rekam medis yang dilakukan oleh Gayer et al, sekitar 1100 pasien dengan LGIB akut
yang mendapatkan terapi bedah, penyebab utama terjadinya LGIB diantaranya
adalah diverticulosis (33.5%), hemorrhoids (22.5%), and carcinoma (12.7%). Para
ahli juga menemukan bahwa sebagian besar pasien (55.5 %) mengalami
hematochezia, yang kemudian diikuti dengan ditemukannya feses yang berwarna
merah marun (16.7%) dan melena (11%).1,11 Vernava dan kolega menemukan
bahwa pasien dengan LGBI yang memerlukan perawatan di rumah sakit hanya 0.7
% (17,941). Rata-rata usai pasien adalah 64 tahun. Hanya 24 % dari seluruh pasien
yang dilakukan colonoscopy, barium enema, dan atau mesenteric angiography
diketahui penyebab paling sering dari LGIB adalah diverticular disease (60%), IBD
(13%), and anorectal diseases (11%). Walaupun beberapa studi menyebutkan
arteriovenous malformation sebagai penyebab tersering, tapi pada studi ini hanya
sebesar 3 %.11 Dengan demikian penyebab dari perdarahan saluran cerna bawah
pada orang dewasa diantaranya diverticular disease,inflammatory bowel
disease,benign anorectal diasease, neoplasia, coagulopathy, dan arteriovenous
malformation, yang dapat dilihat pada tabel berikut.1,2,3,4,5,8,9,10,11,18,17 Tabel
2.1 Penyebab LGIB pada orang dewasa dan persentasenya12 LOWER GI
HEMORRHAGE IN ADULTS PERCENTAGE OF PATIENTS Diverticular disease
-Diverticulosis/diverticulitis of small intestine -Diverticulosis/diverticulitis of colon
60% IBD -Crohn's disease of small bowel, colon, or both -Ulcerative colitis
-Noninfectious gastroenteritis and colitis 13% Benign anorectal diseases
-Hemorrhoids -Anal fissure -Fistula-in-an 11% Neoplasia -Malignant neoplasia of
small intestine -Malignant neoplasia of colon, rectum, and anus 9% Coagulopathy
4% Arteriovenous malformations (AVM) 3% Total 100 & Sedangkan, penyebab LGIB
yang sering pada anak-anak dapat dilihat pada tabel berikut Tabel 2.2 Penyebab
LGIB pada anak-anak dan dewasa muda12 LOWER GI HEMORRHAGE IN CHILDREN &
ADOLESCENTS Intussusception Polyps and polyposis syndromes -Juvenile polyps
and polyposis -Peutz-Jeghers syndrome -Familial adenomatous polyposis (FAP) IBD
-Crohn's disease -Ulcerative colitis -Indeterminate colitis Meckel diverticulum
Penyebab lain, yang jarang, juga telah ditemukan, diantaranya adalah perdarahan
dari diverticulosis usus halus, Dieulafoy lesions pada colon dan usus halus, portal
colopathy dengan varices colon dan rectal, endometriosis, solitary rectal ulcer
syndrome, dan vasculitides dengan ulserasi usus halus dan kolon, radiation-induced
disorders, nonsteroidal anti-inflammatory drugassociated disorder, Osler-WeberRendu syndrome, aortoenteric fistula, vasculitis, dan mesenteric ischemia.1,11, 12
Penilaian berat ringannya perdarahan yang diakibatkan dari penyebab-penyebab
diatas sangat diperlukan dalam menentukan perlunya terapi operatif.1,12 2.2.1
Divertikulitis Diverticulosis adalah kondisi yang diperoleh secara umum pada
kalangan masyarakat Barat. Sekitar 50% orang dewasa yang lebih tua dari 60 tahun
memiliki bukti radiologis dari diverticulosis. Diverticulosis colon merupakan
penyebab yang paling umum dari perdarahan saluran cerna bagian bawah, yang
bertanggung jawab untuk 40% sampai 55% dari kasus perdarahan dari semua
kasus. Divertikula kolon merupakan lesi yang diperoleh secara umum dari usus
besar pada perut. Meskipun 40% pasien setelah hidup selama 5 dekade memiliki
divertikula, kejadian ini terus meningkat menjadi 80% pada usia kehidupan dekade
ke-9. Perdarahan merupakan faktor penyulit sebanyak 3% sampai 5% dari pasien
dengan diverticulosis. Dasar anatomi penyebab dari perdarahan ialah pecahnya
secara asimetris cabang intramural (di vasa recta) dari arteri marginal pada kubah
divertikulum atau pada margin antimesenterikus. Divertikula paling sering terletak
pada kolon sigmoid dan kolon descendens. Kemungkinannya disebabkan oleh faktor
traumatis lumen, termasuk fecalith yang menyebabkan abrasi dari pembuluh darah,
sehingga terjadi perdarahan. Gambar 2.1 Diagram yang menunjukkan hubungan
antara divertikula dan pembuluh darah pada taenia coli5 Perdarahan jarang
diakibatkan oleh peradangan diverlikulitis klinis. Perdarahan divertikular berhenti
secara spontan pada 90% pasien. Jarang terjadi dilakukannya transfusi lebih dari 4
unit sel darah merah (Packed Red Cells= PRC). Meskipun divertikula colon sebelah
kiri lebih umum terjadi, namun perdarahan cenderung lebih umum terjadi pada
divertikular kolon kanan. Perdarahan dari lesi kolon kanan dapat lebih banyak dan
menghasilkan volume yang lebih besar daripada divertikula sisi sebelah kiri. Setelah
terjadinya episode awal pendarahan, perdarahan ulang (rebleeding) mungkin terjadi
kembali pada 10% pasien pada tahun pertama, setelah itu, risiko untuk perdarahan
ulang (rebleeding) meningkat menjadi 25% setalah 4 tahun. Dengan prevalensi
diverticulosis kolon, dan fakta bahwa sebagian besar episode perdarahan
cenderung berhenti secara spontan, banyak episode dari perdarahan saluran cerna
bagian bawah yang disebabkan diverticulosis kolon dianggap sebagai dugaan,
bukan diagnosis definitif. 1,2,5,11,12,13,20 Perdarahan divertikular berasal dari
vasa recta yang terletak di submukosa, yang dapat pecah pada bagian puncak atau
leher dari divertikulum tersebut. Sampai dengan 20% dari pasien dengan penyakit
divertikular mengalami pendarahan. Sebanyak 5% pasien, pendarahan karena
penyakit divertikular dapat terjadi secara massif. Perdarahan dari penyakit
divertikular berhenti secara spontan pada 80% pasien. Meskipun diverticulosis
terjadi pada kolon kiri, sekitar 50% dari perdarahan divertikular berasal dari
divertikulum yang terletak proksimal dari fleksura lienalis. Divertikula yang terletak
pada sisi kanan dapat mengekspos bagian yang lebih besar dari vasa recta menjadi
luka, karena mereka memiliki bagian leher yang lebih luas dan bagian kubah yang
lebih besar dibandingkan dengan divertikulum khas pada kolon sisi kiri.
1,2,5,11,12,13,20 Gambar 2.2 A dan B patologi Diverticular Disease5 Gambar 2.3
Double contrast barium enema pada kolon5 Gambar 2.4 Angiografi pada
Divertikulosis yang menunjukkan arteri mesenterika inferior dengan perdarahanke
colon sigmoid5 2.2.2 Arteriovenous Malformation (Angiodysplasia) Angiodisplasia
bertanggung jawab atas 3% sampai 20% dari kasus perdarahan saluran cerna
bagian bawah. Angiodisplasia, yang juga disebut sebagai malformasi arteriovenosa,
adalah distensi atau dilatasi dari pembuluh darah kecil pada submukosa saluran
pencernaan. Pada pemeriksaan histologis spesimen pembedahan atau otopsi dari
angiodisplasia diketahui bahwa mukosa diatasnya sering tipis, dan terjadi erosi
dangkal. Angiodisplasia diidentifikasi terjadi pada 1% sampai 2% kasus dari evaluasi
otopsi dan terjadi peningkatan jumlah seiring dengan bertambahnya usia pasien.
Angiodisplasia dapat terjadi sepanjang saluran pencernaan dan merupakan
penyebab paling umum dari perdarahan dari usus kecil pada pasien berusia di atas
50 tahun. 1,13 Angiodisplasia tampak jelas pada kolonoskopi berwarna merah, lesi
rata dengan diameter sekitar 2 sampai 10 mm. Lesi tampak seperti bintang, oval,
tajam, atau tidak jelas. Meskipun angiografi mampu mengidentifikasi lesi, namun
colonoskopi adalah metode yang paling sensitif untuk mengidentifikasi
angiodisplasia. Penggunaan meperidin selama kolonoskopi dapat menurunkan
kemampuan untuk mengidentifikasi angiodisplasia karena terjadi penurunan aliran
darah mukosa. Studi lain telah mengidentifikasi bahwa penggunaan antagonis
narkotika dapat meningkatkan ukuran angiodisplasia dan meningkatkan tingkat
deteksi. Pada angiografi, angiodisplasia tampak sebagai suatu dilatasi atau distensi,
secara perlahan mengosongkan vena atau sebagai malformasi arteri dengan cepat,
mengisi vena lebih awal. Lebih dari setengah angiodisplasia terdapat pada lokasi
colon kanan, dan pendarahan dari angiodisplasia berhubungan dengan distribusi ini.
Angiodisplasia dapat berhubungan dengan kondisi medis, termasuk stadium akhir
dari penyakit ginjal, stenosis aorta, penyakit von Willebrand, dan lain-lain. Masih
belum jelas apakah hubungan ini mencerminkan kecenderungan perdarahan yang
lebih besar pada angiodisplasia dalam kondisi ini atau apakah, sebenarnya,
perdarahan angiodisplasia lebih umum terjadi karena penyebab strukturalnya. 1,13
Angiodisplasia usus merupakan malformasi arteri yang terletak di sekum dan kolon
ascenden. Angiodisplasia usus merupakan lesi yang diperoleh dan mempengaruhi
orang tua berusia lebih dari 60 tahun. Lesi ini terdiri dari kelompok-kelompok
pembuluh darah yang berdilatasi, terutama pembuluh darah vena, pada mukosa
dan submukosa kolon. Angiodisplasia colon yang diduga terjadi sebagai akibat dari
proses yang kronis, intermiten, obstruksi bagian rendah dari submukosa vena
sambil mereka menembus lapisan otot dari colon. Temuan karakteristik
angiographik meliputi adanya kelompok-kelompok kecil arteri arteri selama tahap
penelitian, akumulasi media kontras dalam lempeng vaskular, opacification awal,
dan opacification persisten karena keterlambatan pengosongan vena. Jika
angiografi mesenterika dilakukan pada saat pendarahan aktif, ekstravasasi media
kontras dapat dilihat. 1,13 Tidak seperti pendarahan divertikular, angiodisplasia
cenderung menyebabkan pendarahan dengan episode lambat tetapi berulang. Oleh
karena itu, pasien dengan angiodisplasia muncul dengan anemia dan episode
pingsan. Angiodisplasia yang menyebabkan hilangnya darah dalam jumlah besar
jarang didapat. Angiodisplasia dapat dengan mudah diketahui oleh kolonoskopi
dengan gambaran potongan kecil berwarna merah dengan ukuran 1.5-2-mm pada
mukosa. Pendarahan lesi aktif dapat diobati dengan elektrokoagulasi
colonoskopi.1,13 2.2.3 Inflammatory Bowel Disease (IBD) Macam-macam kondisi
peradangan dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna bagian bawah yang
akut. Perdarahan jarang muncul menjadi tanda, melainkan berkembang dalam
perjalanan penyakitnya, dan penyebabnya diduga berdasarkan riwayat pasien.
Sampai dengan 20% kasus perdarahan saluran cerna bagian bawah akut
disebabkan oleh salah satu kondisi peradangan. Kebanyakan pendarahan berhenti
secara spontan atau dengan terapi spesifik pada penyebabnya. 1,11,12,20
Perdarahan merumitkan jalannya kolitis ulserativa hingga 15% kasus. Kolektomi
kadar hemoglobin darah kurang atau sama dengan 6 gr/dl. Kasus ini lebih sering
terjadi pada pasien dengan usia lebih atau sama dengan 65 tahun, ada penyakit
penyerta, dengan risiko kematian karena perdarahan akut atau komplikasi
perdarahan. Tingkat kematian LGIB jenis massive bleeding sebesar 0-21%.
Occultbleeding menunjukkan adanya anemia hipokrom mikrositer dan reaksi guaiac
intermiten.12 Definisi massive bleeding adalah adanya darah dalam jumlah yang
sangat banyak dan berwarna merah marun yang melewati rectum, adanya
ketidakseimbangan hemodinamik dan syok, penurunan initial hematokrit kurang
atau sama dengan 6 gr/ dl, tranfusi minimal 2 unit labu transfuse PRC, perdarahan
yang berlangsung terus menerus selama 3 hari.12 Gambar 2.8 Algoritma
perdarahan massif LGIB 12 Gambar 2.9 Algoritma penanganan perdarahan akut
yang berasal dari colon12 2.4 Manifestasi Klinis Anamnesis dan pemeriksaan fisik
dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan berat riangannya perdarahan.
Sebagian besar kasus LGIB disebabkan oleh angiodisplasia dan divertikutlitis. Pada
kedua kelainan ini tidak memberikan gejala sampai perdarahan pertama kali terjadi.
Pada anamnesis juga harus ditanyakan tentang riwayat penggunaan NSAID atau
obat antikoagulan, adanya sakit perut atau tidak, adanya diare dan demam yang
dialami sebelumnya yang dapat mengarah pada colitis baik infeksi atau iskemi.
Pasien yang pernah mempunyai operasi aorta harus terlebih dahulu dianggap
memiliki fistula aortoenteric sampai dibuktikan bukan.12 Baru-baru ini ditemukan
bahwa kolonoskopi dapat menyebabkan perdarahan dari daerah yang pernah di
biopsy atau pernah mengalami polypectomy. Penyebab perdarahan sebelumnya
harus ditelusuri, yang pada sebagian besar kasus adalah inflammatory bowel
disease. Riwayat penyakit keluarga berupa sindrom poliposis atau keganasan kolon
juga dapat dipertimbangkan. Perdarahan Saluran Cerna Bawah pada pasien yang
berusia kurang dari 30 tahun biasanya berhubungan dengan polip usus dan Meckel
diverticulum.12 Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan tanda-tanda vital untuk
mengetahui adanya syok, oropharynx, nasopharynx, abdomen, perineum, and anal
canal. Semua pasien harus diresusitasi. Pemeriksaan fisik yang ditemukan adalah
luka bekas operasi terdahulu, adanya masa di abdominal, lesi pada kulit dan mulut
yang menunjukkan sindrom poliposis. 1, 12 Perdarahan yang berasal dari
hemorrhoid atau varices yang disebabkan hipertensi portal pada pasien sirosis
sebaiknya dipertimbangkan. Pemeriksaan rectum diperlukan untuk mengetahui
adanya kelainan pada anorectal, yaitu tumor, ulser, atau polip. Warna pada daerah
anorectal, dan adanya bentuk atau gunpalan darah harus diperhatikan. Nasogastric
tube (NGT) harus dipasang untuk menyingkirkan penyebab perdarahannya adalah
bukan dari saluran cerna atas yang menunjukkan adanya gambaran coffee ground.
Pada 50 % kasus pasien yang dipasang NGT, hasil aspirasinya adalah false
negative. Oleh karena itu diperlukan pemeriksaan lain yaitu
esogastroduodenoscopy (EGD) untuk mengetahui lokasi sumber perdarahan. Pasien
dengan hematochezia dan hemodinamik yang tidak seimbang, dilakukan
emergency upper endoscopy.1,12 Perdarahan saluran cerna bawah yang massive
merupakan kondisi yang mengancam jiwa. Terkadang manifestasi LGIB yang
massive adalah feses yang berwarna merah marun atau merah muda yang berasal
dari rectum juga muncul pada perdarahan saluran cerna bagian atas. Salah satu
penanganan yang penting pada pasien LGIB yang massive adalah resusitasi. Pasien
ini dipasang infuse dengan cairan kristaloid dan dipanatu tekanan darah sistolik,
pulse pressure, urine output. Hipotensi ortostatik (tekanan darah menurun > 10
mmHG) menandakan adanya kehilangan darah lebih dari 1000 ml.1,12 2.5
Diagnosis Intervensi bedah darurat untuk perdarahan masif yang sedang
berlangsung jarang diperlukan sebelum upaya untuk menentukan lokasi sumber
perdarahan yang pasti, dimana penentuan lokasi sumber perdarahan adalah
penting untuk memilih jenis terapi mana yang akan dilakukan. Setelah keadaan
pasien stabil baru akan dilakukan uji diagnostic yaitu colonoscopy, Selective
Visceral Angiography, dan Technetium 99m-Red Blood Cell Scintigraphy. Sebuah
algoritma untuk diagnosis perdarahan akut gastrointestinal bagian bawah
ditunjukkan pada Gambar 2.10 12 Gambar 2.10 Algoritma diagnosis perdarahan
akut gastrointestinal bagian bawah.1 Colonoscopy Colonoscopy dapat dilakukan
Setelah episode perdarahan berhenti secara spontan dan tidak didapatkan stigmata
perdarahan. Colonoscopy yang harus dilakukan segera, diindikasikan pada pasien
yang telah 12 jam dirawat dirumah sakit dengan perdarahan yang telah berhenti,
telah mendapat resusitasi disertai dengan keadaan hemodinamik yang stabil. Pada
keadaan ini colonoscopy dapat dilakukan setelah proses pembersihan kolon.
Temuan pada colonoscopy pada LGIB diantaranya adalah daerah sumber
perdarahan aktif,, bekuan darah yang menempel pada orificium divertikel yang
mengalami ulserasi, bekuan darah yang menempel pada focus dan mukosa atau
darah segar yang berada pada segmen kolon.1,9,12,13 Penting untuk diperhatikan
bahwa lesi incidental, yaitu bekuan darah pada orificium divertikular multiple, AVM
tanpa perdarahan, polip tanpa perdarahan, dan divertikule tanpa perdarahan bukan
merupakan penyebab perdarahan yang baru terjadi. Perdarahan hanya terjadi pada
lesi yang menunjukkan tanda-tanda perdarahan yang jelas. 1,9,12,13 Colonoscopy
tidak dilakukan pada pasien LGIB dengan massive bleeding. Prosedur yang akan
dilakukan secara teknis akan menjadi sangat sulit karena permukaan mukosa tidak
dapat terlohat dengan jelas. Pasien ini juga mengalami ketidakseimbangan
hemodinamik yang dapat menyebabkan risiko terjadinya hipoksemia dan komplikasi
lainnya meningkat. Reusitasi juga diperlukan jika dilakukan prosedur ini. 1,9,12,13
Jadi, colonoscopy merupakan prosedur pilihan pada pasien yang telah mengalami
perdarahan yang telah dilakukan colonoscopy polypectomy. polypectomy. 1,9,12,13
Selective Visceral Angiography Mesenteric arteriography telah banyak digunakan
dalam evaluasi dan pengobatan pasien dengan perdarahan gastrointestinal bagian
bawah. injeksi selektif radiografi kontras ke arteri superior mesenterika atau inferior
mesenterika mengidentifikasi perdarahan pada pasien perdarahan mulai dari 0,5
ml/min atau lebih. Penelitian dapat secara akurat mengidentifikasi pendarahan
arteri di 45% sampai 75% dari pasien jika pasien mengalami perdarahan pada saat
injeksi kontras.1,13 Metode ini bukan merupakan pilihan pada pasien dengan
perdarahan yang terjadi pertama kalo atau perdarahan berulang yang waktunya
tidak pasti. Karena 90% dari kasus perdarahan berhenti secara spontan, dan hanya
10% yang mengalami perdarahan yang berulang, dan metode ini tidak cock untuk
gangguan vascular, sementara menunggu terapi bedah definitive. Pada metode ini
dilakukan katerisasi selektif dari pembuluh darah mesentrika yang langsung menuju
ke lokasi sumber perdarahan yang akan dilanjutkan dengan pemberian
vasokontriktor intra-arteridengan vasopressin yang dapat menghentikan
perdarahan sekitar 80 % kasus. Perdarahan berulang mungkin terjadi jika terapi
tidak dilanjutkan. Komplikasi yang sering dan serius pada metode ini adalah iskemi
miokard, edema paru, thrombosis mesenterika, dan hiponatremia. Transarterial
vasopressin tidak boleh digunakan pada pasien dengan penyakit arteri koroner atau
penyakit vaskular lainnya. Peran utama dari terapi ini adalah untuk mengehentikan
perdarahan sebagai terapi darurat sebelum bedah definitif. Embolisasi transkateter
pendarahan massive dapat juga dilakukan pada pasien yang tidak mempunyai
cukup biaya untuk menjalani operasi. Embolisasi dari gelatin spons atau microcoils
dapat menghentikan pendarahan sementra yang disebabkan angiodysplasias dan
divertikula. Metode ini juga dapat menyebabkan demam dan dan sepsis yang
disebabkan oleh kurangnya pasokan darah ke kolon sehingg aterjadi infark
kolon.1,3,12,13 2.6.3.Pembedahan Indikasi dilakukannya tindakan bedah diantarnya
pasien dengan perdarahan yang terus menerus berlangsung dan berulang, tidak
sembuh dengan tindakan non operatif. Transfusi lebih dari 6 unit labu transfusi PRC,
perlu transfusi, ketidakseimbangan hemodinamik yang persisten merupakan
indikasi colectomy pada perdarahan akut.1,13 Pembedahan emergensi dilakukan
pada pasien dengan LGIB sebanyak 10% kasus, dilakukan pada saat setelah
ditemukannya lokasi sumber perdarahan. Tingkat kejadian perdarahan yang
berulang adalah 7% (0-21%) dan tingkat mortalitas sebesar 10% (0-15%). Pada
sebagian besar studi segmental colectomy tidak mempunyai tingkat mortalitas,
morbiditas dan perdarahan berulang yang tinggi. Segmental colectomy
diindikasikan pada pasien dengan perdarahan colon persisten dan rekuren. Pasien
dengan LGIB rekuren juga sebaiknya dilakukan colectomy karena risiko
meningkatnya beratnya perdarahan dengan berjalannya waktu. 1,3,12,13 Jika
pasien mengalami ketidakseimbangan hemodinamik pembedahan emergensi ini
dilakukan tanpa uji diagnostic dan lokasi sumber perdarahan ditentukan pada
intraoperatif dengan cara EGD, surgeon-guided enteroscopy, and colonoscopy.
Dengan melihat kondisi dan peralatan yang ada, dapat dilakukan subtotal
colectomy dengan inspeksi distal ileal daripada dengan ketiga metode yang telah
disebutkan.13 Subtotal colectomy dilakukan jika sumber perdarahan tidak diketahui
dengan studi diagnostic perioperatif dan intraoperatif. Jika lokasi sumber
perdarahan tidak dapat didiagnosis dengan endoscopy intraoperatif dan dengan
pemeriksaan dan jika terdapat bukti perdarahan berasal dari kolon, subtotal
colectomy dilakukan dengan anastomosis iloerectal. Subtotal colectomy adalah
pilihan yang tepat karena berhubungan dengan tingkat perdarahan berulang yang
rendah dan tingkat morbiditas (32%) dan tingkat mortalitas (19%).1,3,12,13
Hemicolectomy lebih baik dilakukan daripada blind subtotal abdominal colectomy,
apabila bertujuan untuk mengetahui lokasi sumber perdarahan. Saat lokasi sumber
perdarahan diketahui, operasi dengan positive 99m Tc-red blood cell scan. juga
dapat menyebabkan perdarahan berulang pada lebih dari 35% pasien.Blind total
5 Votes
Pendahuluan
Perdarahan saluran cerna bagian bawah (SCBB) dapat didefinisikan sebagai perdarahan
yang terjadi atau bersumber pada saluran cerna di bagian distal dari ligamentum Treitz. Jadi
dapat berasal dari usus kecil dan usus besar. Pada umumnya perdarahan ini (sekitar 85%)
ditandai dengan keluarnya darah segar per anum/per rektal yang bersifat akut, transient,
berhenti sendiri, dan tidak mempengaruhi hemodinamik
Gambaran Klinis
Perdarahan SCBB dapat bermanifestasi dalam bentuk hematoskezia, maroon stool, melena,
atau perdarahan tersamar.
Hematoskezia adalah: darah segar yang keluar lewat anus/rektum. Hal ini merupakan
manifestasi klinis perdarahan SCBB yang paling sering. Sumber perdarahan pada umumnya
berasal dari anus, rektum, atau kolon bagian kiri (sigmoid atau kolon descendens), tetapi
juga dapat berasal dari usus kecil atau saluran cerna bagian atas (SCBA) bila perdarahan
tersebut berlangsung masif (sehingga sebagian volume darah tidak sempat kontak dengan
asam lambung) dan masa transit usus yang cepat.
Maroon stool: darah yang berwarna merah hati (kadang bercampur dengan melena) yang
biasanya berasal dari perdarahan di kolon bagian kanan (ileo-caecal) atau juga dapat dari
SCBA/usus kecil bila waktu transit usus cepat.
Melena adalah buang air besar atau feses yang berwarna hitam seperti kopi (bubuk kopi)
atau seperti ter (aspal), berbau busuk dan hal ini disebabkan perubahan hemoglobin
menjadi
hematin.
Perubahan ini dapat terjadi
akibat kontak hemoglobin dengan asam lambung (khas pada perdarahan SCBA) atau akibat
degradasi darah oleh bakteri usus. Misalnya pada perdarahan yang bersumber di kolon
bagian kanan yang disertai waktu transit usus yang lambat. Perdarahan SCBB akan tersamar
bila jumlah darah sedikit sehingga tidak mengubah warna feses yang keluar.
Gambaran klinis lainnya akan sesuai dengan penyebab perdarahan (misalnya pada tumor
rektum, teraba massa pada pemeriksaan colok dubur) dan dampak hemodinamik yang
terjadi akibat perdarahan tersebut (misalnya anemia atau adanya renjatan).Sebagian besar
perdarahan SCBB (lebih kurang 85%) berlangsung akut, berhenti spontan, dan tidak
menimbulkan gangguan hemodinamik.
rasa sakit (hemoroid intema, angiodisplasia), nyeri perut (kolitis infeksi, iskemia
mesenterial), tenesmus ani (fisura, disentri). Apakah kejadian ini bersifat akut, pertama kali
atau berulang, atau kronik, akan membantu ke arah dugaan penyebab atau sumber
perdarahan.
Pemeriksaan Fisis
Segera nilai tanda vital, terutama ada tidaknya renjatan atau hipotensi postural (Tilt test).
Jangan lupa colok dubur untuk menilai sifat darah yang keluar dan ada tidaknya kelainan
pada anus (hemoroid interna, tumor rektum). Pemeriksaan fisis abdomen untuk menilai ada
tidaknya rasa nyeri tekan (iskemia mesenterial), rangsang peritoneal (divertikulitis), massa
intraabdomen (tumor kolon, amuboma, penyakit Crohn). Pemeriksaan sistemik lainnya:
adanya artritis (inflammatory bowel disease), demam (kolitis infeksi), gizi buruk (kanker),
penyakit jantung koroner (kolitis iskemia).
Laboratorium
Segera harus dinilai adalah kadar hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan kalau sarana
lengkap waktu protrombin. Laboratorium lain sesuai indikasi. Penilaian hasil laboratorium
harus disesuaikan dengan keadaan klinis yang ada. Penilaian kadar hemoglobin dan
hematokrit, misalnya pada perdarahan akut dan masif, akan berdampak pada kebijakan
pilihan jenis darah yang akan diberikan pada proses resusitasi.
Pemeriksaan Penunjang Diagnostik
Pemeriksaan ini sangat tergantung pada keadaan klinis pasien waktu masuk rumah sakit,
penyebab atau lesi sumber perdarahan, perjalanan penyakit pasien dan tidak kalah
pentingnya adalah sarana diagnostik penunjang yang tersedia. Secara teori, modalitas
sarana pemeriksaan anoskopi, sigmoidoskopi, kolonoskopi, enteroskopi, barium enema
(colon in loop), angiografi/artereriografi, blood flow scintigraphy, dan operasi laparatomi
eksplorasi dapat digunakan untuk mengidentifikasi lesi sumber perdarahan dan diagnosis
penyakitnya. Tidak jarang modalitas diagnostik ini dapat dipakai sekaligus untuk terapi
(endoskopi terapeutik, embolisasi pada waktu arteriografi). Masing-masing modalitas
diagnostik ini mempunyai kelebihan dan kekurangan dibandingkan modalitas lainnya.
Misalnya pada perdarahan yang berlangsung masif, peran kolonoskopi akan terhambat oleh
sulitnya memperoleh lapang pandang yang akurat untuk menilai di mana dan apa sumber
perdarahannya. Sedangkan arteriografi lebih mudah untuk mendapatkan lokasi sumber
perdarahan (kalau perlu sekaligus terapinya). Mulai dari diagnostik (terlebih lagi pada waktu
terapi) sudah diperlukan kerja sama tim (internis, internis konsultan gastroenterologi, ahli
bedah, radiologis, radiologis interventional, dan anestesi) yang optimal sehingga langkah
diagnostik (dan terapi) dapat selaras untuk kepentingan pengobatan pasien seutuhnya.
Pada keadaan tidak adanya gangguan hemodinamik atau keadaan yang masih
memungkinkan kita merencanakan langkah diagnostik yang berencana (elektif), eksplorasi
diagnostik sumber perdarahan relatif tidak menimbulkan permasalahan. Tetapi bila keadaan
pasien tidak stabil, adanya gangguan hemodinamik, diperlukannya segera pilihan terapi,
permasalahan algoritme diagnostik (juga berdampak pada algoritme terapi tidak jarang
muncul dan terjadi perbedaan persepsi antara disiplin terkait.
Pemeriksaan penunjang ini akan berbeda pelaksanaannya dan akan berbeda hasil yang
diharapkan dicapai bila menghadapi kasus akut/emergensi atau kasus kronik/elektif. Pada
makalah ini akan lebih ditekankan pada prosedur diagnostik dan terapi pada kasus yang
akut dan bersifat emergensi.
Anoskopi/Rektoskopi
Pada umumnya dapat segera mengetahui sumber perdarahan tersebut bila berasal dari
perdarahan hemoroid interna atau adanya tumor rektum. Dapat dikerjakan tanpa persiapan
yang optimal.
Sigmoidoskopi
Perdarahan dari sigmoid (misalnya tumor sigmoid) masih mungkin dapat diidentifikasi
dengan pemeriksaan ini dengan hanya persiapan laksan enema (YAL) atau klisma,
mengingat darah dalam lumen usus itu sendiri sudah bersifat laksan.
Kolonoskopi
Pada keadaan yang bersifat elektif dengan persiapan yang optimal, pemeriksaan ini dapat
dengan relatif mudah mengidentifikasi sumber perdarahan di seluruh bagian kolon sampai
ileum terminal. Tetapi pada keadaan perdarahan aktif, lumen usus penuh darah (terutama
bekuan darah), maka lapang pandang kolonoskop akan terhambat. Diperlukan usaha yang
berat untuk membersihkan lumen kolon secara kolonoskopi. Sering sekali lumen skop
tersumbat total sehingga pemeriksaan harus dihentikan. Tidak jarang hanya dapat
menyumbangkan informasi adanya demarkasi atau batas antara lumen kolon yang bersih
dari darah dan diambil kesimpulan bahwa letak sumber perdarahan di distal demarkasi
tersebut
Push Enteroskopi
Pemeriksaan ini dilakukan melalui SCBA dan melewati ligamentum Treitz serta dapat
mengidentifikasi perdarahan pada usus kecil. Sarana ini masih sangat jarang di Indonesia.
Barium Enema (colon in loop)
Pada keadaan perdarahan akut dan emergensi, pemeriksaan ini tidak mempunyai peran.
Bahkan kontras yang ada akan memperlambat rencana pemeriksaan kolonoskopi (kontras
barium potensial dapat menyumbat saluran pada skop) atau skintigrafi (kontras barium akan
mengacaukan interpretasi) bila diperlukan. Serta tidak ada tambahan manfaat terapeutik.
Tetapi pada keadaan yang elektif, pemeriksaan ini mampu mengidentifikasi berbagai lesi
yang dapat diprakirakan sebagai sumber perdarahan (tidak dapat menentukan sumber
perdarahan).
Angiografi/Arteriografi 6
Injeksi zat kontras lewat kanul yang dimasukkan melalui arteri femoralis dan arteri
mesenterika superior atau inferior, memungkinkan visualisasi lokasi sumber perdarahan.
Dengan teknik ini biasanya perdarahan arterial dapat terdeteksi bila lebih dari 0,5 ml per
menit. Arteriografi dapat dilanjutkan dengan embolisasi terapeutik pada pembuluh darah
yang menjadi sumber perdarahan.
Pada keadaan perdarahan akut, adanya gangguan hemodinamik, belum diketahui sumber
perdarahan, tidak ada studi yang dapat memperlihatkan manfaat yang bermakna dari obatobatan untuk keadaan ini. Kecuali telah diketahui, misalnya perdarahan akibat pemberian
antikoagulan atau pada kasus yang telah diketahui adanya koagulopati. Obat-obat
hemostatika yang banyak dikenal dan beredar luas, dapat disepakati saja dipakai (bila jelas
tidak ada kontra indikasi pada tahap ini dengan mempertimbangkan cost-effective).
Demikian pula obat yang tergolong vasoaktif seperti vasopresin, somatostatin, dan okreotid
Naskah ini merupakan makalah Simposium Penataksanaan Kedaruratan di Bidang
Ilmu Penyakit Dalam II di Hotel Sahid 30-31 Maret 2002 yang telah dibukukan.
Endoskopi Terapeutik
Pada keadaan di mana endoskopi mendapat peluang (keadaan dalam lumen kolon cukup
bersih) dalam segi identifikasi lesi sumber perdarahan, teknik ini sekaligus dapat dipakai
sebagai modalitas terapeutik (bila fasilitas tersedia). Kauterisasi pada lesi angiodisplasia
atau tumor kolon, akan mengurangi derajat atau menghentikan proses perdarahan.
Polipektomi pada polip kolon yang berdarah dapat bersifat kuratif.
Radiologi Intervensional
Dengan teridentifikasinya lokasi perdarahan, durante tindakan dapat diberikan injeksi
intraarterial vasopresin yang dilaporkan dapat mengontrol perdarahan pada sebagian besar
kasus perdarahan divertikel dan angiodisplasia. Hanya harus diwaspadai efek vasokonstriksi
obat tersebut pada sirkulasi tubuh yang lain, terutama sirkulasi koroner jantung. Alternatif
lain dari prosedur ini adalah tindakan embolisasi pada pembuluh darah yang menjadi
sumber perdarahan teridentifikasi tersebut. Harus diwaspadai kemungkinan terjadinya infark
segmen usus terkait akibat prosedur embolisasi tersebut.
Surgikal
Pada prinsipnya operasi dapat bersifat emergensi tanpa didahului identifikasi sumber
perdarahan atau elektif setelah sumber perdarahan teridentifikasi. Tentunya hal ini
mempunyai dampak risiko yang berbeda. Operasi emergensi mempunyai angka kesakitan
dan kematian yang tinggi bila dilakukan pada keadaan yang tidak stabil. Kombinasi antara
kolonoskopi pre dan durante operasi diharapkan dapat mengurangi waktu operasi yang
dibutuhkan.
Terapi Pilihan
Hemoroid Interna
Penyebab tersering perdarahan SCBB, biasanya ringan, tidak mempengaruhi hemodinamik
dan dapat berhenti spontan. Perdarahan biasanya terjadi setelah defekasi, menetes, darah
terpisah dari feses. Harus dibedakan dengan tumor atau polip rektum karena tata
laksananya sangat berbeda. Terapi konservatif, terapi sklerosing/ligasi, atau surgikal dapat
dikerjakan sesuai indikasi yang dikaitkan dengan derajat hemoroidnya. Derajat IV atau
adanya trombus memerlukan peran surgikal.
Angioma/Angiodisplasia kolon
Lokasi terutama di daerah kolon kanan atau sekum, biasanya bersifat multipel. Bila dapat
diidentifikasi pada waktu perdarahan, tindakan kauterisasi perendoskopik dapat
menghentikan perdarahan pada sebagian kasus. Di samping itu alternatif lain berupa
embolisasi selektif waktu dilakukan angiografi. Vasopresin intraarterial dilaporkan cukup
bermanfaat dalam menghentikan perdarahan.
Divertikulosis Kolon
Biasanya perdarahan tanpa rasa nyeri, merah segar atau maroon stool, sering bersumber
dari kolon bagian kanan. Pada umumnya spontan berhenti dan tidak ada terapi
medikamentosa yang spesifik pada sebagian besar kasus. Kekerapan semakin meningkat
sesuai umur.
Divertikulum Meckel
Biasanya teridentifikasi dengan teknik pemeriksaan skintigrafi. Terapi surgikal merupakan
pilihan pertama.
Tumor Kolon
Perdarahan biasanya sedikit, bercampur feses, bersifat kronik. Jarang menimbulkan
permasalahan diagnostik dan terapeutik emergensi.
Kolitis Iskemik
Harus dipertimbangkan sebagai penyebab hematoskezia, terutama pada usia lanjut atau
terdapat gangguan koagulasi atau trombosis. Pada umumnya bermanifestasi bersamaan
dengan nyeri perut, terutama setelah makan. Terapi pilihan sesuai dengan penyakit
dasarnya.
Kolitis Radiasi
Adanya riwayat radiasi (terutama radiasi internal pada karsinoma serviks), harus
dipertimbangkan adanya perdarahan SCBB akibat proktitis radiasi. Pengobatannya masih
mengecewakan. Steroid dan sukralfat enema dapat dipakai dengan hasil yang bervariasi.
Inflammatory Bowel Disease
Secara medikal diusahakan dengan 5-ASA dan steroid. Bila perdarahan hebat dapat
dilakukan operasi kolektomi.
Kolitis Infeksi
Hematoskezia terjadi bersamaan dengan klinis tanda infeksi SCBB, seperti diare dan nyeri
perut. Pengobatannya baku sesuai dengan penyebab dasar. Jarang perdarahan ini
menimbulkan gangguan hemodinamik.
Algoritme Tata Laksana Perdarahan SCBB
Proses pembuatan algoritme tata laksana perdarahan SCBB dalam bentuk Konsensus
Nasional yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia, Perhimpunan
Peneliti Hati Indonesia, dan Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia (penulis
dalam hal ini sebagai koordinatornya), pada saat makalah ini dibuat, dalam fase akhir dan
akan diuji coba dalam bentuk lokakarya di Bandung. Pada prinsipnya, bahwa algoritme ini
dapat diterapkan di berbagai tingkat pelayanan kesehatan sesuai dengan konsensus yang
dibuat.(Lihat lampiran 1, 2, dan3)
Terdapat beberapa penekanan dalam tata laksana perdarahan SCBB:
1. Identifikasi dan antisipasi terhadap adanya gangguan hemodinamik harus
dilaksanakan secara prima di lini terdepan karena keberhasilannya akan
mempengaruhi prognosis.
2. Pada tahap ad.1, prinsip dasar tata laksana gawat darurat harus diikuti secara baik
3. Identifikasi lesi sumber perdarahan banyak tergantung pada modalitas penunjang
diagnostik yang tersedia atau memberlakukan sistem rujukan secara baik.
4. Keterbatasan modalitas diagnostik akan berdampak pada pilihan jenis terapi yang
akan diambil. Terapi yang dilakukan setelah teridentifikasinya sumber dan lokasi
perdarahan, tentunya akan berbeda dengan tindakan terapi yang diambil tanpa
persiapan tersebut. Dalam keadaan ini tampaknya pihak disiplin ilmu bedah harus
menempatkan diri pada posisi pengidentifikasi sumber perdarahan dan sekaligus
tindakan terapeutik yang akan diambil.
5. Bila sarana diagnostik penunjang memadai, maka pilihan modalitas diagnostik
didasarkan pada sensitivitas keberhasilannya serta dapat tidaknya sekaligus sebagai
modalitas terapeutik. Pada umumnya pilihan modalitas antara endoskopi dan
radiologi intervensional. Berbeda dengan algoritme tata laksana perdarahan SCBA,
pada perdarahan SCBB (terutama perdarahan dari usus kecil) peran radiologi
diagnostik dan terapeutik lebih dominan.
Daftar Pustaka
1. Yamada T. Handbook of gastroenterology. Philadelphia: Lippincott-Raven Publishers; 1998.
p.
16-28.
2. Savides TJ. Acute lower GI bleeding. In: Grendel JH, editor. Current diagnosis & treatment
in
gastroenterology.
London:
Prentice
Hall
International;
1996.
p.
61-72.
3. Djojoningrat D, Hardjodisastro D. Ileocaecal ulcerogranulomatous lesions: Etiopathogenetic
aspect
in
Jakarta
Indonesia.
J
Gastroenterol
Hep;15(suppl):S27.
4. Hardjodisastro D, Djojoningrat D. Inflammatory Bowel Disease: Hospital based data and
endoscopic assessment of disease activity in Jakarta Indonesia. J Gastroenterol
Hep;15(suppl):S39.
5. Jensen DM. Diagnosis and treatment of severe hematochezia. Gastroenterology
1988;95:1569.
6. Baum S. Angiography of the gastrointestinal bleeder. Radiology 1982;143:569.
7. Nicholson ML. Localization of lower GI bleeding using in vivo technitium-99m-Iabelled red
blood
scintigraphy.
Br
J
Surg
1989;78:358.
8. Konsensus Nasional Penatalaksanaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Bawah
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (belum dipublikasi).