Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN

BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA

DI RUANG MAWAR dr.Soebandi JEMBER

Oleh:

PUTRI NURUL ATIQOH (1440120042)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN

AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA

KRIKILAN-GLEMORE-BANYUWANGI

2022

i
TINJAUAN TEROI

A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Benign prostate hyperplasia(BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostate(Nuarif &
Kusuma, 2015, p. 91)
Benign Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit perbesaran atau
hipertrofi dari prostate. Kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di
kalangan klinik karena bertolak belakang dengan hiperplasia. Hipertrofi
bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti
oleh jumlah (kualitas). Namun, hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel
(kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH sering
menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin karena pembesaran prostat yang
cenderung kearah depan atau menekan saluran vesika urinaria(Prabowo &
Pranata, 2014, p. 130)
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibriadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari
bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal(Wijaya, 2013, p. 97)
Jadi kesimpulannya penyakit BPH adalah penyakit yang disebabkan
karena ketidak seimbangan antara hormon estrogen dan testosteron yang
diikuti dengan pembesaran sel, sehingga terjadi pembesaran pada prostat/buah
jakar.

2. Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hyperplasia
prostat, namun faktor usia dan hormonal menjadi penyebab terjadinya BPH.
Beberapa hipotensi menyebutkan bahwa hyperplasia prostat sangat erat
kaitannya dengan :

1. Peningkatan DTH (dehydrotestosteron)

1
Peningkatan liam alfa reduktase dan reseptor androgenik akan
menyebabkan epitel dan stroma dari saluran kelenjar prostat akan
mangalami hiperplasia.
2. Ketidak-seimbangan estrogen-testosteron.
Ketidak seimbangan terjadi karena proses degeneratif. Pada
proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya
hyperplasia stroma pada prostate.
3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat.
Peningkatan kadar epidermal fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia
stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan
jangka hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sistem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel
transit dan memicu terjadi benign prostat hyperplasia(Prabowo &
Pranata, 2014, p. 131)

1. Tanda Gejala
BPH merupakan yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia kurang
lebih dari 50 tahun di karenakan peningkatan usia akan membuat ketidak
seimbangan rasio antara hormon estrogen dan testosteron, dengan
meningkatnya kadar hormon estrogen diduga berkaitan dengan terjadinya
hiperplasia stroma, sehingga timbul dengan bahwa hormon testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya ploriferasi sel tetapi kemudian hormone
estrogen lah yang berperan untuk memperkembang stroma. Gambaran klinis
dari BPHdampak obstruksi saluran kencing, sehingga klien kesulitan untuk
miksi. Berikut ini adalah beberapa gambaran gambaran klinis pada klien BPH :

2
1. Gejala prostatimus (nokturia,urgency,penurunan daya aliran urin).

Kondisi ini dikarenakan oleh kemampuan vesika urinaria


yang gagal mengeluarkan urin secara tidak sadar dan reguler,
sehingga volume urin masih sebagaian besar tertinggal di dalam
vesika.

2. Retensi urin
Pada awal obstruksi,biasanya pancaran urin lemah, terjadi
resistansi, intermitensi,urin menetes, dorongan mengejan yang kuat
saat miksi dan retensi urin. Retensi urin sering dialami oleh penderita
yang mengalami BPH kronis. Secara fisiologis,vesika urinaria
memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urin melalui kontraksi
otot detrusor. Namun obstruksi yang berkepanjangan akan membuat
beban kerja destrusor semakin berat dan pada akhirnya mengalami
penurunan fungsi kontraktilitas
3. Pembesaran prostat
Hal ini diketahui melalui pemeriksaan rektal touch (RT)
anterior. Biasanya didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan
konsistensi jinak/baik.
2. Inkontinensia
Inkontinensia yang terjadi menunjukan bahwa detrusor gagal
dalam melakukan peregangan. Dekompensasi yang berlangsung
lama akan mengiritabilitas serabut syaraf urinarius, sehingga kontrol
untuk miksi terganggu(Prabowo & Pranata, 2014, p. 132)

B. Patofisiologi

Prostat sebagai kelenjar ejakulasi memiliki hubungan fisiologis yang


sangat erat dengan dihidrotestoteron (DHT). Hormon ini merupakan hormon
yang memacu pertumbuhan prostat sebagai kelenjar ejakulasi yang nantinya
akan mengoptimalkan kerjanya. Hormon DHT disintesis dalam kelenjar
prostat dari hormon testosteron dalam darah. Proses sintesis ini dibantu oleh
enzim 5reduktase tipe 2. Selain DHT yang sebagai prekursor, estrogen juga
memiliki pengaruh besar terhadap pembesaran kelenjar prostat. Seiring
3
dengan penambahan usia,maka prostat akan lebih sensitif dengan
stimulasandrogen, sedangkan estrogen mampu memberikan proteksi
terhadap BPH. Dengan pembesaran yang abnormal, maka akan terjadi
desakan pada traktus urinarius. Pada tahap awal, obstruksi traktus urinarius
jarang menimbulkan keluhan, karena dengan dorongan mengejan dan
kontraksi yang kuat dari detrusor mampu mengeluarkan urin secara tidak
sadar. Namun obstruksi yang sudah kronis membuat dekompensasi dari
detrusor untuk berkontraksi yang ahirnya menimbulkan obstruksi saluran
kemih/kencing(Prabowo & Pranata, 2014, p. 132)

Keluhan yang biasanya muncul dari obstruksi adalah dorongan


mengejan saat miksi yang kuat, pancaran urin lemah,disuria (saat kencing
terasa terbakar), palpasi rektal toucher (RT) menggambarkan hipertrofi
prostat,distensi vesika dan hipertrofi fibromuskuler yang terjadi pada klien
BPH menimbulkan iritasi pada mukosa uretra. Iritabilitas ini lah nantinya
akan menyebabkan keluhan jumlah urin, urgensi, inkontinensia urgensi dan
nukturia. Obstruksi yang berkelanjutan akan menimbulkan komplikasi yang
lebih besar , misalnya hidronefrosis, gagal ginjal dan masih banyak lagi.
Oleh karena itu kateterisasi untuk tahap awal sangat efektif untuk
mengurangi resiko vesika urinaria(Prabowo & Pranata, 2014, p. 133)

Pembesaran pada penyakit ini terjadi secara bertahap mulai dari


bagian periuretral dan transisional.Sebagian besar hyperplasia prostat
terdapat bagian transsisional yang posisinya proksimal dari spinter externus
dikedua sisi dari verumontanum dan di bagian periuretral.Kedua bagian
tersebut hanya merupakan hanya dua persen dari volume prostat. Sedangkan
pertumbuhan karsinoma prostat.Hiperplasia ini terjadi secara nodular dan
sering diiringi oleh proliferasi fibro muskular untuk lepas dari jaringan
lainnya. Oleh karena itu, hiperplasia bagian transisional ditandai oleh
banyaknya jaringan kelenjar yang tumbuh pada pucuk dan cabang dari pada
duktus. Sebenarnya ploriferasi bagian transisional dan bagian sentral pada
prostat berasal dari turunan duktus Wolffi dan proliferasi zona periferberasal
dari sinus urogenital. Sehingga, berdasarkan latar belakang embriologis
inilah bisa diketahui mengapa BPH terjadi pada bagian transisional dan
sentral, sedangkan Ca prostat terjadi pada bagian perifer.
(Prabowo&Pranata,2014,p.133)
4
Pathway(Prabowo & Pranata, 2014, hal. 134)
Degeneratif
Peningkatan
Epidermal
Growth
Dehidrotestostero Estrogen Testosterone
Factor
n meningkat meningkat turun
Penurunan
Hiperplasia epitel & Transforming
Peningkatan sel Growth
stroma prostat
stem Factor Beta
Proliferasi sel
BPH

Kronis Secondary Effect


Obstruksi sel
kencing
bawah Iritabilitas Fungsi seksual
Residual urine N. Urinarius turun
tinggi
Kehilangan
Disfungsi
Tekanan control miksi
seksual
intravesika
Inkontinensia
Reflex berkemih Urinarius
meningkat Fungsional
Sensitifitas
meningkat
urgensi
Hambatan
Retensi Urine Nyeri Akut
Dekompensasi
vesika urinaria

Aliran visual urine

Kerusakan
Integritas
Kulit

5
C. Klasifikasi

Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori : obstruktif
(terjadi ketika faktor dinamik dan faktor statik mengurangi pengosongan
kandung kemih/saluran kencing) dan iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah
berjalan lama pada leher kandung kemih).

Kategori keparahan BPH Menurut R. Sjamsuhidayat dan Wim de Jong

Derajat I : biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah, diberi


pengobatan konservatif. Dengan menggunakan obat golongan reseptor alfa-
adrenergik inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran
kemih/kencing akan lebih terbuka, seperti alfuzosin dan tamsulosin dan
biasanya dikombinasikan dengan finasteride.

Derajat II : merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan


biasannya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra.

Derajat III : reseksi pada endoskopik dapat berjalan bila di perkirakan


prostate sudah cukup besar, reseksi tidak kurang dari satu jam sebaiknya
dengan pembedahan terbuka ,melalui jalur perianal.

Derajat IV : tindakan harus segera dilakukan membebaskan klient dari


retensi urine total dengan pemasangan selang dower kateter(Nuarif & Kusuma,
2015, p. 92)

6
D. Komplikasi

Komplikasi Benign Prostat Hyperlasia terkadang dapat mengarah pada


komplikasi yang di akibat ketidak mampuan kandung kemih dalam
mengosongkan urin. Beberapa komplikasi yang mungkin muncul antara lain :

1. Retensi kronik dapat menyebabkan reluks vesiko-ureter, hidroureter,


hidronefrosis, gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu
miksi. Karena produksi urin terjadi, maka satu saat vesiko urinaria
tidak lagi mampu menampung urin, sehingga tekanan intravesikel
lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga terjadi
inkontinensia paradox (overflow incontinence ). Retensi kronik
menyebabkan refluk vesiko ureter dan dilatasi. Ureter dan ginjal,
maka ginjal akan rusak.
3. Hernia atau hemoroid. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan traktus
urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan
penderita harus mengejan pada miksi yang meningkatkan pada
tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid.Kerena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan
terbentuknya batu(Putri, 2013, p. 102)
B. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
BPH(benigna prostat hiperplasia)biasanya terjadi pada pasien laki-laki
usia lebih dari 50 tahun, hanya dialami oleh pasien laki-laki, pada semua
suku bangsa (Prabowo & Pranata, 2014, p. 131)
b. Status Kesehatan saat ini
1. Keluhan Utama
Biasanya pasien mengeluh nyeri pada saat miksi, penderita juga
mengeluh sering buang air berulang ulang(anyang-anyangan),
terbangun untuk miksi pada malam hari, perasaan ingin miksi yang
sangat mendesak, kalau mau miksi harus menunggu lama, harus
mengedan, kencing terputus-putus(Wijaya A. , 2013, p. 103)

7
2. Alasan Masuk Rumah Sakit

Pasien mengeluh nyeri saat miksi,pasien merasakan jika


ingin miksi harus menunggu lama,harus mengedan dan kencing
terputus-putus(Wijaya A. , 2013, p. 103).

3. Riwayat Sekarang
Pasien mengeluh sakit ketika buang air besar dan juga harus
menunggu lama sering juga BAK berulang ulang yang membuat
pasien terganggung dalam beraktifitas. Pasien juga sering bangun
pada saat malam hari. (wijaya A., 2013, p. 103)
c. Riwayat Kesehatan Terdahulu
1. Riwayat Penyakit Sebelum
Klien pernah menderita BPH dan apakah klien pernah dirawat
dirumah sakit sebelumnya(Wijaya A. , 2013, p. 103)
2. Riwayat Keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit pasien
sekarang(Wijaya A. , 2013, p. 103)
3. Riwayat Pengobatan
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor
mampu merelaksasikan otot polos kelenjar prostat dan saluran
kemih akan lebih longgar.obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor
mampu menurunkan kadar dehidrotestosteron intraprostat, sehingga
dengan turunya kadar testosteron dalam plasma maka prostat akan
mengecil/kembali ke ukuran normal(Prabowo & Pranata, 2014, p.
136)

d. Pemeriksaan Fisik
1. . Keadaan Umum
a. Kesadaran
Pada pasien Benigna Prostat Hyperplasia, keluhan yang
sering dialami dikenal dengan istilah LUTS (lower urunary tract
symtoms) merupakan semburan urin lemah, intermitensi,ada

8
sisa urin pasca miksi, urgensi, frekuensi dan disuria(Prabowo &
Pranata, 2014, p. 137)
b. Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan darah : mengalami peningkatan pada tekanan
darah dan MAP darah
2) Nadi : adanya peningkatan nadi. Hal ini merupakan
bentuk kompensasi dari nyeri yang tibul akibat
opstruksi meatus uretalis dan adanya distensi bladder.
3) Respirasi : terjadi peningkatan frekuensi nafas akibat
nyeri yang dirasakan penderita.
4) Suhu : terjadi peningkatan suhu akibat retensi urin
berlangsung lama seiring ditemukan adanya tanda
gejala urosepsis pada penderita(Prabowo & Pranata,
2014, p. 137)

2. Body Sistem
1. Sistem Pernafasan
a. Inspeksi : biasanya klien terjadi sesak
nafas,frekuensi pernafasan menurun (kurang dari 16
dalam 1 detik)
b. Palpasi : pada palpasi supra simfisis akan terasa
distensi badder.
c. Auskultasi : biasanya terdengar suara nafas
tambahan seperti ronchi,wheezing/ngikkk,suara
nafas menurun, dan perubahan bunyi nafas(Prabowo
& Pranata, 2014, p. 137)
2. Sistem Kardiovaskular
a. Inspeksi : tidak terdapat sianosis , tidak terdapat
perubahan letak maupun pemeriksaan pada
insfeksius.
b. Palpasi : biasanya denyut nadi cepat.
c. Perkusi : pada pemeriksaan manusia normal
pemeriksaan perkusi/bunyi yang didapatkan pada
thorax adalah redup(Prabowo & Pranata, 2014, p.
137)
9
3. Sistem Persyarafan
a. Inspeksi : klient menggigil kedinginan, kesadaran
menurun dengan adanya infeksi dapat terjadi
urosepsis berat sampai pada syok septik(Prabowo &
Pranata, 2014, p. 137)
4. Sistem Perkemihan
a. Inspeksi : terdapat beban padat dibawah abdomen
bawah (distensi kandung kemih)
b. Palpasi : pada palpasi bimanual ditemukan adanya
rangsangan pada ginjal. Dan pada palpasi supra
simfisis akan teraba distensi bladder dan akan terasa
nyeri jika di tekan.
c. Perkusi :dilakukan untuk mengetahui adatidaknya
residual urin terdapat suara redup di saluran kemih
karena terdapat residual(Prabowo & Pranata, 2014,
p. 137)
5. Sistem Pencernaan
a. Mulut dan tenggorokan : Nafsu makan menurun
mual dan muntah.
b. Abdomen : datar (simetris)
c. Inspeksi : bentuk abdomen datar , tidak terdapat
massa dan odema.
d. Auskultasi : suara bising usus normal.
e. dapat nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran
permukaan halus.
f. Perkusi ; tympani.(Wijaya A. , 2013, p. 100)
6. Sistem Integumen
a. Palpasi : kulit terasa panas karena peningkatan suhu
tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis klien
menggigil kedinginan , kesadaran menurun(Prabowo
& Pranata, 2014, p. 137)
7. Sistem Muskuloskeletal
a. Selang kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada
paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi

10
selama traksi masih diperlukan.(Wijaya A. , 2013, p.
106)
8. Sistem Endokrin
a. Inspeksi : adanya perubahan keseimbangan hormon
testosteron dan hormon esterogen pada usia
lanjut(Nuarif & Kusuma, 2015, p. 91)
9. Sistem Reproduksi
a. Pada pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum tidak
ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya penyakit
penyerta seperti stenosis meatusis. Pemeriksaan RC
(rectal toucher) merupakan pemeriksaan sederhana
yangpaling mudah untuk menegakan BPH.
Tujuannya yaitu untuk menentukan konsistensi
sistem persarafan unut vesiko uretra dan besarnya
prostate(Wijaya A. , 2013, p. 137)
10. Sistem Pengindraan
a. Inspeksi : pada pasien BPH biasanya pada sistem ini
tidak mengalami gangguan apapun(Prabowo &
Pranata, 2014, p. 137)
11. Sistem Imun
a. Tidak terjadi kelainan sistemik imunitas pada
penderita BPH(Prabowo & Pranata, 2014, p. 137)

3. Pemeriksaan Penunjang

Menurut(Prabowo & Pranata, 2014, p. 100)Salah satu


gejala dari BPH adalah melemahnyakekuatan semprotan urin.
Secara obyektif pancaran urin dapat diperiksa:

Uroflowmeter dengan penilaian :

1. Flow rate maksimal lebih dari 15 ml / dtk= non


obstruktif.
2. Flow rate maksimal 10 sampai 15 ml / dtk=border
line.

11
3. Flow rate maksimal kurang dari 10 ml /
dtk=obstruktif.

Urinalisa untuk /melihat adanya infeksi, hematuria. Ureum,


creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi dari ginjal.

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin,
elektrolit, kadar urium kreatin dalam kemih.
b. Prostate spesific antigen (PSA), untuk dasar penentuan
biopsi rencana.
2. USG
a. Pembesaran kelenjar pada bagian sentral
b. Nodul hipoechoid atau campuran echogeni
c. Klasifikasi antara bagian sentral
d. Volume prostat lebih dari 30ml 8
4. Penata Laksanaan
a. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan
ringan/biasa, yang diberikan yaitu mengurangi nafsu minum
setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol supaya tidak selalu sering miksi/bak. Setiap tiga
bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur/anus.
b. Mengurangi volume prostat sebagai komponen static
dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron atau
dihidrotestosteron(DHT) melalui penghambat 5a-reductase.
c. Penghambat enzim

Obat yang dipakai adalah Fiasteride dengan dosis


1X5 mg/hari, obat golongan ini dapat menghambat
pembentukan dehate sehingga prostat yang membesar akan
mengecil. Tetapi obat ini bekerja lebih lambat daripada
golongan bloker dan manfaatnya hanya jelas pada prostat
yang lebih besar. Salah satu efek samping obat ini adalah

12
melemahkan libido, ginekomastio, dan dapat menurunkan
nilai PSA.

2. Filoterapi
Pengobatan filoterapi yang ada di Indonesia yaitu
Eviprostat. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian
selama 1-2bulan.
3. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien berfariasi
tergantung berat gejala dan komplikasi, indikasi untuk terapi
bedah yaitu retensio urin berulang, batu saluran kemih.
(Wijaya, 2013, hal. 101)
4. TUR-P (Transuretral Resection Prostatectomy)
Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan non
insisi, yaitu pemotongan secara elektriks prostat melalui
meatus uretralis. Jaringan prostat yang membesar dan
menghalangi jalannya urineakan dibuang melalui
elektrokauter, yaitu meminimalisir tindakan pembedahan
terbuka, sehingga masa penyembuhan lebih cepat dan
tingkat resiko infeksi sedikit. Adapun komplikasi dari
tindakan ini yaitu terjadinya perdarahan, infeksi,
hiponatremia, retensi urine akut.(Prabowo & Pranata, 2014,
hal. 136)

13
5. Pembedahan terbuka (prostatectomy)
Tindakan ini dilakukan jika prostat sudah terlalu
besar dan di ikuti penyakit penyerta lainnya, misalnya
tumor saluran vesika urinaria, vesikolothiasis dan adanya
adenoma yang membesar ada beberapa prostatektomi yaitu
Prostatektomi Supra pubis, prostatektomi perineal,
prostatektomi redropubik dan sebagainya.(Pranata E. P.,
2014, hal. 136)

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang biasanya muncul pada klien dengan benigna


prostat hyperplasia BPH menurut (Madjid, 2013, p. 23)adalah :

a. Pre Operasi
1. Retensi Urine b.d Pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap
2. Ansietas b.d Tindakan operasi
3. Disfungsi seksual b.d Perubahan fungsi/struktur tubuh

14
Post Operasi

1. Gangguan integritas kulit/jaringan b.d Kekurang/kelebihan


volume cairan
2. Inkontinensia urine fungsional b.d Ketidskmampuan atau
penurunan mengenali tanda;tanda bekemih
3. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisik
3.Intervensi
Berikut ini adalah intervensi yang dirumuskan untuk mengatasi masalah
keperawatan pada klien dengan Benign Prostat Hiperplasia (BPH)

No SDKI SLKI SIKI

1. Retensi Urine Setelah dilakukan tindakan Kateterisasi urine (I.04148)


(D.0050) keperawatan 3x24 jam retensi
Observasi
urine dapat membaik dengan
kriteria hasil : 1. Periksa kondisi pasien (mis.kesadaran,
tanda-tanda vital,daerah perineal, distensi
Eliminasi Urine Membaik
kandung kemih, inkontinensia urine,
(L.04034)
refleks berkemih)

Teraupetik

1.Siapkan peralatan, bahan-bahan dan


ruangan tindakan

2. Siapkan pasien: bebaskanbawah dan


posisikan dorsal rekumben (untuk
wanita)ndan supine (untuk laki-laki)

3. Pasangan sarung tangan

4. Bersihkan daerah perineal atau


preposium dengan cairan NaCl atau
aquades

5. Lakukan insersi kateter urine dengan


menerapkan prinsip aseptic

6. Sambungkan kateter urine dengan urin


15
bag

7. Isi balon dengan NaCl 0,9% sesuai


anjurkan pabrik

8. Fiksasi selang kateter diatas simpisis


atau di paha

9. Pastikan kantung urine ditempatkan


lebih rendah dari kandung kemih

10. Berikan label waktu pemasangan

Edukasi

1. Jelaskan tujuan dan prosedur


pemasangan kateter urine

2. Anjurkan menarik napas saat insersi


selang kateter

2. Ansietas Setelah dilakukan tindakan Reduksi ansietas (I.09314)


(D.0080) keperawatan 3x24 jam ansietas
Observasi
dapat membaik dengan kriteria
hasil : 1. Identifikasi saat tingkat ansietas berubah
(mis.kondisi, waktu, stressor)
Tingkat ansietas menurun
(L.09093) 2. Identifikasi kemampuan mengambil
keputusan

3. Monitor tanda-tanda ansietas(verbal dan


nonverbal)

Teraupetik

1. Ciptakan suasana teraupetik untuk


menumbuhkan kepercayaan

2. Temani pasien untuk mengurangi


kecemasan, jika memungkinkan

3. Pahami situasi yang membuat ansietas


16
dengarkan dengan penuh pehatian

4. Gunakan pendekatan yang tenang dan


meyakinkan

4. Motivasi mengidentifikasi situasi yang


memicu cemas

Edukasi

1. Jelaskan prosedur, termasuk sensasi


yang mungkin dialami

2. Anjurkan keluarga untuk tetap bersama


pasien, jika perlu

3. Anjurkan mengungkapkan perasaan dan


persepsi

5. Latih kegiatan pengalihan untuk


mengurangi ketegangan

Kolaborasi

1. Kolaborasi peberian obat antiansietas,


jika perlu

3. Disfungsi Setelah dilakukan tindakan Edukasi seksualitas (I.12447)


seksual keperawatan 3x24 jam
Observasi
(D.0069) disfungsi seksual dapat
membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
menerima informasi
Fungsi seksual membaik
(L.07055) Teraupetik

1. Sediakan materi dan media pendidikan


kesehatan

2. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai


kesepakatan

17
3. Berikan kesempatan untuk bertanya

4. Fasilistasi kesadaran keluarga terhadap


anak dan remaja serta pengaruh media

Edukasi

1. Jelaskan anatomi dan fisiologi sistem


reproduksi laki-laki dan perempuan

2. Jelaskan perkembangan seksualitas


sepanjang siklus kehidupan

3. Jelaskan perkembangan emosi anak dan


remaja

4. Jelaskan risiko tertular penyakit menular


seksual dan AIDS akibat seks bebas

5. Ajarkan keterampilan komunikasi asertif


untuk menolak tekanan teman sebya dan
sosial dalam aktivitas seksual

4. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Perawatan integritas kulit (I.11353)


integritas keperawatan 3x24 jam
Obervasi
kulit/jaringan gangguan integritas
(D.0129) kulit/jaringan dapat membaik 1. identifikasi penyebab gangguan
dengan kriteria hasil : integritas kulit (mis.perubahan sirkulasi,
perubahan status nutrisi, penurunan
Integritas kulit dan jaringan
kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
meningkat (L.14125)
penurunan mobillitas)

Teraupetik

1. Ubah posisi tiap 2 jam jka tirah baring

2. Gunakan produk berbahan petroleum


atau minyak pada kulit kering

3. Gangguan produk berbahan ringan/alami

18
dan hipoalergik pada kulit sensitive

4. Hindari produk berbahan dasar alkohol


pada kulit kering

Edukasi

1. Anjurkan enggunakan pelembab


(mis.lotion, serum)

2. Anjurkan minum air yang cukup

3. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

4. Anjurkan meningkatkan asupan buah


dan sayur

5. anjurkan mandi dan menggunaka sabun


secukupnya

5. Inkontinensia Setelah dilakukan tindakan Latihan berkemih (I.04194)


urine keperawatan 3x24 jam
Observasi
fungsional inkontinensia urine fungsional
(D.0044) dapat membaik dengan kriteria 1. Periksa kembali penyebab gangguan
hasil : berkemih (mis.kognitif, kehilangan
ekstermitas/fungdi ekstermitas, kehilangan
Kontinensia urine membaik
penglihatan)
(L.04035)
2. Monitor pola dan kemampuan berkemih

Teraupetik

1. Hindari penggunaan kateter indwelling

2. Siapkan area toilet yang aman

3. Sediakan peralatan yang dibutuhkan


dekat dan mudah dijangkau (mis.kursi
komode, pispot, urinal)

Edukasi

19
1. Jelaskan arah-arah menuju kamar
mandi/toilet pada pasien dengan gangguan
penglihatan

2. Anjurkan intake cairan adekuat untuk


mendukung output urine

3. Anajurkan eliminasi normal dengan


berkativitas dan olahraga sesuai
kemamapuan

6. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan


Manajemen Nyeri (I.08238)
(D.0077) keperawatan 3x24 jam nyeri Observasi:
akut dapat membaik dengan 1) Identifikasi lokasi, karakteristik,
kriteria hasil :
durasi, frekuensi, kualitas,
Tingkat nyeri menurun intensitas nyeri
(L.08066) 2) Identifikasi skala nyeri
3) Identifikasi respons nyeri non
verbal
4) Identifikasi faktor yang
memperberat dan memperingan
nyeri
5) Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
6)Identifikasi pengaruh dan nyeri
pada kualitas hidup
7) Monitor keberhasilan terapi
komplementer yang sudah
diberikan
8) Monitor efek samping penggunaan
analgetik
Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS,
hypnosis , akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pihat, aromaterapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis, suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan)
20
3. Fasilitasi istirahat tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri
dalam pemilihan strategi meredakan
nyeri
Edukasi:
1. Jelaskan penyebab, periode dan
pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu

21
DAFTAR PUSTAKA

Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jogjakarta:
Nuha Medika.

PPNI. 2018a. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator Diagnostik. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018b. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI. 2018c. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.

Wijaya, A. (2013). Keperawatan Medical Bedah. Jakarta: Nuha Medika.

Wilkinson, J. M. (2015). Buku saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta: Buku


Kedokteran EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai