Oleh:
KRIKILAN-GLEMORE-BANYUWANGI
2022
i
TINJAUAN TEROI
A. Konsep Penyakit
1. Definisi
Benign prostate hyperplasia(BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi
sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon prostate(Nuarif &
Kusuma, 2015, p. 91)
Benign Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit perbesaran atau
hipertrofi dari prostate. Kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di
kalangan klinik karena bertolak belakang dengan hiperplasia. Hipertrofi
bermakna bahwa dari segi kualitas terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti
oleh jumlah (kualitas). Namun, hyperplasia merupakan pembesaran ukuran sel
(kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel (kuantitas). BPH sering
menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin karena pembesaran prostat yang
cenderung kearah depan atau menekan saluran vesika urinaria(Prabowo &
Pranata, 2014, p. 130)
Benigna Prostat Hiperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibriadenomatosa majemuk dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari
bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan
menekan kelenjar normal(Wijaya, 2013, p. 97)
Jadi kesimpulannya penyakit BPH adalah penyakit yang disebabkan
karena ketidak seimbangan antara hormon estrogen dan testosteron yang
diikuti dengan pembesaran sel, sehingga terjadi pembesaran pada prostat/buah
jakar.
2. Etiologi
Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hyperplasia
prostat, namun faktor usia dan hormonal menjadi penyebab terjadinya BPH.
Beberapa hipotensi menyebutkan bahwa hyperplasia prostat sangat erat
kaitannya dengan :
1
Peningkatan liam alfa reduktase dan reseptor androgenik akan
menyebabkan epitel dan stroma dari saluran kelenjar prostat akan
mangalami hiperplasia.
2. Ketidak-seimbangan estrogen-testosteron.
Ketidak seimbangan terjadi karena proses degeneratif. Pada
proses penuaan, pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan
penurunan hormon testosteron. Hal ini yang memicu terjadinya
hyperplasia stroma pada prostate.
3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat.
Peningkatan kadar epidermal fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia
stroma dan epitel, sehingga akan terjadi BPH.
4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan
jangka hidup stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sistem sel
Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel
transit dan memicu terjadi benign prostat hyperplasia(Prabowo &
Pranata, 2014, p. 131)
1. Tanda Gejala
BPH merupakan yang diderita oleh klien laki-laki dengan usia kurang
lebih dari 50 tahun di karenakan peningkatan usia akan membuat ketidak
seimbangan rasio antara hormon estrogen dan testosteron, dengan
meningkatnya kadar hormon estrogen diduga berkaitan dengan terjadinya
hiperplasia stroma, sehingga timbul dengan bahwa hormon testosteron
diperlukan untuk inisiasi terjadinya ploriferasi sel tetapi kemudian hormone
estrogen lah yang berperan untuk memperkembang stroma. Gambaran klinis
dari BPHdampak obstruksi saluran kencing, sehingga klien kesulitan untuk
miksi. Berikut ini adalah beberapa gambaran gambaran klinis pada klien BPH :
2
1. Gejala prostatimus (nokturia,urgency,penurunan daya aliran urin).
2. Retensi urin
Pada awal obstruksi,biasanya pancaran urin lemah, terjadi
resistansi, intermitensi,urin menetes, dorongan mengejan yang kuat
saat miksi dan retensi urin. Retensi urin sering dialami oleh penderita
yang mengalami BPH kronis. Secara fisiologis,vesika urinaria
memiliki kemampuan untuk mengeluarkan urin melalui kontraksi
otot detrusor. Namun obstruksi yang berkepanjangan akan membuat
beban kerja destrusor semakin berat dan pada akhirnya mengalami
penurunan fungsi kontraktilitas
3. Pembesaran prostat
Hal ini diketahui melalui pemeriksaan rektal touch (RT)
anterior. Biasanya didapatkan gambaran pembesaran prostat dengan
konsistensi jinak/baik.
2. Inkontinensia
Inkontinensia yang terjadi menunjukan bahwa detrusor gagal
dalam melakukan peregangan. Dekompensasi yang berlangsung
lama akan mengiritabilitas serabut syaraf urinarius, sehingga kontrol
untuk miksi terganggu(Prabowo & Pranata, 2014, p. 132)
B. Patofisiologi
Kerusakan
Integritas
Kulit
5
C. Klasifikasi
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori : obstruktif
(terjadi ketika faktor dinamik dan faktor statik mengurangi pengosongan
kandung kemih/saluran kencing) dan iritatif (hasil dari obstruksi yang sudah
berjalan lama pada leher kandung kemih).
6
D. Komplikasi
7
2. Alasan Masuk Rumah Sakit
3. Riwayat Sekarang
Pasien mengeluh sakit ketika buang air besar dan juga harus
menunggu lama sering juga BAK berulang ulang yang membuat
pasien terganggung dalam beraktifitas. Pasien juga sering bangun
pada saat malam hari. (wijaya A., 2013, p. 103)
c. Riwayat Kesehatan Terdahulu
1. Riwayat Penyakit Sebelum
Klien pernah menderita BPH dan apakah klien pernah dirawat
dirumah sakit sebelumnya(Wijaya A. , 2013, p. 103)
2. Riwayat Keluarga
Mungkin diantara keluarga pasien sebelumnya ada yang
menderita penyakit yang sama dengan penyakit pasien
sekarang(Wijaya A. , 2013, p. 103)
3. Riwayat Pengobatan
Pemberian obat golongan reseptor alfa-adrenergik inhibitor
mampu merelaksasikan otot polos kelenjar prostat dan saluran
kemih akan lebih longgar.obat golongan 5-alfa-reduktase inhibitor
mampu menurunkan kadar dehidrotestosteron intraprostat, sehingga
dengan turunya kadar testosteron dalam plasma maka prostat akan
mengecil/kembali ke ukuran normal(Prabowo & Pranata, 2014, p.
136)
d. Pemeriksaan Fisik
1. . Keadaan Umum
a. Kesadaran
Pada pasien Benigna Prostat Hyperplasia, keluhan yang
sering dialami dikenal dengan istilah LUTS (lower urunary tract
symtoms) merupakan semburan urin lemah, intermitensi,ada
8
sisa urin pasca miksi, urgensi, frekuensi dan disuria(Prabowo &
Pranata, 2014, p. 137)
b. Tanda-Tanda Vital
1) Tekanan darah : mengalami peningkatan pada tekanan
darah dan MAP darah
2) Nadi : adanya peningkatan nadi. Hal ini merupakan
bentuk kompensasi dari nyeri yang tibul akibat
opstruksi meatus uretalis dan adanya distensi bladder.
3) Respirasi : terjadi peningkatan frekuensi nafas akibat
nyeri yang dirasakan penderita.
4) Suhu : terjadi peningkatan suhu akibat retensi urin
berlangsung lama seiring ditemukan adanya tanda
gejala urosepsis pada penderita(Prabowo & Pranata,
2014, p. 137)
2. Body Sistem
1. Sistem Pernafasan
a. Inspeksi : biasanya klien terjadi sesak
nafas,frekuensi pernafasan menurun (kurang dari 16
dalam 1 detik)
b. Palpasi : pada palpasi supra simfisis akan terasa
distensi badder.
c. Auskultasi : biasanya terdengar suara nafas
tambahan seperti ronchi,wheezing/ngikkk,suara
nafas menurun, dan perubahan bunyi nafas(Prabowo
& Pranata, 2014, p. 137)
2. Sistem Kardiovaskular
a. Inspeksi : tidak terdapat sianosis , tidak terdapat
perubahan letak maupun pemeriksaan pada
insfeksius.
b. Palpasi : biasanya denyut nadi cepat.
c. Perkusi : pada pemeriksaan manusia normal
pemeriksaan perkusi/bunyi yang didapatkan pada
thorax adalah redup(Prabowo & Pranata, 2014, p.
137)
9
3. Sistem Persyarafan
a. Inspeksi : klient menggigil kedinginan, kesadaran
menurun dengan adanya infeksi dapat terjadi
urosepsis berat sampai pada syok septik(Prabowo &
Pranata, 2014, p. 137)
4. Sistem Perkemihan
a. Inspeksi : terdapat beban padat dibawah abdomen
bawah (distensi kandung kemih)
b. Palpasi : pada palpasi bimanual ditemukan adanya
rangsangan pada ginjal. Dan pada palpasi supra
simfisis akan teraba distensi bladder dan akan terasa
nyeri jika di tekan.
c. Perkusi :dilakukan untuk mengetahui adatidaknya
residual urin terdapat suara redup di saluran kemih
karena terdapat residual(Prabowo & Pranata, 2014,
p. 137)
5. Sistem Pencernaan
a. Mulut dan tenggorokan : Nafsu makan menurun
mual dan muntah.
b. Abdomen : datar (simetris)
c. Inspeksi : bentuk abdomen datar , tidak terdapat
massa dan odema.
d. Auskultasi : suara bising usus normal.
e. dapat nyeri tekan dan tidak terdapat pembesaran
permukaan halus.
f. Perkusi ; tympani.(Wijaya A. , 2013, p. 100)
6. Sistem Integumen
a. Palpasi : kulit terasa panas karena peningkatan suhu
tubuh karena adanya tanda gejala urosepsis klien
menggigil kedinginan , kesadaran menurun(Prabowo
& Pranata, 2014, p. 137)
7. Sistem Muskuloskeletal
a. Selang kateter direkatkan di bagian paha klien. Pada
paha yang direkatkan kateter tidak boleh fleksi
10
selama traksi masih diperlukan.(Wijaya A. , 2013, p.
106)
8. Sistem Endokrin
a. Inspeksi : adanya perubahan keseimbangan hormon
testosteron dan hormon esterogen pada usia
lanjut(Nuarif & Kusuma, 2015, p. 91)
9. Sistem Reproduksi
a. Pada pemeriksaan penis, uretra, dan skrotum tidak
ditemukan adanya kelainan, kecuali adanya penyakit
penyerta seperti stenosis meatusis. Pemeriksaan RC
(rectal toucher) merupakan pemeriksaan sederhana
yangpaling mudah untuk menegakan BPH.
Tujuannya yaitu untuk menentukan konsistensi
sistem persarafan unut vesiko uretra dan besarnya
prostate(Wijaya A. , 2013, p. 137)
10. Sistem Pengindraan
a. Inspeksi : pada pasien BPH biasanya pada sistem ini
tidak mengalami gangguan apapun(Prabowo &
Pranata, 2014, p. 137)
11. Sistem Imun
a. Tidak terjadi kelainan sistemik imunitas pada
penderita BPH(Prabowo & Pranata, 2014, p. 137)
3. Pemeriksaan Penunjang
11
3. Flow rate maksimal kurang dari 10 ml /
dtk=obstruktif.
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin,
elektrolit, kadar urium kreatin dalam kemih.
b. Prostate spesific antigen (PSA), untuk dasar penentuan
biopsi rencana.
2. USG
a. Pembesaran kelenjar pada bagian sentral
b. Nodul hipoechoid atau campuran echogeni
c. Klasifikasi antara bagian sentral
d. Volume prostat lebih dari 30ml 8
4. Penata Laksanaan
a. Observasi
Biasanya dilakukan pada pasien dengan keluhan
ringan/biasa, yang diberikan yaitu mengurangi nafsu minum
setelah makan malam untuk mengurangi nokturia,
mengurangi minum kopi dan tidak diperbolehkan minum
alkohol supaya tidak selalu sering miksi/bak. Setiap tiga
bulan dilakukan kontrol keluhan, sisa kencing dan
pemeriksaan colok dubur/anus.
b. Mengurangi volume prostat sebagai komponen static
dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron atau
dihidrotestosteron(DHT) melalui penghambat 5a-reductase.
c. Penghambat enzim
12
melemahkan libido, ginekomastio, dan dapat menurunkan
nilai PSA.
2. Filoterapi
Pengobatan filoterapi yang ada di Indonesia yaitu
Eviprostat. Efeknya diharapkan terjadi setelah pemberian
selama 1-2bulan.
3. Terapi bedah
Waktu penanganan untuk tiap klien berfariasi
tergantung berat gejala dan komplikasi, indikasi untuk terapi
bedah yaitu retensio urin berulang, batu saluran kemih.
(Wijaya, 2013, hal. 101)
4. TUR-P (Transuretral Resection Prostatectomy)
Tindakan ini merupakan tindakan pembedahan non
insisi, yaitu pemotongan secara elektriks prostat melalui
meatus uretralis. Jaringan prostat yang membesar dan
menghalangi jalannya urineakan dibuang melalui
elektrokauter, yaitu meminimalisir tindakan pembedahan
terbuka, sehingga masa penyembuhan lebih cepat dan
tingkat resiko infeksi sedikit. Adapun komplikasi dari
tindakan ini yaitu terjadinya perdarahan, infeksi,
hiponatremia, retensi urine akut.(Prabowo & Pranata, 2014,
hal. 136)
13
5. Pembedahan terbuka (prostatectomy)
Tindakan ini dilakukan jika prostat sudah terlalu
besar dan di ikuti penyakit penyerta lainnya, misalnya
tumor saluran vesika urinaria, vesikolothiasis dan adanya
adenoma yang membesar ada beberapa prostatektomi yaitu
Prostatektomi Supra pubis, prostatektomi perineal,
prostatektomi redropubik dan sebagainya.(Pranata E. P.,
2014, hal. 136)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1. Retensi Urine b.d Pengosongan kandung kemih yang
tidak lengkap
2. Ansietas b.d Tindakan operasi
3. Disfungsi seksual b.d Perubahan fungsi/struktur tubuh
14
Post Operasi
Teraupetik
Edukasi
Teraupetik
Edukasi
Kolaborasi
17
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
Teraupetik
18
dan hipoalergik pada kulit sensitive
Edukasi
Teraupetik
Edukasi
19
1. Jelaskan arah-arah menuju kamar
mandi/toilet pada pasien dengan gangguan
penglihatan
21
DAFTAR PUSTAKA
Prabowo, E., & Pranata, A. E. (2014). Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jogjakarta:
Nuha Medika.
PPNI. 2018a. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Indikator Diagnostik. Edisi 1.
Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018b. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Kriteria Hasil Keperawatan. Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI. 2018c. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi Dan Tindakan Keperawatan. Edisi
1. Jakarta: DPP PPNI.
22