Oleh:
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Konsep Teori
1. Definisi
Heart failure atau gagal jantung oleh kebanyakan orang merupakan suatu
penyakit kardiovaskuler yang paling banyak terjadi di masyarakat dimana
kejadian dan prevalensinya terus meningkat. Gagal jantung mempunyai masalah
keperawatan yang sering muncul yaitu gangguan pertukaran gas (Armediyani,
2017). Gagal jantung menyebabkan beban preload dan afterload meningkat
sehingga beban kinerja jantung bertambah yang menyebabkan akhirnya jantung
berkompensasi untuk menghadapi peningkatan beban kinerjanya (Rapdata, 2018).
Decompensasi cordis adalah kondisi jantung yang tidak mampu memompa darah
secara adekuat untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi pada jaringan,
decompensasi cordis sering digunakan pada saat terjadi gagal jantung pada
jantung kiri dan jantung kanan (Kasron, 2012 dalam Armediyani, 2017).
Menurut Nurarif (2015) dalam Rapdata (2018), gagal jantung yaitu kondisi
dimana jantung tidak mampu mempertahankan cardiac output. Decompensasi
cordis atau gagal jantung kronis merupakam kondisi dimana jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup untuk kebutuhan tubuh walaupun tekanan
pengisian vena masih normal. Saat jantung gagal memompa darah maka perfusi
ginjal menurun akibatnya terjadi retensi natrium yang menyebabkan edema perifer
pada pasien gagal jantung (Varlinda, 2019).
3. Etiologi
Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak dapat memberikan oksigen dan
nutrisi yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan. Salah satu
kelainan fungsional jantung yaitu disfungsi sistolik dimana ventrikel kiri tidak
mampu memompa cukup darah keluar dari sistemik selama sistol dan turunnya
fraksi ejeksi. Sehingga menyebabkan tekanan darah tinggi pada bantalan kapiler
disekitar alveoli dan mengakibatkan bocornya cairan ke alveolus yang menjadi
edema paru (Varlinda, 2019).
4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis pada decompensasi cordis atau gagal jantung menurun
Majid (2017) dalam Rapdata (2018), sebagai berikut:
Tanda dominan yaitu peningkatan volume intravaskuler, kongesti jaringan
akibat tekanan arteri dan vena meningkat karena penurunan curah jantung
dimana dapat berbeda-beda tergantung kegagalan yang terjadi.
a. Dispnea
b. Batuk
c. Mudah lelah
d. Kegelisahan dan kecemasan
e. Kongestif
f. Edema
g. Hepatomegali
h. Anoreksia dan mual
i. Nokturia
j. Kelemahan
Gagal jantung akut didefinisikan sebagai perubahan cepat atau bertahap pada
tanda dan gejala gagal janjtung yang mungkin memerlukan rawat inap dan
perubahan terapi yang ada. Pasien dengan gagal jantung hipertensi akut biasanya
mengalami onset gejala yang tiba-tiba. Gejala dispnea sering kali bisa arah dan
pasien bisa menjadi takipnea dan takikardi. Selai itu, rales sering terjadi pada
auskultasi paru. Tekanan sistolik biasanya menngkat secara signifikan yaitu
>180/100 mmHg. Radiografi dada akan konsisten dengan edema paru dan pasien
bisanya mengalami hipoksemia. Penyebab yang memicu vasokontriksi dapat
menjadi hasil dari aktivitas, insensitivitas baroreseptor arteri, penyalahgunaan
zat simpatomimetik, ketidakpatuhan obat, aktivasi sistem renin-angiotensis-
aldosteron, endotel disfungsi, dan stress (Liu dkk., 2019).
5. Komplikasi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) dalam Rapdata (2018), komplikasi gagal
jantung terdiri dari:
1) Adema paru akut yang terjadi akibat gagal jantung kiri.
2) Syok kardiogenik akibat penurunan curah jantung dan tidak adekuatnya
perfusi jaringan ke organ vital (jantung dan otak).
3) Episode trombolitik terjadi akibat pasien imbolitas dan adanya gangguan
sirkulasi sehingga menyebabkan tersumbatnya pembuluh darah.
4) Efusi pericardial dan temponade jantung terjaid akibat masuknya cairan ke
kantung pericardium yang meregangkan perikadium hingga ukuran yang
maksimal dan penyebabkan menurunnya cardiac output dan aliran balik vena
ke jantung.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien decompensasi cordis
atau gagal jantung menurut (Arinda, 2018), antara lain:
1) EKG
Pemeriksaan EKG dilakukan untuk mengetahui hipertrofi atrial atau
ventrikuler, infark, penyimpanan aksis, iskemia, dan kerusakan pola.
2) Tes Laboratorium Darah
a. Enzim hepar
Pada penderita gagal jantung enzim hepar meningkat
b. Elektrolit
Pada penderita gagal jantung dapat terjadi kemungkinan adanya perubahan
elektrolit karena perpindahan cairan dan penurunan fungsi ginjal.
c. Oksimetri Nadi
Pada penderita gagal jantung biasanya mengalami sesak napas kemungkinan
saturasi oksigen rendah.
d. AGD
Gagalnya vantrikel kiri memompa darah ditandai dengan alkalosis
respiratorik atau hipoksemia dengan meningkatnya kadar PCO2.
e. Albumin
Kemingkinan terjadi penurunan albumin karena penurunan peredaran atau
pemasokan protein.
3) Radiologi
a. Foto Thoraks
Foro thoraks akan menunjukkan adanya kardiomegali dan/atau efusi pleura.
b. USG Jantung / Ekokardiagram
Ekokardiagram atau biasanya disebut “echo” dilakukan untuk mengetahui
adanya perubahan pembesaran ventrikel dalam fungsi struktur katup jantung
dan kontraktilitas ventrikel.
c. CT Scan Jantung
Untuk mengetauhi kondisi jantung dan pembuluh darah.
d. Rontgen Dada
7) Pathophysiology
- Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5-2 mg dalam 4-6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
- Cedilanid IV 1,2-1,6 mg selama 24 jam. Dosis penunjang untuk gagal
jantung dengan pemberian digoksin 0,25 mg sehar pada pasien lansia dan
pada pasien gagal ginjal dosisnya disesuaikan. Dosis penunjang untuk
fibrilasi atrium degan pemberian digoksin 0,25 mg.
b. Diuretik
Diuretik tetap menjadi salah satu andalan dalam pengobatan gagal jantung
dekompensasi akut. Pedoman American College of Cardiology/American
Heart Association (ACC/AHA) untuk pengelolaan gagal jantung
merekomendasikan (kelas I) bahwa semua pasien gagal jantung yang dirawat
di rumah sakit dengan kelebihan cairan harus diobati dengan diuretik
intravena. Diuretik via IV harus diberikan lebih awal karena pemberian dini
telah dikaitkan dengan hasil yang lebih baik. Untuk sebagian besar pasien
dengan gagal jantung akut, pengobatan awal dengan diuretik intravena akan
sesuai untuk mengurangi kemacetan. Diperkirakan 90% dari semua pasien
gagal jantung akut cocok dengan profil "hangat dan basah", dan dalam
fenotipe ini, mekanisme dekompensasi yang dominan adalah kemacetan
karena retensi cairan dan peningkatan volume tubuh total yang disebabkan
oleh berbagai pencetus. Dekompensasi biasanya terjadi lebih bertahap selama
berhari-hari atau berminggu-minggu (Liu dkk., 2019).
Diuretik dapat mengurangi beban awal (preload), tekanan pengisian yang
berlebihan dan secara umum untuk mengatasi retensi cairan yang berlebihan.
Menggunakan furosemid 40-80 mg. Pemberian dosis penunjang bergantung
pada respon, rata-rata 20 mg sehari.
c. Vasodilator
Obat vasodilator menurunkan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri dan
menghilangkan bendungan paru serta beban kerja jantung jadi berkurang.
3) Operatif
Tindakan operasi harus segera dilakukan jika keadaan pasien terindikasi harus
dilakukan tindakan operasi.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik mengenai respon individu,
klien atau masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau potensial sebagai
dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan
sesuai dengan kewenangan perawat (Herdman & Kamitsuru, 2015 dalam
Rapdata, 2018). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada penderita
gagal jantung antaralain:
a. Gangguan pertukaran gas b.d disfungsi ventrikel kiri d.d preload meningkat,
kongesti vaskular pulmonal, edema paru.
b. Nyeri akut b.d kenaikan frekuensi jantung d.d peningkatan kebutuhan
oksigen, asidosis jaringan, iskemi miokard.
c. Penurunan curah jantung b.d kenaikan frekuensi jantung d.d peningkatan
kebutuhan oksigen, asidosis jaringan, iskemi miokard.
d. Hipervolemi b.d disfungsi ventrikel kanan, kongesti vena sistemik, edema
perifer.
e. Ansietas b.d disfungsi ventrikel kiri d.d preload meningkat, kongesti vaskular
pulmonal, edema paru, kesulitan bernapas.
f. Intoleransi aktivitas b.d disfungsi ventrikel kiri d.d preload meningkat,
kongesti vaskular pulmonal, edema paru, kesulitan benapas.
3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan
(SDKI) (SIKI)
1. Gangguan Pertukaran Gas Pemantauan Respirasi (I.01014)
(D.0003) Observasi
Kelebihan atau kekurangan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya
oksigenasi dan/atau eliminasi napas
karbondioksida pada 2. Monitor pola napas
membran alveolus kapiler. 3. Monitor kemampuan batuk efektif
4. Monitor adanya produksi sputum
5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai AGD
10. Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
11. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
12. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
13. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
2. Nyeri Akut (D.0077) Manajemen Nyeri (I.08238)
Pengalaman sensorik atau Observasi:
emosional yang berkaitan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
dengan kerusakan jaringan frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
actual atau fungsional, 2. Identifikasi skala nyeri
dengan onset mendadak atau 3. Identifikasi respon nyeri non-verbal
lambat dan berintensitas 4. Identifikasi faktor yang memperberay dan
ringan hingga berat yang memperingan nyeri
berlangsung kurang dari 3 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang
bulan nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
sudah diberikan
Terapeutik
8. Berikan terrapin non-farmakologis
untuk mengurangi nyeri
9. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
10. Fasilitasi istirahat dan tidur
11. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
12. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri
13. Jelaskan strategi meredakan nyeri\
14. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
15. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
16. Ajarkan teknik non-farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
3. Penurunan Curah Jantung Perawatan Jantung (I.02075)
(D.0008) Observasi
Ketidakadekuatan jantung 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah
Memompa darah untuk jantung (meliputi dispnea, kelelahan, edema,
memenuhi kebutuhan ortopnea, Paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
peningkatan CVP)
metabolisme tubuh.
2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan
curah jantung (meliputi peningkatan BB,
hepatomegaly, distensi vena jugularis, pelpitasi,
ronki basah, oliguria, batuk, kulit pucat.
3. Monitor terkanan darah (termasuk tekanan
ortostatik), jika perlu
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor BB setiap hari di waktu yang sama
6. Monitor saturasi oksigen
7. Monitor keluhan nyeri dada Iintensitas, lokasi,
radiasi, durasi, presivitasi yang mengurangi
nyeri)
8. Monitor EKG 12 sadapan
9. Monitor aritmia (kelainan irama dan frekuensi)
10. Monitor nilai laboratorium jantung
11. Monitor fungsi alat pacu jantung
12. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi sebelum
dan sesudah aktivitas,
13. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum pemberian obat
Terapeutik
14. Posisikan pasien semi fowler atau fowler dengan
kaki ke bawah atau posisi nyaman
15. Berikan diet jantung yang sesuai (batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol, dan makanan tinggi
lemak)
16. Gunakan stocking elastis atau pneumatik
intermiten, sesuai indikasi
17. Fasilitasi pasien dan keluarga untuk modifikasi
gaya hidup sehat
18. Berikan terpai relaksasi untuk mengurangi stress,
jika perlu
19. Berikan dukungan emosional dan spiritual
20. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi
21. Anjurkan beraktivitas fisik sesuai toleransi
22. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
23. Anjurkan berhenti merokok
24. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur berat
badan harian
25. Anjurkan pasien dan keluarga mengukur intake
dan output cairan harian
Kolaborasi
26. Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu
27. Rujuk ke program rehabilitasi jantung
Arinda, N. 2018. Asuhan Keperawatan Pasien Congestive Heart Failure pada Ny.
N dan Ny. M dengan Masalah Keperawatan Intoleransi Aktivitas di Ruang
Melati RSUD dr. Haryoto Lumajang Tahun 2018. Universitas Jember.
Liu, J. X., S. Uppal, dan V. Patel. 2019. Management of acute hypertensive heart
failure. Geart Failure Clin. 15(4):565–574.