Anda di halaman 1dari 17

Pendidikan Agama Katolik

Pokok Bahasan : PANGGILAN HIDUP BERKELUARGA


Sub Pokok Bahasan : 1. Arti dan makna Perkawinan
2. Pandangan masyarakat tentang perkawinan
3. Pandangan Gereja tentang Panggilan Hidup Berkeluarga
4. Perkawinan dalam Tradisi Gereja Katolik
5. Perkawinan dalam Pandangan Kitab Suci
6. Tantangan dan kesulitan dalam hidup berkeluarga
7. Kawin campur dalam Ajaran Gereja Katolik
8. Keluarga Berencana dalam Ajaran Gereja Katolik
Kelas / Semester : XII / 5
Pengantar
Dalam menghayati makna hidup, orang memang harus membuat pilihan – pilhan. Hidup
itu adalah pilihan, Ada yang memilih panggilan hidup berkeluarga, dan ada yang memilih
panggilan hidup membiara. Setiap pilihan panggilan tersebut harusnya bermakna bagi orang lain.
Memilih panggilan hidup berkeluarga harus menjadi bermakna bagi orang lain.
BAB I
PANGGILAN HIDUP BERKELUARGA

A. ARTI DAN MAKNA PERKAWINAN


1. Arti dan Makna Perkawinan
Perkawinan sering dilukiskan dengan banyak simbol. Simbol – simbol yang sering
digunakan antara lain :
a Bahtera yang sedang berlayar
b Dua cincin yang saling bertaut
c Sepasang merpati yang sedang memadu kasih
Berdasarkan simbol – simbol di atas sedikit banyak telah diungkapkan arti dan
makna perkawinan. Beberapa tinjauan tentang perkawinan dari berbagai segi dan
pergeseran – pergeseran yang sedang terjadi.
 Pandangan Tradisional
Perkawinan adalah ikatan antara seorang pria dan wanita di hadapan keluarga besar
mereka. Ikatan tersebut juga terjalin di antara keluarga pasangan.
 Pandangan Hukum (Yuridis)
Perkawinan adalah perjanjian antara calon pasangan nikah yang dilakukan di hadapan
instansi / lembaga yang diakui oleh pemerintah.
 Pandangan Sosiologis
Perkawinan adalah persekutuan hidup antara calon pasangan nikah di mana setiap
calon pasangan nikah mempunyai hidup mereka masing – masing. Ketika mereka
telah menikah, maka hidup mereka tidak lagi dua melainkan satu dalam persekutuan
hidup.
 Pandangan Antropologis
Perkawinan adalah persekutuan cinta antara pasangan nikah di mana setiap calon
pasangan nikah mempunyai cinta mereka masing – masing. Ketika mereka telah
menikah, maka cinta mereka dipertemukan dalam satu tempat khusus.
 Pandangan Agama – agama
Setiap agama memiliki pandangan yang khas tentang perkawinan
1) Pandangan Agama Islam
Perkawinan adalah hidup bersama antara suami siteri. Perkawinan itu
diperbolehkan bahkan dianjurkan oleh Rasullullah SAW kepada umat manusia
sesuai dengan tabiat alam, yang mana antara golongan pria dan golongan wanita
itu saling membutuhkan untuk mengadakan ikatan lahir batin sebagai suami isteri
yang sah dalam terang hukum agama atau undang – undang negara yang berlaku
(Amir Taat Nasution)
2) Pandangan Agama Katolik
Perkawinan adalah suatu sakramen, suatu peristiwa di mana Allah bertemu
dengan suami – isteri itu. (Akan dibahas lebih lanjut)
2. Yang Sama dan Unik dari Pandangan – Pandangan tentang Perkawinan
a Yang Sama

13
 Semua pandangan itu mengungkapkan kebersamaan yang khas antara pria dan
wanita
 Kebersamaan yang khas ini merupakan suatu karier pokok
b Yang Unik
 Pandangan tradisional menekankan segi keterlibatan seluruh anggota keluarga
dalam perkawinan dan mau melihat perkawinan itu sebagai suatu proses
 Pandangan hukum (yuridis) menekankan keterlibatan yang bersifat pribadi serta
hak dan kewajiban dalam perjanjian itu
 Pandangan sosiologis menekankan segi kebersamaan
 Pandangan antropologis menekankan segi – segi kemanusiaan seperti cinta,
kesetiaan dan sebagainya
 Pandangan agama menekankan peranan Tuhan dalam kebersamaan antara pria dan
wanita
3. Pergeseran Pemahaman dan Penghayatan Perkawinan
Satu hal yang perlu disadari pada saat ini adanya pergeseran tentang pemahaman
dan penghayatan hidup perkawinan akibat berbagai pengaruh globalisasi, dan ini
menimbulkan krisis. Pergeseran – pergeseran itu antara lain :
a Pergeseran dari hidup perkawinan dan hidup keluarga yang lebih bersifat sosial ke
hidup perkawinan dan hidup keluarga yang lebih bersifat pribadi.
b Pergeseran dari nilai hidup perkawinan dan hidup keluarga yang lebih bersifat mistis
religius, penuh dengan simbol dan upacara yang berkesinambungan ke hidup
perkawinan dan hidup keluarga yang lebih sekuler, ekonomis, dan efektif.
c Dalam perkawinan tradisional, seluruh keluarga mengalami ruang lingkup yang sama.
Sama – sama tinggal di rumah, sama – sama pergi ke ladang , dan sebagainya. Dalam
keluarga moderen, suami pergi ke kantor, mengalami suasana yang berbeda di tempat
kerjanya, demikian juga isteri. Mereka bergaul dengan orang – orang lain, mengikuti
ritem hidup yang lain. Kalau pulang ke rumah harus menyesuaikan diri lagi dengan
keluarganya.
Latihan Soal :
1) Tulislah simbol – simbol perkawinan yang kerapkali ada di masyarakat!
2) Bagaimana pandangan agama Islam tentang perkawinan?
3) Hal apa saja yang sama dari pandangan – pandangan perkawinan tersebut?
4) Hal – hal unik apa pula yang muncul dari pandangan – pandangan perkawinan
tersebut?
5) Tuliskan pergeseran pemahaman dan penghayatan perkawinan sehubungan dengan
pengarus globalisasi sekarang ini!
B. PANDANGAN MASYARAKAT TENTANG PERKAWINAN
Ada beberapa pandangan masyarakat tentang keluarga.
a Keluarga merupakan kesatuan terkecil dalam masyarakat yang terdiri atas suami, istri
dan anak – anak. Mereka memiliki hubungan biologis, emosional, ekonomis dan rohani.
Fungsi keluarga adalah untuk mendidik dan mendewasakan anak – anak.
b Keluarga dikatakan sebagai persekutuan pribadi – pribadi. Dalam persekutuan tersebut
diperlukan komunikasi yang baik dalam keluarga. Tanpa adanya komunikasi yang
terbuka sulit memahami dan mewujudkan keluarga sebagai persekutuan pribadi –
pribadi.
Hidup berkeluarga merupakan salah satu panggilan yang luhur dalam hidup Kristiani.
Melalui keluarga, suami isteri berperan sebagai rekan kerja Allah dalam melanjutkan
ciptaan-Nya melaui keturunan (bdk. Kej 1 : 28) sebab keturunan merupakan salah satu tujuan
perkawinan sesuai dengan amanat Kitab Suci. Namun tak dapat disangkal bahwa teologi
Katolik saat ini bukan hanya menekankan pada tujuan perkawinan tersebut melainkan
melihat tujuan perkawinan sebagai kesatuan cinta suami dan isteri.
UU Perkawinan RI merumuskan tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang
bahagia, tetap dan sejahtera. Untuk itu, suami isteri perlu saling melengkapi dan membantu
dalam pengembangan kepribadian masing – masing.
Ada beberapa tujuan sakramen perkawinan dalam Gereja Katolik antara lain:
 Mempersatukan suami isteri
 Menjadikan suami isteri dapat mengambil bagian dalam karya penciptaan Allah

14
 Suami isteri dapat saling menguduskan, sampai kepada tujuan hidup yang sebenarnya
yaitu, kebahagiaan sejati dalam Kerajaan Surga.
Konsili Vatikan II mengatakan bahwa anak (keturunan) merupakan “mahkota cinta
bapak dan ibunya”. Demikian juga dengan kebahagaiaan. Kebahagiaan bukanlah tujuan
tetapi lebih merupakan “hadiah cuma-cuma” yang dengan sendirinya diperoleh karena
mencintai teman hidup. Sementara hubungan seksual lebih merupakan “bahasa cinta” dan
bukan sekedar nafsu mengejar kepuasan sendiri.
Maka, tujuan perkawinan tidak semata – mata untuk memperoleh keturunan,
melainkan kebahagiaan sejati dalam Kerajaan Surga yang dapat diperoleh melalui kekudusan
dalam hidup berkeluarga. Maka dapat ditarik kesimpulan :
1) Seorang egois tak sanggup menikah (walaupun dapat mengadakan anak)
2) Jalan bersama suami isteri bukanlah petualangan yang tanpa tujuan melainkan mengarah
kepada asal usul segala cinta yaitu Bapa di surga.
Latihan Soal :
1) Apa itu keluarga?
2) Apa tujuan perkawinan menurut pandanganmu sendiri?
3) Apa tujuan perkawinan menurut Undang – undang Perkawinan RI?
4) Apa tujuan perkawinan dalam Gereja Katolik?
C. PANDANGAN GEREJA TENTANG PANGGILAN HIDUP BERKELUARGA
Pandangan Gereja mengenai keluarga tampak dalam rumusan Surat Apostolik
Familiaris Consortio (1981), meski sebelumnya pandangan itu sudah mengalami
perkembangan. Ada beberapa pokok gagasan mengenai keluarga dalam Surat Apostolik itu :
a Keluarga adalah ikatan antara orang – orang yang berusaha supaya cinta makin hari
makin menghangatkan persatuan mereka.
b Keluarga berdasarkan perkawinan; di dalamnya, pria dan wanita sama derajatnya dan
anak – anak merupakan anugerah yang paling berharga
c Keluarga merupakan sekolah kebajikan manusiawi, tempat semua nggota keluarga
belajar saling memperhatikan dan melayani
d Dalam lingkungan keluarga, perselisihan serta perbedaan antara manusia yang biasa itu
lebih mudah diatasi; suasana saling mengerti dan kerukunan dibina
e Keluarga – keluarga adalah sel kehidupan masyarakat, tempat orang muda mempelajari
secara praktis bagaimana menghargai nilai keadilan, hormat dan cinta kasih.
f Keluarga adalah Gereja domestik atau Gereja rumah tangga, tempat kehidupan iman,
harapan dan kasih Kristiani ditanam dan dikembangkan di generasi muda.
Keluarga adalah salah satu bentuk panggilan Allah. Keluarga Katolik berlandaskan
ikatan sakramental suami isteri. Sakramen perkawinan merupakan sumber rahmat kekuatan
yang tetap mengatasi kesulitan – kesulitan yang tidak terhindarkan dan untuk membangun
keluarga bahagia. Karena unsur sakramental inilah, keluarga merupakan Gereja rumah
tangga di mana Kristus hadir dalam kehidupan keluarga itu.
Untuk sungguh bisa mewujudkan suatu keluarga yang damai, membahagiakan, dan
nyaman, dibutuhkan beberapa hal yakni: kasih sebagai landasan pokok berkeluarga,
komunikasi dengan saling mendengarkan, terbuka, berdialog dan tanggung jawab masing –
masing anggota keluarga.
Maka keluarga adalah sungguh – sungguh Gereja rumah tangga karena mengambil
bagian dalam lima tugas Gereja:
 Membina Persekutuan (Koinonia)
 Menguduskan (Liturgia)
 Mewartakan (Kerygma)
 Memberi Kesaksian (Martyria)
 Melayani (Diakonia)
Dokumen Konsili Vatikan II “Gaudium et Spes” art. 48 menjelaskan bahwa keluarga
sebagai persekutuan hidup dan cinta. Oleh karena itu keluarga Kristiani mempunyai 4 misi
yakni :
1) Membentuk komunitas pribadi – pribadi
2) Mengabdi kehidupan
3) Ikut serta dalam pembangunan masyarakat
4) Mengambil bagian dalam pengutusan Gereja

15
Latihan Soal :
1) Tulislah beberapa pokok gagasan mengenai keluarga dalam Surat Apostolik Familiaris
Consortio (1981)!
2) Apa saja yang dibutuhkan untuk membangun keluarga yang harmonis?
3) Mengapa dikatakan bahwa keluarga adalah Gereja domesti?
4) Tulislah lima tugas Gereja!
5) Tuliskan empat ( 4 ) misi keluarga Kristiani!
D. PERKAWINAN DALAM TRADISI GEREJA KATOLIK
Gereja Katolik memandang perkawinan sebagai sakramen yakni tanda kehadiran
Allah yang menyelamatkan. Kehadiran Allah ini tampak nyata dalam diri seorang pria dan
seorang wanita yang hendak mempersatukan cinta mereka melalui ikatan sakral perkawinan.
Melalui perkawinan tampak tanda cinta Allah kepada Umat-Nya dan juga tampak tanda cinta
Kristus kepada Gereja-Nya. Intinya suami melihat rahmat Allah dalam diri isteri, dan isteri
melihat rahmat Allah dalam diri suami.
Kitab Hukum Kanonik mendefinisikan perkawinan sebagai perjanjian antara seorang
laki-laki yang telah dibaptis dan perempuan yang telah dibaptis untuk membentuk
persekutuan di natara mereka yang terarah pada kesejahteraan suami isteri, kelahiran dan
pendidikan anak – anak (bdk Kan. 1055§ 1).
Perkawinan terjadi karena kesepakatan nikah seorang pria dan wanita yang
didasarkan pada cinta kasih. Kesepakatan nikah adalah unsur konstitutif dan tak tergantikan
dari perkawinan (bdk. Kan 1057 § 2). Kesepakatan tersebut didasarkan atas cinta kasih dan
kehendak bebas pasangan. Adapun yang menjadi ciri – ciri perkawinan Katolik adalah :
a Monogami
Monogami adalah perkawinan antara seorang laki – laki dan seorang wanita (bdk. Kan
1055 § 1). Hal ini sekaligus menentang perkawinan homoseksual yang dewasa ini
banyak terjadi. Gereja berpedoman pada kodrat kepriaan dan kewanitaan yang terdapat
dalam kisah penciptaan (bdk. Kej 2 : 18 – 24). Gereja Katolik hanya mengesahkan
perkawinan antara seorang pria dan seorang wanita.
b Tak Terceraikan
Perkawinan yang tak terceraikan berarti berlangsung seumur hidup (bdk. Kan1056). Hal
ini sekaligus menentang perkawinan kontrak yang dewasa ini banyak terjadi. Gereja
Katolik hanya mengesahkan perkawinan yang memiliki intensi selama – lamanya, bukan
sementara.
Latihan Soal :
1) Apa artinya bahwa perkawinan itu adalah suatu sakramen?
2) Bagaimana sifat – sifat perkawinan sakramental itu?
3) Mengapa dikatakan bahwa sakramen perkawinan merupakan sumber rahmat
kekuatan dalam membangun keluarga?
E. PERKAWINAN DALAM PANDANGAN KITAB SUCI
Tuhan Allah berfirman: “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan
menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan Dia. “ Lalu Tuhan
Allah.........................................................dst.
Sebab itu seorang laki - laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging ( Kejadian 2 : 18 – 24 ).
Dari awal penciptaan dunia, Allah menciptakan manusia pertama, laki – laki (Adam)
dan perempuan (Hawa), menurut citra Allah (Kej 1 : 26 – 27). Hawa diciptakan dari tulang
rusuk Adam agar laki – laki itu mendapatkan teman “penolong” yang sepadan dengannya
(Kej 2 : 20), sehingga mereka akhirnya dapat bersatu menjadi “satu daging” (Kej 2 : 24). Jadi
persatuan laki – laki dan perempuan telah direncanakan oleh Allah sejak awal mula, sesuai
dengan perintahnya kepada mereka, “Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah
bumi dan taklukkanlah itu ....”(Kej 1 : 28).
Yesus mengajarkan bahwa laki – laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan
bersatu dengan isterinya sehingga menjadi satu daging (Mat 19 : 5), dan bahwa laki – laki
dan perempuan yang telah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia (lih. Mat 19 : 5
– 6; Mrk 10 : 7 – 9). Yesus menegaskan surat cerai pada zaman Perjanjian Lama itu
diizinkan oleh Nabi Musa karena ketegaran hati umat Israel, namun tidak demikian yang
menjadi rencana Allah pada awalnya (Mat 19 : 8).
Jadi, perkawinan antara pria dan wanita berkaitan dengan penciptaan manusia
menurut citra Allah. Allah adalah kasih (1 Yoh 4 : 8, 16) dan karena kasih yang sempurna

16
tidak pernah ditujukan pada diri sendiri melainkan pada pribadi yang lain. Kasih Allah
merupakan misteri yang dalamnya tak terselami, namun misteri ini direncanakan Allahuntuk
diteladani dalam hubungan suami isteri. Manusia diciptakan sesuai gambaran Allah sendiri
agar mampu menggambarkan kasih Allah itu.
Perkawinan juga direncanakan Allah sebagai gambaran akan hubungan kasih-Nya
dengan umat-Nya. Pada Perjanjian Baru, Yesus menyempurnakan nilai perkawinan dengan
mengangkatnya menjadi gambaran akan hubungan kasih_nya kepada Gereja-Nya (Ef 5 : 32).
Ia sendiri mengasihi Gereja-Nya dengan menyerahkan nyawa-Nya baginya untuk
menguduskannya (Ef 5 : 25). Maka para suami dipanggil untuk mengasihi, berkorban dan
menguduskan isterinya, sesuai dengan teladan yang diberikan oleh Yesus kepada Gereja-
Nya; dan para isteri dipanggil untuk menaati suaminya yang disebut sebagai “kepala isteri”
(Ef 5 : 23), seperti Gereja sebagai anggota Tubuh Kristus dipanggil untuk taat kepada
Kristus, Sang Kepala.
Kesatuan antara Kristus dan Gereja-Nya ini menjadi inti dari setiap sakramen karena
sakramen pada dasarnya membawa manusia ke dalam persatuan yang mendalam dengan
Allah. Puncak persatuan kita dengan Allah di dunia ini dicapai melalui ekaristi, saat kita
menyambut Kristus sendiri, bersatu dengan-Nya menjadi “satu daging”. Pemahaman arti
perkawinan dan kesatuan antara Allah dan manusia ini menjadi sangat penting, karena
dengan demikian kita dapat semakin menghayati iman kita.
Latihan Soal :
1) Bacalah Efesus 5 : 22 – 33! Mengapa Paulus mengaitkan perkawinan dengan hubungan
Kristus dengan Gereja-Nya?
2) Apa makna perkawinan sebagai “sakramen” dalam Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di
Efesus ini?
3) Menurut Anda sendiri bagaimana idealnya hubungan suami isteri itu: haruskah berpola
pada hubungan Yesus dengan Gereja? Jelaskan jawaban Anda!

F. TANTANGAN DAN KESULITAN DALAM HIDUP BERKELUARGA


Ungkapan bijak berbunyi “sekolah yang tidak pernah tamat adalah keluarga”. Hal ini
mau mengatakan bahwa dalam hidup berkeluarga perlu selalu belajar dari pengalaman dan
para orang tua karena terdapat banyak tantangan dalam hidup berkeluarga.
Dalam membangun keluarga pada zaman sekarang ada tantangan yang harus
dihadapi. Tantangan tersebut dikelompokkan menjadi dua yakni tantangan internal dan
tantangan eksternal. Yang dimaksud dengan tantangan internal adalah tantangan yang berasal
dari dalam diri pasangan suami isteri maupun dalam keluarga itu sendiri, antara lain :
a Perbedaan pandangan / pendapat
b Kebosanan dan kejenuhan
c Kemandulan
d Ketakserasian dalam hubungan seksual
e Perzinahan / perselingkuhan
Yang dimaksud dengan tantangan yang bersifat dari luar ialah tantangan – tantangan
yang disebabkan oleh faktor – faktor di luar perkawinan itu sendiri, antara lain :
a. Media massa : kasus perceraian
b. Lingkungan : kebiasaan berpoligami
c. Pornografi
d. Keuangan
e. Pihak ketiga
f. Ekonomi rumah tangga yang morat marit

RANGKUMAN
1. Hidup berkeluarga adalah bentuk peran serta manusia di dalam karya penciptaan Allah,
“Beranakcuculah dan bertambah banyaklah......sebab itu seorang laki – laki akan
meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging”. (Kej 1 : 28 ; 2 : 24)
2. Hubungan suami isteri mengungkapkan sabda kreatif (Kej 2 : 21 – 22). Hubungan suami
isteri yang monogam menjadi sendi kekuatan bagi kesatuan nasional (bangsa manusia),
karena merupakan ungkapan kesetiaan dalam perjanjian dengan Allah yang nyata.
3. Hidup berkeluarga adalah panggilan hidup seturut Sabda Allah dan menjadi sakramen di
dalam Gereja. Hidup berkeluarga sebagai sakramen “menghindarkan” manusia dari dosa

17
cabul dan zinah. Hubungan suami isteri dijadikan suatu institusi suci yang menjamin
kesucian hubungan seksual, sebagai ungkapan kasih setia (Kej 2 : 23 – 25) dan sebagai
kemungkinan untuk memberikan keturunan (Kej 1 : 28).
4. Hidup berkeluarga sebagai sakramen Gereja :
 Merupakan gambaran rohani hubungan Kristus dengan Gereja-Nya
 Menekankan kesetiaan kepada suami – isteri
 Menghormati tubuh, bukan penyalahgunaan fungsi seks dalam hidup
 Memberikan pandangan yang sehat dan tepat tentang seksualitas, perkawinan dan
keluarga
 Keluarga adalah Gereja rumah tangga dan sekolah dasar bagi setiap pertumbuhan
seorang manusia sebagai citra Allah.
SKEMA
ALLAH UMAT
YESUS GEREJA

SIFAT

MAKNA PERKAWINAN

TUJUAN

SUAMI ISTRI

Latihan Soal :
1) Tantangan dan kesulitan apa yang sering dialami oleh mereka yang hidup dalam
perkawinan?
2) Buatlah pengelompokan tantangan yang bersifat intern dan ekstern!
3) Kesulitan mana yang paling sering dan dominan dialami pasangan – pasangan
perkawinan di lingkungan tempat tinggalmu? Mengapa?
G. KAWIN CAMPUR DALAM AJARAN GEREJA KATOLIK
Gereja sebenarnya tidak menginginkan umatnya melakukan kawin campur. Tetapi
Gereja tidak dapat membatasi seseorang melakukan kawin campur sebab setiap orang
mempunyai hak untuk mencintai siapa saja meskipun memiliki keberbedaan dalam agama
maupun Gereja. Oleh karena itu, Gereja membedakan kawin campur ke dalam dua jenis
yakni :
a Kawin campur beda agama (Disparitas Cultus)
Perkawinan campur beda agama adalah perkawinan antara seorang Katolik dengan
seorang yang non – Katolik yang tidak dibaptis (mis : seorang Katolik dengan Islam)
b Kawin campur beda Gereja (Mixta Religio)
Perkawinan campur beda Gereja adalah perkawinan antara seorang Katolik dengan
seorang yang dibaptis non – Katolik (mis : seorang Katolik dengan Protestan).
Untuk dua jenis perkawinan campur tersebut diperlukan syarat yang harus dipenuhi
yakni dispensasi dari ordinaris wilayah. Dispensasi ini diberikan dengan persyaratan sebagai
berikut :
1. Pihak Katolik menyatakan bersedia menjauhkan bahaya meninggalkan iman serta
memberikan janji dengan jujur bahwa ia akan berbuat segala sesuatu dengan sekuat
tenaga, agar semua anaknya dididik dalam Gereja Katolik (Kan. 1125§ 1).

18
2. Pihak yang non – Katolik diberitahu pada waktunya mengenai janji – janji yang harus
dibuat pihak Katolik, sedemikian sehingga jelas bahwa ia sadar akan janji dan kewajiban
pihak Katolik (Kan. 1125 § 2).
3. Kedua pihak hendaknya diberi penjelasan mengenai tujuan – tujuan serta sifat – sifat
hakiki perkawinan, yang tidak boleh dikecualikan oleh seorangpun dari keduanya (Kan.
1125 § 3).
Latihan Soal :
1) Tuliskan 2 jenis kawin campur dalam Gereja Katolik!
2) Siapa yang memberikan dispensasi bagi pasangan yang melakukan kawin campur?
3) Apa saja syarat yang harus dipenuhi agar dispensasi diberikan bagi pasangan yang
melakukan kawin campur?
4) Resiko atau akibat apa saja yang harus ditanggung oleh pasangan yang melakukan kawin
campur?
5) Apa yang kerapkali membuat pasangan yang sudah tahu bahaya dari kawin campur,
namun tetap melaksanakannya?
H. KELUARGA BERENCANA DALAM AJARAN GEREJA KATOLIK
Untuk hidup dan bertumbuh dengan baik, suatu lembaga, apapun namanya
membutuhkan perencanaan. Tanpa perencanaan lembaga itu akan hancur berantakan.
Demikian pula dengan keluarga sebagai suatu lembaga. Maka itu, kita berbicara tentang
keluarga berencana.
Pelaksanaan keluarga berencana sungguh – sungguh suatu tuntutan moral masa kini
yang sangat urgen untuk diperhatikan oleh semua pihak yang bertanggungjawab, baik dalam
bidang kependudukan secara luas, maupun dalam inti sel masyarakat, yaitu keluarga. Hanya
dengan menjalankan keluarga berencana, khususnya pengaturan kelahiran sesuai dengan
aspirasi setiap manusia, akan tercipta suatu hidup yang makmur dan bahagia. Namun
keluarga berencana tidak lepas dari masalah moral. Dalam melaksanakan keluarga berencana
kita hendaknya berpegang teguh pada prinsip – prinsip moral kita, yaitu moral Katolik.
a Pandangan Gereja mengenaik KB pada umumnya
Gereja merasa bertanggungjawab untuk mendukung dan melaksanakan KB pada
masa ini. Secara khusus, Gereja Indonesia melalui uskup – uskupnya menegaskan
“Bukan hanya pemerintah yang bertugas menyelesaikan persoalan ini. Gereja merasa
terlibat juga dan ikut bertanggungjawab untuk mengusahakan pemecahan”.
Pimpinan Gereja di Indonesia sepakat menyatakan perlunya pengaturan kelahiran
demi kesejahteraan keluarga, karena itu merasa penting membina sikap
bertanggungjawab di bidang ini.
1) KB sangat urgen dan penting
Alasan pertama mengapa KB harus dipromosikan karena kesejahteraan keluarga
sebagai sel yang paling kecil dari masyarakat. Dengan KB “mutu kehidupan” dapat
diselamatkan dan ditingkatkan. Bagaimana hal itu terjadi?
 Dengan KB kesehatan ibu bisa agak dijamin.
 Dengan KB relasi suami istri bisa semakin kaya
 Dengan KB taraf hidup yang lebih pantas dapat dibangun
 Dengan KB pendidikan anak dapat lebih dijamin.
2) Kepentingan masyarakat dan umat manusia
KB bukan saja bisa menjamin kesejahteraan keluarga, tetapi juga kesejahteraan
masyarakat dan umat manusia. Menurut pendapat para ahli, pelaksanaan KB
merupakan salah satu sarana yang penting untuk menghantar suatu bangsa dari
keterbelakangan, kemiskinan dan ketidakadilan. Kemajuan diberbagai bidang akan
sia – sia kalau ledakan penduduk tidak dihambat. Ledakan penduduk membawa
banyak problem seperti : problem lapangan kerja, papan, sandang, pangan, kesehatan
dan sebagainya
b Pandangan Gereja mengenai metode KB pada khususnya
Gereja katolik memandang program KB dapat diterima. Pelaksanaannya harus
diserahkan sepenuhnya kepada suami isteri, dengan mengindahkan kesejahteraan
keluarga. Gereja Katolik menyatakan bahwa KB pertama – tama harus dipahami sebagai
sikap tanggungjawab. Pelaksanaan pengaturan kelahiran harus selalu memperhatikan
harkat dan martabat manusia serta mengindahkan nilai – nilai agama dan sosial budaya
yang berlaku dalam masyarakat.

19
Sejauh ini Gereja Katolik menganjurkan umat melaksanakan program KB
dengan cara pantang berkala (tidak melakukan persetubuhan saat masa subur). Para
uskup Indonesia mendukung ajaran Paus dengan memberi anjuran hendaknya metode
alamiah (KB Alamiah – pantang berkala) beserta segala perbaikannya lebih dikenal dan
dianjurkan. Gereja sangat menganjurkan metode KB Alamiah seperti :
1) Metode kalender
2) Metode pengukuran suhu basal (metode temperatur)
3) Metode ovulasi billings
4) Metode gabungan
Namun, manakala umat Katolik tidak dapat melaksanakan KB Alamiah, mereka
bisa bertindak secara langsung dan tidak perlu merasa berdosa apabila menggunakan
cara lain dengan persyaratan :
 Cara tersebut tidak merendahkan martabat suami isteri
 Tidak berlawanan dengan hidup manusia (pengguguran dan pemandulan)
 Dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Metode yang boleh digunakan asal
memenuhi ketiga persyaratan di atas antara lain :
a) Kondom
b) Diafragma
c) Spermasif
d) Senggama terputus
e) Pil anti hamil
f) Suntikan anti hamil
g) Susuk dan sterilisasi, dan lain – lain.
c Peluang untuk membangun Keluarga yang dicita-citakan
Hidup berkeluarga tidak sekedar tantangan, tetapi juga merupakan peluang yang
baik bila dihayati sesuai dengan ajaran Kitab Suci dan Gereja. Ada beberapa peluang
dalam keluarga antara lain:
1) Cinta
Cinta merupakan landasan dalam hidup berkeluarga. Untuk membina cinta dalam
hidup berkeluarga diperlukan sikap menghargai teman hidup sebagai partner dan
sikap saling memberi dan menerima. Menghargai teman hidup sebagai partner berarti
mengutamakan prinsip kesamaan derajat, bukan melihat teman hidup sebagai
bawahan atau atasan. Sikap saling memberi dan menerima berarti tidak hanya
menuntut, melainkan saling menyerahkan diri dengan lebih bebas dan rela.
2) Komunikasi
Berkomunikasi berarti menyampaikan pikiran dan perasaan kita kepada pihak lain.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi komunikasi dalam berkeluarga seperti :
citra diri, citra pihak lain, kondisi. Untuk menciptakan komunikasi yang mengena
diperlukan sikap : mau mendengarkan, keterbukaan, dan percaya.
3) Kekudusan
Kekudusan suami istri adalah salah satu tujuan dari panggilan hidup berkeluarga.
Gereja berharap bahwa melalui hidup berkeluarga suami / istri dan anak – anak dapat
memperoleh kekudusan mereka melalui jalan panggilan hidup berkeluarga yang
mereka hayati. Kekudusan tersebut dapat diperoleh melalui pola hidup yang sesuai
dengan ajaran Kitab Suci dan Gereja.
d Tugas dan kewajiban Orangtua dalam keluarga
1) Tugas dan tanggung jawab suami terhadap istri dan anak – anak
 Suami sebagai kepala keluarga
Sebagai kepala keluarga, suami harus bisa memberi nafkah lahir dan batin kepada
istri dan anak – anaknya. Untuk menjamin nafkah ini, sang suami harus memiliki
pekerjaan pokok dan pekerjaan sampingan.
 Suami sebagai partner istri
Dewasa ini, suami harus ikut ambil bagian dalam pekerjaan – pekerjaan rumah
tangga biasanya dikerjakan oleh istri. Banyak istri yang merasa tertekan dan
merasa tidak diperhatikan lagi karena apa saja yang dikerjakannya tidak pernah
masuk dalam wilayah perhatian suaminya.
 Suami sebagai kekasih istri

20
Istilah “kekasih” tidak hanya pada saat masa pacaran. Setelah menikah, suami
harus tetap menjadi kekasih bagi istrinya yang bererti tetap menomorsatukan
istrinya.
2) Tugas dan tanggung jawab istri terhadap suami dan anak – anak
 Istri sebagai hati dalam keluarga
Sebagai hati dalam keluarga, istri harus bisa menciptakan suasana kasih sayang,
ketentraman, keindahan dan keharmonisan dalam keluarga.

 Istri sebagai partner suami


Sebagai partner, istri dapat membantu suami dalam tugas dan kariernya. Bantuan
yang dimaksudkan di sini jelas memberi sumbangan saran, tetapi juga dukungan
moral.
 Istri sebagai kekasih suami
Istri harus tetap merawat dirinya supaya ia tetap tampil sebagai kekasih yang
cantik agar kegairahan suami terhadap istrinya tidak mati.

RANGKUMAN
1. Perkawinan adalah pilihan hidup dan keputusan suci seorang pria dan seorang wanita
atas dasar cinta kasih untuk membangun dan mengembangkan kasih Allah di dalam
umat-Nya dalam hidup berkeluarga. Perkawinan adalah keagungan cinta kasih Allah di
sepanjang hidup manusia, karena itu perkawinan tidak sama dengan seks. Perkawinan di
dalam Allah dan Gereja sekali untuk selamanya, unitas indisolubilis.
2. Perkawinan bukanlah kontrak sosial yang hanya berlaku dalam kurun waktu tertentu.
Perkawinan mensyaratkan cinta kasih, kesetiaan, tanggung jawab dan keterbukaan hati
terhadap rencana Agung Allah
3. Perkawinan campur adalah sah dan layak bila terhindarkan dari halangan – halangan
nikah yang telah mendapatkan dispensasi dari ordinaris wilayah.
4. Perkawinan campur menjadi suatu berkat bila diterangi oleh terang iman, yaitu sebagai
bentuk persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang wanita atas dasar cinta kasih
yang total, dengan persetujuan bebas dari keduanya, bersifat kekal – sekali untuk
selamanya dan terbuka terhadap rencana agung Allah dalam panggilan hidup
berkeluarga.
5. Perceraian adalah tindakan jahat manusia karena telah merusakkan kasih yang telah
dibangun, dan penghinaan akan keluhuran perkawinan sebagai sakramen dan kesucian.

Latihan Soal :
1) Apa tugas dan kewajiban seorang suami?
2) Apa tugas dan kewajiban seorang istri?
3) Tuliskan tugas dan kewajiban orangtua terhadap anak – anaknya!
4) Apa tugas dan kewajiban anak – anak terhadap orangtuanya?
5) Apa tugas keluarga Katolik terhadap masyarakat?

21
Pokok Bahasan : PANGGILAN HIDUP MEMBIARA
Sub Pokok Bahasan : 1. Arti dan inti hidup membiara
2. Inti hidup membiara
3. Arti dan makna kaul - kaul
4. Ajaran Gereja tentang Hidup Membiara
5. Persaudaraan sebagai ciri khas hidup membiara
Kelas / Semester : XII / 5
Pengantar
Hidup membiara identik dengan hidup selibat. Ini merupakan panggilan khusus yang
dimiliki oleh seorang pemuda – pemudi yang ingin mengabdikan hidupnya bagi Allah dan umat-
Nya. Cara hidup Yesus yang miskin, murni dan taat kepada Bapa-Nya yang menjadi teladan bagi
biarawan – biarawati.
BAB II
PANGGILAN HIDUP MEMBIARA
1. Arti dan makna hidup membiara
Hidup membiara merupakan ungkapan hidup manusia yang menyadari bahwa
hidupnya berada di hadirat Allah. Agar hidup di hadirat Allah bisa diungkapkan secara padat
dan menyeluruh, orang melepaskan diri dari segala urusan membentuk hidup berkeluarga.Hal
ini dilakukan mengingat berdasarkan pengalaman, kesibukan hidup berkeluarga sangat
membatasi kemungkinan untuk mengungkapkan hidup di hadirat Allah secara menyeluruh dan
padat.
Melalui hidup membiara, umat manusia semakin menemukan dimensi rohani dalam
hidupnya. Hidup membiara menuntut suatu penyerahan diri secara mutlak dan menyeluruh.
Cara hidup ini merupakan suatu kemungkinan bagi manusia untuk mengembangkan diri dan
pribadinya.
2. Inti hidup membiara
Inti kehidupan membiara, yang juga dituntut dari setiap orang Kristen adalah persatuan
atau keakraban dengan Kristus. Tanpa keakraban dengan Kristus, maka kehidupan membiara
sebenarnya tak memiliki suatu dasar. Oleh karena itu, semboyan klasik hidup membiara
adalah”mengikuti jejak Tuhan kita Yesus Kristus” atau “Meniru Kristus” (Lumen Gentium art.
42). Mereka yang mengikuti Kristus berarti “meneladan bentuk kehidupan-Nya” (Lumen
Gentium art. 44).
Untuk dapat menyerupai dan menyatu dengan Yesus Kristus, orang harus sering
berkomunikasi atau bertemu dengan Yesus Kristus. Pertemuan atau komunikasi yang efektif
dan paling sering dilakukan adalah doa. Seorang biarawan / biarawati yang baik harus sering
“tenggelam dalam doa” sebab doa merupakan suatu daya atau kekuatan untuk dapat
meneladani dan bersatu dengan Kristus. Di dalam doa orang selalu bisa berbicara, mendengar,
dan mengarahkan diri kepada Kristus.
3. Arti dan makna kaul – kaul
Persatuan yang erat dan penyerahan diri secara total serta menyeluruh dari orang yang
hidup membiara dilakukan dengan mengucapkan dan menghayati tiga kaul dalam hidupnya,
yaitu:
 Kaul keperawanan
Hiddup berkeluarga adalah hak setiap orang. Orang yang hidup membiara melepaskan
haknya untuk hidup berkeluarga demi Kerajaan Allah. Melalui hidup selibat ia
mengungkapkan kesediaan untuk mengikuti dan meneladan Kristus sepenuhnya, dan
membaktikan diri secara total demi terlaksananya Kerajaan Allah.
Inti kaul keperewanan bukanlah “tidak kawin” melainkan penyerahan secara menyeluruh
kepada Kristus yang dinyatakan dengan meninggalkan segala – galanya demi Kristus dan
terus menerus berusaha mengarahkan diri kepada Kristus, terutama melalui hidup doa.
 Kaul kemiskinan
Memiliki harta benda adalah hak setiap orang. Orang yang hidup membiara melepaskan
hak untuk memiliki harta benda tersebut. Ia hendak menjadi seperti Kristus; dengan
sukarela melepaskan haknya untuk memiliki harta benda (bdk. Luk 10 : 1 – 12; Mat 10 : 5
– 15).
Berkaitan dengan perwujudan kaul kemiskinan, ada dua aspek yang bisa ditemukan yaitu
aspek asketis (gaya hidup yang sederhana) dan aspek apostolis. Orang yang mengucapkan
kaul kemiskinan rela menyumbangkan bukan hanya harta bendanya demi kerasulan,

22
melainkan juga tenaga, waktu, keahlian, dan ketrampilan bahkan segala kemampuan dan
seluruh kehidupan.
 Kaul ketaatan.
Kemerdekaan atau kebebasan adalah milik manusia yang sangat berharga. Segala usaha
akan dilakukan orang untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaannya.
Dengan kaul ketaatan, orang memutuskan untuk taat seperti Kristus (Yoh 14 : 23 – 24; Flp
2 : 7 – 8), melepaskan kemerdekaannya dan taat kepada pembesar (meletakkan
kehendaknya di bawah kehendak pembesar) demi Kerajaan Allah.
Dari aspek asketis, ketaatan religius dimengerti sebagai kepatuhan kepada pembesar,
terutama guru rohani. Sementara dari aspek apostolis ketaatan religius berarti kerelaan
untuk membaktikan diri kepada hidup dan terutama kerasulan bersama.
Dengan menghayati kaul –kaul kebiaraan ini, para selibater menjadi tanda :
a) Yang memngigatkan kita supaya tidak terlalu “terpaku” pada kekayaan dan harta,
kuasa dan kedudukan, perkawinan dan kehidupan berkeluarga, walaupun semuanya itu
sangat bernilai.
b) Yang mengarahkan kita kepada Kerajaan Allah, yang sudah mulai terungkapkan
kepada kenyataan yang akan datang.
4. Ajaran Gereja tentang hidup membiara
Ada beberapa dokumen Gereja yang membahas mengenai tema “Hidup Membiara”
yakni :
 Dokumen Konsili Vatikan II antara lain : Dekrit Perfectae Caritatis (PC) dan Konsitusi
Lumen Gentium (LG).
 Setelah Konsili Vatikan II, pada tahun 1996 oleh Paus Yohanes Paulus II menerbitkan
dokumen “Vita Consecrata (VC).
Hidup membiara biasa disebut “Hidup Religius”. Dalam bahasa Inggris, hidup
membiara disebut dengan Religious Life dan Consecrated Life. Namun, diantara kedua
terminologi ini, ungkapan yang cocok bagi hidup membiara yang sesungguhnya adalah
Consecrated Life. Istilah ini berakar dari bahasa Latin yakni Vita Consecrata yang berarti
Pengkonsekrasian Hidup.
Pengkonsekrasian hidup bererti hidup yang dibaktikan (dikhususkan) kepada Allah.
Pengkhususan hidup ini dilakukan melalui cara pengikraran kaul – kaul (nasihat – nasihat
Injil) yakni: kaul kemiskinan, kaul kemurnian dan kaul ketaatan. Hal ini sesuai dengan
teladan hidup Yesus yang miskin, murni dan taat kepada Allah Bapa. Melalui
pengkonsekrasian hidup, para selibater secara bebas menyerahkan diri secara total kepada
Allah melalui Gereja. Maka terdapat tiga unsur dari pengkonsekrasian hidup yakni:
1) Tindakan Allah
Dalam LG art. 44, dikatakan bahwa hidup membiara merupakan prakarsa dari Allah.
Allah memanggil seseorang dan memisahkan dia untuk memberikan suatu dedikasi
tertentu kepada dirinya. Panggilan ini bukan merupakan paksaan dari pihak Allah
melainkan manusia diberi kebebasan menanggapi panggilan tersebut.
2) Tanggapan dari manusia
Tanggapan dari manusia atas panggilan Allah itu bersifat pribadi, bebas, permanen dan
kekal. Tanggapan ini tertuju kepada Allah meneladani Kristus, yang diterima oleh
Gereja demi keselamatan dunia. Tanggapan ini terekspresikan dalam kaul – kaul berkat
karunia Roh Kudus yang memampukan manusia mengkonsekrasikan dirinya.
3) Perantaraan Gereja
Pengkonsekrasian hidup merupakan tindakan ilahi dan tanggapan manusia yang diekspresikan,
dikuatkan, diamankan, dan diperkaya dalam Gereja, melalui Gereja dan bagi Gereja. Gereja
menjadi perantara bagi orang yang ingin mengkonsekrasikan hidupnya kepada Allah. Status
kanonik hidup membiara diberikan oleh Gereja (bdk. KHK Kan. 573 § 2), dan ini mempunyai
implikasi pastoralnya yakni pelayanan dalam Gereja demi keselamatan dunia.
5. Persaudaraan Sebagai Ciri Khas Hidup Membiara
Ciri khas hidup membiara bila dibandingkan dengan corak hidup lainnya terletak dalam hidup
persaudaraan. Hal ini diungkapkan dalam hidup komunitas. Saat Yesus hendak melaksanakan tugas
perutusan-Nya, Ia memanggil kedua belas Rasul mendampingi-Nya dalam tugas perutusan tersebut
(mrk 1 : 16 – 20: Mat 4 : 18 – 22; Luk 5 : 1 – 11). Inilah yang disebut komunitas dua belas Rasul.
Persaudaraan yang terbentuk dalam hidup komunitas harus didasarkan atas cinta kasih.
Perfectae Caritatis art. 15 (PC 15) mencatat: “sebab, berkat cinta kasih Allah, yang karena Roh Kudus
telah dicurahkan ke dalam hati mereka (lih. Rom 5 : 5), komunitas sebagai keluarga sejati, dihimpun
dalam nama Tuhan, menikmati kehadiran-Nya (Mat 18 : 20). Wujud persaudaraan dalam hidup

23
komunitas tampak dalam berbagai kegiatan yang menjadi misi komunitas seperti: hidup doa, hidup
kerja dan kerasulan.
Latihan Soal :
1) Apa arti kaul?
2) Apa arti kaul kemiskinan, ketaatan dan keperawanan?
3) Apakah kaul – kaul, khususnya kaul keperawanan, hanya dapat dihayati dalam hidup membiara?
Mengapa?
4) Menurut Anda, apakah kehidupan membiara masih dibutuhkan oleh Gereja dan dunia pada saat
ini?
5) Mengapa di banyak negara Barat kehidupan membiara tidak terlalu diminati oleh orang – orang
muda?

SKEMA
Tujuan manusia diciptakan :
1. Memuji
2. Memuliakan dan
3. Mengabdi Tuhan

PANGGILAN
HIDUP
ANDA

IMAM

TAHBISAN

TUGAS :
 Imam
 Nabi
 Raja

RANGKUMAN :
1. Hidup adalah panggilan sekaligus keputusan seseorang kearah mana ia akan
melangkah dan membangun harapannya : Hidup Berkeluarga atau Hidup Membiara
(rohaniwan – rohaniwati, selibater).
2. Totalitas hidup membiara terungkapkan dalam pengikraran kaul atau tri prasetya :
ketaatan, keperawanan, dan kemiskinan.
3. Hidup membiara adalah gambaran Gereja surgawi dimana tidak ada lagi orang yang
kawin atau dikawinkan, suatu gambaran eskatologis; semua orang kudus akan
berhadapan dengan Allah muka dengan muka. Tujuan hidup setiap orang tidak lain
dan tidak bukan adalah Allah sendiri.
4. Hidup adalah kegembiraan apabila kita mengerti bahwa didalamnya terkandung
rencana Allah yang hidup bagiku. Hidup menjadi suatu berkat jika kita sungguh
menjalaninya dalam puji syukur, bukan bersungut – sungut. Hidup adalah aliran
rahmat Allah yang tak tersangkalkan dan tak terbatalkan, apapun keadaannya. Hidup
adalah suatu pembuktian agung bahwa Allah adalah Sang Kehidupan.

24
Pokok Bahasan : PANGGILAN KARYA / PROFESI
Sub Pokok Bahasan : 1. Arti Kerja
2. Makna Kerja
3. Tujuan Kerja
4. Kerja dalam Ajaran Gereja
5. Manusia sebagai Pelaku Kerja
6. Manusia dan Teknologi dalam Bekerja
7. Kerja menurut Ajaran Kitab Suci
8. Doa dan Kerja
Kelas / Semester : XII / 5
Pengantar
Setiap manusia memiliki panggilan profesi / karya. Bagi manusia, kerja merupakan satu
hal yang pokok. Sebab melalui pekerjaan, manusia memperoleh kemajuan dan kebahagiaannya,
bukan hanya untuk dirinya sendiri tetapi juga bagi keluarga maupun bagi orang lain.
BAB III
PANGGILAN KARYA / PROFESI

1. Arti Kerja
Kerja adalah setiap kegiatan manusia yang diarahkan untuk kemajuan manusia, baik
kemajuan rohani maupun jasmani, dan untuk mempertahankannya. Dari pernyataan di atas
tampak bahwa pekerjaan memerlukan pemikiran dan merupakan kegiatan insani.
a. Kerja memerlukan pemikiran. Kerja dengan sadar harus diarahkan kepada suatu tujuan
tertentu. Pekerjaan merupakan keistimewaan makhluk yang berakal budi (orang gila atau
binatang tidak bisa dikatakan bekerja), sebab, hanya manusialah yang dengan sadar dan
bebas dapat mengarahkan kegiatannya kepada suatu tujuan tertentu.
b. Kerja merupakan kegiatan insani yang ada dalam diri manusia sebagai makhluk yang
berakal budi. Oleh karenanya, setiap jenis pekerjaan memiliki martabat dan nilai insani
yang sama. Dipandang dari segi ini, tidak ada pekerjaan yang kurang atau lebih mulia dan
luhur. Memang kalau dipandang dari sudut lain, yakni: dari sudut tujuan dan hasil, setiap
pekerjaan sungguh berbeda dan nilai pekerjaan yang satu melebihi nilai pekerjaan yang
lain. Akan tetapi, nilai insani dan martabatnya tidak berubah karenanya.
2. Makna Kerja
Ada berbagai makna kerja ditinjau dari berbagai segi. Akan tetapi, kita akan membatasi
diri melihat makna kerja ditinjau dari segi ekonomi, sosiologi, antropologi dan spiritual.
a Makna atau arti ekonomis
Dari sisi ekonomi, bekerja dipandang sebagai pengerahan tenaga untuk menghasilkan
sesuatu yang diperlukan atau diinginkan oleh seseorang atau masyarakat. Dalam hal ini
dibedakan pekerjaan produktif (mis: pertanian, pertukangan), distributif (mis:
perdagangan), dan jasa (mis: guru, dokter, dsb). Kerja merupakan unsur pokok produksi
yang ketiga, disamping tanah dan modal. Jadi, makna ekonomis dari kerja ialah
memenuhi dan menyelenggarakan kebutuhan – kebutuahn hidup yang primer.
b Makna Sosiologis
Kerja, selain sebagai usaha untuk memenuhi kebutuhan sendiri, sekaligus juga mengarah
kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat.
c Makna Antropologis
Kerja memungkinkan manusia untuk membina dan membentuk diri dan pribadinya.
Dengan kerja, manusia menjadi lebih manusia dan lebih bisa menjadi teman bagi
sesamanya dengan menggunakan akal budi, kehendak, tenaga, daya kreatif, serta rasa
tanggungjawab terhadap kesejahteraan umum.
d. Makna Spiritual
Melalui kerja, manusia mewujudkan diri sebagai citra dan gambaran Allah di dunia.
Selama 6 hari Allah bekerja membangun dunia. Ia menghendaki agar bumi ini baik dihuni
oleh manusia dan melalui seluruh ciptaan-Nya. Manusia memuliakan Allah. Penciptaan
yang dibuat Allah belum selesai. Allah melangsungkan karya ciptaan-Nya sampai
sekarang (Yoh 5 : 17), tetapi melalui manusia.
Berdasarkan cara kerjanya, ada 2 jenis bidang pekerjaan manusia yakni:
1) Pekerja Kasar
Pekerja kasar adalah orang yang bekerja dengan menggunakan segala kemampuan dan
kekuatan fisik untuk menyelesaikan tugas – tugasnya, contoh: buruh bangunan, buruh

25
pabrik, dan lain – lain. Masyarakat memiliki pandangan yang negatif terhadap pekerja
kasar karena kesannya kasar dan tidak memiliki jenjang karier yang menjanjikan sehingga
sulit memenuhi kebutuhan hidup sendiri, keluarga maupun orang lain. Akibatnya, mimpi
menjadi kaya hanya angan – angan belaka.
2) Pekerja Halus
Pekerja halus adalah orang yang bekerja dengan menggunakan segala kemampuan
intelegensi untuk menyelesaikan tugas – tugasnya, contoh: pegawai Bank, pejabat
pemerintah, dan lain sebagainya. Masyarakat berpandangan positif terhadap pekerja halus
sebab memilki jenjang karier yang menjanjikan sehingga mampu memenuhi kebutuhan
hidup sendiri, keluarga maupun orang lain. Mimpi untuk menjadi sederhana saja sudah
dapat dipenuhi oleh mereka yang dikatakan sebagai pekerja halus
3. Tujuan Kerja
Sejalan dengan makna kerja, tujuan kerja dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Mencari Nafkah
Kebanyakan orang bekerja untuk mencari nafkah, untuk mengembangkan kehidupan
jasmani dan mempertahankannya. Artinya, orang bekerja untuk memenuhi kebutuhan
hidup dan memperoleh kedudikan serta kejayaan ekonomis, yang menjamin kehidupan
jasmaninya pada masa depan. Nilai yang hendak dicapai bersifat jasmani.
b. Memajukan teknik dan kebudayaan
Nilai yang hendak dicapai lebih bersifat rohani. Dengan bekerja orang dapat memajukan
salah satu cabang teknologi atau kebudayaan, dari yang paling sederhana sampai yang
paling tinggi.
c. Menyempurnakan diri sendiri
Dengan bekerja, manusia lebih menyempurnakan dirinya sendiri. Ia menemukan harga
dirinya atau lebih tepat ia mengembangkan kepribadiannya. Dengan kerja manusia lebih
memanusiakan dirirnya.
d. Memuliakan Tuhan
Dengan bekerja, manusia tidak saja dapat bekerjasama dengan Tuhan, tetapi juga dengan
pekerja yang menyelenggarakan ciptaan Tuhan. Dengan bekerja manusia mendekatkan
dirinya secara pribadi dengan Allah. Kerja merupakan salah satu bentuk pengabdian
pribadi kepada Allah sebagai tujuan akhir manusia
4. Kerja dalam Ajaran Gereja
KGK 378
“....Pekerjaan itu untuk pria dan wanita bukan kerja paksa (bdk, Kej 3 : 17 – 19),
melainkan kerja sama dengan Allah demi penyempurnaan ciptaan yang kelihatan”.
KGK 2427
“Karya manusia adalah tindakan langsung dari manusia yang diciptakan menurut citra
Allah. Mereka ini dipanggil, supaya bersama – sama melanjutkan karya penciptaan, kalau
mereka menguasai bumi (bdk. Kej 1 : 28; GS 34; CA 31) ..... Pekerjaan dapat menjadi sarana
pengudusan dan dapat meresapi kenyataan duniawi dengan semangat Kristus”.
Laborem Exercens art. 6
“Maka manusia selaku pribadi menjadi subjek atau pelaku kerja. Sebagai pribadi ia
bekerja, ia menjalankan pelbagai tindakan yang termasuk proses kerja, terlepas dari isi
objektifnya, kegiatan itu semua harus mendukung realisasi kemanusiaannya, terpenuhi
panggilannya selaku pribadi justru berdasarkan kemanusiaannya”.
5. Manusia sebagai Pelaku Kerja
Manusia sebagai pelaku kerja merupakan ungkapan dokumen Laborem Exercens (LE)
yang diterbitkan oleh Paus Yohanes Paulus II tahun 1981. Penerbitan dokumen ini sekaligus
mempertinagti tahun kesembilan puluh Rerum Novarum (RN) yang membahas mengenai
kaum buruh.
Kerja adalah aktivitas manusia yang berasal dari akal budi maupun fisik / jasmani yang
dilakukan untuk kemajuan dan kebahagiaan manusia. Gereja melihat bahwa bekerja bukan
sekedar untuk kemajuan dan kebahagiaan manusia, melainkan bentuk perealisasian diri
manusia. Inilah hakikat dari kerja.
Melalui kerja, manusia merealisasikan dirinya di hadapan Allah sebagai rekan
penciptaan sehingga kerja itu menjadi baik untuk kemanusiaan manusia. Melalui kerja,
manusia tidak hanya mengubah alam, menyesuaikannya dengan kebutuhan – kebutuhannya
sendiri, melainkan mencapai pemenuhan juga selaku manusia, dan memang dalam arti tertentu
menjadi “lebih manusiawi” (LG 9).

26
Hal ini juga sekaligus menentang perbudakan manusia untuk bekerja. Manusia bukanlah
robat yang dapat dipaksa melakukan pekerjaan. Dalam bekerja manusia membutuhkan
istirahat. Hal ini wajib seperti terdapat dalam kisah penciptaan dimana Allah Bapa juga
beristirahat pada hari ketujuh (bdk. Kej 2 : 2).
Nilai pekerjaan tidaklah dilihat dari hasil produksi material saja melainkan prosesnya
dimana terdapat pengembangan bakat, potensi dan kemampuan manusia merealisasikan
dirinya. Oleh karena itu, bidang pekerjaan haruslah sesuai dengan bakat, potensi dan
kemampuan manusia.
6. Manusia dan Teknologi dalam Bekerja
Tidak dapat disangkal bahwa teknologi telah memainkan peranan penting dalam setiap
bidang pekerjaan. Teknologi bukan hanya digunakan pada industri saja, tetapi juga bidang
pertanian saat ini menggunakan teknologi sebagai sarana membantu seluruh proses yang
terdapat dalam bidang pertanian.
Paus Yohanes Paulus II dalam Laborem Exercens (LE) mengungkapkan bahwa
teknologi merupakan pendukung manusia dalam bekerja (bdk. LE 5). Dengan adanya
teknologi hasil yang diharapkan dapat menjadi berlipat ganda. Namun, teknologi dapat juga
menjadi “musuh” bagi manusia bila mekanisme teknologi “menggantikan” peran penting
manusia sehingga manusia kehilangan kepuasan pribadinya., kehilangan daya ciptanya dan
tanggung jawabnya (bdk. LE 5). Inilah yang menjadi tantangan bagi manusia saat ini.
Walaupun demikian, tidak dapat disangkal juga bahwa peran manusia dalam berbagai
bidang pekerjaan tetap dibutuhkan. Teknologi bukan hanya melipatgandakan hasil kerja, tetapi
juga menjadi rekan manusia dalam bekerja, misalnya: peran manusia dibutuhkan dalam
mengawasi kerja mesin – mesin industri dan dengan daya intelektual, mesin – mesin tersebut
dapat diperbaiki dan dikembangkan kembali.
7. Kerja menurut Kitab Suci
1) Kerja sebagai hukuman atas kedosaan manusia pertama
Kej 3 : 17 – 19 “Lalu firman-Nya kepada manusia itu: “karena engkau
mendengarkan perkataan isterimu dan memakan buah pohon, yang telah Kuperintahkan
kepadamu: Jangan makan dari padanya, maka terkutuklah tanah karena engkau: dengan
bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri
dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, dan tumbuh – tumbuhan di padang
akan menjadi makananmu, dengan berpelu engkau akan mencari makananmu sampai
engkau kembali lagi menjadi tanah”.
2) Kerja sebagai usaha melanjutkan penciptaan
Kerja tidak hanya dilihat sebagai hukuman atas kedosaan manusia. Kerja juga
dilihat sebagai usaha manusia untuk melanjutkan karya penciptaan yang telah dimulai
oleh Allah. Allah berfirman: “beranakcuculah dan bertambah banyaklah: penuhilah bumi
dan taklukkanlah itu” (Kej 1 : 28). Kendati pesan itu secara tidak langsung atau tegas
tandas menyangkut kerja, tanpa keraguan sedikitpun sabda itu secara tak langsung
mengacu kepada kerja sebagai kegiatan yang wajib dijalankan di dunia ini. Malahan
menunjukkan hakekatnya yang terdalam sendiri. Manusia ialah citra Allah, juga karena
perintah yang diterima dari penciptanya untuk menaklukkan dan menguasai dunia.
Dengan melaksanakan perintah itu, manusia mencerminkan Sang Pencipta alam semesta
sendiri (LE 4).
3) Kerja untuk mendapatkan upah yang layak
Kerja bukan hanya untuk merealisasikan kemanusiaan manusia, kerja juga
bertujuan memperoleh upah yang layak. Sabda Yesus mengenai upah yang layak:
“Tinggallah dalam rumah itu, makan dan minumlah apa yang diberikan orang kepadamu,
sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya”. Upah itu bukanlah hadiah melainkan hak
dari pekerja (bdk. Rom 4 : 4).
Dalam kisah Laban dan Yakup tampak Yakup menuntut upah yang layak sesuai
dengan apa yang telah ia kerjakan. “Berikanlah istri – istriku dan anak – anakku, yang
menjadi upahku selama aku bekerja kepadamu, supaya aku pulang, sebab engkau tahu,
betapa keras aku bekerja padamu” (Kej 30 : 26). “Upah yang layak” berarti hasil yang
diperoleh sesuai dengan apa yang telah dikerjakan. Namun seturut perkembangan zaman,
upah yang layak tidak hanya berkaitan dengan kesesuaian antara hasil dengan apa yang
dikerjakan. Upah yang layak juga dikaitkan dengan kebutuhan manusia. Oleh karena itu,
dewasa ini banyak kelompok – kelompok pekerja yang berjuang mendapatkan upah yang
layak yang sesuai dengan kebutuhan dewasa ini.

27
8. Doa dan Kerja
Ora et labora demikian ungkapan untuk menggambarkan hubungan kerja dan doa. Doa
diperlukan untuk mendukung kerja. Yesus juga mengutamakan doa dalam karya perutusan-
Nya (bdk. Mat 14 : 23; Mrk 6 : 46; Yoh 17 : 1 – 26; Mat 26 : 36b; Mrk 14 : 32b; Luk 22 : 41).
Ada beberapa peran doa dalam kerja :
 Melalui doa, manusia mendapatkan kekuatan baru untuk melanjutkan pekerjaannya.
 Melalui doa juga, manusia menyerahkan segala pekerjaannya ke dalam tangan Allah
sehingga Allah menyempurnakan setiap pekerjaan.
 Melalui doa, manusia memurnikan motivasinya dalam bekerja.
Kerja dilihat sebagai wujud syukur manusia atas berkat yang telah diterima dari Allah
Sang Pencipta yang biasanya dimohonkan manusia ketika berdoa. Doa dan kerja bukanlah dua
hal yang bertentangan melainkan saling melengkapi satu sama lain.
.
RANGKUMAN :
1. Bekerja adalah keharusan bagi kita, umat beriman sebagai upaya untuk menyambut berkat Tuhan,
“Bapa kami yang ada di suraga .....Berilah kami rezeki pada hari ini”.
2. Bekerja adalag bentuk tanggapan dan peran serta hakiki manusia dalam karya Allah Pencipta dan
Pemelihara Kehidupan.
3. Bekerja adalah pengejawantahan Sabda Yesus “My Father is at work, so am I”. Sabda ini
beraspek sosial (untuk masyarakat – pelayanan dan jasa) sekaligus personal (mengembangkan
pribadi).
4. Bekerja adalah memperjuangkan nilai iman di dalam realitas kehidupan ini untuk keluar sebagai
pemenang di dalam Allah.
5. Bekerja adalah perjuangan membebaskan masyarakat dari akibat dosa yang berujud: kemiskinan,
penindasan, ketidakadilan.
6. Bekerja adalah upaya diri untuk mengembangkan kepribadian di dalam doa dan karya
7. Bekerja adalah suatu tindakan memberikan diri secara tulus dan bukti persembahan kasih kita
kepada Allah dan sesama / orang lain.
8. Bekerja membuahkan sukacita agung karena Allah sendirilah yang bekerja melalui kita,
9. AWAS BUDAYA MASA KINI: Mumpungisme (asal kita untung), menyidat (potong kompas
cepat kaya), easy going (mau enak tanpa prestasi, KKN (tujuan menghalalkan cara.
10. INGAT KRISTUS MELAWAN ARUS DENGAN PENCOBAAN DI PADANG GURUN
.
SKEMA
PERWUJUDAN
IMAN

DOA
KERJA

UNGKAPAN IMAN
UNGKAPAN IMAN

LATIHAN SOAL :
1) Mengapa manusia harus bekerja?
2) Mengapa dengan bekerja manusia mengembangkan martabatnya?
3) Apa pendapat Anda mengenai arti istirahat?
4) Mengapa manusia membutuhkan istirahat sesudah bekerja?
5) Apa pula pendapat Anda mengenai kerja rodi yang tidak mengenal istirahat?
6) Apa makna istirahat dalam ajaran Gereja Katolik?
7) Jelaskan 4 makna kerja bagi manusia!
8) Sebagai pelajar, apakah dengan belajar Anda juga bekerja? Jelaskan jawaban Anda!
9) Jelaskan hubungan doa dan kerja!
10) Bagaimana pandangan Kitab Suci tentang kerja?

28
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kasih karunia-Nya serta kesehatan kepada saya sehingga dapat menyelesaikan Modul Pendidikan
Agama Katolik bagi siswa – siswi yang saat ini sedang melakukan proses belajar mengajar di
dunia usaha dan dunia industri tahun pelajaran 2019 / 2020.
Tak ada gading yang tak retak, demikian juga dengan modul Pendidikan Agama
Katolik ini. Saya menyadari bahwa Modul Pendidikan Agama Katolik ini masih jauh dari yang
diharapkan. Karena itu saya sangat memerlukan kontribusi dan kritikan demi perbaikan. Oleh
karena itu saya mengharapkan kritikan dan saran yang membangun demi sempurnanya Modul
ini.
Modul ini disusun dari beberapa buku referensi Pendidikan Agama katolik dalam
rangka mengembangkan kemampuan saya dan memperbaiki pembelajaran yang dilakukan
selama ini demi peningkatan minat peserta didik dalam mengikuti pelajaran agama katolik.
Selama saya membuat modul Pendidikan Agama Katolik ini, saya banyak mendapat
bantuan dan sumbang saran yang berharga dari berbagai pihak sehingga modul ini dapat
terealisasi.
Akhir kata saya ucapkan terima kasih, semoga Modul Pendidikan Agama Katolik ini
bermanfaat bagi siswa – siswi SMK Negeri 1 Siempatnempu Hilir yang saat ini sedang
melakukan proses belajar mengajar di dunia usaha dan dunia industri. Kiranya Tuhan selalu
melimpahkan kasih dan anugerah-Nya kepada kita semua, Syalom.

Pardomuan , Agustus 2019


Penulis

ROIDA SIHOMBING, S.Ag


NIP. 19730810 200604 2 003

29

Anda mungkin juga menyukai