Anda di halaman 1dari 58

BENIGN PROSTATE

HYPERPLASIA (BPH) DAN


INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
apt. Yufita Ratnasari W, S.Farm., M.Farm.Klin.
BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA
(BPH)
BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA
• “Benign”  Tidak ganas
• “Prostatic”  Kelenjar Prostat
• “Hyperplasia”  Pembesaran suatu kelenjar karena
adanya pertumbuhan sel yang berlebihan  sel stroma
dan sel epitel kelenjar prostat
BPH
• TUMOR PROSTAT JINAK
• Perbesaran kelenjar prostat yang
bukan disebabkan oleh keganasan
dan menyebabkan penekanan ke
saluran uretra.
• Pertumbuhan berlebihan dari sel-sel
prostat yang tidak ganas.
EPIDEMIOLOGI BPH
• Kira-kira 80% laki-laki berusia tua  ada temuan histologi
BPH
• Prevalensi histologi BPH :
1. Meningkat jadi 20% pada laki-laki berusia 41-50 tahun,
2. 50% pada laki-laki usia 51-60 tahun
3. Lebih dari 90% pada laki-laki berusia di atas 80 tahun
• Tahun 2013 di Indonesia terdapat 9,2 juta kasus BPH (usia
> 60 tahun)
• Hospital Prevalence di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
(RSCM) sejak tahun 1994-2013 ditemukan 3.804 kasus
dengan rata-rata umur penderita berusia 66,61 tahun
PROSTAT
• Prostat adalah kelenjar kecil
yang berada dibagian panggul pria
dan merupakan salah satu bagian
dari organ reproduksi pria.
• Prostat terletak di antara rectum
dan kantung kemih
• Pemeriksaan Fisik : dipalpasi
secara manual dengan
memasukkan jari ke rectum,
diperiksa melalui dinding rectal
FUNGSI PROSTAT
Fungsi Utama : memproduksi
cairan seminal (20-40% volume
ejakulat).
Cairan Seminal berfungsi untuk
• Sebagai buffer,
• Kaya nutrisi bagi
spermatozoa,
• Untuk mempertahankan
sperma dalam vagina,

Fungsi Lain : menyediakan


secret untuk efek Antibakteri
(karena mengandung banyak
Zinc)
ANATOMI
PROSTAT

• Berat prostat pada pria dewasa = 4-20 g


• Neonatus = 1 g  berkembang mencapai ukuran normal
hingga pria berusia 25-30 tahun  ukuran tersebut tetap
sampai usia 40 th  pertumbuhan fase ke-2 hingga usia 70-80
tahun.
• Selama fase ke-2  ukuran >> sampai 3x ukuran sebelumnya
(50-80 g).
FISIOLOGI NORMAL PROSTAT
1.Jaringan Epitel/Glandular : produksi secret prostat  ke
uretra (saat ejakulasi)  Cairan ejakulasi ; Androgen
3 menstimulai pertumbuhan jaringan ini
Jaringan 2.Jaringan Stromal/ Jaringan Otot Polos : ada banyak
reseptor α1-adrenergic (65%-75% nya subtype α1A)
di Prostat 3.Kapsul : lapisan luar dari prostat, terdiri dari jaringan ikat
dan otot polos, ada reseptor α1-adrenergic

PROSTAT NORMAL NE TESTOSTERONE ESTROGEN


• perbandingan jaringan • dapat menstimulai • diubah menjadi • menstimulasi
stromal : jaringan reseptor α1- dihydrotestosterone pertumbuhan stromal
epitel  2:1, jika BPH adrenergic, otot polos (DHT) di dalam prostat di prostat, saat menua
5:1 kontraksi  oleh 5α-reductase type rasio testosterone :
penekanan uretra, II  pertumbuhan dan estrogen menurun
penyempitan lumen, pembesaran kelenjar
penurunan (DHT lebih poten, aktif)
pengosongan urine
bladder
PATOFISIOLOGI
• pembesaran kelenjar prostat  pembuntuan
fisik di leher bladder dan aliran urin.
FAKTOR • Pembesaran kelenjar bergantung pada
STATIS stimulasi androgen di jaringan epitel dan
stimulasi estrogen di prostat

• pola α-adrenergic berlebihan di komponen


FAKTOR stromal kelenjar prostat, leher bladder dan
DINAMI posterior urethra  kontraksi kelenjar prostat
di sekitar uretra, mempersempit lumen
S
Usia Lanjut Proliferasi Sel

Penyempitan
Menghambat
Growth lumen uretra
aliran urin
Faktor prostatika

BPH
DHT Hyperplasia
Meningkat pada epitel dan
stroma pada
Tekanan
kelenjar prostat Bendungan
Stem sel Intravestikal
Vesika Urinaria
meningkat

Kontraksi Otot
Hipertropi otot Detrusor
detrusor dan kandung kemih
trabekulasi meningkat

Terbentuk
LUTS
selula, sakula,
(Lower Urinary
divertikal
Track Syndrome)
kandung kemih
Patofisiologi
FAKTOR PENYEBAB LAIN DALAM
PATOFISIOLOGI BPH
PERAN GROWTH
FACTOR

PERAN MEDIATOR
INFLAMASI, DIABETES
MELLITUS
FAKTOR RESIKO
• Usia

• Gangguan testis fungsional sejak pubertas (faktor hormonal)

• Riwayat BPH dalam keluarga

• Kurangnya aktivitas fisik

• Diet rendah serat, konsumsi vitamin E, konsumsi daging merah,

• Obesitas

• Sindrom metabolik

• Inflamasi kronik pada prostat

• Penyakit jantung
OBAT-OBAT YANG DAPAT MEMPERPARAH
GEJALA
• Testosterone
• α-Adrenergic agonists  rute oral atau intranasal decongestants
(eg, pseudoephedrine, ephedrine, atau phenylephrine)
• β-Adrenergic agonists (eg, terbutaline)  relaksasi otot bladder
detrusor  mencegah pengosongan bladder
• Obat dengan efek antikolinergik yang signifikan (eg,
antihistamines, phenothiazines, tricyclic antidepressants) 
menurunkan kemampuan kontraksi otot urinary bladder detrusor
KOMPLIKASI BPH
• Retensi urin akut, nyeri  ARF (Acute Renal Failure)
• Gross hematuria persisten atau intermitten
• Aliran urin tidak lancar, berlebihan atau bladder yang tidak
stabil
• UTI (Urinary Tract Infection ) yang selalu kambuh
• Bladder diverticula
• Batu Kandung Kemih
• CKD karena obstruksi terus menerus
MANIFESTASI KLINIS
1. Keinginan untuk BAK berkali-kali,
2. BAK tidak tuntas,
GEJALA TIDAK MUNCUL 3. Volume urin menurun,
SAMPAI DI TAHAP 4. Rasa nyeri saat BAK,
MODERATE/SEVERE 5. Hematuria
PEMERIKSAAN PADA BPH
Tes Laboratorium
1. Peningkatan BUN dan SCr jika pembuntuan saluran kemih tidak diterapi dalam
waktu lama
2. Peningkatan kadar Prostate-Specific Antigen (PSA)
• Normal usia 40 -49 tahun (0-2,5ng/ml),
• Usia 50-59 tahun (0-3,5 ng/ml),
• Usia 60-69 tahun (0-4,5ng/ml),
• Usia > 70 tahun (0-6,5ng/ml),
• PSA > 10 kecurigaan kanker prostat
3. Pemeriksaan urinalisis: leukosituria, hematuria, dan kadang kristal positif.
4. Uroflowmetri

Anamnesa dengan menggunakan kuesioner IPSS: terdiri dari 7


pertanyaan (nilai masing-masing 0 – 5). Nilai 0 – 7 (ringan), 8 –
19 (sedang), 20 – 35 (berat).
KUESIONER
IPSS

•Mild (score 0-7)


•Moderate (score 8-19)
•Severe (score 20-35)

Jumlah nilai :
• 0 = baik sekali
• 1 = baik
• 2 = kurang baik
• 3 = kurang
• 4 = buruk
• 5 = buruk sekali
MANAJEMEN BPH
MANAJEMEN BPH
WATCHFUL TERAPI
WAITING MEDIKAMENTOSA PEMBEDAHAN

• Bila IPSS < 7. • Bila IPSS > 7 dan • Untuk pasien BPH
Dengan mengatur terjadi peningkatan yang sudah
jumlah intake PSA. mengalami
cairan, mengurangi komplikasi
konsumsi kopi dan
teh, dan tidak
menahan kencing
terlalu lama.
• Tiap 3 – 6 bulan
sekali dinilai ulang
nilai IPSS dan PSA.
α1-­BLOCKER / α1-­ANTAGONIST

• Menghambat kontraksi otot polos prostat sehingga mengurangi


resistensi tonus leher kandung kemih dan uretra
• Reseptor alfa1-a (dominan pada prostat)
• Obat:
1. Non-Selektif : Fenoksibenzamin (Bukan drug of choice)
2. Selektif short acting: Prazosin (2 mg PO tiap 12 jam) dan Afluzosin
(10 mg 1x1)
3. Selektif long acting: Tamsulosin (0.4 mg PO 1x1), Doksazosin (1 mg
PO 1x1), Terazosin (1 mg PO 1x1 sebelum tidur)
• Efek samping yang perlu diwaspadai : hipotensi postural,
dizzines, dan asthenia
5α-­REDUCTASE INHIBITOR

• Menghambat konversi DHT dari testosteron yang dikatalisis oleh enzim


5-alfa reductase.
(DHT : androgen yang merangangsang pertumbuhan prostat)  DHT
ber(-)  prostat menyusut  alirang urin meningkat.
• Obat:
1. Non-Selektif : Dutasteride (0.5 mg PO 1x1)
2. Selektif: Finasteride (5 mg PO 1x1)
• Finasteride digunakan bila volume prostat >40 ml dan Dutasteride
digunakan bila volume prostat >30 ml
• Efek klinis Finasteride atau Dutasteride baru dapat terlihat setelah 6 bulan
• Efek samping yang mungkin muncul : disfungsi ereksi, penurunan
libido, ginekomastia, atau timbul bercak‐bercak kemerahan di kulit.
ANTAGONIS RESEPTOR MUSKARINIK

• Tujuan terapi : untuk menghambat atau mengurangi stimulasi


reseptor muskarinik sehingga akan mengurangi kontraksi sel otot
polos kandung kemih.
• Contoh obat : Fesoterodine fumarate, propiverine HCL, solifenacin
succinate, dan tolterodine l‐tartrate
• Masih menjadi kontroversi  retensi urine akut
• Dipertimbangkan jika α-blocker tidak mengurangi gejala
• Efek samping : mulut kering, konstipasi, kesulitan berkemih,
nasopharyngitis, dan pusing
PHOSPODIESTERASE-5 INHIBITOR

• Meningkatkan konsentrasi dan memperpanjang aktivitas dari cyclic


guanosine monophosphate (cGMP) intraseluler, sehingga dapat
mengurangi tonus otot polos detrusor, prostat, dan uretra.

• Dari beberapa PDE 5 inhibitor, yang direkomendasikan untuk LUTS :


Tadalafil (5 mg 1x1).
TERAPI KOMBINASI
• Kombinasi α1-­‐blocker dan 5α-­‐reductase inhibitor :
untuk pasien dengan keluhan LUTS sedang-berat dan mempunyai
risiko progresi (volume prostat besar, PSA yang tinggi (>1,3 ng/dL),
dan usia lanjut) ; kombinasi ini hanya direkomendasikan apabila
direncanakan pengobatan jangka panjang (>1 tahun)

• Kombinasi α1-­‐blocker dan antagonis reseptor muskarinik :


Pada pasien yang tetap mengalami LUTS setelah pemberian
monoterapi α1­‐blocker akan mengalami penurunan keluhan LUTS
secara bermakna dengan pemberian anti muskarinik, terutama
bila ditemui overaktivitas detrusor (detrusor overactivity).
TERAPI NON-FARMAKOLOGI

1. Pembatasan intake cairan,


2. Hindari makanan dan minuman yang bersifat sebagai diuretika,
3. Hindari minum dan makan banyak saat malam hari,
4. Pembatasan intake garam,
5. Pada pasien dengan metabolic syndrome: rekomendasikan untuk
perbaikan gaya hidup (diet, olah raga  akan memperbaiki
resistensi insulin, kontrol gula darah)
MONITORING DAN EVALUASI
• Efektivitas : Pemeriksaan IPSS, uroflowmetry, dan pengukuran
volume residu urine pasca berkemih
• Dilakukan antara 1-6 bulan
• Efek Samping : Sesuai karakteristik masing-masing obat
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) ATAU
URINARY TRACT INFECTION (UTI)
INFEKSI SALURAN KEMIH

Virulensi meningkat Masalah di


atau pertahanan
Adanya m.o di m.o naik ke inang menurun, UTI :
saluran kemih rectum  ISK adanya inokulasi
Resistensi
bakteri dan
kolonisasi, Antimikroba

Normalnya tidak infeksi pada


ada m.o saluran kemih
(bakteri/virus) dapat terjadi
ISK BERDASARKAN LOKASINYA
• Pielonefritis (Ginjal)
Upper UT

• Cystitis (Kandung Kemih)


• Urethritis (Uretra)
Lower UT • Prostatitis (Prostat)
EPIDEMIOLOGI
• ± 1 di antara 5 wanita  menderita ISK dengan gejala satu kali dalam
hidupnya, banyak yang mengalami kekambuhan
• Pada laki-laki dewasa, prevalensi sangat rendah (< 0.1%)
• Pada lansia  perbandingan bacteriuria pada perempuan dan laki-laki
± sama di usia > 65 tahun.
• Infeksi nosokomial yang angka kejadiannya paling tinggi di Indonesia
yaitu sekitar 39%-60%.
• Departemen Kesehatan RI tahun 2014  Infeksi Saluran Kemih (ISK)
mencapai 90-100 kasus per 100.000 penduduk per tahun.
ETIOLOGI
• Dapat disebabkan oleh m.o. dari :

KANDUNG
KEMIH/
URETHRA MENEMPEL
PADA
PERINEUM MUKOSA

FESES
Uncomplicated Infection Complicated Infection
Escherichia coli (80%-90%) E. coli (< 50%)
Staphylococcus saprophyticus Proteus spp.
Klebsiella pneumoniae K. Pneumoniae
Proteus spp. Enterobacter spp.
Pseudomonas aeruginosa P. Aeruginosa
Enterococcus spp Staphylococci dan Enterococci
ISOLAT BAKTERI TEMUAN DI
BERBAGAI FAKTOR RESIKO
RUMAH SAKIT
• Usia
• Jenis kelamin
– Wanita: urethra pendek,
setelah berhubungan seksual,
menggunakan alat kontrasepsi
yang dapat mengubah flora
normal vagina dan jaringan
perifer sekitar kelamin,
penurunan kemampuan
pengosongan kandung kemih
– Pria : hipertrofi prostat, bacterial
prostatitis, anal seks
• Obstruksi saluran kemih (tumor/
batu)
• Kerusakan persyarafan berkemih
PATOFISIOLOGI
m.o masuk ke saluran kemih melalui 3 jalur : dari bawah ke atas
(ascending), aliran darah (descending), dan jalur lymphatic

Jika sudah sampai kandung kemih, lalu memperbanyak diri dan


naik ke ureter lalu ke ginjal  ascending

Descending  infeksi dari bagian lain dari tubuh, jarang terjadi (<
5%) ; (ex : Bakteremia karena S. aureus  abses renal)

Setelah m.o sampai di saluran kemih  berkembang jadi infeksi


karena faktor ukuran inokulum, virulensi m.o, kemampuan
mekanisme pertahanan alami host
MEKANISME PERTAHANAN HOST FAKTOR VIRULENSI BAKTERI

Stimulasi respon inflamasi : mobilisasi Bakteri yang melekat pada epitel


Polymorphonuclear leukocytes (PMNs) saluran kemih
 Fagositosis

Faktor yang mendukung : pH yang Mannose resistant  pyelonephritis


rendah, osmolalitas yang ektrim,
konsentrasi tinggi urea, asam organic

Pertumbuhan bakteri  dihambat oleh Produksi Hemolysin dan Aerobactin


sekresi prostat pada laki-laki

Secara normal ada fungsi diuresis, dan


pengosongan bladder

Sifat Anti-adherence lapisan


Glycosaminoglycan layer di sel epitel
MANIFESTASI KLINIS
• Urethritis
– Inflamasi/ infeksi pada urethra  menimbulkan
rasa terbakar saat urinasi
– Pada pria dapat menyebabkan gangguan pada
penis
• Cystitis
– Inflamasi/ infeksi pada kandung kemih 
menimbulkan rasa tertekan pada pelvis,
ketidaknyamanan di perut bagian bawah, rasa sakit
saat urinasi & bau menyengat dari urin
• Pyelonephritis
– Rasa sakit pada punggung atas/ panggul, demam
tinggi, menggigil, mual & muntah
BAKTERIURIA ASIMPTOMATIS
• Bakteriuria yang ditemukan saat skrining insidental tetapi
tidak ditemukan gejala infeksi saluran kemih.
• Prevalensi bakteriuria asimptomatis mencapai 3,5% pada
populasi umum dan semakin meningkat sesuai dengan usia
• Untuk eradikasi ABU, pemberian pilihan antibiotik dan lama
terapi seperti pada ISK non komplikata atau ISK komplikata,
tergantung dari jenis kelamin, riwayat penyakit dan komplikasi
• Bau tidak sedap dan dysuria  Antiseptik urin
• Monitoring : Kultur urin pasca terapi.
TERAPI FARMAKOLOGI ISK

• Antibakteri spektrum luas  untuk


menghilangkan bakteri dari tractus urinarius
dengan efek minimal terhadap flora normal
fekal & vaginal
• Terapi ISK pd usia lanjut:
– Antibiotik dosis tunggal
– Antibiotik konvensional = 5-14 hari
– Antibiotik jangka panjang = 4-6 minggu
– Terapi dosis rendah (untuk supresi)
Pemakaian antibiotik jangka panjang dapat
menurunkan resiko kekambuhan infeksi

Jika kekambuhan disebabkan karena faktor resisten


(ex: batu, abses)  harus segera ditangani terlebih dulu

Untuk anak-anak  hindari antibiotik spt as.


nalidiksat & nitrofurantoin yang dikhawatirkan
mengalami keterlibatan gangguan ginjal dengan ISK

Jika pyelonephritis disebabkan karena obstruksi/


reflux  perlu penatalaksanaan spesifik untuk
mengatasinya

Dianjurkan untuk sering minum & BAK  untuk


membilas m.o. yang mungkin naik ke urethra

Untuk wanita, harus membilas dari depan ke belakang


untuk menghindari kontaminasi lubang urethra dari
bakteri fekal
TERAPI FARMAKOLOGI
Urethritis
• Chlamydia trachomatis:
– Biasanya asimptomatik pada wanita, tapi kadang
dapat ditemukan dysuria/ inflamasi pelvis
– Kultur urin  jika terjadi pyuria tanpa bakteri
(curigai Chlamydia)
– Skrining Chlamydia direkomendasikan untuk
seluruh wanita ≤ 25 thn
– Terapi:
• Azithromycin  1 x 1 g (po)
• Doxycycline  2 x 100 mg (po) selama 7
hari
TERAPI FARMAKOLOGI
Urethritis
• Neisseria gonorrhea:
– Disertai dengan gejala dysuria
– Kultur urin
– Selalu sertakan Terapi untuk Chlamydia ketika
mengobati gonorrhea
– Terapi:
• Ceftriaxone  1-2 g (IV) 1x1
• Ciprofloxacin  1 x 500 mg (po)
• Levofloxacin  1 x 250 mg (po) 1x1 untuk 3 hari
• Ofloxacin  1 x 400 mg (po)
TERAPI FARMAKOLOGI
CYSTITIS

• Merupakan ISK yg paling sering terjadi


• Terjadi di daerah permukaan (meliputi mukosa
kandung kemih yang mudah mengalami perdarahan)

• Pada wanita sehat, tanpa tanda-tanda


UNCOMPLICATED penyakit sistemik, tidak hamil, tanpa
(SIMPLE) demam/ mual/ muntah

• Pada semua pria/ wanita dengan penyakit


COMPLICATED lain, Px dgn kateter, Px urosepsis, Px
opname

RECURRENT • Kambuh terus menerus


Simple Complicated
Complicated
Cystitis (Kasus
Cystitis Cystitis
Khusus)

Recurrent
Cystitis Prostatitis
Simple Cystitis
• Diagnosis:
– Dipstick urinalisis (tdk perlu kultur/ tes darah)
• Faktor risiko:
– Hubungan sex  dapat direkomendasikan pemberian antibiotik
profilaxis post-coitus
• Terapi:
– Cotrimoxazole  960 mg tiap 12 jam (2x1) selama 3-5 hari
• Kalau resisten gunakan co-amoxiclav 625 mg po 3x1
– Fluoroquinolon (ciprofloxacin 250 mg 2x1 po untuk 3 hari /
Levofloxacin 250 mg PO/IV 1x1 untuk 3 hari)
Complicated Cystitis
• Diagnosis:
– Urinalisis
– Kultur urin
– Data lab lain (prn)

• Terapi:
– Fluroquinolon/ antibiotik spektrum luas lain : Levofloxacin
250 mg PO/IV 1x1 untuk 10 hari atau 750 mg po/IV 1x1 untuk
5 hari
– Lama Tx = 7-14 hr (tergantung tingkat keparahan)
– Pada pria dengan ISK = bisa 2-4 minggu
Complicated Cystitis (Kasus
Khusus)
• Px dgn folley catheter:
– Upayakan pelepasan kateter secepat mungkin
– Berikan Tx hanya jika Px menunjukkan gejala-gejala lain (ex:
demam, dysuria):
• Leukosit dalam urinalisis
• Px juga mengalami kolonisasi bakteri lain
– Lakukan penggantian kateter sebelum dilakukan kultur

• Candiduria:
– Sering terjadi pada Px yg menggunakan kateter
– Upayakan pelepasan kateter secepat mungkin
– Berikan Tx hanya jika Px menunjukkan gejala-gejala lain
– Jika perlu berikan fluconazole (jika resisten dgn
amphotericin)
Recurrent Cystitis
• Diagnosis:
– Pastikan kultur urin & sensitivitas bakteri

• Pertimbangkan pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui


abnormalitas anatomi saluran kemih

• Terapi:
– Fluroquinolon/ antibiotik spektrum luas lain : Levofloxacin
250 mg PO/IV 1x1 untuk 10 hari atau 750 mg po/IV 1x1 untuk
5 hari
– Lama Tx = 7-14 hr
Prostatitis
• Gejala:
– Nyeri di perineum, abdomen bag bawah, testikel, penis, iritasi
ketika ejakulasi/ berkemih, obstruksi kandung kemih, terdapat
darah pada semen (kadang-kadang)
• Faktor risiko:
– Trauma, dehidrasi, puasa sexual
• Diagnosis:
– Demam, menggigil, dysuria, myalgia, nyeri daerah pelvis/
perineum, urin berkabut
– Urinalisis & kultur urin
– Edema/ prostat teraba lunak ketika pemeriksaan fisik
• Terapi:
– Cotrimoxazole  960 mg 2x1 PO untuk 2-3 bulan jika kronis
– Fluoroquinolon/antibiotik spektrum luas lain
– Lama Tx = 4-6 minggu
Pyelonephritis
• Definisi:
– Inflamasi pelvis renalis & jaringan parenkim (jaringan fungsional ginjal)

• Kondisi akut: akibat infeksi bakteri yg naik ke ginjal dari saluran kemih
bagian bawah (E. coli = 85%)

• Kondisi kronis:
– Inflamasi kronis & perlukaan jaringan interstitial ginjal
– Penyebab tersering CKD
– Dapat terjadi akibat HT kronis, obstruksi saluran kemih, reflux
MONITORING DAN EVALUASI
• TANDA-TANDA INFEKSI :
• TTV (Suhu, Nadi),
• Leukosit,
• UL (kadar Leukosit, Hem di dalam urine),
EFEKTIVITAS • Ada gejala nyeri, susah BAK, kencing darah (pantau)

• Lihat masing-masing obat,


• Efek alergi, gatal,
• Mual, Muntah,
EFEK • Diare,
SAMPING • BUN, CrCl, dll
Kemungkinan Hasil Terapi ISK
• Cure: tidak terdapat bakteri patogen di urin

• Unresolved bacteriuria: patogen masih ada

• Persistent bacteriuria/ relapse: masih ada sumber infeksi


yang belum tertangani dengan tuntas & menyebabkan
kekambuhan infeksi setelah diberikan terapi
• Reinfection: adanya infeksi baru dengan patogen yang
berbeda
DAFTAR PUSTAKA
1. Dipiro JT, Talbert RL, Yee GC, Matzke GR, Wells BG, Posey LM.
Pharmacotherapy a pathophysiologic approach 10th ed. New York:
The McGraw-Hill Companies ; 2016.
2. McVary KT, Roehrborn CG, Avins AL, et al. American Urological
Association Guideline: Management of Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH). 2010, reviewed and validity confirmed 2014.
Available at:
https://www.auanet.org/Documents/education/clinical-guidance/B
enign-Prostatic-Hyperplasia.pdf
3. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. Panduan Penatalaksanaan Klinis
Pembesaran Prostat Jinak (Benign Prostatic Hyperplasia/BPH). 2015
4. NICE. Urinary tract infections in adults. 2015
5. Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). Guideline Penatalaksanaan
Infeksi Saluran Kemih dan Genitalia Pria. 2015

Anda mungkin juga menyukai