Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN HEART FAILURE (GAGAL JANTUNG)


DI RUANG GARDENA
RSD dr. SOEBANDI

Oleh:

WAFIQ WAHYU SAPUTRA (1440120068)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN-GLENMORE-BANYUWANGI

2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori
1. Definisi
Heart failure atau gagal jantung oleh kebanyakan orang merupakan suatu
penyakit kardiovaskuler yang paling banyak terjadi di masyarakat dimana
kejadian dan prevalensinya terus meningkat. Gagal jantung mempunyai masalah
keperawatan yang sering muncul yaitu gangguan pertukaran gas (Armediyani,
2017). Gagal jantung menyebabkan beban preload dan afterload meningkat
sehingga beban kinerja jantung bertambah yang menyebabkan akhirnya jantung
berkompensasi untuk menghadapi peningkatan beban kinerjanya (Rapdata, 2018).
Decompensasi cordis adalah kondisi jantung yang tidak mampu memompa darah
secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi pada jaringan,
decompensasi cordis sering digunakan pada saat terjadi gagal jantung pada
jantung kiri dan jantung kanan (Kasron, 2012 dalam Armediyani, 2017).
Menurut Nurarif (2015) dalam Rapdata (2018), gagal jantung yaitu kondisi
dimana jantung tidak mampu mempertahankan cardiac output. Decompensasi
cordis atau gagal jantung kronis merupakam kondisi dimana jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup untuk kebutuhan tubuh walaupun tekanan
pengisian vena masih normal. Saat jantung gagal memompa darah maka perfusi
ginjal menurun akibatnya terjadi retensi natrium yang menyebabkan edema perifer
pada pasien gagal jantung (Varlinda, 2019).

2. Klasifikasi Decompensasi Cordis


Klasifikasi gagal jantung menurut Armediyani (2017) antara lain:
Gagal Jantung Akut-Kronik
1) Gagal Jantung Akut
Terjadinya secara tiba-tiba, ditandai dengan penurunan cardiac output dan
perfusi jaringan tidak adekuat sehingga dapat menyebabkan edema paru dan
kolaps pembuluh darah.
2) Gagal Jantung Kronik
Terjadi secara perlahan ditandai dengan adanya penyakit jantung iskemik
dan/atau penyakit paru kronik. Biasanya terjadi retensi air dan sodium pada
ventrikel sehingga terjadi hipovolemia yang menyebabkan dilatasi dan
hipertrofi pada ventrikel.

3. Etiologi
Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak dapat memberikan oksigen dan
nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Salah satu
kelainan fungsional jantung yaitu disfungsi sistolik dimana ventrikel kiri tidak
mampu memompa cukup darah keluar dari sistemik selama sistol dan turunnya
fraksi ejeksi. Sehingga menyebabkan tekanan darah tinggi pada bantalan kapiler
disekitar alveoli dan mengakibatkan bocornya cairan ke alveolus yang menjadi
edema paru (Varlinda, 2019).

Penyebab gagal jantung menurut Chalik (2016) yaitu:


1) Penyempitan pembuluh darah arteri jantung akibat penyakit dan penumpukan
lemak jahat
2) Adanya kerusakan otot jantung
3) Denyut jantung tidak normal
4) Komplikasi penyakit lainnya seperti hipertensi

Menurut Kasron (2012) dalam Armediyani (2017), etiologi gagal jantung


antara lain:
1) Kelainan Otot Jantung
Biasanya pada kelainan otot jantung menyebab kontraktilitas jantung
menurun sehingga tejadi gagal jantung.
2) Asterosklorosis Koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena aliran darah ke otot jantung
terganggu yang menyebabkan hipoksia dan asidosis akibat penumpukan asam
laktat. Infark miokardium biasanya terjadi sebelum terjadi gagal jantung.
3) Hipertensi Sistemik atau Pulmonal
Meningkatnya beban kerja jantung sehingga menyebabkan hipertrofi serabut
otot jantung.
4) Peradangan dan Penyakit Miokardium Degeneratif
Terjadinya gagal jantung dikaitkan dengan adanya peradangan dan
miokardium degeneratif karena kontraktilitas menurun akibat merusak serabut
jantung secara langsung.
5) Faktor Sistemik
Meningkatnya laju metabolisme, hipoksia, dan anemia membutuhkan
peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik.
Hipoksia dan anemia dapat menyebabkan suplai oksigen ke jantung berkurang
yang menyebabkan asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalita
elektronik sehingga kontraktilitas jantung menurun.
6) Penyakit Jantung Lain

Penyakit jantung lain yang sebelumnya diderita pasien akan mempengaruhi


jantung dimana akan mempengaruhi aliran darah yang masuk ke jantung
(stenosis katup semilunar), mempengaruhi kemampuan jantung untuk
mengisi darah (temponade, pericardium, perikaditif konstriktif, atau stenosis
AV), mempengaruhi afterload.

4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada decompensasi cordis atau gagal jantung menurun
Majid (2017) dalam Rapdata (2018), sebagai berikut:
Tanda dominan yaitu peningkatan volume intravaskuler, kongesti jaringan
akibat tekanan arteri dan vena meningkat karena penurunan curah jantung
dimana dapat berbeda-beda tergantung kegagalan yang terjadi.

a. Dispnea
b. Batuk
c. Mudah lelah
d. Kegelisahan dan kecemasan
e. Kongestif
f. Edema
g. Hepatomegali
h. Anoreksia dan mual
i. Nokturia
j. Kelemahan

Menurut Chalik (2016), gejala gagal jantung antara lain:


1) Merasa sakit dan nyeri pada bagian dada
2) Mudah merasa capek dan lelah saat beraktivitas berlebih
3) Detak jantung tidak beraturan dengan irama yang cepat (takikardi)
4) S3 gallop
5) Sering sesak napas
6) Edema paru
7) Kardiomegali radiografi
8) Penurunan kemampuan bergerak
9) Mengalami gejala baruk yang terus menerus atau berulang dan sering
10) Tidak bisa konsentrasi sehingga hilang fokus pikiran

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai perubahan cepat atau bertahap pada
tanda dan gejala gagal janjtung yang mungkin memerlukan rawat inap dan
perubahan terapi yang ada. Pasien dengan gagal jantung hipertensi akut biasanya
mengalami onset gejala yang tiba-tiba. Gejala dispnea sering kali bisa arah dan
pasien bisa menjadi takipnea dan takikardi. Selai itu, rales sering terjadi pada
auskultasi paru. Tekanan sistolik biasanya menngkat secara signifikan yaitu
>180/100 mmHg. Radiografi dada akan konsisten dengan edema paru dan pasien
bisanya mengalami hipoksemia. Penyebab yang memicu vasokontriksi dapat
menjadi hasil dari aktivitas, insensitivitas baroreseptor arteri, penyalahgunaan
zat simpatomimetik, ketidakpatuhan obat, aktivasi sistem renin-angiotensis-
aldosteron, endotel disfungsi, dan stress (Liu dkk., 2019).

5. Komplikasi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) dalam Rapdata (2018), komplikasi gagal
jantung terdiri dari:
1) Adema paru akut yang terjadi akibat gagal jantung kiri.
2) Syok kardiogenik akibat penurunan curah jantung dan tidak adekuatnya
perfusi jaringan ke organ vital (jantung dan otak).
3) Episode trombolitik terjadi akibat pasien imbolitas dan adanya gangguan
sirkulasi sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah.
4) Efusi pericardial dan temponade jantung terjaid akibat masuknya cairan ke
kantung pericardium yang meregangkan perikadium hingga ukuran yang
maksimal dan penyebabkan menurunnya cardiac output dan aliran balik vena
ke jantung.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien decompensasi cordis
atau gagal jantung menurut (Arinda, 2018), antara lain:
1) EKG
Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengetahui hipertrofi atrial atau
ventrikuler, infark, penyimpanan aksis, iskemia, dan kerusakan pola.
2) Tes Laboratorium Darah
a. Enzim hepar
Pada penderita gagal jantung enzim hepar meningkat
b. Elektrolit
Pada penderita gagal jantung dapat terjadi kemungkinan adanya perubahan
elektrolit karena perpindahan cairan dan penurunan fungsi ginjal.
c. Oksimetri Nadi
Pada penderita gagal jantung biasanya mengalami sesak napas kemungkinan
saturasi oksigen rendah.
d. AGD
Gagalnya vantrikel kiri memompa darah ditandai dengan alkalosis
respiratorik atau hipoksemia dengan meningkatnya kadar PCO2.
e. Albumin
Kemingkinan terjadi penurunan albumin karena penurunan peredaran atau
pemasokan protein.
3) Radiologi
a. Foto Thoraks
Foro thoraks akan menunjukkan adanya kardiomegali dan/atau efusi pleura.
b. USG Jantung / Ekokardiagram
Ekokardiagram atau biasanya disebut “echo” dilakukan untuk mengetahui
adanya perubahan pembesaran ventrikel dalam fungsi struktur katup jantung
dan kontraktilitas ventrikel.
c. CT Scan Jantung
Untuk mengetauhi kondisi jantung dan pembuluh darah.
d. Rontgen Dada

Rontgen dada menunjukkan adanya pembesaran jantung dimana bayangan


mencerminkan dilatasi atau hipertrofi ventrikel atau perubahan dalam
pembuluh darag atau adanya peningkatan tekanan pulmonal.

7) Pathophysiology

Abnormalitas patofisiologis pendorong utama pada gagal jantung hipertensif


akut adalah hubungan vaskular-ventrikular yang abnormal. Sistem ventrikel dan
arteri dapat dianggap sebagai sebagai ruang elastis di mana elastisitas ventrikel
dan arteri bekerja berlawanan satu sama lain untuk mempengaruhi dan
merespons perubahan volume. Disfungsi pada kopling vaskular-ventrikular
terjadi ketika adaketidakseimbangan dalam sistem dan sering dikaitkan dengan
kekakuan vaskular.Kekakuan arteri meningkat seiring bertambahnya usia,
hipertensi, aterosklerosis,diabetes, gagal ginjal, obesitas, dan gagal jantung. Dari
kondisi ini, hipertensi kronis adalah yang paling erat terkait dengan peningkatan

kekakuan arteri. Hipertensi kronis menyebabkan penurunan komplians vaskular


karena tekanan dinding dan hipertrofi otot polos. Penurunan kepatuhan vaskular
menyebabkan peningkatan resistensi terhadap aliran ventrikel kiri. Pada keadaan
tidak patuh, sedikit peningkatan preload dan afterload mengubah elastansi arteri,
menghasilkan perubahan berlebihan pada tekanan darah sistolik. Ventrikel kiri
yang kaku, cadangan jantung dan kemampuan untuk mengkompensasi
peningkatan elastisitas arteri menjadi tumpul. Peningkatan kekakuan ventrikel
kiri membuat sistem sangat sensitif terhadap kondisi pembebanan dengan
respons tekanan yang berlebihan terhadap sedikit peningkatan prabeban dan
ketidakmampuan untuk menyesuaikan volume normal dengan peningkatan
afterload. Peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan peningkatan
afterload menyebabkan perubahan hubungan tekanan-volume dan faktor
perkembangan gagal jantung hipertensif akut. Ketidakmampuan untuk
menambah tekanan ventrikel kiri untuk mencocokkan resistensi vaskular
menyebabkan penurunan volume sekuncup dan presipitasi gagal jantung (Liu
dkk., 2019).
8) pathway
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal pada proses keperawatan dengan
melakukan pengumpulan data. Perawat harus menciptakan hubungan saling
membantu, bina hubungan saling percaya dalam melakukan pemeriksaan fisik
(Rapdata, 2018).
1) Identitas Pasien
Berisi biodata pasien secara lengkap. Laki-laki yang berusia >45 tahun dan
wanita berusia >55 tahun beresiko lebih tinggi mengalami gagal jantung.
2) Keluhan Utama
Keluhan yang paling sering dirasakan oleh pasien.
3) Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
- Sesak napas (dispnea) akibat penumpukan cairan yang berlebih pada
paru karena edema paru sehingga elastisitas paru menurun dan
tahanan aliran udara meningkat.
- Mudah lelah akibat kelainan jantung sehingga pompa jantung tidak
maksimal yang menyebabkan suplai darah ke seluruh jaringan tubuh
berkurang.
- Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND) yaitu sesak napas di malam
hari sehingga pasien terbangun dan mengalami gangguan tidur karena
reabsorpsi cairan paru.
- Asites karena adanya penumpukan cairan pada rongga perut akibat
peningkatan vena portal.
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah dialami oleh pasien yang berhubungan dengan
decompensasi cordis seperti hipertensi, kerusakan katup jantung bawaan,
diabetes mellitus, infark miokard kronis, bedah jantung.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
d. Keluarga yang menderita penyakit jantung lebih beresiko menderita
penyakit yang sama.

4) Pola Fungsi Kesehatan


a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
b. Pola nutrisi
c. Pola eliminasi
d. Pola aktivitas dan latihan
e. Pola tidur dan istirahat
f. Pola kognitif & perceptual fungsi kognitif dan memori
g. Pola persepsi diri
h. Pola seksualitas & reproduksi
i. Pola peran dan hubungan
j. Pola manajemen koping-stres
k. Sistem nilai dan keyakinan
5) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
Pada pasien gagal jantung biasanya kesadarannya compos mentis dan akan
berubah sesuai dengan tingkat gangguan yang melibatkan sistem saraf
pusat.
b. B1 (Breating)
Didapatkan tanda kongesti vaskular pulmonal akut. Secara umum
terdengar suara napas crackles atau ronki basah pada dasar posterior paru.
c. B2 (Bleeding)
- Inspeksi
Pada pasien pasca pembedahan jantung terlihat bekas luka operasi atau
luka parut. Lihat adanya dampak penurunan curah jantung seperti
pasien lemahm mudah lelah, apatis, letargi, kesulitan konsentrasi,
defisit memori. penurunan toleransi aktivitas.
- Palpasi
Sering terjadi sinus takikardi pada pasien gagal jantung akibat
peningkatan frekuensi jantung.
- Auskultasi

Tanda yang berkaitan dengan kegagalan ventrikel kiri meliputi bunyi


jantung ketiga dan keempat (S3,S4) serta crackles pada paru. S4 atau
gallop atrium, mengikuti kontraksi atrium.
- Perkusi
Batas jantung ada pergeseran yang tandanya hipertrofi jantung
(kardiomegali).
d. B3 (Brain)
Kesadaran compos mentis. Apabila gangguan perfusi jaringan berat akan
terjadi sianosis.
e. B4 (Bladder)
Pengukuran pengeluaran urin yang berhubungan dengan asupan cairan
untuk mengidentifikasi adanya oliguria yang merupakan tanda awal syok
kardiogenik. Retensi cairan ditandai dengan edem ekstremitas.
f. B5 (Bowl)
Adanya mual dan muntah, penurunan nafsu makan akibat membesarnya
vena dalam rongga abdomen, dan terjadi penurunan berat badan. ADanya
hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen akibat
pembesaran vena di hepar yang merupakan tanda gagal jantung.
g. B6 (Bone)
Pada pengkajian B6 biasanya ditemukan adanya kulit pucat dan dingin
akibat vasokonstriksi perifer, penuruna curah jantung, dan meningkatnya
kadar hemoglobin tereduksi mengakibatkan sianosis. Pasien juga akan
mudah lelah akibat kurangnya curah jantung sehingga menghambat
jaringan memperoleh sirkulasi dan oksigen secara normal dan menurunnya
pembuangan sisa hasil katabolisme.
6) Pemeriksaan Penunjang
a. Radiogram dada
b. Kimia darah
c. Pemeriksaan urin lengkap
d. Pemeriksaan fungsi hati
7) Penatalaksanaan

Secara umum, pengobatan gagal jantung akut ditujukan untuk meningkatkan


hemodinamik dan mengurangi kongesti tanpa memperhatikan penyebab
pencetusnya. Secara tradisional, ini dicapai dengan menggunakan berbagai
kombinasi pengurangan afterload, diuresis, dan dukungan inotropik. Fenotip dan
profil pasien yang berbeda berdasarkan penilaian perfusi dan status volume telah
digunakan untuk menggambarkan pasien dengan gagal jantung akut, dan terapi
disesuaikan untuk setiap profil. Gagal jantung hipertensif akut telah muncul
sebagai fenotipe unik di mana ciri khas Karakteristiknya adalah peningkatan
afterload dan preload sistemik yang cepat yang menyebabkan edema paru.
Karena vasokonstriksi perifer adalah mekanisme kontribusi utama, intervensi
yang menargetkan sindrom ini berfokus pada pengurangan afterload dan preload
dengan vasodilator, sedangkan diuretik dapat digunakan untuk hipervolemia
(Liu dkk., 2019).
Tidak ada pengobatan yang spesifik untuk proses penyembuhan penyakit
gagal jantung namun ada beberapa penatalaksanaan pengobatan gagal jantung
menurut Nurarif (2015) dalam Rapdata (2018), antara lain:
1) Peawatan
a. Tirah baring (bedrest)
Mengurangi kerja jantung karenga kebutuhan oksigen yang meningkat.
b. Pemberian oksigen
Biasanya diperlukan pemberian oksigen 2liter/menit dan jika sianosis berat
maka oksigen ditambah lebih tinggi dosisnya.
c. Diet
Biasanya diberi makanan lunak dengan rendah garam. Kalori disesuaikan
dengan kebutuhan, pada pasien yang kurang gizi diberi makanan tinggi kalori
dan tinggi protein. Cairan 80-100ml/kgBB/hari.
2) Pengobatan Medis
a. Digitalisasi
Memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat dan memperkuat kontraksi
jantuung serta meningkatkan curah jantung.
Dosis digitalis:

- Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
- Cedilanid IV 1,2-1,6 mg selama 24 jam. Dosis penunjang untuk gagal
jantung dengan pemberian digoksin 0,25 mg sehar pada pasien lansia dan
pada pasien gagal ginjal dosisnya disesuaikan. Dosis penunjang untuk
fibrilasi atrium degan pemberian digoksin 0,25 mg.
b. Diuretik
Diuretik tetap menjadi salah satu andalan dalam pengobatan gagal jantung
dekompensasi akut. Pedoman American College of Cardiology/American
Heart Association (ACC/AHA) untuk pengelolaan gagal jantung
merekomendasikan (kelas I) bahwa semua pasien gagal jantung yang dirawat
di rumah sakit dengan kelebihan cairan harus diobati dengan diuretik
intravena. Diuretik via IV harus diberikan lebih awal karena pemberian dini
telah dikaitkan dengan hasil yang lebih baik. Untuk sebagian besar pasien
dengan gagal jantung akut, pengobatan awal dengan diuretik intravena akan
sesuai untuk mengurangi kemacetan. Diperkirakan 90% dari semua pasien
gagal jantung akut cocok dengan profil "hangat dan basah", dan dalam
fenotipe ini, mekanisme dekompensasi yang dominan adalah kemacetan
karena retensi cairan dan peningkatan volume tubuh total yang disebabkan
oleh berbagai pencetus. Dekompensasi biasanya terjadi lebih bertahap selama
berhari-hari atau berminggu-minggu (Liu dkk., 2019).
Diuretik dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian yang
berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang berlebihan.
Menggunakan furosemid 40-80 mg. Pemberian dosis penunjang bergantung
pada respon, rata-rata 20 mg sehari.
c. Vasodilator
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan
menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.
3) Operatif
Tindakan operasi harus segera dilakukan jika keadaan pasien terindikasi harus
dilakukan tindakan operasi.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon individu,
klien atau masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
sesuai dengan kewenangan perawat (Herdman & Kamitsuru, 2015 dalam
Rapdata, 2018). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
gagal jantung antaralain:
a. Gangguan pertukaran gas b.d disfungsi ventrikel kiri d.d preload meningkat,
kongesti vaskular pulmonal, edema paru.
b. Nyeri akut b.d kenaikan frekuensi jantung d.d peningkatan kebutuhan
oksigen, asidosis jaringan, iskemi miokard.
c. Penurunan curah jantung b.d kenaikan frekuensi jantung d.d peningkatan
kebutuhan oksigen, asidosis jaringan, iskemi miokard.
d. Hipervolemi b.d disfungsi ventrikel kanan, kongesti vena sistemik, edema
perifer.
e. Ansietas b.d disfungsi ventrikel kiri d.d preload meningkat, kongesti vaskular
pulmonal, edema paru, kesulitan bernapas.
f. Intoleransi aktivitas b.d disfungsi ventrikel kiri d.d preload meningkat,
kongesti vaskular pulmonal, edema paru, kesulitan benapas.
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
(SDKI) (SIKI)
1. Gangguan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi (I.01014)
(D.0003) Observasi
Kelebihan atau kekurangan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
oksigenasi dan/atau eliminasi napas
karbondioksida pada 2. Monitor pola napas
membran alveolus kapiler. 3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
12. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
13. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Nyeri Akut (D.0077) Manajemen Nyeri (I.08238)
Pengalaman sensorik atau Observasi:
emosional yang berkaitan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan kerusakan jaringan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
actual atau fungsional, 2. Identifikasi skala nyeri
dengan onset mendadak atau 3. Identifikasi respon nyeri non-verbal
lambat dan berintensitas 4. Identifikasi faktor yang memperberay dan
ringan hingga berat yang memperingan nyeri
berlangsung kurang dari 3 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
bulan nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
Terapeutik
8. Berikan terrapin non-farmakologis
untuk mengurangi nyeri
9. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
10. Fasilitasi istirahat dan tidur
11. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
12. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
13. Jelaskan strategi meredakan nyeri\
14. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
15. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
16. Ajarkan teknik non-farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
3. Penurunan Curah Jantung Perawatan Jantung (I.02075)
(D.0008) Observasi
Ketidakadekuatan jantung 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah
Memompa darah untuk jantung (meliputi dispnea, kelelahan, edema,
memenuhi kebutuhan ortopnea, Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
peningkatan CVP)
metabolisme tubuh.
2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
curah jantung (meliputi peningkatan BB,
hepatomegaly, distensi vena jugularis, pelpitasi,
ronki basah, oliguria, batuk, kulit pucat.
3. Monitor terkanan darah (termasuk tekanan
ortostatik), jika perlu
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor BB setiap hari di waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada Iintensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi
nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
10. Monitor nilai laboratorium jantung
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum
dan sesudah aktivitas,
13. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat
Terapeutik
14. Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi nyaman
15. Berikan diet jantung yang sesuai (batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi
lemak)
16. Gunakan stocking elastis atau pneumatik
intermiten, sesuai indikasi
17. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
18. Berikan terpai relaksasi untuk mengurangi stress,
jika perlu
19. Berikan dukungan emosional dan spiritual
20. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
21. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
22. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
23. Anjurkan berhenti merokok
24. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan harian
25. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi
26. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
27. Rujuk ke program rehabilitasi jantung

4. Hipervolemi (D.0022) Manajemen Hipervolemia (I.03114)


Peningkatan volum cairan Observasi
intravascular, interstisial, 1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia (ortopnea,
dan/atau intraseluler. dispnea, edema, JVP/CVP meningkat, reflex
hepatojugular positif, suara napass tambahan)
2. Identifikassi penyebab hypervolemia
3. Monitor status hemodinamik (frekuensi jantung,
tekanan darah, MAP, CVP, PAP, PCWP, CO,
Cl), jika tersedia
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda hemokonsentrasi (kadar natrium,
BUN, hemtokrit, berat jenis urin)
6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
plasma (kadar protein dan albumin meningkat)
7. Monitor kecepatan infus secara ketat
8. Monitor efek samping diuretik (hipotensi
ortostatik, hipovolemia, hypokalemia,
hiponatremia)
Terapeutik
9. Timbang BB setiap hari di waktu yang sama
10. Batasi asupan cairan dan garam
11. Tinggikan temoat tidur 30-40 derajat
Edukasi
12. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
ml/kg/jam dalam 6 jam
13. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1kg
dalam sehari
14. Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan dan
haluaran cairan
15. Ajarkan membatasi cairan
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian diuretik
17. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium akibat
diuretik
18. Kolaborasi pemberian continuous rena
replacement therapy (CRRT), jika perlu
5. Ansietas (D.0080) Reduksi Ansietas (I.09134)
Kondisi emosi dan Meminimalkan kondisi individu dan pengalaman
pengalaman subjektif subjektif terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik
individu terhadap objek yang akibat antisipasi yang memungkinkan individu
tidak jelas dan spesifik akibat melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman
antisipasi bahaya yang Observasi
memungkinkan individu 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
melakukan tindakan untuk 2. Identifikasi kemampuan mengambil keputusan
menghadapi ancaman. 3. Monitor tanda-tanda ansietas
Terapeutik
4. Ciptakan suasana teraperutik untuk
menumbuhkan kepercayaan
5. Temani pasien untuk mengurangi kecemasan
6. Pahami situasi yang membuat ansietas
7. Gunakan pendekatan yang tenang dan
meyakinkan
Edukasi
8. Jelaskan prosedur termasuk sensasi yang mungin
dialami
9. Informasikan secara factual mengenai diagnosis,
pengobatan dan prognosis
10. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan persepsi
11. Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi
ketegangan

12. Latih teknik relaksasi

6. Intoleransi Aktivitas Manajemen Enegeri (I.05178)


(D.0056) Observasi
Ketidakcukupan energi untuk 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
melakukan aktivitas sehari- mengakibatan kelelahan
hari. 2. Monitor kelelahan fisik dan fungsional
3. Monitor pola dan jam tidur
4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
melakukan aktivitas
Terapeutik
5. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
stimulus (cahaya, suara, kunjungan)
6. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau
aktif
7. Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur. jika tidak
dapat berpindah atau berjalan
Edukasi
8. Anjurkan tirah baring
9. Anjurkan melakukan aktivitas secraa bertahap
10. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
gejala kelelahan tidak berkurang
11. Ajarkan stratego koping untuk mnegurangi
kelelahan
Kolaborasi
12. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang
meningkatkan asupan makanan
DAFTAR PUSTAKA

Arinda, N. 2018. Asuhan Keperawatan Pasien Congestive Heart Failure pada Ny.
N dan Ny. M dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas di Ruang
Melati RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018. Universitas Jember.

Armediyani, R. 2017. Asuhan Keperawatan Klien Decompensasi Cordis dengan


Gangguan Pertukaran Gas di Ruang CVCU RSUD Bangil Pasuruan. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika.

Chalik, R. 2016. Anatomi Fisiologi Manusia. Jakarta Selatan: Kementerian


Kesehatan Republik Indonesia.

Liu, J. X., S. Uppal, dan V. Patel. 2019. Management of acute hypertensive heart
failure. Geart Failure Clin. 15(4):565–574.

Rapdata, D. 2018. Asuhan Keperawatan pada Klien Decompensasi Cordis dengan


Masalah Gangguan Pertukaran Gas di Ruang CVCU RSUD Bangil. Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika.

Varlinda, O. M. 2019. Asuhan keperawatan dengan masalah kelebihan volume


cairan pada pasien decompensasi cordis di rsu haji surabaya. Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan Bina Sehat PPNI Mojokerto.

Wahyuningsih, H. P. dan Y. Kusmiyati. 2017. Anatomi Fisiologi. Jakarta Selatan:


Kementerian Kesehatan Republik Indonesi

Anda mungkin juga menyukai