunt SA, et al, 2005, Guideline Update For The Diagnosis And Management Of
Chronic Heart Failure In The Adult. American Collage of Cardiology
2001;38;2101-13
Kasper DL, Braunwald E, Fauci A, Hauser S Longo D and Jameson JL. 2004.
Harrison's Principles of Internal Medicine 16th Edition. Publisher:
McGraw-Hill Professional, pp. 1367- 1377.
Kidney Disease Improving Global Outcome (KDIGO). 2012. KDIGO Clinical
Practice Guideline for Acute Kidney Injury. Kidney International
Supplements. Vol.2. 19-36
Markum, H. M. S. 2009. Gangguan Ginjal Akut. In : Sudoyo AW et al (ed). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th edition. Jakarta: InternaPublishing; p1041
Mehta RL, Chertow GM. 2003. Acute renal failure definitions and classification:
time for change?. J Am Soc Nephrol. 2003;14:2178-87.
Mehta RL, Kellum JA, Shah SV, Molitoris BA, Ronco C, Warnock DG, et al.
2007. Acute kidney injury network: report of an initiative to improve
outcomes in acute kidney injury. Critical Care. 11:R31
Osterman M, Chang R. 2007. Acute Kidney Injury in the Intensive Care Unit
according to RIFLE. Critical Care Medicine 35:1837-1843.
Rang, HP. 2003. Pharmacology. Edinburgh: Churchill Livingstone. p. 127. ISBN
0443-07145-4.
Ren Xiushui(Mike). 2012. Cardiac cirrhosis and congestive hepatophaty.
Tersedia di http;//emedicine.medscape.com/article/151792-overview
Diakses tanggal 25 maret 2014
Roesli RMA. 2008. Diagnosis Dan Etiologi Gangguan Ginjal Akut Dalam Roesli
RMA, Gondodiputro RS, Bandiara R, editor. Diagnosis dan pengelolaan

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 37
gangguan ginjal akut. Bandung: Pusat Penerbitan Ilmiah Bagian Ilmu
Penyakit Dalam FK UNPAD/RS dr. Hasan Sadikin;p.41-66.
Rubenstein D, et all. Lecture notes : kedokteran klinis. Ed.6. Jakarta : Erlangga,
2005. Hal. 313
Ryden L, Grant PJ, Anker SD, et al. ESC guidelines on diabetes, prediabetes, and
cardiovascular diseases developed in collaboration with the EASD. Eur
Heart J 2013;34;303587
Saunders WB. 2000. Goldman: Cecil Textbook of Medicine, 21st ed. Publisher:
W. B. Company, pp.74-80.
Siswanto, Bambang Budi, et al,, 2015, Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung Edisi
Pertama, PERKI ; Jakarta
Soeparman. 2001. Ilmu Penyakit Dalam Jilid11. Ed 3. FKUI: Jakarta
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I, Simadibrata MK, Setiati S (eds). 2009. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Ed.5. Jilid 2. Jakarta : Departemen Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia. Hal.1588
Sukandar, Elin Yulinah et al, 2008. ISO FARMAKOTERAPI Edisi I. PT. ISFI:
Jakarta

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 38
LAMPIRAN

1. IVFD NaCl

Komposisi : NaCl 3%
Indikasi : Untuk mengembalikan keseimbangan elektrolit pada
dehidrasi
Mekanisme kerja : Merupakan garam yang berperan penting dalam memelihara
tekanan osmosis darah dan jaringan
Dosis : Kecepatan alir yang dianjurkan 2,5ml/kgBB/Jam atau 60
tetes/70 kg BB/ menit atau 180 ml/70 kg BB/jam atau
disesuaikan dengan kondisi penderita
Pemberian obat : Melalui Intra Vena
Efek samping : Reaksi yang mungkin terjadi karena larutannya atau cara
pemberiannya termasuk timbulnya panas, infeksi pada
tempat penyuntikan, thrombosis vena atau flebitis yang
meluas dari tempat penyuntikan, ekstravasasi
Kontraindikasi : Hipokalemia Asidosis
Perhatian : Hati – hati bila diberikan pada pasien gagal jantung
kongestif, hipoproteinemia, udem perifer, atau pulmonary
Hindari pemberian berlebihan untuk mencegah terjadinya
hipokalemia

2. Lasix

Komposisi : Furosemid 40 mg
Indikasi : Furosemid diindikasikan untuk pasien dengan retensi cairan
yang berat (edema, ascites), hipertensive heart failure, edema
paru akut, edema pada sindrom nefrotik, insufisiensi renal
kronik, sirosis hepatis
Mekanisme kerja :
Dosis : Oral Edema : dewasa awal 20-80 mg dosis tunggal dapat
dinaikkan secara perlahan s/d 600 mg/hr (kecuali pada gagal
ginjal berat). Anak 1-2 mg/kgBB dosis tunggal, maks 6
mg/kgBB. Hipertensi awal 80 mg/hr.
Ampul edema : dewasa awal 20-40 mg IV/IM dosis tunggal.
Anak 1 mg/kgBB IM/IV, maks 6 mg/kgBB.
Pemberian obat : Dengan atau tanpa makanan. Dapat diberikan bersama dengan
makan untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada GI
Efek samping : Gangguan pencernaan ringan, kehilangan Ca, K, Na.
Nefrokalsinosis pada bayi prematur, metabolik alkalosis,
diabetes. Jarang, syok anafilaksis, depresi sumsum tulang,

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 39
reaksi alergi, pankreatitis akut, gangguan pendengaran.
Kontraindikasi : Gagal ginjal dengan anuria, koma hepatik, hipokalemia,
hiponatremia, & atau hipovolamiadengan atau tanpa hipotensi.
Gangguan ginjalatau hati
Perhatian : Hamil & laktasi, ketidakseimbangan cairan & elektrolit,
gangguan miksi, diabetes, gout.

3. Ranitidin

Komposisi : Tablet : Ranitidin 150 mg dan 300 mg


Indikasi : Tukak lambung dan tukak duodenum, reflukesofagitis,
dispepsia episodik kronis, tukak akibat AINS, tukak duodenum
karena H.pylori, sindrom Zollinger-Ellison, kondisi lain
dimana pengurangan asam lambung akan bermanfaat.
Mekanisme kerja : Ranitidin merupakan antagonis reseptor-H2 mengatasi tukak
lambung dan duodenum dengan cara mengurangi sekresi asam
lambung sebagai akibat penghambatan reseptor histamin-H2.
Obat ini dapat juga digunakan untuk mengatasi gejala
reflukgastroesofagus(GERD). Meskipun antagonis reseptor-H2
dosis tinggi dapat digunakan untuk mengatasi sindrom
Zollinger-Ellison, namun penggunaan penghambat pompa
proton lebih dipilih.
Dosis : Oral : untuk tukak peptik ringan dan tukak duodenum 150 mg
2 x sehari atau 300 mg pada malam hari selama 4-8 minggu,
sampai 6 minggu pada dispepsia episodik kronis dan sampai 8
minggu pada tukak akibat AINS (pada tukak duodenum 300
mg dapat diberikan 2 x sehari selama 4 minggu laju
penyembuhan yang lebih tinggi. (BPOM RI, 2008).
Injeksi : I.M 50 mg setiap 6-8 jam. I.V lambat 50 mg
diencerkan sampai 20 mL dan diberikan selama tidak kurang
dari 2 menit, dapat diulang setiap 6-8 jam. (BPOM RI, 2008).
Pemberian obat : Sesudah makan
Efek samping : Takikardi, agitasi, gangguan penglihatan, alopesia, nefritis
interstisial, diare, sakit kepala, ruam dan rasa letih.
Kontraindikasi : Hipersensitivitas terhadap ranitidin
Perhatian : Porfiria, gangguan ginjal, hamil dan menyusui dan gejala
kanker lambung.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 40
4. Ceftriaxon

Komposisi : Ceftriaxone 1 g.
Indikasi : infeksi saluran napas, infeksi THT, infeksi saluran kemih,
sepsis, meningitis, infeksi tulang, sendi dan jaringan lunak,
infeksi intra abdominal dll.
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis dinding sel bakteri sehingga terjadi
kebocoran sel bakteri dan bakteri lisis.
Dosis : Dewasa dan anak > 12 tahun : 1 - 2 gram satu kali sehari. dosis
dapat dinaikkan sampai 4 gram satu kali sehari.
Ceftriaxone dapat diberikan secara injeksi I.V. dan I.M.
Anak: 30 - 50 mg/kgBB/hari.
Pemberian obat : IV
Efek samping : Gastrointestinal : faeces encer / diare, mual, muntah, stomatitis
dan glositis.
Kulit : pruritus, urtikaria, dermatitis alergi, udema, eksantem,
eritema multiforma.
Kontraindikasi : Hipersensitif terhadap
antibiotik cephalosporin.
Perhatian : Pregnancy category B.
Pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal dan hati yang berat,
kadar plasma obat perlu dipantau.

5. Natrium Bicarbonat

Komposisi : Natrium Bicarbonat 500mg


Indikasi : Penyeimbang pH darah
Menetralisir asam lambung
Menetralisir urine yang terlalu asam
Mekanisme kerja : Natrium bikarbonat bekerja pada tubuh sebgai alkalizer
sistemik. Dengan meningkatkan plasma bikarbonat pada darah,
senyawa ini menyangga konsentrasi ion hidrogen berlebih
sehingga meningkatkan pH darah.
Meningkatkan ekskresi ion bikarbonat bebas dalam urine
sehingga secara efektif meningkatkan pH urine.
Senyawa ini juga bersifat antasida yang mampu menetralkan
atau menyangga kondisi lambung yang asam sehingga
meningkatkan pH lambung.
Dosis : Asidosis metabolic 4,8g perhari
Alkalinasi urine hingga 10g perhari
Sebagai antasida 1-5 g, diminum bila ada keluhan
Pemberian obat : Setelah makan

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 41
Efek samping : Efek samping yang muncul selama menggunakan obat ini
adalah mual, perut kembung, kram perut, darah menjadi basa
(alkalosis) sehingga menimbulkan kedutan pada otot, kaku, dan
peningkatan kadar natrium
Kontraindikasi : Memiliki riwayat alergi terhadap natrium bikarbonat
Edema pulmonary yang parah
Hipokalsemia
Interaksi : Jika dikonsumsi secara bersamaan, beberapa obat dapat
mempengaruhi kinerja Natrium Bicarbonat dalam tubuh seperti
memantine, Acetazolamide, Aspirin, Kortikosteroid.
Natrium Bicarbonat dapat menurunkan efektivitas sukralfat,
pazopanib, suplemen zat besi, ketokonazol, fluconazol,
ampicillin
Perhatian : Harap berhati – hati bagi yang menderita penyakit jantung,
mengalami pembengkakan pada kedua tungkai, gangguan
ginjal, gangguan hati, gangguan saluran kemih, hipertensi,
penyakit usus buntu, atau memiliki kadar natrium yang tinggi
dalam darah
Obat ini mengandung natrium (garam), jangan gunakan bila
sedang diet rendah garam
Tidak dianjurkan digunakan untuk anak – anak usia 12 tahun
kebawah
Jika terjadi overdosis segera hubungi dokter

6. Asam Folat

Komposisi :
Indikasi : Anemia megaloblastik yang desebabkan defesiensi asam folat
Mekanisme kerja : Folat oksogen dibutuhkan untuk sintesis nucleoprotein dalam
pemeliharaan eritropoesis normal. Asam folat menstimulasi
produksi sel darah merah, sel darah putih, dan platelet pada
anemia megaloblastik
Dosis : permulaan, 5 mg sehari untuk 4 bulan (lihat catatan di atas);
pemeliharaan, 5 mg setiap 1-7 hari tergantung penyakit
dasarnya; ANAK sampai 1 tahun, 500 mcg/kg bb/hari; di atas 1
tahun, seperti orang dewasaPencegahan neural tube defect,
lihat catatan di atas.
Pemberian obat :
Efek samping : Asam folat relatif tidak toksik terhadap manusia.Efek samping
yang umum terjadi adalah perubahan pola tidur, sulit
berkonsentrasi, iritabilitas, aktivitas berlebih, depresi mental,
anoreksia, mual-mual, distensi abdominal, dan flatulensi.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 42
Kontraindikasi : Pengobatan anemia pernisiosa dan anemia megaloblastik
lainya dimana vitamin B12 tidak cukup (tidak efektif).
Interaksi Asam aminoslaisilat : penurunan kadar folat serum dapat
terjadi selama penggunaan konkuren.
Kontrasepsi oral : dapat mempengaruhi metabolisme folat dan
menyebabkan kekurangan folat, tetapi efeknya ringan dan tidak
menyebabkan anemia atau perubahan megaloblastik.
Dehidrofolate reduktase inhibitor : defisiensi dehidrofolate
reduktase yang disebabkan pemberian antagonis asam folat
dapat mempengaruhi penggunaan asam folat.
Sulfasalzin : terjadi tanda-tanda defisiensi folat.
Fenitoin : menurunkan kadar asam folat serum.
Perhatian : Jangan diberikan secara tungga untuk anemia pernisiosa
Addison dan penyakit defisiensi vitamin B12 lainnya karena
dapat menimbulkan degenerasi majemuk dari medulla
spinallis.Jangan digunakan untuk penyakit ganas kecuali
anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat merupakan
komplikasi penting.

7. Curcuma

Komposisi : Curcuma 20 mg
Indikasi : Curcuma tablet ini bisa diresepkan untuk Anda yang memiliki
indikasi di bawah ini:
Amenore (tidak haid)
Anoreksia (kehilangan nafsu makan)
Kulit menjadi kuning
Pemeliharaan kesehatan fungsi hati
Penyumbatan saluran empedu
Selaput lendir menjadi kuning
Mekanisme kerja : Obat ini adalah obat herbal yang memiliki curcuma sebagai
kandungan aktifnya. Curcuma mampu merangsang nafsu makan
pada pasien. Selain itu, obat ini juga merupakan agen anti-
inflammator yang aktif dalam tubuh sekaligus sebagai
penyembuh luka.
Dosis : Dosis obat ini tergantung pada keluhan yang diderita pasien.
Berikut ini dosis curcuma tablet untuk setiap gejala:
Untuk pasien yang memiliki gangguan selera makan bisa
mengonsumsi 1-2 tablet setiap hari.
Untuk pasien yang memiliki gangguan ikterus karena sumbatan,
konsumsi awal adalah 1- 2 tablet perhari. Apabila gejala
berlanjut, pasien dianjurkan untuk mengonsumsi tambahan

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 43
setengah -1 tablet setiap hari.
Sedangkan untuk gejala Amenore, pasien bisa mengonsumsi 1
sampai 2 tablet setiap hari dan dimulai pada hari pertama
menstruasi.
Pemberian obat : Setelah makan
Efek samping : Obat ini merupakan obat herbal jadi tidak memberikan banyak
efek samping kecuali jika dikonsumsi berlebihan. Apabila
dikonsumsi berlebihan, obat ini bisa menyebabkan beberapa
efek samping di bawah ini:
Iritasi lambung dan mual
Kontraindikasi : Obat curcuma ini pada dasarnya adalah tanaman herbal yang
diekstrasi sehingga tidak ada aturan khusus untuk konsumsinya.
Perhatian : Tidak peringatan khusus pada konsumsi obat ini selain jangan
mengonsumsi obat ini secara berlebihan. Pasien harus selalu
mengikuti petunjuk dosis yang tepat sambil menunggu obat ini
bekerja.

8. Spironolakton

Komposisi : Spironolakton 25 mg & 100 mg


Indikasi : Edema dan ascitas pada sirosis hati, ascites malignan, sindrom
nefrotik, gagal ginjal
Mekanisme kerja : Obat ini adalah obat herbal yang memiliki curcuma sebagai
kandungan aktifnya. Curcuma mampu merangsang nafsu makan
pada pasien. Selain itu, obat ini juga merupakan agen anti-
inflammator yang aktif dalam tubuh sekaligus sebagai
penyembuh luka.
Dosis : Dosis obat ini tergantung pada keluhan yang diderita pasien.
Berikut ini dosis curcuma tablet untuk setiap gejala:
Untuk pasien yang memiliki gangguan selera makan bisa
mengonsumsi 1-2 tablet setiap hari.
Untuk pasien yang memiliki gangguan ikterus karena sumbatan,
konsumsi awal adalah 1- 2 tablet perhari. Apabila gejala
berlanjut, pasien dianjurkan untuk mengonsumsi tambahan
setengah -1 tablet setiap hari.
Sedangkan untuk gejala Amenore, pasien bisa mengonsumsi 1
sampai 2 tablet setiap hari dan dimulai pada hari pertama
menstruasi.

Pemberian obat : Setelah makan


Efek samping : Obat ini merupakan obat herbal jadi tidak memberikan banyak
efek samping kecuali jika dikonsumsi berlebihan. Apabila

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 44
dikonsumsi berlebihan, obat ini bisa menyebabkan beberapa
efek samping di bawah ini:
Iritasi lambung dan mual
Kontraindikasi : Obat curcuma ini pada dasarnya adalah tanaman herbal yang
diekstrasi sehingga tidak ada aturan khusus untuk konsumsinya.
Perhatian : Tidak peringatan khusus pada konsumsi obat ini selain jangan
mengonsumsi obat ini secara berlebihan. Pasien harus selalu
mengikuti petunjuk dosis yang tepat sambil menunggu obat ini
bekerja.

9. Kidmin

Komposisi : Mengandung 7,2% Asam Amino


Alanin, Arginin, Asam Aspartat, Cystein, Asam glutamate,
Histidin, isoleucine, Leucine, Lysine Acetate, Methionine,
phenylalanine, proline, Serine, Threonin, L-Tryptophan, L-
Tyrosine
Indikasi : Perawatan sakit kronis
Efek samping radiasi
Penurunan yang berkaitan dengan usia pada fungsi mental
Gula darah rendah
Dehidrasi
Skizofrenia
Penyembuhan luka
Detoksifikasi hati
Kelelahan
Perbaikan jaringan
Mekanisme kerja : Memperkuat system kekebalan tubuh dan membantu dalam
metabolism gula
Menyediakan tubuh dengan blok bangunan yang diperlukan
dalam metabolism gula
Meningkatkan produksi testoteron alami
Mengikat metabolit beracun dari alcohol yang terbentuk dihati
Merangsang reseptor glutamate otak
Terlibat dalam proses metabolism tubuh
Modulasi aktivitas serotonin
Mengurangi kerusakan otot
Membantu pertumbuhan dan perkembangan sel
Membantu untuk menjaga keseimbangan protein dalam tubuh
Dosis : 1. Gagal Ginjal Kronik
Dosis umum dewasa 200 ml di infuskan lewat vena perifer.
Kecepatan infuse pada dewasa 100ml per 60 menit (rata – rata

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 45
25 tetes per menit).
2. Gagal Ginjal Akut
Dosis umum dewasa adalah 600 ml perhari, di infuskan lewat
vena sentral sebagai Total Parentral Nutrisi (TPN).
Pemberian obat :
Efek samping : Kembung, peradangan, mual dan muntah, sakit perut, diare,
tekanan darah rendah, perburukan dari asma.
Interaksi Obat : Kidmin dapat berinteraksi dengan Active Carbon, Antikoagulan,
Antidiabetes, Antihipertensi, Antigout agent
Kontraindikasi : Jangan diberikan kepada anak dibawah usia 18 tahun
Alergi terhadap komponen obat
Kekurangan asam folat
Kekurangan methyltransferase Guanidino acetate
Kelainan genetic
Perhatian : Perlunya perhatian terhadap pasien yang memiliki riwayat asma,
ibu hamil dan menyusui, jangan diberikan kepada anak – anak
tanpa adanya pengawasan medis, jangan melebihi 7g dari sistein
dalam sehari, dan konsultasikan dengan dokter anda jika anda
menderita lupus, penyakit fisik yang serius, hati berat atau
kerusakan ginja, tiroid yang terlalu aktif, atau ulkus.

10. Digoxin

Komposisi : Digoxin 0,25 mg


Indikasi : Gagal jantung kongestif
Fibrilasi atrium
Takikardia atrium proksimal
Gagal jantung dengan ritme sinus yang masih simtomatik
terutama disertai dengan takikardia
Mekanisme kerja : a. Inotropik positif : menghaambat pompa Na,K,AT ase pada
membrane sel otot jantung sehingga meningkatkan kadar Na+
intrasel, dan ini menyebabkan berkurangnya pertukaran Na+-
Ca++ repolarisasi dan relaksasi otot jantung sehingga Ca2+
tertahan dalam sel kadar Ca2+ intrasel meningkat, dan ambilan
Ca2+ kedalam reticulum sarkoplasmik meningkat. Dengan
demikian Ca2+ yang tersedia dalam SR untuk dilepaskan
kedalam sitosol untuk kontraksi meningkat, sehingga
kontraktilitas sel otot jantung meningkat.
b. Inotropik negative yaitu mengurangi frekuensi denyut
ventrikel pada takikardia atau fibrilasi atrium
c. Mengurangi aktivitas saraf impuls
Dosis : Penanganan Atrial Fibrilasi dengan respon ventricular cepat: IV

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 46
dengan dosis awal 4-6 mcg/kg diberikan dalam 5 menit. Dosis
selanjutnya 2-3 mcg/kg (4-8 jam berikutnya).
Penanganan Atrial Fibrilasi dengan kondisi stabil jangka
panjang: 1x0,125-0,5 mg peroral
Pemberian obat : Setelah makan
Efek samping : Gangguan mental, pusing, sakit kepala, diare, mual dan muntah,
ruam kulit, anoreksia, aritmia
Interaksi Obat : Efektivitas digoxin bias menurun jika digunakan bersamaan
dengan antasida, kaolin, neomycin, pectin, phenytoin,
sulfasalazine. Efek digoxin juga berkurang terhadap pasien yang
sedang menjalani radioterapi
Rifampisin menginduksi transporter P-glikoprotein diusus
sehingga terjadi penurunan kadar plasma digoxin
Diuretik tiazid, furosemid menyebabkan hipokalemia sehingga
meningkatkan toksisitas digoxin
Penggunaan digoxin bersamaan dengan spironolacton atau
antagonis kalsium bias meningkatkan kadar digoxin dalam darah
Kontraindikasi : Obat ini tidak dianjurkan pada penderita hipersensitif terhadap
digoxin dan penderita yang intoleransi terhadap preparat digitalis
Perhatian : Gunakan dengan hati – hati pada pasien perikarditis, bradikardi,
penyakit paru berta, takikardia ventricular, gangguan elektrolit,
kontraksi ventricular premature, hipoksia, hipotiroidisme atau
hipertiroidisme dan penyakit ginjal
Hindari penggunaan digoxin pada pasien miokarditis dan
serangan jantung
Jangan hentikan pemberian digoxin pada pasien gagal jantung
meski kondisinya sudah stabil, karena gagal jantung bias kembali
terjadi
Hati – hati pemberian bersamaan dengan diuretic
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah menggunakan
digoxin, segera temui dokter

11. Urdalfak

Komposisi : Ursodeoxycholic Acid


Indikasi : Penderita batu empedu tembus sinar X dengan diameter tidak lebih
dari 20 mm.
Penderita yang mempunyai resiko tinggi atau yang menolak untuk
operasi kandung empedu.
Penyakit hati kolestatik.
Mekanisme kerja : Urdafalk mengandung Ursodeoxycholic Acid yang bekerja dengan
cara mengubah precipitate kolesterol menjadi kolestero yang

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 47
mudah larut sehingga mengalami disolusi (mencair) dengan jalan
merangsang pembentukan lapisan cair lecithin kolesterol pada
permukaan batu. Penekanan terhadap asam – asam empedu
endogen yang merangsang hepatotoksisitas (efek langsung), efek
sitoprotektif langsung terhadap sel sel hepatosit dan modifikasi
dari sitem imun.
Dosis : 8 – 10 mg/kg bobot badan / hari dibagi dalam 2 atau 3 dosis
(biasanya dibrikan 250 mg pada waktu pagi dan sore hari). Obat
harus diminum secara teratur bila pengobatan dengan
Ursodeoxycholic Acid ingin berhasil. Interupsi pemberian
Ursodeoxycholic Acid selama 4 minggu berarti pengobatan harus
dimulai lagi dari semula.
Pemberian obat : Diminum dengan susu atau makanan
Efek samping : Terjadi diare, terjadi pruritis, ruam kulit, urtikaria, kulit kering,
keringat dingin, rambut rontok, mual, muntah, gangguan
pencernaan makanan, sakit perut, nyeri biliar, kolesistisis,
konstipasi, radang mulit, perut kembung, pusing, letih, depresi,
gangguan tidur, nyeri sendi, nyeri otot, nyeri punggung, batuk dan
radang selavut lendir hidung
Kontraindikasi : Batu kolesterol yang mengalami klasifikasi, batu radiopak, batu
radiolusen, pigmen empedu
Obstruksi saluran empedu
Kehamilan
Kandung empedu tidak berfungsi
Penyakit peradangan dan kelainan pada usus halus
Hati dan usus yang dipengaruhi oleh sirkulasi enterohepatik garam
empedu.
Interaksi Cholestiramine atau aluminium hydroxide menghambat penyeapan
Ursodeoxycholic Acid.
Pemberian estrogen, kontrasepsional dan clofibrate( dan obat –
obat penurun kadar lipid) dapat meningkatkan sekresi kolesterol
hati dan mendorong pembentukan batu empedu kolesterol sehingga
dapat melawan efektivitas Urdafalk
Perhatian : Pengobatan batu empedu memerlukn waktu berbulan – bulan, oleh
karena itu pemakaian Ursodeoxycholic Acid harus berhati – hati dan
harus dipertimbangkan terapi alternative.
Proses pelarutan terjadi tidak sempurna pada semua pasien dan lebih dari
50% pasien akan mengalami pengulangan batu empedu dalam 5 tahun.
Tidak dianjurkan untuk ibu hamil dan menyusui.
Efektifitas dan keamanan pemakaian pada anak – anak belum dapat
diketahui dengan pasti.

Praktek Kerja Profesi Apoteker STIFI YP Padang


RSUD Padang Panjang Periode 6 Agustus – 29 September 2018
Kelompok Intene 48

Anda mungkin juga menyukai