PENDAHULUAN
1.1 Latarbelakang
Ketika seorang berusia diatas 50 tahun, maka semakin besar kemungkinan
untuk terjadinya gangguan atau kerusakan pada organ-organ tubuh. Pada pria
ketika menginjak usia 50 tahun keatas maka terjadi penurunan fungsi testis.
Akibatnya adalah ketidakseimbangan hormon testosteron dan dehidrotestosteron
sehingga memacu pertumbuhan atau pembesaran prostat ( dalam hal ini prostat
dapat mencapai 60-100 gram atau bahkan lebih ).
Hiperplasia prostat benigna adalah pembesaran prostat yang mengenai uretra,
menyebabkan gejala urinaria dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar
dari bulu-buli.
1.2 Rumusan masalah
1. Apa definisi BPH ?
2. Apa saja etiologi BPH ?
3. Apa saja manifestasi klinis BPH ?
4. Bagaimana patofisiologi BPH ?
5. Pathway BPH ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjangBPH ?
7. Apa saja komplikasi BPH ?
8. Bagaimana penatalaksanaan BPH ?
9. Apa saja hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan BPH ?
10. Apa diagnose keperawatan yang muncul pada BPH ?
11. Bagaimana intervensi keperawatan pada BPH ?
12. Bagaimana implementasi keperawatan pada BPH ?
13. Bagaimana evaluasi keperawatan pada BPH ?
1
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi BPH
2. Untuk mengetahui dan memahami etiologi BPH
3. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis BPH
4. Untuk mengetahuidan memahami patofisiologi BPH
5. Untuk mengetahuidan memahami Pathway BPH
6. Untuk mengetahuidan memahami pemeriksaan penunjangBPH
7. Untuk mengetahuidan memahami komplikasi BPH
8. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan BPH
9. Untuk mengetahui dan memahami pengkajian keperawatan pada BPH
10. Untuk mengetahui dan memahami diagnosa keperawatan pada BPH
11. Untuk mengetahui dan memahami intervensi keperawatan pada BPH
12. Untuk mengetahui dan memahami implementasi keperawatan pada BPH
13. Untuk mengetahui dan memahami evaluasi keperawatan padaBPH
2
BAB 2
TINJAUAN TEORI
3
b. Perubahan keseimbangan hormon estrogen-testoteron
Pada proses penuaan pada pria terjadi peningkatan hormon estrogen
dan penurunan testosteron yang mengakibatkan hiperplasi stroma.
c. Interaksi stroma-epitel
Peningkatan epidermal gorwth factor atau fibroblast growth factor
dan penurunan transforming growth factor beta menyebabkan
hiperplasi stroma dan epitel.
d. Berkurangnya sel yang mati
Estrogen yang meningkat menyebabkan peningkatan lama hidup
stroma dan epitel dari kelenjar prostat.
e. Teori sel stem
Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel transit.
2.1.3 Manifestasi klinis
Walaupun Benigna Prostat Hipertropi selalu terjadi pada orang tua,
tetapi tak selalu disertai gejala-gejala klinik, hal ini terjadi karena dua hal
yaitu:
1. Penyempitan uretra yang menyebabkan kesulitan berkemih.
2. Retensi urin dalam kandung kemih menyebabkan dilatasi kandung
kemih, hipertrofi kandung kemih dan cystitis.Adapun gejala dan tanda
yang tampak pada pasien dengan Benigna Prostat Hipertrofi:
a. Retensi urin.
b. Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing.
c. Miksi yang tidak puas.
d. Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia).
e. Pada malam hari miksi harus mengejan.
f. Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria).
g. Massa pada abdomen bagian bawah.
h. Hematuriai. Urgency (dorongan yang mendesak dan mendadak
untuk mengeluarkan urin).
4
i. Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi. Kolik renall. Berat
badan turun. Anemia kadang-kadang tanpa sebab yang diketahui,
pasien sama sekali tidak dapat berkemih sehingga harus
dikeluarkan dengan kateter. Karena urin selalu terisi dalam
kandung kemih, maka mudah sekali terjadi cystitis dan selaputnya
merusak ginjal.
2.1.4 Patofisiologi
Ketika seorang berusia diatas 50 tahun, maka semakin besar
kemungkinan untuk terjadinya gangguan atau kerusakan pada organ-organ
tubuh. Pada pria ketika menginjak usia 50 tahun keatas maka terjadi
penurunan fungsi testis. Akibatnya adalah ketidakseimbangan hormon
testosteron dan dehidrotestosteron sehingga memacu pertumbuhan atau
pembesaran prostat ( dalam hal ini prostat dapat mencapai 60-100 gram
atau bahkan lebih ). Pembesaran kelenjar prostat dapat meluas ke arah atas
(bladder) sehingga mempersempit saluran uretra yang pada akhirnya akan
menyumbat urine dan menyebabkan terjadinya peningkatan tekanan
didalam bladder. Sebagai kompensasi terhadap tekanan uretra prostatika
maka otot-otot destrusor dan buli-buli berkontraksi lebih kuat guna
melawan tahanan ini. Kontraksi secara terus menerus menyebabkan
perubahan anatomik dari buli-buli. Tekanan intravesikel yang tinggi akan
diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara
ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini akan menimbulkan aliran
balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Jika
keadaan ini berlangsung terus menerus dapat menyebabkan gagal ginjal.
Pada klien benigna prostat hiperplasia urine yang dikeluarkan tidak tuntas
sehingga tersisalah urine di dalam buli-buli saat proses miksi, sehingga
seseorang cenderung mengejan untuk mengeluarkan urine tersebut dan
menyebabkan meningkatnya tekanan intra abdomen sehingga dapat
menimbulkan hernia dan hemoroid.
5
Pembesaran prostat ini akan menimbulkan keluhan atau tanda dan
gejala seperti sulit memulai miksi, nokturia ( bangun tengah malam untuk
berkemih ), sering berkemih anyang-anyangan, abdomen tegang, pancaran
urine menurun dan harus mengejan saat berkemih, aliran urine tidak lancar,
dribling ( urine menetes terus setelah berkemih ), rasa seperti kandung
kemih tidak kosong dengan baik, sakit atau nyeri ketika berkemih, retensi
urine akut ( bila lebih dari 60 ml urine tetap berada dalam kandung kemih
setelah berkemih ), anoreksia, mual dan muntah.
Apabila tidak segera ditangani, dapat menimbulkan komplikasi antara
lain gagal ginjal, hemoroid dan hernia bahkan kematian.
6
2.1.5 Pathway
Fungsi testis
Ketidakseimbangan hormon
testosteron da dehidrosteron
Pembesaran prostat
7
Nyeri
Gangguan
pola
8
residual urin. Pemeriksaan dapat dilakukan secara transrektal,
transuretral dan supra pubik.
c. IVP (Pyelografi Intravena). Digunakan untuk melihat fungsi
exkresi ginjal dan adanya hidronefrosis.
4. Pemeriksaan Panendoskop
Untuk mengetahui keadaan uretra dan buli – buli.
5. Pemeriksaan CT- Scan dan MRI
Computed Tomography Scanning(CT-Scan) dapat memberikan
gambaran adanya pembesaran prostat, sedangkan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) dapat memberikan gambaran prostat pada bidang
transversal maupun sagital pada berbagai bidang irisan, namun
pameriksaan ini jarang dilakukan karena mahal biayanya.
6. Pemeriksaan sistografi
Dilakukan apabila pada anamnesis ditemukan hematuria atau pada
pemeriksaan urine ditemukan mikrohematuria.Pemeriksaanini dapat
memberi gambaran kemungkinan tumor di dalam kandung kemih atau
sumber perdarahan dari atas apabila darah datang dari muara ureter
atau batu radiolusen di dalam vesica. Selain itu sistoscopi dapat juga
memberi keterangan mengenai besar prostat dengan mengukur panjang
urethra pars prostatica dan melihat penonjolan prostat ke dalam
urethra.
2.1.7 Komplikasi
1. Perdarahan Inkotinensia.
2. Batu kandung kemih.
3. Retensi urine.
4. Impotensi.
5. Epididimitis.
6. Haemorhoid, hernia, prolaps rectum akibat mengedan.
9
7. Infeksi saluran kemih disebabkan karena catheterisasi.
8. Hydronefrosis.
2.1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada klien benigna prostat hiperplasia terdiri dari
penatalaksanaan medis, penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan
diit.
1. Penatalaksanaan medis.
a. Pemberian obat-obatan antara lain Alfa 1-blocker seperti :
doxazosin, prazosin tamsulosin dan terazosin. Obat-obat tersebut
menyebabkan pengenduran otot-otot pada kandung kemih
sehingga penderita lebih mudah berkemih. Finasterid, obat ini
menyebabkan meningkatnya laju aliran kemih dan mengurangi
gejala. Efek samping dari obat ini adalah berkurangnya gairah
seksual. Untuk prostatitis kronis diberikan antibiotik.
b. Pembedahan
1) Trans Urethral Reseksi Prostat ( TUR atau TURP ) prosedur
pembedahan yang dilakukan melalui endoskopi TUR dilaksanakan
bila pembesaran terjadi pada lobus tengah yang langsung
melingkari uretra. Sedapat mungkin hanya sedikit jaringan yang
mengalami reseksi sehingga pendarahan yang besar dapat dicegah
dan kebutuhan waktu untuk bedah tidak terlalu lama. Restoskop
sejenis instrumen hampir serupa dengan cystoscope tapi
dilengkapi dengan alat pemotong dan couter yang disambungkan
dengan arus listrik dimasukan lewat uretra. Kandung kemih
dibilas terus menerus selama prosedur berjalan. Pasien mendapat
alat untuk masa terhadap shock listrik dengan lempeng logam
yang diberi pelumas yang ditempatkan pada bawah paha.
Kepingan jaringan yang halus dibuang dengan irisan dan tempat
tempat pendarahan dihentikan dengan couterisasi. Setelah TUR
10
dipasang folley kateter tiga saluran ( three way cateter ) ukuran 24
Fr yang dilengkapi balon 30-40 ml. Setelah balon kateter
dikembangkan, kateter ditarik kebawah sehingga balon berada
pada fosa prostat yang bekerja sebagai hemostat. Kemudian
ditraksi pada kateter folley untuk meningkatkan tekanan pada
daerah operasi sehingga dapat mengendalikan pendarahan. Ukuran
kateter yang besar dipasang untuk memperlancar membuang
gumpalan darah dari kandung kemih.
2) Prostatektomi suprapubis adalah salah satu metode mengangkat
kelenjar prostat dari uretra melalui kandung kemih.
3) Prostatektomi perineal adalah mengangkat kelenjar prostat
melalui suatu insisi dalam perineum yaitu diantara skrotum dan
rektum.
4) Prostatektomi retropubik adalah insisi abdomen mendekati
kelenjar prostat, yaitu antara arkus pubis dan kandung kemih
tanpa memasuki kandung kemih.
5) Insisi prostat transuretral (TUIP) adalah prosedur pembedahan
dengan cara memasukkan instrumen melalui uretra.
6) Trans Uretral Needle Ablation ( TUNA ), alat yang
dimasukkan melalui uretra yang apabila posisi sudah diatur,
dapat mengeluarkan 2 jarum yang dapat menusuk adenoma
dan mengalirkan panas sehingga terjadi koagulasi sepanjang
jarum yang menancap dijaringan prostat.
11
2. Penatalaksanaan keperawatan
a. Mandi air hangat.
b. Segera berkemih pada saat keinginan untuk berkemih muncul.
c. Menghindari minuman beralkohol.
d. Menghindari asupan cairan yang berlebihan terutama pada malam
hari.
e. Untuk mengurangi nokturia, sebaiknya kurangi asupan cairan
beberapa jam sebelum tidur.
3. Penatalaksanaan diit
Klien dengan benigna prostat hiperplasia dianjurkan untuk
menghindari minuman beralkohol, kopi, teh, cokelat, cola, dan
makanan yang terlalu berbumbu serta menghindari asupan cairan yang
berlebihan terutama pada malam hari.
12
2.2 Konsep Dasar Asuhan Keperawatan BPH
2.2.1 Pengkajian keperawatan
1. Identitas klien
Merupakan biodata klien yang meliputi : nama klien, umur biasanya
diatas 50 tahun, jenis kelamin laki laki, agama, suku bangsa / ras,
pendidikan, bahasa yang dipakai, pekerjaan,alamat.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa muncul pada klien BPH pasca TURP
adalah nyeri yang berhubungan dengan spasme buli – buli. Pada saat
mengkaji keluhan utama perlu diperhatikan faktor yang mempergawat
atau meringankan nyeri ( provokative / paliative ), rasa nyeri yang
dirasakan (quality), keganasan / intensitas ( saverity ) dan waktu
serangan, lama, kekerapan (time).
3. Riwayat penyakit sekarang
Kumpulan gejala yang ditimbulkan oleh BPH dikenal dengan Lower
Urinari Tract Symptoms ( LUTS ) antara lain : hesitansi, pancar urin
lemah, intermitensi, terminal dribbling, terasa ada sisa setelah selesai
miksi, urgensi, frekuensi dan disuria. Perlu ditanyakan mengenai
permulaan timbulnya keluhan, hal-hal yang dapat menimbulkan
keluhan dan ketahui pula bahwa munculnya gejala untuk pertama kali
atau berulang.
4. Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit sebelumnya yang berhubungan dengan
keadaan penyakit sekarang perlu ditanyakan . Diabetes Mellitus,
Hipertensi, PPOM,Jantung Koroner, Dekompensasi Kordis.
5. Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit pada anggota keluarga yang sifatnya menurun
seperti : Hipertensi, Diabetes Mellitus, Asma perlu digali.
13
6. Riwayat psikososial
Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya serta
hubungan interaksi pasca tindakan TURP.
7. Pola fungsi kesehatan
a. Sirkulasi
Tanda: Peninggian TD ( efek pembesaran ginjal ).
b. Eliminasi
Gejala: Penurunan kekuatan/dorongan aliran urine tetesan,keragu-
raguan pada berkemih awal, ketidakmampuan untuk
mengosongkan kandung kemih,nokturia,disuria, hematuria,infeksi
saluran kemih berulang, riwayat batu, Konstipasi.
Tanda: Distensi kandung kemih, nyeri tekan kandung kemih.
c. Makanan/cairan
Gejala: Anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan.
d. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: Nyeri suprapubis, panggul atau punggung dan rasa tidak
nyaman pada abdomen, kolik renalis.
e. Keamanan
Gejala: Demam
f. Seksualitas
Gejala: Masalah tentang efek kondisi/terapi pada kemampuan
seksual,takut inkontinensia/menetes selama hubungan
intim,penurunan kekutan kontraksi ejakulasi.
Tanda: Pembasaran, nyeri tekan prostat.
g. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala: Riwayat keluarga kanker, hipertensi, penyakit
ginjal,penggunaan antihipertensif atau antidepresan, antibiotik
urinaria.
14
Pemeriksaan diagnostik.
1. Urinalisa: Warna kuning, coklat gelap, merah gelap atau terang
( berdarah) ,penampilan keruh,pH 7 atau lebih besar ( menunjukkan
infeksi).
2. Kultur urine: Dapat menunjukkan Staphylococcus aureus, Proteus,
Klebsiella, pseudomonas, atau Escherichia coli.
3. Sitologi urine: Untuk mengesampingkan kanker kandung kemih.
4. BUN/kreatinin: Meningkat bila fungsi ginjal dipengaruhi.
5. Asam fosfat serum/antigen khusus prstatik: Peningkatan karena
pertumbuhan selular dan pengaruh hormonal pada kanker prostat.
6. SDP: Mungkin lebih besar dari 11 000/ul ( infeksi ).
7. Penentuan kecepatan aliran urine: mengkaji derajat obstruksi kandung
kemih.
8. IVP dengan film pasca berkemih: Menunjukkan pelambatan pengosongan
kandung kemih, membedakan derajat obstruksi kandung kemih dan
adanya pembesaran prostat, divertikuli kandung kemih dan penebalan
abnormal otot kandung kemih.
9. Sistouretrografi berkemih: digunakan sebagai ganti IVP untuk
memvisualisasi kandung kemih dan uretra.
10. Sistogram: Mengukur tekanan dan volume dalam kandung kemih untuk
mengidentifikasi disfungsi yang tak berhubungan dengan BPH.
11. Sistouretroskopi: Untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan
perubahan dinding kandung kemih.
12. Ultrasound transrektal: Mengukur ukuran prostate dan jumlah residu
urine.
13. Rectal touch/pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi system perdarahan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
14. PSA (ProstatikSpesifik Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan
adanya keganasan.
15
2.2.2 Diagnosa keperawatan
1. Analisis data
Pre operasi
Simpton Etiologi Problem
Ds : Peningkatan sel Gangguan pola
a. Pasien mengeluh jarang sterm eliminasi
berkemih
Do : Kerusakan pada
a. terpasang kateter organ
b.disuri
Penurunan fungsi
testis
Ketidakseimbangan
hormone
testosteron dan
dehidrosteron
Pembesaran prostat
Otot-otot destrusor
buli-buli
berkontraksi
Ketidakseimbangan
VU berkontraksi
secara adekuat.
Menyumbat urine
Penyempitan uretra
Sulit berkemih
16
Ds : Penurunan fungsi Resiko tinggi kurang
a. pasien mengeluh ada testis cairan
darah saat berkemih. Ketidakseimbangan
Do : hormone
a. tampak bibir pasien testosteron dan
kering. dehidrosteron
b. Tampak urine berwarna
kemerahan. Pembesaran prostat
Pasca obstruksi
dieriesis
Pendarahan
Pembesaran prostat
Kondisi penyakit
Prosedur bedah
Pre tindakan
invasif
17
tentang penyakitnya.
Post operasi
Simpton Etiologi Problem
Ds : Penurunan fungsi testis Nyeri
a. pasien mengeluh Ketidakseimbangan
sakit pada luka hormone testosteron
insisi. dan dehidrosteron
Do :
a. tampak luka insisi Pembesaran prostat
Spasmus kandung
kemih
Tindakan pembedahan
2. Rumusan masalah
Pre operasi
18
a. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli,
distensi kandung kemih ditandai dengan pasien mengeluh nyeri saat
berkemih,infeksi urinaria,iritasi mukosa kandung kemih.
b. Gangguan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan
kandung kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat ditandai dengan
pasien mengeluh jarang berkemih,terpasang kateter.
c. Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca
obstruksi diuresis ditandai dengan pasien mengeluh ada darah saat
berkemih,tampak bibir kering,urine berwarna kemerahan.
d. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau
menghadapi prosedur bedah ditandai dengan mengeluh
pusing,tampak gelisah.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi ditandai
dengan pasien takut dioperasi,tampak kurang informasi.
Post op
19
2.2.3 Intervensi keperawatan
Pre operasi
20
relaksasi dan
aktivitas kateter dan sistem fungsi kateter dan
terapeutik sesuai drainase. Pertahankan drainase sistem,
indikasi untuk selang bebas dari menurunkan resiko
situasi individu. lekukan dan bekuan. distensi / spasme buli
Tampak rileks, 3. Pertahankan tirah – buli.
tidur / istirahat baring bila 3. Diperlukan selama fase
dengan tepat. diindikasikan awal selama fase akut.
4. Berikan tindakan 4. Menurunkan tegangan
kenyamanan (sentuhan otot, memfokusksn
terapeutik, kembali perhatian dan
pengubahan posisi, dapat meningkatkan
pijatan punggung )dan kemampuan koping.
aktivitas terapeutik.
5. Berikan rendam 5. Meningkatkan perfusi
duduk atau lampu jaringan
penghangat bila dan perbaikan edema
diindikasikan. serta meningkatkan
6. Kolaborasi dalam penyembuhan(pendekat
pemberian an perineal ).
antispasmodik 6. Menghilangkan
spasme
21
5. Kolaborasi dalam 5. Berguna dalam
memantau evaluasi kehilangan
pemeriksaan darah/kebutuhan
laboratorium sesuai penggantian.Serta
indikasi, contoh:Hb / dapat mengindikasikan
Ht, jumlah sel darah terjadinya komplikasi
merah. Pemeriksaan misalnya penurunan
koagulasi, jumlah faktor pembekuan
trombosit. darah.
Post operasi
22
No Tujuan dan Intervensi Rasional
kriteria hasil
Dx
1 Nyeri berkurang 1. jelaskan pada klien 1. Kien dapat mendeteksi
atau hilang tentang gejala dini gajala dini spasmus
dengan kriteria spasmus kandung kandung kemih.
hasil : klien kemih.
mengatakan 2. Pemantauan klien pada 2. Menentukan
nyerinya interval yang teratur terdapatnya spasmus
berkurang,ekspres selama 48 jam, untuk sehingga obat – obatan
i wajah mengenal gejala – bisa diberikan.
tenang,klien akan gejala dini dari spasmus
tidur/istirahat kandung kemih.
dengan tetap. 3. Jelaskan pada klien 3. Memberitahu klien
bahwa intensitas dan bahwa
frekuensi akan ketidaknyamanan
berkurang dalam 24 hanya temporer.
sampai 48 jam.
4. Beri penyuluhan pada 4. Mengurang
klien agar tidak kemungkinan spasmus.
berkemih ke seputar
kateter.
5. Mengurangi tekanan
5. Anjurkan pada klien
pada luka insisi.
untuk tidak duduk
dalam waktu yang lama
sesudah tindakan TUR-
P. 6. Menurunkan tegangan
6. Ajarkan penggunaan otot, memfokuskan
teknik relaksasi, kembali perhatian dan
termasuk latihan nafas dapat meningkatkan
dalam, visualisasi. kemampuan koping
23
penyembuhan,Ta infeksi.
nda- tanda vital fungsi ginjal.
dalam batas
normal dan tidak 3. Pertahankan posisi
ada tanda-tanda urobag dibawah. 3. Menghindari refleks
shock balik urine yang dapat
memasukkan bakteri ke
kandung kemih.
4. Observasi
urine,jumlah,warna,bau 4. Mengidentifikasi
. adanya infeksi.
24
tindakan mandiri maupun kolaborasi. Dalam pelaksanaan langkah-langkah
yang dilakukan adalah mengkaji kembali keadaan klien, validasi rencana
keperawatan, menentukan kebutuhan dan bantuan yang diberikan serta
menetapkan strategi tindakan yang akan dilakukan. Selain itu juga dalam
pelaksanaan tindakan semua tindakan yang dilakukan pada klien dan
respon klien pada setiap tindakan keperawatan didokumentasikan dalam
catatan keperawatan. Dalam pendokumentasian yang perlu
didokumentasikan adalah waktu tindakan dilakukan, tindakan dan respon
klien serta diberi tanda tangan sebagai aspek legal dari dokumentasi yang
dilakukan.
25
Fokus evaluasi tipe evaluasi ini adalah aktivitas dari proses
keperawatan dan hasil kualitas pelayanan tindakan keperawatan.
Evaluasi proses baru dilaksanakan segera setelah perencanaan
keperawatan dilaksanakan untuk membantu keefektifitasan terhadap
tindakan dan harus dilakukan terus menerus sampai tujuan yang telah
dilakukan tercapai.
8. Hasil ( Sumatif )
9. Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atas status kesehatan
pada akhir tindakan keperawatan.
Adapun langkah-langkah evaluasi keperawatan :
a. Mengumpulkan data perkembangan pasien.
b. Menafsirkan ( menginteprestasikan ) perkembangan pasien.
c. Membandingkan dengan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan
tindakan dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang
telah ditetapkan.
10. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar
norma yang berlaku.
Seorang perawat harus mampu menafsirkan hasil evaluasi dari
masalah keperawatan klien yaitu sebagai berikut :
1. Tujuan tercapai
Bila klien menunjukkan perubahan perilaku dan perkembangan
kesehatan sesuai dengan kriteria pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
2. Tujuan tercapai sebagian
Bila klien menunjukkan perubahan dan perkembangan kesehatan
hanya sebagian dari kriteria pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
3. Tujuan tidak tercapai
26
Bila klien menunjukkan tidak ada perubahan perilaku dan
perkembangan kesehatan atau bahkan timbul masalah baru.
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
BPH adalah pembesaran atau hypertropi prostat. Kelenjar prostat membesar,
memanjang ke arah depan ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran
27
keluar urine, dapat menyebabkan hydronefrosis dan hydroureter. Istilah Benigna
Prostat Hipertropi sebenarnya tidaklah tepat karena kelenjar prostat tidaklah
membesar atau hipertropi prostat, tetapi kelenjar-kelenjar periuretralah yang
mengalami hiperplasian (sel-selnya bertambah banyak. Kelenjar-kelenjar prostat
sendiri akan terdesak menjadi gepeng dan disebut kapsul surgical. Maka dalam
literatur di benigna hiperplasia of prostat gland atau adenoma prostat, tetapi
hipertropi prostat sudah umum dipakai.
3.2 Saran
Dalam kehidupan sehari-hari kita harus memperhatikan kondisi tubuh kita
seperti berkemih tepat waktu dan tetap menjaga pola makan kita agar tetap sehat
dan tidak terjadi penyakit seperti BPH.
DAFTAR PUSTAKA
28
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
29