Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
Perdarahan saluran cerna bagian atas (PSCBA) adalah perdarahan yang terjadi pada bagian
proksimal Ligamentum Treitz dari duodenum distal. PSCBA ini dapat terjadi karena beberapa
hal, seperti ulkus peptikum, penggunaan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), minuman
alkohol, varises esofagus, gastritis, robekan Mallory-Weiss, ataupun keganasan. Adapun
manifestasi dari PSCBA ini dapat bervariasi, mulai dari yang ingan hingga yang berat. Salah satu
manifestasi klinis yang dapat ditemukan adalah hematemesis, yaitu muntah darah segar atau
hitam seperti kopi. Selain itu, dapat berupa melena, yaitu BAB berdarah berwarna hitam seperti
kopi atau aspal.
Menurut The American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE), faktor risiko terjadinya
PSCBA dapat dilihat dari usia dan dihubungkan dengan risiko mortalitas. Angka mortalitas
pasien usia 21 31 tahu sebesar 3,3%, pasien usia 41 50 tahun sebesar 12,1%, dan pasien usia
71 80 tahun sebesar 14,4%. Salah satu cara mendiagnosis PSCBA adalah dengan pemasangan
Nasogastric tube (NGT) untuk mengetahui cairan yang bercampur darah dan agar dapat
dilakukan aspirasi lambung. Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan endoskopi untuk
melihat asal perdarahan, derajat perdarahan, ataupun untuk terapi. Tujuan dari penulisan referat
mengenai melena ini adalah untuk mengetahui berbagai penyebab terjadinya melena,
patofisiolofi, diagnosis, dan tatalaksana yang tepat.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Melena adalah keluarnya tinja yang lengket dan berwarna hitam seperti aspal dengan bau yang
khas akibat adanya PSCBA (Sudoyo, 2009).

2.2. Etiologi dan patofisiologi


Banyak penyakit yang dapat bermanifestasi klinis menjadi melena. Bebeapa diantaranya adalah:
a. Kelainan di esofagus
Varises esofagus
adalah keadaan pecahnya pembuluh darah vena yang disebabkan adanya peningkatan
vena porta pada penyakit sirosis hepatis. Pada penyakit sirosis hepatis akan terjadi
kematian pada sel-sel hepar yang menyebabkan terjadinya peningkatan vena porta. Akibat
peningkatan vena porta ini akan terbentuk saluran kolateral di lapisan submukosa
esofagus, gaster, rectum, ataupun dinding abdomen dan terjadi dilatasi vena (varises). Jika
hal ini

terus berlanjut, varises yang terbentuk akan pecah sehingga menyebabkan

perdarahan masif pada saluran gastrointestinal. Hal ini ditandai dengan hilangnya darah
secara tiba-tiba, adanya penurunan aliran darah balik vena ke jantung yang berefek pada
sistem tubuh, dan terjadi penurunan perfusi jaringan sehingga terjadi disfungsi seluler.
Keadaan ini membuat tubuh berusaha untuk melakukan kompensasi dan perdarahan yang
terjadi akan bercampur dengan asam lambung dan pepsin kemudian masuk ke dalam
duodenum. Darah tersebut akan tertahan selama 6 8 jam di dalam duodenum kemudian
saat keluar melalui rectum bersama dengan tinja warna darah berubah menjadi hitam.
Esofagitis dan tukak Esofagus
adalah peradangan di lapisan mukosa yang dapat bersifat akut atau kronis dan dapat
ditemukan pada berbagai gangguan keadaan, termasuk gangguan motilitas. Keadaan ini

terjadi salah satunya karena menelan cairan yang panas. Cairan yang panas ini akan
menimbulkan sensasi panas subsentral dalam waktu singkat dan dikatikan dengan edema
superfisial dan esofagospasme. Bentuk yang paling sering ditemukan yaitu adanya refluks
dari asam lambung. Bentuk lain yang dapat menular yaitu disebabkan oleh Candida
albicans, herpes simpleks virus, varisela-zoster virus,

citomegalovirus, human

immunodeficiency virus, dan Helicobacter pylori.

b. Kelainan di gaster
Gastritis erosiva hemoragika
adalah inflamasi yang terjadi di lapisan mukosa hingga submukosa. Penyakit ini dapat
disebabkan oleh banyak hal, tetapi yang paling sering adalah infeksi Helicobacter pylori.
Selain bakteri, penyakit ini dapat juga disebabkan oleh konsumsi OAINS atau jamujamuan yang berlebihan dan tidak sesuai dosis yang dianjurkan dalam jangka waktu lama.

OAINS atau jamu-jamuan, merokok, konsumsi alkohol, ataupun zat-zat lain yang
memiliki kandungan asam dapat merusak gaster melalui 2 mekanisme. Pertama,
mekanisme lokal, yaitu adanya kandungan asam dan sifat lipofilik pada OAINS dapat
merusak mukosa barriee sehingga mempermudah trapping ion H+ ke mukosa. Kedua,
mekanisme sistemik, yaitu dengan menghambat aktivitas enzim siklooksigenase mukosa
yang berperan penting dalam pembentukan prostaglandin. Prostaglandin adalah
sitoprotektif bagi mukosa gaster melalui 3 cara, yaitu menjaga aliran darah mukosa,
meningkatkan sekresi mukosa serta ion bikarbonat, dan meningkatkan ephithelial
defense. Apabila pembentukannya dihambat menyebabkan kadarnya berkurang sehingga
terjadi adhesi netrtolit pada endotel vaskular dan dapat memicu reaksi imunologis. Efek
dari reaksi imunologis adalah pelepasan radikal bebas dan protease yang dapat merusak

lapisan mukosa. Kerusakan di lapisan mukosa jika terus berlanjut akan mengenai
pembuluh darah sehingga terjadi perdarahan pada gaster. Darah akan mengalami oksidasi
oleh asam lambung dan keluar melalui rectum menjadi warna hitam kental bersama
pengelaran tinja.

Tukak gaster
adalah suatu gambaran bulat atau semi bulat berukuran > 5 mm kedalaman submukosa
pada mukosa gaster akibat terputusnya kontinuitas mukosa gaster. Luka yang timbul
disertai dengan edema di bagian pinggir dan indurasi serta dasar tukak ditutupi oleh
debris.

Karsinoma gaster

c. Kelainan di duodenum
Tukak duodenum
adalah suatu defek mukosa atau submukosa yang berbatas tegas dan dapat menembus
muskularis mukosa sampai lapisan serosa yang menyebabkan perforasi. Penyakit ini
dapat disebabkan oleh infeksi H. pylori, OAINS, faktor lingkungan (merokok, stres,
malnutrisi), ataupun faktor defensif (preepitel, epitel, dan subepitel).

Tumor
Divertikulum Meckel

d. Kelainan darah
Polisitemia vera

Limfoma
Leukemia
Anemia persiniosa
Hemofilia

e. Obat-obatan ulserogenik
Kortikosteroid
Salisilat
Alkohol
OAINS (ibuprofen, indometasin, fenilbutazon, nalproksen)
Sulfonamid
Digitalis

2.3. Diagnosis
Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mengetahui BAB hitam yang dikeluhkan
pasien adalah melena atau bukan, beeberapa diantaranya adalah:
a. Darah lengkap (Hb, Ht, Leukosit, Trombosit, Eritrosit, Hitung jenis, dan LED) untuk
memastikan adanya perdarahan dan infeksi
b. Elektrolit (Natrium, Kalium, dan Chlorida) untuk mengetahui tingkat dehidrasi pasien
c. Fungsi hati (SGOT/PT, Bilirubin total, Bilirubin direk, Bilirubin indirek, Alkali phosphatase,
Gamma GT) untuk mengetahui adanya gangguan pada hati yang dapat menyebabkan melena
d. Pemeriksaan feses (makroskopis dan mikroskopis) untuk melihat warna, bau, dan konsistensi
feses, serta melihat kadar eritrosit yang ada di feses

e. Endoskopi untuk melihat dengan jelas lokasi perdarahan, jenis kelainan, tindakan
pengobatan pada varises esofagus, serta mengambil jaringan agar dapat dilakukan biopsi.

2.4. Tatalaksana
a. Non-farmakologi
Tirah baring
Puasa hingga melena berhenti (biasanya 1 x 24 jam)
Hindari mengonsumsi zat-zat yang kandungan asamnya terlalu tinggi

b. Farmakologi
Resusitasi cairan, dapt diberikan cairan kristaloid (Ringer Laktat, NaCl) atau jika keadaan
berat diberikan cairan koloid dengan tetesan cepat untuk memperbaiki tanda-tanda vital
Transfusi darah sesuai indikasi (jumlah darah yang hilang dengan melihat Hb, adanya
perdarahan aktif, lama perdarahan, dan akibat klinis perdarahan)
Setelah perdarahan berhenti, mulai dengan diet cair (air, susu) kemudian dilanjutkan
dengan diet bubur saring, diet nasi bubur, dan terakhir diet nasi biasa
Pemberian obat hemostatik (Vitamin K 4 x 10 mg/hari) untuk mengatasi perdarahan
Pemberian vasopresin yang berperan dalam vasokonstriksi pembuluh darah sehingga
dapat menurunkan aliran darah dan tekanan pada vena porta. Vasopresin mempunyai 2
sediaan, yaitu pitresin (vasopresin murni) dan preparat pituitary gland (vasopresin dan
oksitosin). Encerkan 50 unit vasopresin dalam infus D5 dan diatur 0,5 1 mg/menit secara
IV selama 20 60 menit dan diulang 3 6 jam
Pemberian somatostatin memiliki efek yang lebih baik daripada vasopresin. Pemberian
awal secara bolus 250 mcg da dilanjutkan dengan infus 250 mcg/jam selama 12 24 jam
atau hingga perdarahan berhenti

Pemberian anti sekresi asam (PPI) dosis tinggi. Omeprazol diberikan awal secara bolus
sebanyak 80 mg lalu dilanjutkan dengan lansoprazol atau pantoprazol secara infus dengan
dosis 8 mg/KgBB/jam selama 72 jam
Pemberian antasida, sucralfat, atau antagonis reseptor H 2 untuk menyembuhkan lesi
mukosa yang menyebabkan perdarahan

DAFTAR PUSTAKA

Longo D, Fauci A. 2013. Gastroenterologi dan Hepatologi. Jakarta: EGC


Price S, Wilson L. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC
Sudoyo A. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing

Anda mungkin juga menyukai